Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 20393 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Elleanor Rigby Theresia
"Transfer Pricing merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan penetapan harga transaksi yang terjadi antara perusahaan-perusahaan yang berada di berbagai negara dan merupakan bagian dari grup multinasional yang sama. Tentunya, transaksi yang melewati batas negara (cross-border) mempunyai dampak atas pajak internasional, terutama apabila perusahaan multinasional tersebut berhadapan dengan dua negara atau lebih yang memiliki sistem pemungutan pajak yang berbeda. Sehingga, untuk menghindari adanya pajak berganda/double taxation, maka dibentuknya Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B/Tax Treaty). Tetapi, bervariasinya manfaat dari P3B antar negara justru mendorong investor atau perusahaan-perusahaan menyalahgunakan (abuse) perjanjian tersebut untuk mendapatkan manfaat ataupun insentif yang paling menguntungkan. Perbuatan itu dapat dikategorikan sebagai perbuatan melawan hukum apabila semata-mata dilakukan untuk menghindari pajak/tax avoidance melalui manfaat-manfaat P3B yang bertentangan dengan tujuan dibentuknya P3B itu sendiri. Dalam penelitian ini akan ditelusuri bagaimana pengaruh dan dampak cross-border transfer pricing terhadap penerimaan negara, bagaimana perpajakan internasional dan nasional terutama di Indonesia mengatur kegiatan transfer pricing, mengetahui bagaimana hal tersebut menjadi peluang bagi individu/perusahaan dalam melakukan tindakan tax avoidance serta bagaimana penanganan dan kebijakan yang ideal dalam memaksimalkan pendapatan negara dari tindakan tax avoidance melalui cross-border transfer pricing tersebut dengan membandingkannya terhadap kebijakan Jepang. Metode penelitian ini adalah yuridis normatif. Pengolahan, analisa dan pengumpulan data menggunakan pendekatan kualitatif dan hasil dari penelitian ini dituliskan secara deskriptif analisis. Berdasarkan analisis yang telah dilakukan, penelitian ini menemukan bahwa kurang maksimalnya peraturan di Indonesia mengenai cross-border transfer pricing. Berdasarkan Pasal 23A UUD 1945 menyatakan bahwa pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dalam undang-undang. Maka diperlukannya peraturan perundang-undangan khusus mengenai transfer pricing dan tax havens di Indonesia untuk menunjukan kepastian hukum dan meminimalkan bahkan menghilangkan celah hukum yang dapat digunakan pihak-pihak/perusahaan untuk menghindari pajak di Indonesia seperti yang dilakukan negara Jepang yang mempunyai The Tax Haven Counter Measure Law (Undang-Undang Penghitung Pajak Haven) dimana mencegah abuse of transfer pricing dengan membatasi pengalokasian aset ke negara tax havens. Jepang juga mempunyai ketentuan utama bagi wajib pajak perusahaan multinasional meliputi earnings striping rules, transfer pricing, controlled foreign corporation (CFC) rules, dan research and development (R&D) tax credit. Diharapkan apabila permasalahan hukum tersebut segera diatasi, maka Indonesia dapat meningkatkan penerimaan negara dari sektor pajak

Transfer Pricing refers to pricing transaction within and between enterprises situated in different countries and belong to the same multinational group. Cross-border transaction inevitably affects international taxation, especially when multinational enterprises encounter two or more countries that apply different tax collection systems. Consequently, a Tax Treaty (Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda/P3B) is made to resolve issues involving double taxation. However, since the Tax Treaty’s benefits vary by country, the investors or companies tend to abuse the agreement in order to gain the most profitable benefits or incentives. Abusing the benefits of Tax Treaty (P3B) could be categorized as an act against the law if solely done to avoid tax since it contradicts with the purpose of why the Tax Treaty (P3B) was made. This research examines the effects and impacts of cross-border transfer pricing on state revenue, how the international and national taxations rule the transfer pricing activities especially in Indonesia, understanding opportunities for individuals/companies to perform tax avoidance and the ideal policy and handling to optimize state revenue from tax avoidance through cross-border transfer pricing compared to Japan’s policy. This research uses normative legal method while the data processing, analysis and collection use qualitative approach and research result is composed using descriptive analysis. In accordance with this analysis, researcher found that Indonesia does not enact optimal rules regarding cross-border transfer pricing just yet. Based on The 1945 Constitution of the Republic of Indonesia (UUD 1945) Article 23A, taxes and other levies of compelling character for purposes of the state shall be regulated by laws. Thus, another legislation should be made specifically in regard to the transfer pricing and tax havens issues in Indonesia to exhibit legal certainty as well as to minimize or even to eliminate legal loopholes that could benefit parties/companies to have tax avoidance in Indonesia. This has been successfully implemented by Japan on The Tax Haven Counter Measure Law. Japan also enacts Tax Reform and the key provisions relevant to multinational corporate taxpayers including earnings striping rules, transfer pricing, controlled foreign corporation (CFC) rules, and research and development (R&D) tax credit. It is hoped that Indonesia could resolve the legal issues promptly to result in an increase of its tax state revenues"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lilik Adik Kurniawan
"Penelitian ini bertujuan untuk meneliti pengaruh adanya potensi dilakukannya transfer pricing dan adanya insentif pajak di tax haven country terhadap kemungkinan perusahaan melakukan cross broder acquisition. Penelitin ini meneliti aktivitas akuisisi perusahaan di Asia pada tahun 2012-2014 dengan menggunakan sampel perusahaan non keuangan di Asia dengan total observasi 1.562 perusahaan selama periode 2012-2014.
