Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 138438 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ryan Ankie
"Penelitian ini membahas mengenai tanggung jawab PPAT terhadap akta yang dibuat berdasarkan surat sporadik. Di Indonesia, terdapat tanah-tanah yang telah bersertipikat maupun tanah-tanah yang belum bersertipikat. Terhadap tanah yang belum bersertipikat, dapat diterbitkan yang dinamakan surat sporadik yaitu surat bukti penguasaan tanah selama 20 (dua puluh) tahun berturut-turut dengan etikad baik tanpa adanya gangguan dari pihak lain. Dalam prakteknya, PPAT terkadang masih takut untuk membuat akta terhadap tanah-tanah yang belum bersertipikat karena takut terjadinya sengketa dikemudian hari yang melibatkan PPAT yang bersangkutan. Permasalahan yang diangkat dalam kasus ini adalah mengenai akibat hukum dari akta yang pembuatannya didasarkan oleh surat sporadik yang diajukan oleh penghadap serta tanggung jawab PPAT terhadap akta jual beli tanah berkaitan dengan prinsip kehati-hatian. Untuk menjawab permasalahan tersebut digunakan metode penelitian hukum normatif dengan pendekatan analitis. Tipologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif analitis yaitu mendeskripsikan permasalahan yang ada sekaligus memberikan saran terhadap permasalahan tersebut. Hasil yang didapat adalah pembuatan akta PPAT yang didasarkan oleh surat sporadik adalah sah dan sesuai dengan peraturan yang ada, selain itu, tanggung jawab PPAT terhadap akta yang berkaitan dengan prinsip kehati-hatian adalah PPAT tidak dapat dikenakan sanksi terhadap kesalahan yang dilakukan oleh Kepala Desa baik secara perdata maupun administrasi.

This research discusses the PPAT's responsibility towards deeds made based on sporadic letters. In Indonesia, there are lands that have been certified as well as lands that have not been certified. For land that is not yet certified, a so-called sporadic letter may be issued, namely a certificate of ownership of land for 20 (twenty) consecutive years in good faith without interference from other parties. In practice, PPAT is sometimes still afraid to make deeds for lands that are not yet certified for fear of future disputes involving the relevant PPAT. The issues raised in this case were regarding the legal consequences of the deed which was drawn up based on a sporadic letter submitted by the parties and PPAT's responsibility for the land sale and purchase deed related to the principle of prudence. To answer this problem, a normative legal research method with an analytical approach is used. The typology used in this research is descriptive analytical, which is to describe the existing problems as well as to provide suggestions for these problems. The result obtained was that the PPAT deed based on a sporadic letter was valid and in accordance with existing regulations, besides that, PPAT's responsibility for deeds related to the precautionary principle was that PPAT could not be subject to sanctions for mistakes made by the Village Head either both civil and administrative."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fanny Nurpadaniah
"Penelitian ini menganalisis tentang akibat hukum dan tanggung jawab PPATS yang melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan yang dapat menyebabkan kerugian kepada pihak. Permasalahan yang diangkat pada penelitian ini berdasarkan Putusan Nomor 970 K/Pdt/2019 mengenai akibat hukum dan tanggung jawab PPATS terhadap pembatalan akta hibah. Salah satu cara seseorang mengalihkan haknya secara hukum yaitu dengan hibah dengan dibuatkan akta hibah di hadapan PPAT dalam hal ini PPATS. Pemberian hibah dapat diberikan apabila tidak melanggar bagian ahli waris yang telah ditentukan dalam undang-undang, yang dimana bagian ahli waris menurut undang-undang memiliki bagian mutlak (legitieme portie) dan jika dilanggar maka ahli waris dapat menuntut haknya. Dalam hal ini, PPATS tidak membacakan akta, hanya dihadiri oleh satu orang saksi, tidak ditandatangani oleh PPATS pada saat itu juga dan tidak ada persetujuan dari para ahli waris yang menyebabkan melanggar peraturan perundang-undangan jabatan PPAT. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif bersifat deskriptif analitis dengan data sekunder. Akta hibah yang dibuat PPATS yang mengalami cacat secara hukum yang menyebabkan aktanya batal demi hukum. Perbuatan PPATS ini dapat dimintakan pertanggungjawaban secara administratif dan secara perdata dengan sanksi berupa teguran tertulis dan ganti kerugian

