Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 111205 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ida Narulita
"Pulau Bintan adalah Pulau kecil dengan batuan penyusun pulau didominasi oleh granit dan batupasir tufa yang mempunyai daya-simpan dan kelulusan air rendah. Variabilitas curah hujan adalah faktor utama dalam menentukan ketersediaan air di Pulau Bintan. Saat ini aktifitas perekonomian dan tingkat pertumbuhan penduduk tinggi, sehingga kebutuhan air meningkat cepat, yang mengakibatkan terjadi ketidak-seimbangan antara ketersediaan dan kebutuhan air. Curah hujan musiman di Indonesia terutama disebabkan oleh sistem Angin musim-Asia dan Angin musim-Australia, yang menyebabkan adanya musim kemarau dan musim hujan dengan durasi masing-masing musim 6 bulan dalam siklus satu tahun. Akan tetapi lama musim kemarau dan hujan tidak selalu sama setiap tahun, akibat ENSO dan IOD. Pulau Bintan secara geografis berada di sekitar ekuator, puncak hujan terjadi dua kali dalam setahun, seharusnya air yang tersedia cukup memadai. Faktor yang diduga mempengaruhi berkurangnya ketersediaan air adalah faktor fenomena iklim ENSO dan IOD. Studi ini melakukan analisis spasial dan temporal pengaruh fenomena iklim ENSO dan IOD pada ketersediaan air. Metodologi yang digunakan adalah analisis korelasi, komposit, Standar Precipitation Index serta pendugaan kuantitas sumberdaya air. Menggunakan data satelit CHIRPS skala detil, diharapkan memberikan informasi detil pengaruh fenomena iklim terhadap variabilitas curah hujan. Hasil penelitian menunjukkan fenomena iklim El-Niño dan IOD kuat mempengaruhi variabilitas curah hujan berdasarkan musim, mengakibatkan berkurangnya curah hujan yang mengakibatkan kekeringan meteorologi dan kelangkaan sumberdaya air. Untuk mengurangi dampak bencana akibat fenomena iklim, disarankan untuk menambah tampungan air hujan serta mengendalikan tutupan lahan, mengingat Pulau Bintan sangat sensitif terhadap fenomena iklim. Hasil penelitian diharapkan menjadi informasi penting dalam penentuan kebijakan pengelolaan sumberdaya air yang terarah dan terukur di Pulau kecil wilayah Ekuator, terutama yang berada di wilayah Belahan Bumi Utara Bagian Barat daya Indonesia.

Bintan Island is a small island dominated by granite and tuff sandstones which mostly have low water-storage and water-permeability. Rainfall variability is the main factor in water availability determining on Bintan Island. Currently, economic activity and population growth rates are high, so that water demand is increasing rapidly, resulting in an imbalance between water supply and demand. Seasonal rainfall in Indonesia is mainly caused by the Monsoon-Asia and Monsoon-Australia systems, which cause dry and rainy seasons with a duration of 6 months each in oneyear cycle. However, the duration of the dry and rainy seasons is not always the same every year, due to ENSO and IOD. Bintan Island is geographically located around the equator; the peak of the rain occurs twice a year. With this condition, the water availability should be sufficient. The factors that are suspected to influence the reduced water availability are climate factors namely ENSO and IOD. This study has conducted the spatial and temporal analysis of the influence of ENSO and IOD climate phenomena on water resource availability. The methodology used is correlation and composite rainfall analysis, Standard Precipitation Index, and water resources quantity estimation. This study uses CHIRPS satellite data on a detailed scale, which is expected to provide detailed information on climate phenomena' s influence on rainfall variability. The results showed that the El Niño and IOD climatic phenomena affect rainfall variability based on seasons, resulting in the meteorological drought that is resulting in water resource scarcity. To reduce the impact of disasters due to climatic phenomena, it is recommended to add rainwater storage (retarded basin) and land cover controling, considering that Bintan Island is very sensitive to climate phenomena. The results of this study are expected to be used in water resource management policies of the equatorial small island, especially for small islands in the Northern Hemisphere, southwestern part of Indonesia."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
A.A. Ayu Ariani
"Ekosistem terumbu karang adalah salah satu ekosistem khas pesisir tropis yang memiliki berbagai fungsi penting, baik secara ekologis maupun ekonomis. Fungsi ekologis tersebut adalah penyedia nutrien bagi biota perairan, pelindung fisik, tempat pemilahan biota perairan, tempat bermain, dan asuhan bagi berbagai biota. Di samping fungsi ekologis, terumbu karang juga menghasilkan berbagai produk yang mempunyai nilai ekonomi penting seperti berbagai jenis ikan karang, udang karang, alga, teripang, dan kerang mutiara.