Metode pengumpulan sampel perusahaan dilakukan dengan metode purposive sampling. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan teknik analisis regresi logistik Binary Logistic Regresion.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa potensi adanya transfer pricing memengaruhi keputusan perusahaan untuk melakukan cross border acquisition. Serta, kemungkinan perusahaan melakukan cross border acquisition menunjukkan tingkat lebih kecil jika perusahaan target berada pada tax haven country.

This study aimed to investigate the effect of the potential does transfer pricing and tax incentives in the tax haven country to the possibility of cross broder company acquisition. This experiment examines the company's acquisition activities in Asia in the period of 2012 2014 in using a sample of non financial companies with a total of 1,562 observations during those period.
The company's method of sample collection is done by purposive sampling method. Analysis of the data in this study is using logistic regression analysis Binary Logistic Regresion.
The results showed that the potential transfer pricing affect the company's decision to carry out cross border acquisition. As well, the possibility of companies doing cross border acquisition shows a smaller level if the target company is located in a tax haven country.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2017
S62756
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Darussalam
Jakarta: Danny Darussalam Tax Center, 2008
339.525 DAR k
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Anggreani Widiawati
"ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah aktivitas cross-border acquisition dan tax avoidance di perusahaan kawasan Asia akan berpengaruh terhadap nilai perusahaan pengakuisisi. Selain itu penelitian ini juga ingin mengetahui apakah aktivitas tax avoidance akan memoderasi hubungan antara cross-border acquisition dengan nilai perusahaan pengakuisisi. Penelitian ini menggunakan tiga pengukuran tax avoidance yaitu effective tax rate differences, book tax differences dan residual book tax differences. Penelitian ini meneliti 567 akuisisi yang terjadi di kawasan Asia pada periode tahun 2012-2014. Peneliti menemukan bahwa aktivitas cross-border acquisition akan menghasilkan value destruction atau penurunan nilai bagi nilai perusahaan pengakuisisi. Hasil penelitian ini mendukung managerialis dan hubris hypothesis, dimana aktivitas cross-border acqusition justru terbukti menurunkan nilai perusahaan mungkin disebabkan karena adanya overpayment atau tindakan ekspropriasi dari managemen yang terjadi pada proses akuisisi. Sedangkan aktivitas tax avoidance terbukti dapat memberikan nilai tambah bagi perusahaan. Aktivitas tax avoidance memberikan pengaruh yang signifikan positif terhadap nilai perusahaan. Namun aktivitas tax avoidance tidak terbukti dapat memoderasi hubungan antara cross-border acquisition dengan nilai perusahaan pengakuisisi.

ABSTRACT
This study aims to examine the effect of the activity of cross border acquisition and tax avoidance on firm value in Asian firms and the effect of activity of tax avoidance as a moderation of relatedness activities cross border acquisition and firm value. This study used three measurements of tax avoidance, effective tax rate differences, book tax differences and residual book tax differences. Our research covers activity of cross border acquisitions by 567 Asian firm during the periode 2012 2014. We found that cross border acquisition activities create value destruction on acquirer firm value. This result is consistent with managerialist dan hubris hypothesis that value destruction on cross border acquisitions might occur because overpayment or expropriation by managemnet in acquisition process. We found that tax avoidance has a positif effect on firm value. But tax avoidance activity as a moderation have no impact on the relationship between cross border acquisition and firm value."