This study analyzes the legal consequences and responsibilities of temporary land deeds that violate the provisions of laws and regulations and can cause parties losses. The issues raised in this study are based on Decision Number 970 K /Pdt/ 2019 regarding the legal consequences and responsibility of temporary PPAT for the cancellation of grant deeds. One of the ways a person transfers his rights legally is by a grant by making a grant deed before the PPAT in this case a temporary PPAT. Grants may be granted if they do not violate the share of heirs specified in the statute, whereby the statutory share of the heirs has an absolute share (legitime portie) and if violated then the heirs can claim their rights. In this case, the PPAT temporarily did not read out the deed, was only attended by one witness, was not signed by the temporary PPAT at that time and there was no approval from the heirs which led to the violation of the laws and regulations of the PPAT position. This research uses normative juridical research methods that are descriptive and analytical with secondary data. The legal materials used in this study are divided into three: primary legal sources consisting of civil law books, secondary legal sources consisting of legal journals, and tertiary legal sources consisting of legal dictionaries. The data analysis method used in this study is qualitative, namely data compiled in the form of narratives. A grant made by a temporary PPAT that is legally flawed causes the deed to be null and void. The actions of this temporary PPAT can be held administratively and civilly liable with sanctions in the form of written reprimands and compensation."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurul Aulia
"Sebagai Pejabat Umum, Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dalam menjalankan jabatannya mempunyai kewenangan untuk membuat akta otentik yang berhubungan dengan tanah. Pada praktiknya masih terdapat PPAT yang melakukan kelalaian dan ketidaktelitian baik secara administratif maupun hukum, sehingga tidak jarang mengakibatkan kerugian. Seperti pelanggaran dalam proses pembuatan akta yang tidak sesuai dengan peraturan yang ada, tidak membacakan dan menjelaskan isi akta kepada para pihak. Salah satunya adalah dalam pembuatan akta hibah oleh PPAT yang mana pihak pemberi Hibah tidak dilibatkan, sesuai dengan yang akan penulis bahas dalam penelitian ini. Inilah yang seharusnya menjadi salah satu bagian dari tugas Majelis Pembina dan Pengawas (MPP) PPAT, seperti melaksanakan pembinaan dan pengawasan kepada PPAT sehingga dengan demikian MPP dapat menjadi sarana yang menjembatani kepentingan PPAT dengan Kantor Pertanahan, dan dapat mencegah atau meminimalisir terjadinya pelanggaran yang dilakukan oleh PPAT. Masalah yang diangkat dalam penelitian ini yaitu peran MPP dalam mencegah terjadinya pelanggaran oleh PPAT dan akibat hukum terhadap PPAT yang melakukan pelanggaran dalam proses pembuatan akta hibah. Untuk menjawab masalah yang dikaji, penulis menggunakan metode penelitian yuridis-normative dengan tipe penelitian deskriptif-analitis. Berdasarkan hasil penelitian, peran MPP dalam melakukan pencegahan terjadinya pelanggaran oleh PPAT yaitu melakukan Pembinaan dan Pengawasan terhadap PPAT seperti melakukan kunjungan ke kantor PPAT dan sosialisasi kepada PPAT baik secara langsung maupun menyeluruh. Akibat hukum terhadap PPAT yang membuat akta hibah palsu, maka MPP dapat memberikan sanksi berupa sanksi administratif.