Pada tahun 1996 diperkirakan luas terumbu karang di perairan Bintan adalah 16.860,5 hektar. Pengamatan di lapangan atas terumbu karang yang dilakukan di sekitar perairan Pantai Trikora, di pesisir timur Pulau Bintan, memperlihatkan bahwa kondisi terumbu karang pada lokasi tersebut telah mengalami kerusakan. Hal ini dilihat dari tutupan karang hidup yang rendah serta banyaknya ditemukan karang mati. Banyaknya karang mati yang ditemukan diduga disebabkan oleh berbagai kegiatan pembangunan yang berlangsung di wilayah pesisir timur Pulau Bintan.
Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi dampak kegiatan pembangunan pada terumbu karang di wilayah pesisir timur Pulau Bintan, membuat suatu model dinamika sistem (system dinamics) yang komprehensif untuk menggambarkan terkaitnya kegiatan pembangunan dengan ekosistem terumbu karang di wilayah pesisir timur Pulau Bintan, mengidentifikasi akar permasalahan yang mendasari penurunan kualitas terumbu karang di wilayah pesisir timur Pulau Bintan, dan menentukan skenario pembangunan yang tepat untuk mengurangi tekanan kegiatan pembangunan pada ekosistein temmbu karang di wilayah pesisir timur Pulau Bintan.
Lokasi penelitian meliputi 4 desa yang terletak di sepanjang pesisir timur Pulau Bintan, yaitu Desa Berakit, Malang Rapat, Teluk Bakau, dan Gunung Kijang. Setiap kegiatan pembangunan di setiap desa penelitian diidentifikasi, kemudian dibuat suatu model dinamika sistem untuk melihat keterkaitan antara kegiatan pembangunan dengan ekosistem terumbu karang di pesisir timur Bintan.
Kemudian dilakukan identifikasi akar permasalahan dari kerusakan terumbu karang. Tahap terakhir adalah membuat 4 skenario pembangunan yang disimulasi untuk mendapatkan skenario yang paling tepat untuk diterapkan.
Hasil penelitian memperlihatkan bahwa pengaruh kegiatan pembangunan pada ekosistem terumbu karang cukup besar, meliputi perusakan karang secara langsung melalui ledakan bom maupun penambangan karang, pencemaran dari berbagai kegiatan di sepanjang pesisir, dan sedimentasi yang dapat meningkatkan kekeruhan perairan dan menghambat pertumbuhan karang, bahkan mematikan terumbu karang. Namun berdasarkan pengamatan dalam kurun waktu tahun 2000-2006, kegiatan pembangunan yang pengaruhnya paling besar pads ekosistem terumbu karang adalah kegiatan pembukaan lahan.
Pengaruh kegiatan pembangunan dengan ekosistem terumbu karang di wilayah pesisir timur Pulau Bintan dapat digambarkan melalui suatu model dinamika sistem. Hasil simulasi memperlihatkan bahwa peningkatan pembukaan lahan menyebabkan penurunan persentase tutupan karang hidup. Berdasarkan 4 altematif skenario pembangunan yang dibuat, didapat bahwa hanya 1 skenario yang dapat mengurangi tekanan pembangunan pads terumbu karang dan memulihkan kembali kondisi terumbu karang, yaitu Skenario 4.
Dibalik setiap kegiatan pembangunan, sebenarnya ada akar permasalahan yang lebih mendasar sebagai penyebab kerusakan terumbu karang di wilayah pesisir timur Pulau Bintan, yaitu (1) kemiskinan masyarakat dan kesulitan adaptasi pada matapencaharian altematif, (2) keserakahan dari pemilik modal, (3) lemahnya penegakan hukum (law enforcement), dan (4) kebijakan pemerintah yang belum memberikan perhuran pada pengelolaan kualitas lingkungan di wilayah pesisir dan lautan, khususnya terumbu karang.