2017
S65877
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ginting, Rico Saputra
"Transfer pricing adalah suatu harga jual khusus yang dipakai dalam pertukaran antar divisional untuk mencatat pendapatan divisi penjual (selling division) dan biaya divisi pembeli (buying division). Sebenarnya tujuan utama dari transfer pricing pada mulanya adalah sebagai alat untuk mengevaluasi dan mengukur kinerja perusahaan. Namun, praktik transfer pricing sebagian besar yang sudah dilakukan oleh perusahaan multinasional semata-mata menginginkan laba tinggi melalui penghindaran pajak ini. Dampak transfer pricing berpotensi merugikan pendapatan negara pada sektor perpajakan, dikarenakan perusahaan akan mengalihkan laba kena pajaknya pada negara yang memiliki tarif pajak yang lebih rendah. Transfer Pricing saat ini tidak bisa lagi dikatakan sebagai suatu Penghindaran Pajak, melainkan lebih ke penggelapan pajak. Hal tersebut dikarenakan atas pelanggaran hukum yang terjadi, tindakan penghindaran pajak melalui metode Transfer Pricing ini telah memanipulasi harga di luar prinsip kewajaran dan kelaziman usaha. Penelitian ini bertujuan untuk melihat bagaimana pengaturan transfer pricing saat ini sebagai penghindaran pajak (tax avoidance) apakah transfer pricing bisa dikategorikan sebagai salah satu metode penggelapan pajak apabila dilihat dari kepentingannya. Sehingga disini perlu dilakukan penelitian dalam bentuk tesis, dengan mengidentifikasi beberapa masalah yaitu, Bagaimana Praktik Transfer Pricing sebagai upaya penghindaran pajak. Dan yang Kedua, bagaimana pengaturan hukum yang sudah terjadi dalam meminimalisir terjadinya penggelapan pajak pada praktik transfer pricing. Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memecahkan permasalahan serta memberikan saran terkait permasalahan yang dihadapi yaitu agar wajib pajak dalam hal ini Perusahaan multinasional menghindari melakukan kegiatan tax avoidance dengan mengandalkan praktik transfer pricing karena berpotensi tinggi dalam pengurangan pendapatan Negara demi kepentingan masyarakat. Kedua, harus dilakukan reformasi mendasar baik itu dari sistem regulasi, kelembagaan serta peningkatan kapasitas kualitas dan kuantitas aparatur penegaknya demi terwujudnya suatu kepastian hukum.

Transfer pricing is a special selling price used in inter-divisional exchanges to record the income of the selling division and the cost of the buying division. Actually the main purpose of transfer pricing was initially as a tool to evaluate and measure company performance. However, most of the transfer pricing practices that have been carried out by multinational companies simply want high profits through this tax avoidance. The impact of transfer pricing has the potential to harm state revenues in the taxation sector, because companies will divert their taxable profits to countries that have lower tax rates. Transfer Pricing can no longer be said as a Tax Avoidance, but rather tax evasion. That is because for violations of the law that occurred, tax avoidance through the Transfer Pricing method has manipulated prices outside the principle of fairness and custom of business. This study aims to look at how current transfer pricing arrangements are as tax avoidance whether transfer pricing can be categorized as one of the methods of tax evasion when viewed from its importance. So here it is necessary to do research in the form of a thesis, by identifying several problems namely, How is the Transfer Pricing Practice as an effort to avoid taxes? And Second, how are the legal arrangements that have occurred in minimizing the occurrence of tax evasion in the practice of transfer pricing. The results of this study are expected to be able to solve the problem and provide suggestions related to the problems faced, namely that taxpayers in this case multinational companies avoid tax avoidance activities by relying on transfer pricing practices because of the high potential in reducing state revenues for the benefit of the community. Second, fundamental reforms must be carried out both from the regulatory, institutional system and increasing the quality and quantity capacity of the enforcement apparatus for the realization of a legal certainty."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Simamora, Beatrice Eka Putri
"Skripsi ini membahas mengenai modus praktek Cross Border Transfer Pricing yang diterapkan oleh perusahaan multinasional dan potensi peraturan perundangundangan perpajakan di Indonesia dan peraturan perundang-undangan yang berdasarkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba), dalam mengantisipasi pelaksanaan praktek Cross Border Transfer Pricing yang dilakukan oleh Wajib Pajak Indonesia. Skripsi ini disusun menggunakan metode penelitian yuridis normatif yang berasal dari data sekunder dan data studi wawancara ahli.
Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa perusahaan multinasional menerapkan Cross Border Transfer Pricing dengan cara mengambil keuntungan dari celah peraturan perundang-undangan dari negara-negara yang berbeda untuk mendapatkan keuntungan dari kondisi yang paling menguntungkan dan di Indonesia, penanganan kasus indikasi praktek Cross Border Transfer Pricing yang dilakukan oleh perusahaan pertambangan, lebih mudah ditangani apabila transaksi dilakukan pada tahun 2010 dan setelahnya, saat peraturan-peraturan baru terkait Transfer Pricing sudah berlaku.
Pembuktian Transfer Pricing akan lebih mudah untuk dilakukan karena Wajib Pajak diwajibkan untuk membuat Transfer Pricing Documentation dan fiskus pun diarahkan oleh tahapan-tahapan penanganan kasus Transfer Pricing yang lebih detail. Fiskus juga lebih mudah untuk mendapatkan data pembanding terkait prinsip kewajaran dan kelaziman usaha berdasarkan ketentuan di bawah UU Minerba yang dapat mengantisipasi praktek Transfer Pricing.

The focus of this study are the mode of Cross Border Transfer Pricing practice applied by multinational corporations and the potential of taxation legislation in Indonesia and legislation under the Act No. 4 of 2009 concerning Mineral and Coal Mining (Mineral and Coal Mining Act), in anticipating the implementation regarding Cross Border Transfer Pricing practices conducted by Indonesian Taxpayers. This research is a normative juridical research derived from secondary data and interview with expert.
The result of this research proves that multinational companies apply Cross Border Transfer Pricing with a way to take advantage of the loopholes on the laws and regulations of different countries to get advantages from the most favorable conditions and in Indonesia, it would be easier to handle the case of an indication of Cross Border Transfer Pricing practice conducted by Mining Company if the transaction(s) was carried out in 2010 and thereafter, when new regulations related to the Transfer Pricing are already in force.
Substantiation of Transfer Pricing would be easier to be done because the Taxpayer is required to provide Transfer Pricing Documentation and tax authorities are also guided with a more detail steps in handling Transfer Pricing cases. It is also easier for tax authorities to get comparable data to the related transaction(s) in terms of the Arm's Length Principle and Ordinary Practice of Business Principle based on the regulations under Mineral and Coal Mining Act that can anticipate Transfer Pricing practices.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
S1896
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Chalil Noor
"ABSTRAK
Business restructuring sebelumnya merupakan bidang dalam transfer pricing yang belum diatur, namun dengan diterbitkannnya OECD Transfer Pricing Guidelines (OECD TPG) yang baru, sejak tahun 2010, petunjuk terhadap hal tersebut telah disusun. Tujuan Tesis ini adalah menganalisis regulasi transfer pricing Indonesia atas transaksi cross-border business restructuring, membandingkannya dengan regulasi yang ada di Australia, Austria, China, Jerman, dan Meksiko, dan rekomendasi yang diberikan OECD TPG 2010 kepada perusahaan multinasional dan otoritas pajak terkait aspek transfer pricing atas transaksi cross-border business restructuring tersebut.
Untuk memperoleh jawaban mengenai perumusan masalah dalam Tesis ini, aspek-aspek yang membedakan antara masing-masing regulasi akan dibandingkan secara terpisah. Aspek yang pertama membandingkan ketersediaan regulasi perpajakan (baik ketentuan umum, ketentuan khusus, transfer pricing ataupun intangible property) yang mengatur transaksi business restructuring. Aspek yang kedua membandingkan pembebanan berupa kompensasi atau exit charge atas konversi bisnis. Aspek yang ketiga membandingkan konsekuensi penentuan kembali (recharacterization) atas transaksi business restructuring. Aspek yang keempat membandingkan preferensi antara pengujian atas contractual terms dan pengujian substansi transaksinya yang dipertimbangkan otoritas pajak untuk mengevaluasi transaksi business restructuring. Aspek yang kelima membandingkan kewajiban khusus untuk mendokumentasikan transaksi luar biasa (extraordinary transactions) seperti business restructuring, termasuk latar belakang dilakukannya transaksi-transaksi tersebut.