Land Deed Making Officials (PPAT) in carrying out their positions as public officials are given the authority to make authentic deeds related to land. In practice it is still found that PPAT commits negligence and inaccuracy both administratively and legally, so that it often results in losses. Such as violations in the process of making a deed that is not in accordance with existing regulations, not reading and explaining the contents of the deed to the parties. One of them is in making a grant deed by PPAT in which the grant giver is not involved, according to what the author will discuss in this study. This is what should be one part of the duties of the Supervisory and Supervisory Council (MPP) of PPAT, such as carrying out guidance and supervision of PPAT so that MPP can thus become a means of bridging the interests of PPAT with the Land Office, and can prevent or minimize the occurrence of violations committed by the PPAT. The problem raised in this study is the role of MPP in preventing violations by PPAT and the legal consequences for PPAT who violate the grant deed process. To answer the problems studied, the author uses a juridical-normative research method with a descriptive-analytical type of research. Based on the results of the study, the role of MPP in preventing violations by PPAT is to conduct guidance and supervision of PPAT such as visiting the PPAT office and outreach to PPAT both directly and thoroughly. The legal consequences for PPAT who make a fake grant deed, then the MPP can impose sanctions in the form of administrative sanctions."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sayyida Syahla Salsabila
"Tesis ini membahas tentang Notaris/PPAT dalam pembuatan akta yang dibuatnya, terdapat kesalahan dengan tidak membacakan akta, kesalahan dalam pembuatan akta dan tanda tangan tidak di waktu yang bersamaan. Dalam penelitian ini penulis mengangkat 2 (dua) permasalahan pokok, yang pertama tanggung jawab Notaris/PPAT terhadap kesalahan penulisan para pihak dan penerapan hukum sebagai jaminan dalam proses pembuatan akta dan akibat hukum terhadap akta autentik yang memuat kesalahan penulisan para pihak (subjek hukum) dan penerapan hukum sebagai jaminan. Untuk menjawab permasalahan tersebut digunakan metode penelitian yuridis normatif yang dilakukan dengan penelusuran bahan dari data sekunder. Tipe penelitian yang digunakan bersifat Eksplanatoris. Bahan penelitian yang digunakan dari bahan bahan hukum sekunder. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara studi kepustakaan dan pemahaman terhadap Putusan Kasasi Nomor 3727 K/Pdt/2019 terkait kesalahan dalam pembuatan akta. Data analisis secara sistematis dan selanjutnya ditarik kesimpulan dengan menggunakan metode berfikir deduktif, hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam putusan Mahkamah Agung. Membatalkan akta yang telah di terbitkan oleh Notaris/PPAT karena akta yang telah dibuat terdapat adanya cacat hukum dalam proses terbitnya akta tersebut, hasil penelitian menunjukan bahwa akta yang dibuat tanpa dihadiri oleh pihak bersangkutan dan kesalahan dalam pembuatan adalah tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum. Sedangkan dari segi tanggung jawab, Notaris/PPAT sepatutnya dapat dimintakan pertanggung jawaban secara perdata, secara administrasi maupun pidana.

This thesis discusses the Notary/PPAT in making the deed he made, there was an error by not reading the deed, errors in making the deed and not signing at the same time. In this study, the authors raise 2 (two) main problems, the first is the responsibility of the Notary/PPAT for the writing errors of the parties and the application of law as a guarantee in the process of making the deed and the legal consequences of the authentic deed which contains the writing errors of the parties (legal subjects) and application of law as a guarantee. To answer these problems, a normative juridical research method was used which was carried out by tracing materials from secondary data. The type of research used is explanatory. The research materials used are secondary legal materials. The data collection technique was carried out by means of a literature study and an understanding of the Cassation Decision Number 3727 K/Pdt/2019 regarding errors in making the deed. The data were analyzed systematically and then conclusions were drawn using the deductive method of thinking, the results showed that in the Supreme Court's decision. Canceling the deed that has been issued by a Notary/PPAT because the deed that has been made has a legal defect in the process of issuing the deed, the results of the study show that the deed was made without the presence of the party concerned and the error in the making is invalid and has no legal force. Meanwhile, in terms of responsibility, a Notary/PPAT should be held accountable in a civil, administrative or criminal manner."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vera Notariza