Dalam rangka melestarikan ekosistem terumbu karang, disarankan beberapa hal yang perlu dilakukan yaitu (1) menetapkan sedikitnya 30% dari luas wilayah pesisir timur Pulau Bintan untuk dijadikan hutan lindung, (2) melakukan rehabilitasi lahan sekurang-kurangnya 20% dari lugs lahan terbuka yang ada, (3) mengharuskan berbagai kegiatan usaha yang berkaitan dengan pemanfaatan lahan untuk melakukan rehabilitasi lahan sebagai syarat perijinan dan pemyataan tersebut disertakan dalam kontrak kerja, (4) memberikan bantuan ekonomi untuk modal kerja dan bantuan teknologi budidaya perikanan bagi nelayan, (5) memberikan penyuluhan tentang manfaat terumbu karang kepada masyarakat di pesisir timur Pulau Bintan, (6) memberikan muatan lokal tentang pengelolaan sumber daya pesisir dan lautan dalam pendidikan di lingkungan sekolah, (7) penegakan hukum bagi pelaku perusakan terumbu karang hendaknya tidak sekedar dituangkan dalam bentuk peraturan perundangan saja, tetapi juga tegas dalam pelaksanaan di lapangan sesuai undang-undang yang berlaku.

Coral reef ecosystem is one of the unique coast ecosystems that have many important functions, ecologically or economically. Its ecological functions include nutrient supplier for water organism, physical shield, hatching ground, and nursing for many marine organisms. Coral reef ecosystem creates variety of products which has a lot of important economic value, such as various coral fish, algae, and sea water pearls.
In 1996, it was predicted that the size of coral reef in Bintan 16.860,5 ha. Field observation among coral reef around Trikora beach in the east side of Bintati Island showed the damage of the coral reef. This is shown by the low percentage of life coral and a lot of died coral. The high dead coral was caused by development activities in the east coast of Bintan area.
The aims of the research are to identify the effect of development on coral reef ecosystem in the east coast of Bintan Island, to design a system dynamics model which can describe the correlation between development and coral reef ecosystem in the east coast of Bintan Island, to identify the fundamental problems caused the decreasing quality of the coral reef, and to develop an appropriate development scenario that able to lessen the pressure of development on coral reef ecosystem.
The research was held in 4 villages, which located along the east coast of Bintan Island. They are Berakit, Malang Rapat, Teluk Bakau and Gunung Kijang village. Development activities in every village are identified and modelled to see the correlation between the development and the coral reef ecosystem. The next step is to identify the fundamental problem of the coral reef damaged. And then, four development scenarios were made and simulated to find the most appropriate and suitable scenario for local development that take _environmental protection into account.
The result shows that coral reef damage is caused by development activities significantly, that are bombing and coral removal, pollution from various daily activities along the coast, and upland sedimentation. The sedimentation will
increase turbidity and slowing coral reef growth and even killed the coral reef. But based on observation from the year of 2000 to 2006, the biggest impact to the coral reef comes from land clearing activities_
A system dynamic model is developed to show the correlation between development and coral reef ecosystem at the east coast of Bintan Island. The simulation shows that the increasing of open area causes the decreasing of life coral. From the 4 development scenarios developed, the best development scenario is Scenario 4, which required 30% protected forest of study area and annual land rehabilitation (20% of the open area). This scenario shows the increasing number of life coral reef over time.
There are 4 fundamental problems that lead to the decreasing of coral reef qualities. They are (1) poverty and the limited alternative income of the people, (2) greediness of the capital owner, (3) low law enforcement which are not yet giving special attention to the environment quality of the coast, especially coral reef, (4) the absence of government policy that focus on the maintenance of marine and coastal environment quality, especially coral reef.