Tesis ini menyimpulkan bahwa tidak seperti Australia, Austria, dan Jerman, otoritas pajak Indonesia belum memberikan petunjuk mengenai perlakuan transfer pricing atas transaksi business restructuring. Walaupun demikian, pendekatan umum berdasarkan ketentuan transfer pricing yang sudah ada telah konsisten dengan prinsip yang dinyatakan dalam OECD TPG 2010 bahwa prinsip arm’s length seharusnya diterapkan untuk semua jenis transaksi afiliasi.

ABSTRACT
Business restructuring was previously an unregulated transfer pricing area but with the new OECD Transfer Pricing Guidelines (OECD TPG), from 2010, guidelines have been formulated. The purpose of this thesis is to analyze Indonesian transfer pricing regulations on cross-border business restructuring transaction compare with regulations in Australia, Austria, China, Germany, and Mexico, and how OECD TPG 2010 suggests practical guidance for taxpayers and tax authorities on the issues surrounding transfer pricing relating to business restructuring.
In order to answer the question set out in this thesis, some aspects of the regulations have been examined separately. The first part compared availability tax regulations on business restructurings (general, special, transfer pricing, or intangible property regulations). The second part compared imposition a compensation or exit charge upon business conversion. The third part compared the consequences of recharacterization of business restructuring. The Fourth part compared the preference of tax authorities between examination of contractual terms or actual behaviour/conduct of the parties. The fifth part compared special documentation requirements for extraordinary transactions e.g. business restructurings, including justifying the rationale for business restructuring.
This thesis shows that unlike countries such as Australia, Austria, and Germany, Indonesian tax authorities have not yet provided any formal guidance on the treatment of business restructuring for transfer pricing purposes. Nonetheless, the approach to transfer pricing for all transfer pricing matters in Indonesia has generally been consistent with the principle enunciated in the OECD TPG 2010 that the arm’s length principle should apply in all transactions carried out among related parties."
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2012
T33761
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Sherly Indrayani Istiadi
"ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah penggunaan instrumen keuangan hybrid dapat dianggap sebagai bentuk penghindaran pajak di Indonesia, apakah ketentuan perpajakan Indonesia telah mengatur, mengetahui apakah tax treaty Indonesia dengan Belanda dan India telah mampu digunakan untuk menyelesaikan permasalahan dari penggunaan transaksi hybrid dalam cross border financing serta untuk mengetahui ketentuan penghindaran pajak yang saat ini dirumuskan oleh DJP apakah secara efektif mampu mencegah penggunaan transaksi hybrid sebagai abusive tax planning. Berdasarkan analisis yang dilakukan disimpulkan bahwa Indonesia belum memiliki ketentuan pencegahan penghindaran pajak baik secara khusus maupun umum yang dapat menangkal praktik penghindaran pajak atas instrumen keuangan hybrid. Ketentuan perpajakan Indonesia juga tidak secara spesifik mengatur perbedaan utang dan modal. Dengan tidak adanya peraturan yang dapat digunakan sebagai batasan antara utang dan modal menjadi kendala bagi kepastian hukum untuk menjustifikasi kewenangan otoritas pajak untuk merekarakterisasi instrumen hybrid. Rumusan dalam tax treaty Indonesia dengan India dan Belanda terkait definisi dividen dan bunga tidak dapat mengatasi masalah reklasifikasi karena masih memungkinkan terjadinya perbedaan interpretasi atas pengklasifikasian instrumen hybrid. Pencegahan penghindaran pajak atas instrumen hybrid membutuhkan harmonisasi kebijakan antarnegara sehingga jika ketentuan penghindaran Indonesia hanya diformulasikan dalam skala domestik maka efek negatif penggunaan instrumen keuangan hybrid masih tetap muncul.