"ABSTRAK
Salah satu sebab perpindahan hak menurut hukum islam adalah dengan hibah. Penarikan kembali hibah orang tua terhadap anaknya dapat dinyatakan dengan Pembatalan Hibah. Di dalam hukum islam tidak mengatur ketentuan mengenai pembatalan hibah dari orang tua terhadap anaknya, namun yang diatur adalah ketentuan mengenai penarikan kembali hibah orang tua terhadap anaknya. Penulis berpendapat bahwa pembatalan hibah merupakan bentuk dari perbuatan penarikan kembali hibah orang tua terhadap anaknya sebagaimana diatur ketentuannya dalam hukum Islam dan Kompilasi Hukum Islam. Dalam tesis ini penulis membahas mengenai hibah berupa tanah berikut bangunan yang diberikan oleh Rusdy Bobsaid kepada anaknya yang bernama Abdul Basith. Hibah tersebut dibuat dihadapan Notaris/PPAT Kamiliah Bahasuan. 4 (empat) tahun kemudian Rusdy Bobsaid mengajukan gugatan ke Pengadilan Agama Gresik yang dalam gugatannya ia meminta untuk dibatalkannya akta hibah tersebut karena ia mengatakan bahwa anaknya bukan penerima hibah yang sah
karena usianya masih dibawah umur kala itu dan adanya kesalahan penulisan nomor Sertipikat di dalam akta tersebut sehingga menyebabkan akta menjadi cacat hukum. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan tipe penelitian deskriptif analitis dan dianalisa secara kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa akibat hukum yang timbul dari harta hibah yang dimohonkan pembatalan pada Pengadilan Agama dengan adanya putusan pembatalan hibah yang telah berkekuatan hukum tetap menjadikan kepemilikan atas harta hibah tersebut akan kembali kepada pemberi hibah dan Jika seorang PPAT melakukan pelanggaran terkait kewenangannya maka tindakan yang dapat dilakukan adalah memberikan surat teguran kepada PPAT yang bersangkutan.

ABSTRACT
One reason for the transfer of rights according to islamic law is with grants. Withdrawal of parent grants to their children can be stated with Grant Cancellation. Islamic law does not regulate the provisions regarding the cancellation of grants from parents to their children, but what is regulated is the provisions regarding withdrawal of parent grants to their children. The author believes that the cancellation of the grant is a form of withdrawal of parents' grants to their children as stipulated in the provisions of Islamic law and Compilation of Islamic Law. In this thesis the author discusses the grants in the form of land and buildings given by Rusdy Bobsaid to his son named Abdul Basith. The grant was made by Notary/PPAT Kamiliah Bahasuan. 4 (four) years
later Rusdy Bobsaid filed a lawsuit to the Gresik Religious Court, which in his lawsuit he asked for the cancellation of the grant deed because he said that his son was not a legitimate recipient of the grant due to his underage age and there was an error writing of the certificate number in the deed thus causes the deed to become legally flawed.
This study uses normative juridical research methods with descriptive analytical research types and analyzed qualitatively. The results of the research show that the legal consequences arising from the grant property being requested for cancellation at the Religious Court with the decision to cancel the grant that has legal force make the
ownership of the said grant property return to the grantor and if the PPAT violates the authority then the action can be done is giving a warning letter to the PPAT concerned."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Novia Dwi Cahyani Fauzal
"Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dalam membuat Akta jual Beli (AJB) walaupun hanya bertanggung jawab atas kebenaran formil, namun masih kerap terkena permasalahan terkait kebenaran materiil atas akta yang dibuatnya. Dalam tesis ini terdapat kasus, pemilik objek yang sah tidak pernah mengetahui dan menghadap PPAT untuk membuat AJB, namun telah dicatutkan nama pemilik objek sebagai penjual dalam akta. Permasalahan dalam penelitian ini yaitu akibat hukum atas pembuatan akta jual beli yang dibuat oleh PPAT tanpa persetujuan pemilik objek dan pertanggungjawaban PPAT atas pembuatan akta jual beli yang yang dibuat tanpa persetujuan pemilik objek. Pembahasan penelitian ini dilakukan dengan studi kepustakaan dan analisis Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 1337 K/Pdt/2019. Untuk menjawab permasalahan tersebut digunakan metode penelitian yuridis normatif dengan tipe penelitian preskriptif dan metode analisis data kualitatif. Hasil analisis menunjukan bahwa akibat hukum atas akta yang tidak memenuhi syarat subjektif dan objektif perjanjian, serta syarat materiil jual beli yaitu batal demi hukum. Kemudian, PPAT dapat dimintakan pertanggungjawaban secara perdata, pidana, dan administratif atas perbuatannya. Saran yang dapat diberikan yaitu perlunya PPAT untuk hati-hati, cermat, dan teliti dalam menjalankan tugasnya. Selain itu, perlu pengaturan lebih jelas terkait penyalahgunaan identitas dalam proses pembuatan akta PPAT.