In order to preserve coral reef ecosystem, some points are suggested as follow, (I) to determine protected forest at least 30% of study area, (2) to conduct annual land rehabilitation at least 20% of open area, (3) to force every landlord to rehabilitate their land, (4) to give economic and technology support for fisherman, (5) information extension of coral reef functions, not only the economical benefit but also the ecological benefit to people living in the east coast of Bintan Island, (6) integrated the subject on marine and coastal resource management in primary and secondary school curriculum, (7) law enforcement on coral reef protection.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2006
T17457
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sunaryo
"Berdasarkan pantauan satelit NOAA Provinsi Jambi merupakan salah satu daerah rawan kebakaran hutan di Pulau Sumatera, dimana hasil pantauan satelit NOAA yang dinyatakan dalam bentuk koordinat titik panas (hotspot) menunjukkan bahwa pada setiap tahun Provinsi Jambi mengalami kebakaran hutan. Variabilitas Curah Hujan sangat berperan menyebabkan kekeringan terutama pada daerah rawan kebakaran hutan di Provinsi Jambi. Kekeringan menyebabkan hutan sebagai bahan bakar menjadi semakin mudah terbakar tergantung dari faktor-faktor lain yang mempengaruhinya, antara lain, Tutupan Lahan, Sebaran Kedalaman Gambut, Ketinggian Wilayah, Kelerengan Wilayah dan Jaringan Jalan sebagai akses untuk melakukan pembakaran. Dalam penelitian ini dilakukan uji statistik homogenitas untuk mengetahui normalitas data, uji Mann Kendall untuk melihat tren, analisis tren, analisis korelasi, dan analisis spasial deskriftif untuk mengetahui pola spasial hubungan antara indeks kekeringan dan hotspot serta faktor-faktor yang menentukan pola spasial hubungan antara indeks kekeringan dan hotspot dengan menggunakan polygon thiessen sebagai unit analisisnya. Analisis tren menunjukkan bahwa kondisi kekeringan dan munculnya hotspot di Provinsi Jambi pada umumnya merupakan kejadian yang saling beriringan dan terjadi secara berulang dalam beberapa tahun berikutnya, dimana indeks kekeringan SPI akan turun dan hotspot akan naik secara signifikan apabila diiringi dengan kejadian El-nino. Hasil analisis korelasi dengan selang kepercayaan 95% menunjukkan bahwa terdapat pola hubungan yang kuat antara indeks kekeringan (SPI) musiman sebesar -0,718 dan tahunan sebesar -0,586. Sedangkan faktor lain kurang berpengaruh memicu kebakaran seperti ketinggian tempat mempunyai tingkat hubungan lemah 0.14, tutupan lahan sebesar 0.344, kelerengan wilayah sebesar 0,19 lahan gambut sebesar 0.588, sedangkan faktor kerapatan jaringan jalan tidak berpengaruh memicu hotspot. Selanjutnya analisis spasial deskripsi menunjukkan bahwa jumlah hotspot sering terjadi pada pertanian lahan kering, sawah dan hutan mangrove sekunder pada lereng 2-25% dan menurun pada lereng >25%, dan pada ketinggian wilayah yang rendah antara 0-100 m dpl, semakin tinggi dari permukaan laut jumlah hotspot semakin berkurang. Kejadian hotspot di wilayah Provinsi Jambi juga sering terjadi pada lahan non gambut, khusus lahan gambut semakin tebal lahan gambut semakin sering terjadi hotspot.

Based on NOAA satelite observations of Jambi Province is one of the areas prone to forest fires in Sumatra, where the results of NOAA satellite observations are expressed in terms of the coordinates of hot spots (hotspots) shows that in every year of Jambi suffered forest fires. Rainfall variability was instrumental cause drought, especially in areas prone to forest fires in Jambi Province. Dryness causes the forest as fuel becomes increasingly combustible depends on other factors that influence it, among others, land cover, distribution of Peat Depth, Region Altitude, Regional Slope and the density of road network as some access to arson. This research use a statistical test of homogenity to determine the normality of the data, Mann Kendall to see trends, trend analysis, correlation analysis, and descriptive spatial analysis to determine the spatial pattern of the relationship between drought index and hotspots as well as the factors that determine the spatial pattern of the relationship between drought index and hotspots using Thiessen polygons as the unit of analysis. Trend analysis showed that the drought conditions and the emergence of hotspots in Jambi province is generally an event that coexist and occur repeatedly in the next few years, in which SPI drought index is going down and the hotspot will increase significantly when accompanied by of El-nino events. Results of correlation analysis with 95% confidence interval indicates that there is a strong relationship between the pattern of drought index (SPI) of 0.718 annually and seasonally of 0.586. While others are less influential factors such as altitude triggers fire has a weak relationship level 0.14, land cover by 0.344, a slope of 0.19 peatland area by 0.588, while the road network density factor does not affect triggering hotspot. Further description of the spatial analysis showed that the number of hotspots events occurs in dry land farming, paddy areas and secondary mangrove forests on the slopes of 2-25% and decreased on the slopes of >25%, and at a low altitude region between 0-100 m above sea level, the higher of sea surface diminishing number of hotspots. Genesis hotspots in Jambi province is also common in non-peatland forest, peatland special thicker peat hotspots are becoming more frequently occured.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2015
T45529
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nimeesha Sanya Atika
"Pulau Bintan merupakan sebuah destinasi wisata yang menghadirkan wisata dengan kekayaan wisata alam bahari. Untuk mendatangkan wisatawan, maka strategi pemasaran loyalitas tercipta akibat adanya kepuasan wisatawan akibat pengalaman perjalanan di sebuah destinasi pulau. Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis pengaruh travel experience terhadap destination loyalty melalui tourist satisfaction dengan pendekatan kuantitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat pengaruh antara travel experience terhadap destination loyalty, melalui mediasi tourist satisfaction. Hasil lain menunjukan bahwa tourist satisfaction menjadi faktor yang memiliki pengaruh langsung yang signifikan dalam menciptakan destination loyalty. Terdapat saran dari penelitian ini yaitu perlunya peningkatan untuk pembangunan daerah dalam menyediakan pelayanan dan fasilitas Pulau Bintan untuk meningkatkan pengalaman perjalanan wisata.