ABSTRACT
This study aims to determine whether the use of hybrid financial instruments can be regarded as a form of tax avoidance in Indonesia, whether Indonesian tax regulations have regulate, determine whether Indonesian tax treaty with the Netherlands and India have been able to be used to solve the problems of the usage of hybrid transactions in cross-border financing and to determine the tax avoidance provisions that are currently defined by the DJP is effectively able to prevent the use of hybrid transactions as an abusive tax planning. Based on the analysis, it is concluded that Indonesia does not have a provision of tax avoidance prevention either specifically or generally to counteract tax avoidance practices on hybrid financial instruments. Indonesian tax regulations do not specifically regulate the differences in debt and equity. The absence of rules that can be used as the boundary between debt and equity becomes an obstacle for the rule of law to justify the authority of tax authorities to re-characterise the hybrid instruments. Formulation in Indonesian tax treaty with India and the Netherlands in the definition of dividends and interest can not solve the problem because it still allows the reclassification of the different interpretations of the hybrid instruments classification. Prevention of tax avoidance on hybrid instruments requires a state of harmonisation on policies between countries so that if Indonesia simply formulated tax avoidance provisions in the domestic scale, the negative effects of the usage of hybrid financial instrument will still persist."
2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Thomas Dhanny Setiawan
"Penelitian ini memeriksa peran aturan anti-penghindaran terkait transfer pricing dalam melawan praktik profit shifting bermotif pajak. Penelitian sebelumnya telah menemukan bahwa dalam rezim aturan anti-penghindaran terkait transfer pricing yang ketat, penegakan hukum dapat mengurangi praktik profit shifting bermotif pajak yang dilakukan oleh perusahaan multinasional. Studi ini berfokus pada apakah peraturan terkait transfer pricing baru yang disarankan oleh OECD dapat mempengaruhi penghindaran pajak internasional di negara-negara ASEAN. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memberikan bukti empiris pengaruh Proyek BEPS yang diinisiasi oleh OECD dan G20 terhadap penghindaran pajak internasional oleh perusahaan multinasional, khususnya di negara-negara berkembang yang berpartisipasi dalam Proyek BEPS. Penelitian ini menggunakan model modified-HRA atau pendekatan Hines and Rice, untuk mengukur elastisitas perbedaan tarif pajak terhadap profitabilitas yang dilaporkan sebagai ukuran penghindaran pajak internasional. Penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling, dimana sampelnya adalah perusahaan publik di ASEAN yang dimiliki oleh perusahaan asing. Penelitian ini kemudian membahas efek moderasi dari aturan anti-penghindaran terkait transfer pricing pada penghindaran pajak internasional secara umum, dan selanjutnya di setiap kategori negara dan perusahaan. Dengan menggunakan komponen peraturan terbaru, penelitian ini menilai ulang skor keketatan aturan anti-penghindaran terkait transfer pricing untuk setiap negara selama tahun pengamatan 2012-2019. Penelitian ini menemukan bahwa pembaruan peraturan dan kerja sama multilateral yang disarankan oleh OECD dapat mengurangi praktik penghindaran pajak internasional di negara-negara berkembang ASEAN, terutama oleh perusahaan subsider yang tidak terafiliasi negara low tax jurisdiction. Penelitian ini juga memeriksa peran keanggotaan Inclusive Framework dalam penghindaran pajak internasional. Penelitian ini menemukan bukti lemah tentang pengaruh Inclusive Framework terhadap penghindaran pajak internasional.

This study examined the role of transfer pricing anti-avoidance rules in countering tax-motivated profit-shifting practices. Previous research has found that in a strict transfer pricing anti-avoidance rules regime,  law enforcement can reduce tax-motivated profit-shifting activities conducted by multinational companies. This study focused on whether the new transfer pricing regulations suggested by the OECD could affect international tax avoidance in ASEAN countries. The purpose of this study is to provide empirical evidence of the influence of the BEPS project initiated by the OECD and G20 on international tax avoidance by multinational companies, especially in ASEAN developing countries participating in the BEPS project. This study incorporated a modified Hines and Rice approach (HRA) fixed-effect regression model to measure the elasticity of tax rates difference to reported profitability as a measure for international tax avoidance. This study use purposive sampling techniques, where the samples are public companies in ASEAN owned by foreign companies. This study then discuss the moderating effect of transfer pricing anti-avoidance rules on international tax avoidance in general, and further in each category of countries and companies. Using the latest regulatory components in country transfer-pricing guidelines, This study re-score the transfer pricing anti-avoidance rules for each country along the observation years of 2012-2019. This study found that regulatory updates and multilateral cooperation suggested by the OECD could reduce international tax avoidance practice in ASEAN developing countries, especially by subsidiaries which are not low tax jurisdiction affiliates. This study also examined the role of Inclusive Framework membership on international tax avoidance. This study found weak evidence of the influence of Inclusive Framework toward international tax avoidance."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>