The Land Deed Making Official (PPAT) in making the Sale and Purchase Deed (AJB) although only responsible for the formal truth, is still often exposed to problems related to the material truth of the deed he made. In this thesis there is a case where the legal owner of the object has never known and faced PPAT to make an AJB, but the name of the owner of the object as the seller has been included in the deed. The problem in this study is the legal consequences of making a deed of sale and purchase made by PPAT without the consent of the object owner and PPAT's responsibility for making a deed of sale and purchase made without the consent of the object owner. The discussion of this research was carried out by means of a literature study and analysis of the Decision of the Supreme Court of the Republic of Indonesia Number 1337 K/Pdt/2019. To answer these problems, normative juridical research methods are used with prescriptive research types and qualitative data analysis methods. The results of the analysis show that the legal consequences of the deed that do not meet the subjective and objective requirements of the agreement, as well as the material requirements of the sale and purchase, are null and void. Then, PPAT can be held accountable in civil, criminal, and administrative ways for their actions. Suggestions that can be given are the need for PPAT to be careful, thorough, and thorough in carrying out their duties. In addition, clearer regulation is needed regarding the misuse of identity in the process of making the PPAT deed.Kata kunci: PPAT, the sale and purchase deed, unlawful act"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ria Agnes
"ABSTRAK
Secara filosofis keberadaan jabatan PPAT adalah memberikan pelayanan di bidang pendaftaran tanah kepada masyarakat, sehingga masyarakat akan mendapatkan kepastian hukum dan perlindungan hukum. Kepala BPN dapat menunjuk Camat sebagai PPAT Sementara, PPAT Sementara mempunyai tugas, kewajiban dan tanggung jawab yang sama dengan PPAT sebagaimana yang diatur dalam peraturan perundang-undangan, namun pada kasus yang akan penulis analisis pada proposal tesis ini, yaitu Putusan Mahkamah Agung Nomor 3615 K/Pdt/2015 dimana objek jual beli yang dibuat Camat sebagai PPAT Sementara bersertipikat ganda, hal ini membuktikan PPAT Sementara tidak melaksanakan tugas, kewajiban dan tanggung jawab sebagaimana perundang-undangan. Permasalahan yang dihadapi penulis dalam tesis ini adalah mengenai pembuatan akta Jual Beli Nomor 234/PPAT/II/2014 yang selanjutnya disebut AJB oleh Camat sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 3615K/PDT/2015 yang selanjutnya disebut PPATS dan tanggung jawab PPATS terhadap AJB yang objeknya sertipikat ganda. Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis normatif serta metode analisanya secara kualitatif sehingga bentuk hasil penelitian ini adalah deskriptif. Menurut hasil penelitian ini, pembuatan AJB tidak sesuai dengan peraturan perundangundangan, karena PPATS tidak melakukan pengecekkan ke Kantor Pertanahan Timor Tengah Utara dan membuat AJB tanpa adanya SPPT PBB/ PBB sehingga melanggar ketentuan Pasal 38 ayat 2 PP 24/1997. Tanggug jawab PPATS berupa tanggung jawab hukum berdasar Pasal 62 PP 24/1997 serta dapat dimintakan ganti rugi berdasar Pasal 1365 KUHPer dan tanggung jawab moral karena melanggar kode etik profesi berdasar Pasal 28 ayat 2 Perkaban 1/2006 namun tidak dapat dikenakan sanksi berdasar Pasal 6 Kode Etik PPAT karena PPATS bukan anggota IPPAT.