intan Island is destination that presents with natural landscape of marine tourism. To increase tourist visit, destination loyalty is marketing strategy to created tourist satisfaction with the travel experience in an island destination. This research was conducted to analyze the effect of travel experience on destination loyalty with mediation tourist satisfaction with a quantitative approach. The results showed that there was an effect between travel experience on destination loyalty, through the mediation of tourist satisfaction. Other results show that tourist satisfaction is a factor that has a significant direct effect in creating destination loyalty. There are suggestions from this research, namely need for improvement in regional development in providing services and facilities for Bintan Island to improve travel experience in destination."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Susanto Kusnadi
"Pulau kecil merupakan pulau yang memiliki keanekaragaman yang spesifik, sumberdaya aiam yang terbatas dangan masyarakat yang memiliki karakteristik sosial budaya yang beradaptasi dengan kehidupan pulau. Ekosistem kapulauan memiliki karakteristik adanya keterbataaan daya dukung Iingkungan baik lahan maupun air sebagai kebutuhan dasar.
Pulau Panggang merupakan pulau dengan Iuas 9 Ha, pada tahun 2001 dihuni oleh 3.275 jiwa dengan kepadatan 364 jiwa/ha adalah melebihi kepadatan kota Jakarta (144 jiwa/ha). Kepadatan penduduk, di pulau kecil akan mengakibatkan terjadinya tekanan tarhadap Iingkungan dan berdampak pada penurunan sumberdaya pulau. Air bersih akan semakin langka dan mahal yang pada akhimya akan membebani perekonomian masyarakat pulau. Untuk mengatasi masalah tekanan penduduk terhadap sumberdaya air maka di pulau kecil harus dilakukan pengelolaan air bersih dengan tujuan untuk mempertahankan ketersadiaan air bersih yang dapat dimanfaatkan oleh penduduk pulau.
Pangelolaan air bersih di Pulau Panggang menjadi masalah penting karena keterbatasan sumber air bersih dan kemampuan masyarakat untuk membayar. Hingga saat ini penduduk Pulau Panggang memanfaatkan air bersih dari air hujan yang ditampung daiam tangki/bak penampungan. Penurunan kualitas Iingkungan dapat teridentifikasi dan penurunan kuantitas dan kualitas air sumur dangkal yang telah tercemar oleh Iimbah rumah tangga dan air laut.
Tujuan penelitian adalah untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang menyebabkan belum dilakukan pengelolaan air bersih secara Iestari, membuat model pengelolaan air bersih secara Iestari dan mengidentifikasi faktor-faktor yang akan berpengaruh terhadap keberhasilan pengelolaan air bersih secara lestari. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian adalah: Bila curah hujan total Iebih besar atau sama dengan jumlah kebutuhan air bersih penduduk puiau kecil, dengan melakukan pengelolaan air bersih secara Iestari maka kebutuhan air bersih penduduk dapat terpenuhi dan air hujan (air hujan dan air tanah dangkal).
Peneiitian ini bersifat deskriptif dengan pendekatan kualitatif dan kuantitatif. Metode penelitian yang digunakan adalah ex post facto dan survei. Pengambilan sampel untuk kuesioner dilakukan dengan metode simple random sampling, dan kualitas air ditentukan berdasarkan uji fisik, kimia, dan bakteri coli.