ABSTRACT
Philosophically, the existence of PPAT position is in order to provide services in the field of land registration to the community so that with the service, the community will get legal certainty and legal protection. Head of BPN can appoint Camat as PPAT Temporary. PPAT Temporary having the same duties, obligations and responsibilities with PPAT as regulated in law, but in the case of the author will analysis on this thesis proposal, namely Supreme Court Decision Number 3615 K Pdt 2015 where the object has double certified, proves PPAT Temporary not carrying out duties, obligations and responsibilities as same with PPAT. The problems faced by the authors in this thesis are the making of the Deed of Sale and Purchase Number 234 PPAT II 2014 here in after referred to as AJB by the Camat as the PPAT Temporary in Supreme Court Decision Number 3615K PDT 2015 here in after referred to as PPATS and the responsibility of PPATS against Deed of Sale and Purchase of the object of double certificate. This study uses the normative juridical and methods of analysis qualitative so that the form of this research is descriptive. According to the results of this study, the issuance of the AJB is not in accordance with the laws and regulations, because PPATS makes AJB without the PBB PBB SPPT and does not check to the Land Office of North Central Timor, so making in violation of Article 38 paragraph 2 of PP 24 1997. The responsibilities of PPATS are legal liability based on Article 62 of PP 24 1997 and can be requested for compensation based on Article 1365 KUHPer and moral responsibility for violating professional code of ethics under Article 28 paragraph 2 of Regulation 1 2006 but can not be subject to sanctions based on Article 6 of Code Ethics of Land Deed Officers because PPATS is not a member of IPPAT. "
2018
T51462
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andri Setiawan
"Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dalam praktiknya menjalankan jabatan banyak menemukan para pihak sebagai penghadap yang menerangkan data dan informasi tidak sesuai dengan kenyataannya untuk dimuat dalam suatu akta. Berbagai bentuk kepalsuan yang mungkin melekat pada suatu akta autentik adalah kepalsuan intelektual dan kepalsuan materiil, pada dasarnya kedua bentuk kepalsuan ini meliputi pemalsuan kebenaran isi yang tercantum dalam akta baik dalam bentuk dan isinya. Kepalsuan ini dapat menyebabkan perbuatan hukum menjadi tidak sah dan akta tersebut menjadi cacat hukum kemudian oleh karenanya tidak sah sebagai akta autentik. Permasalahan tersebut biasanya terjadi karena kurangnya kehati-hatian dalam proses pembuatan akta. Tesis ini menganalisis tanggung jawab PPAT dalam kasus di Putusan Mahkamah Agung Nomor 1143 K/Pid/2019 dan mengidentifikasi peran PPAT dalam mencegah terjadinya kembali kasus pemalsuan seperti di Putusan tersebut. Penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif. Hasil penelitian dalam hal para penghadap tidak dapat memenuhi persyaratan baik formil maupun materiil dalam pembuatan akta, maka PPAT berhak menolak membuatkan akta. PPAT juga harus: memastikan terpenuhinya hak dan kewajiban pihak-pihak dalam jual beli, syarat sah perjanjian, dan syarat jual beli tunai, terang dan riil; membuat akta jual beli dengan bentuk serta tata cara sesuai dengan yang telah ditentukan peraturan perundang-undangan yang berlaku; PPAT tidak hanya mengandalkan kebenaran formil berdasarkan data tertulis maupun keterangan dari para pihak saja; menuangkan dengan sebenar-benarnya apa yang dikehendaki oleh para pihak ke dalam akta; memastikan hadir bersamaan para pihak yang berkepentingan di hadapannya; benar-benar mengkaji, teliti, cermat, dan rapi dalam membuat akta, terutama mengenai perbuatan hukum yang akan dimuat dalam akta; tidak hanya mengandalkan atau mempercayakan sepenuhnya kemampuan pegawai kantor PPAT saja; tetap meneliti dan mengoreksi ulang draft akta yang akan ia buat dan tandatangani; membacakan secara rinci dan PPAT harus menerangkan maksud tujuan dari isi akta secara keseluruhan. PPAT yang bersangkutan seharusnya seharusnya dikenai sanksi administratif diberhentikan sementara paling lama 1 (satu) tahun, dimintai pertanggungjawaban dalam bentuk penggantian biaya, ganti rugi dan bunga. Sepanjang tindakan PPAT bersangkutan terbukti secara sengaja dan direncanakan maka terhadap PPAT bersangkutan dapat dikenai sanksi pidana sesuai peraturan yang berlaku.