Berdasarkan hasil penelitian diketahui kebutuhan air bersih penduduk Pulau Panggang sebanyak 70 Iiter/orang/hari atau sebanyak 6.877,5 m3/bulan. Jumlah curah hujan rata-rata yang jatuh di wilayah Kepulauan Seribu sebanyak 127,5 mm/bulan atau 11.473,5 m3/bulan. Air Iarian sebanyak 3.442,05 m3/buIan. Neraca air di Pulau Panggang dengan laju pertambahan penduduk 1,8%/tahun maka hingga tahun 2026 akan terjadi surplus air bersih, dan pada tahun 2027 akan terjadi defisit air bersih.
Penerapan teknologi RO di Pulau Panggang di nilai tidak Iestari karena, tujuan pembangunan RO hanya untuk memenuhi kebutuhan air minum sebesar 8 Iiter/jiwa/hari. Kebiasaan masyarakat adalah mengkonsumsi air hujan sehingga pada musim hujan penduduk Pulau Panggang tidak memanfaatkan air RO sehingga akan menjadi beban pemerintah dalam mengoperasikan unit pengolahan air bersih tersebut.
Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan di Pulau Panggang belum dilakukan pengelolaan air bersih secara Iestari, disebabkan:
1). Pengelolaan air bersih masih bersifat sektoral oleh antar instansi.
2). Belum adanya konsep -pengelolaan air bersih dengan biaya murah sehingga tidak membebani anggaran pemerintah atau sesuai dengan tingkat ekonomi penduduk pulau Panggang.
3). Keterbatasan sumberdaya manusia dan sumber ekonomi masyarakat Pulau Panggang.
Untuk mengatasi masalah kebutuhan air bersih di Pulau Panggang harus melakukan pengelolaan air bersih secara Iestari, meliputi:
1). Teknologi tepat guna Teknologi pengelolaan air bersih yang diterapkan dengan berdasarkan pada sifat dan fungsi Iingkungan alami pulau, dapat diterapkan dan sesuai dengan Iingkungan binaan dan lingkungan sosiai. Teknologi yang digunakan dapat dilaksanakan oleh masyarakat dan memberikan manfaat sesuai tujuan pengelolaan air bersih.
2). Pengelolaan kuantitas air bersih, yaitu untuk meningkatkan jumlah relatif air bersih terhadap jumlah penduduk. Meliputi:
a). Pemanenan air hujan, yaitu melakukan penangkapan air hujan dari atap dan ditampung dalam tangki/bak penampungan. Tempat penampungan air hujan harus dimiliki oleh setiap rumah dan di dalamnya dapat diberikan treatment sehingga air yang masuk ke dalam tangki tidak tercemar oleh pencemar yang ada pada Iingkungan dan dapat menambah mineral yang dibutuhkan oleh manusia.
b). Penataan ruang dan mengatasi masalah kepadatan jumlah penduduk, melakukan penghijauan pada daratan pantai yang sesuai dengan Iingkungan pulau.
c). Hemat dalam memanfaatkan air bersih.
3). Pengelolaan kualitas air bersih.
Bertujuan untuk mencegah bahan pencemar masuk ke dalam air bersih, baik yang ada dalam penampungan atau yang tersimpan sebagai air tanah dangkal. Pengeloaan kualitas air bersih dapat dilakukan dengan: perbaikan sanitasi dan pengendalian pengambilan air tanah.
Hal berpengaruh terhadap keberhasilan pengelolaan air bersih secara lestari adalah:
1). Adanya konsep pengelolaan air bersih secara Iestari dengan menyesuaikan dengan sifat Iingkungan alam, Iingkungan binaan dan Iingkungan sosial.
2). Adanya koordinasi antara dinas terkait dalam melakukan kegiatan pengelolaan air bersih.
3). Melibatkan masyarakat dalam pengelolaan air bersih secara lestari.
4). Sosialisasi pengelolaan air bersih secara menerus sehingga pengelolaan air bersih secara lestari dapat menjadi salah satu bagian dari aktivitas kehidupan penduduk pulau.

Small islands are islands that possess spesific diversity, limited natural resources with its people having social and cultural characteristics that adapts to the archipelago life. The island ecosystem has the characteristic of the limited environment condition to support their basic needs, both land and water.
Panggang is an island with an area of 9 Ha. ln 2001, 3.275 people live here and its density population of 364 people/Ha outnumbered the density population of Jakarta (144 people/Ha). Such a high population in a small island can cause pressures on the environment and contribute to the deterioration of the island?s natural resources. Clean water will become rare and unaffordable and therefore burden the economic of the local community. To overcome the problem of the people?s pressures toward water resources, a management of clean water has to be conducted in the purpose of preserving the clean water supply that is useful for the local community.
Clean water management has become an important issue on Panggang lsland because of the limited resources of clean water and the people?s lacking ability to pay for it. The people on Panggang Island have been using clean water that comes from rain, which is restored in reservoir. The environment quality deterioration can be identified from the decreasing quantity and quality of the land water, which has been contaminated by house waste pollution and seawater.
The objectives of this research are for identification some factors which causes there is no sustainability of clean water management; for create a sustainability of clean water management model; and for identitication. which factors that, can causes this sustainability of clean water management to be succeed.
The proposed hypothesis in this research is: When total rainfall is bigger than or is the same as total of clean water that people need on small island, with a sustainability of clean water management, the need of clean water of those people can be fulfilled by using water from rainwater (rain and shallow groundwater).
This research is descriptive with a qualitative and quantitative approach. The research method used is ex-post facto and survey. The sampling for the questionnaire is completed by using the simple random sampling, and the water quality is determined from its physical and chemical test and also we do on colli bacteria test.
Based on the result of this research, it is known that the need of clean water of the people on Panggang Island is 70 Iiter/people/day or approximately 6.877,5 m3/month. The amount of the rainfalls in Kepulauan Seribu area is approximately 127,5 mm/month or 11.473, 5 m3/month. The water flow is 3.442,06 m3/month. Based on the clean water scales in Panggang island and 1,8%/year the people rapid population growth, it is assumed that there will be a surplus of clean water in 2026, and will be a deficit in 2027.
The use of the reverse osmosis technology on Panggang island is considered because the purpose ofthe reverse osmosis enstabilishment is merely to fulfill the need of clean water for 8 liter/people/day. The people usually consume rainwater, therefore in the rainy seasons the Panggang lsland?s local communities do not use the osmosis-reversed water, and this becomes a burden for local govemment in operating the clean water management.
Based on the result of this research, it can be concluded that in Panggang Island, the clean water management has not been yet conducted in a sustainable way. This is caused by :
1). The clean water management on small islands is still sectional and conducted merely by certain institutions.
2). There has not been a concept of clean water management with a small budget that does not burden the local govemmenfs fiscal year, nor that suites the economy level of the Panggang Island community.
3). The limit of human resources and financial sources for Panggang lsland's community.
To overcome problem of clean water necessity in Panggang island, a sustainable management of clean water must be conducted. this includes :
1). Efficacious technology.
The technology of clean water management, which is used based on the characters and functions of the natural environment, shall be accepted and also be suited in the developed and social environment. So it can be conducted by the community and thus give advantages adjusted to the purpose of the clean water management
2). The clean water quantity management, is to increase the relative amount of clean water toward the people which includes :
a). Rain water harvesting, is to seize rainwater from roofs and restore them in the reservoir. Every house has to have a reservoir for rain water. They can give treatment inside of the tank to prevent water that fall into the reservoir from being contaminated by environmental contamination and to add minerals needed by human.
b). Reforestation the whole island and solving the population problem, planting on the coastline that is suitable with the island's environment
c). Economizing the clean water.
3). Clean water quality management
The purpose of the clean water quality management is to prevent clean water, which is restored in the reservoir and in around shallow water, from being contaminated by environmental contamination. The clean water quality management could e conducted with repairing the sanitary equipments and controlling the the ground extraction.
Things that give contributions to the successfulness of a sustainable clean water management of clean water are :
1). The concept of clean water management by adjusting to the natural environment characters as well as to the developed and social environment.
2). An obligation to have a good social coordination between the relative institutions in conducting the activities of the clean water management.
3). Including the people in managing the clean water in sustainable way.
4). A continous socialization of the clean water management in order to make it as one of the activities that becomes a habit ofthe people in doing their activities."