Land Deed Making Officials (PPAT) in their practice find many parties who explain that data and information are not in accordance with the reality to be included in a deed. Various forms of forgeries that may be done to an authentic deed are intellectual forgery and material forgery, basically these two forms of forgery include falsification of the truth of the contents listed in the deed both in the form and the content. This forgery can cause the legal action to be invalid and the deed to be legally flawed and therefore invalid as an authentic deed. These problems usually occur due to lack of prudence in the process of making the deed. This thesis analyzes PPAT's responsibilities in the case of Supreme Court Verdict Number 1143 K/Pid/2019 and identifies PPAT's role in preventing the reoccurrence of counterfeiting cases such as in the verdict. This research is a normative juridical research. The results of the study in the event that the parties who cannot fulfill the formal and material requirements in the deed-making, then PPAT has the right to refuse to make the deed. PPAT must also: ensure the fulfillment of the rights and obligations of the parties in the transaction, the legal terms of the agreement, and the cash, clear and real terms of sale and purchase; make a deed of sale and purchase in the form and procedure in accordance with the prevailing laws and regulations; PPAT should not only rely on formal truth based on written data or information from the parties; actually pouring what the parties want into the deed; ensure the presence of all interested parties before him; really examine, thoroughly, carefully, and neatly in making a deed, especially regarding legal actions that will be contained in the deed; not only relying on or fully entrusting the capabilities of PPAT office employees; keep researching and re-correcting the draft deed that he will make and sign; read out in detail and the PPAT must explain the purpose of the contents of the deed as a whole. The PPAT in question should be subject to administrative sanctions, suspended for a maximum of 1 (one) year, be held accountable in the form of reimbursement of costs, compensation and interest. As long as PPAT's actions are proven to be intentional and planned, the PPAT concerned may be subject to criminal sanctions in accordance with applicable regulations."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syarifah Desi Putriani Ramadhanty
"Notaris semestinya membuat akta autentik untuk semua perbuatan dan perjanjian yang diminta oleh pihak yang berkepentingan sepanjang syarat subjektif dan objektif dari perjanjian sebagaimana yang ditentukan dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dipenuhi. Namun dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 2853K/Pdt/2019 ditemukan bahwa notaris menunda bahkan menolak pembuatan akta dengan mengembalikan uang muka pembayaran pembuatan akta. Untuk itu penelitian ini dilakukan dengan mengangkat permasalahan terkait tanggung jawab notaris terhadap penundaan pembuatan akta yang dilakukan dan upaya hukum yang seharusnya dilakukan pembeli untuk mendapatkan kepastian hukum. Penelitian hukum doktrinal ini, mengkaji objek hukum dalam konsepnya sebagai peraturan perundang-undangan dan putusan pengadilan. Objek hukum yang diteliti tersebut dikumpulkan melalui studi dokumen dalam bentuk bahan-bahan hukum, baik primer dan sekunder, yang selanjutnya dianalisis untuk menjawab permasalahan penelitian. Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan maka dapat dijelaskan sebagai berikut: Pertama, notaris tidak dapat dikatakan sebagai pihak yang melakukan perbuatan melawan hukum karena penundaan pembuatan akta didasarkan pada tidak adanya bukti peralihan hak yang sah dan juga tidak adanya izin persetujuan dari Direksi Perusahaan Daerah Pasar Jaya. Kedua, pihak yang dirugikan dapat mengajukan gugatan kepada penjual karena meskipun penjual bukanlah pihak yang berwenang melakukan perbuatan hukum, penjual tetap melakukannya

Notaries should make authentic deeds for all actions and agreements requested by interested parties as long as the subjective and objective conditions of the agreement as stipulated in Article 1320 of the Indonesian Civil Code are met. However, in the Supreme Court Decision Number 2853K/Pdt/2019 it was found that the notary delayed and even refused to make the deed by returning the down payment for making the deed. For this reason, this research was carried out by raising issues related to the notary's responsibility for the delay in making the deed and the legal remedies that the buyer should have taken to obtain legal certainty. This doctrinal legal research examines legal objects in their concept as statutory regulations and court decisions. The legal objects studied were collected through document studies in the form of legal materials, both primary and secondary, which were then analyzed to answer research problems. Based on the results of the analysis carried out, it can be explained as follows: First, the notary cannot be said to be a party who committed an unlawful act because the delay in making the deed was based on the absence of evidence of legal transfer of rights and also the absence of approval from the Directors of the Pasar Jaya Regional Company. Second, the aggrieved party can file a lawsuit against the seller because even though the seller is not the party authorized to take legal action, the seller still does it. "
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Azizatu Afifah Juwita Yasin
"Akta yang dibuat oleh PPAT kerap kali menyebabkan terjadinya suatu sengketa
atau konflik dalam pertanahan, sehingga tidak sedikit PPAT yang terjerat perkara di
Pengadilan yang salah satunya adalah karena pembuatan akta yang tidak sesuai dengan
prosedur. Pokok permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini ialah bagaimana
bentuk pelanggaran berat pembuatan akta jual beli oleh PPAT dalam kasus di Putusan
Pengadilan No. 1146 K / PDT / 2020 serta bagaimana pertanggungjawaban PPAT atas
pelanggaran berat yang telah dilakukan tersebut. Adapun penelitian ini menggunakan
metode yuridis normatif dan bentuk penelitiannya adalah Eksplanatoris. Hasil dari
penelitian ini menyimpulkan pelanggaran berat yang dilakukan ialah pembantuan dalam
permufakatan jahat yang mengakibatkan sengketa pertanahan dan membuatkan akta yang
telah terbukti PPAT mengetahui para pihak yang berwenang melakukan perbuatan hukum
atau kuasanya tidak hadir dihadap nya sehingga melanggar ketentuan 10 Ayat 3 Huruf a
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2016. Akta Jual Beli yang dinyatakan batal demi
hukum menjadikan peristiwa hukum akibat lahirnya akta jual beli tersebut dianggap tidak
pernah ada turut menjadi tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat
antara para pihak. Maka berdasarkan ketentuan pasal 62 PP No. 24 Tahun 1997 jo. pasal
55 Peraturan KaBPN No. 1 Tahun 2006, PPAT VNR dapat dikenakan penjatuhan sanksi
administratif berupa pemberhentian dengan tidak hormat dan ganti rugi. Hasil tesis ini
juga menyarankan bahwa sebaiknya PPAT selaku pejabat yang memberikan pelayanan
harus memeriksa kewenangan penghadap sehingga dapat menghasilkan akta berkekuatan
pembuktian sempurna.

Deed that had been made by land deed officical often cause conflict or dispute
over land, hence there are many land deed official that trap in court because of it which sometimes happens because not following the procedure when making deeds. The subject matter that will be discussed are how the deed against the law by land deed official in the case of the court verdict No. 1146 K / PDT / 2020 in the framework of the creation of the buy and sell deed and how the legal consequences of cancellation of the buy and sell deed are acts against the law by land deed official. As for this research using normative juridical methods and its research form is an explanatory. The form of serious conducted by VNR is aiding as a malicious agreement that resulted in a land dispute and create a deed where he knows the
authorities whom doing legal acts or their proxies are not present before him which is violate
the provisions of verse 10 section a PP 24year 2016 The sale and purchase deed, which is
null and void, makes the legal event due to the birth of the deed is deemed to have never.
According to chapter 62 PP No. 24 year 1997 jo. Chapter 55 Peraturan KaBPN No. 1 year
2006, PPAT VNR can be punished by dismissal with disrespect and compensation. This
thesis also advice that as PPAT who give public service must research about the authority
of the party that make the deed, so the deed can have the perfect evidentiary
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>