Depok: Universitas Indonesia, 2003
T11084
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yoniar Hufan Ramadhani
"ABSTRAK
Pemetaan potensi sumber daya pulau kecil membutuhkan informasi spasial skala detail yang dapat diperoleh dengan cepat. Teknologi penginderaan jauh citra satelit resolusi tinggi yang umum digunakan memiliki beberapa kendala seperti ketersediaan data, tingginya biaya pembelian data, serta adanya hambatan lainnya seperti tutupan awan. Tesis ini melakukan kajian tentang pemanfaatan Unmanned Aerial Vehicle (UAV) untuk pemetaan sumberdaya pesisir dan laut pulau kecil sebagai solusi alternatif pengganti citra satelit resolusi tinggi. Kajian dilaksanakan dengan studi kasus di Pulau Pramuka, Kab. Kepulauan Seribu, DKI Jakarta. Akuisisi data dilaksanakan pada bulan April 2015 dimana dihasilkan citra orthofoto dan model permukaan digital dengan resolusi spasial 10 cm. Analisis data dilakukan dengan menggunakan pendekatan berbasis obyek yang dibandingkan dengan pengolahan citra satelit Worldview-2. Sebagai validator digunakan data survei lapangan pada bulan Juni 2015. Hasil klasifikasi penutup lahan pulau kecil dengan menggunakan UAV memiliki nilai akurasi sebesar 94 % dan habitat perairan dangkal dengan kelas kerapatan sebesar 54 % dan tanpa kelas kerapatan sebesar 68 %. Nilai akurasi citra Worldview-2 untuk penutup lahan sebesar 60 % dan habitat perairan dangkal dengan kelas kerapatan sebesar 38 % dan tanpa kelas kerapatan sebesar 56 %.
Hasil uji akurasi menunjukkan bahwa pengunaan data UAV memberikan hasil lebih baik dibandingkan menggunakan citra satelit Worldview-2. Perbedaan hasil akurasi disebabkan karena perbedaan resolusi spasial, perbedaan informasi tambahan (model permukaan digital), dan adanya efek kilatan pada Worldview-2. UAV memiliki kelebihan dalam akuisisi data yang cepat, resolusi spasial yang sangat tinggi dan adanya data model permukaan digital dibandingkan dengan citra satelit Worldview-2, namun memiliki kekurangan dalam resolusi spektral yang rendah, resiko pada wahana, dan kebutuhan sumberdaya manusia dalam operasional wahana. Pemanfaatan data UAV untuk pemetaan sumberdaya pesisir dan laut pulau kecil dapat menjadi pengganti penggunaan citra satelit yang umum digunakan.

ABSTRACT
Mapping of potential resources on small islands requires very detail spatial information that can be obtained quickly. Remote sensing technology of highresolution (multispectral) satellite imagery which is commonly used has several constraints such as high cost and availability data as well as cloud coverage. This research was conducted in order to study the use of Unmanned Aerial Vehicle (UAV) for mapping coastal and marine resources of small islands as an alternative solution to high-resolution satellite imagery. The research was conducted based on a case study at Pulau Pramuka, Kab. Kepulauan Seribu, DKI Jakarta. The primary data was obtained through an aerial survey carried out on April 2015 where 10 cm spatial resolution of orthofoto imagery and digital surface model were generated. To point out the remarkable use of UAV for coastal and marine resources mapping, a set of Worldview-2 digital imagery was also used for comparison. Both data analysis were performed using an object-based approach to produce land cover and shallow water habitat classes. Furthermore, field check data on June 2015 were used to validate the classification result. The thematic accuracy of land cover classification using UAV was 94%, and shallow water habitat classification with and without density class respectively were 54% and 68%, respectively. In the other hand, the thematic accuracy of Worldview-2 for land cover lassification was 60%, and shallow water habitats classification with and without density class respectively were 38% and 56%, respectively.
Accuracy assessment value showed that the use of UAV data gave better results than Worldview-2 satellite imagery. Differences in accuracy assessment results were due to the differences in spatial resolution, additional information such as digital surface model, and sunglint effect on Worldview-2. The UAV method have more advantages in rapid data acquisition, very high spatial resolution, and digital surface model data compared to Worldview-2 imagery, but lack of spectral resolution quality, the vehicle risk, and a specific human resources skill for operating the vehicle. The UAV data utilization for mapping coastal and marine resources of small island can become a substitute for the use of common satellite imagery.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2016
T44977
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Firman Iskandar
"Curah hujan bervariasi menurut ruang dan waktu, curah hujan juga dapat bervariasi dengan nilai rata-ratanya yang disebut variabilitas. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui variabilitas curah hujan dan debit sungai serta keterkaitan diantara keduanya di DAK Brantas selama tahun 1998 - 2006. Formula koefisien variasi dalam statistik digunakan untuk menghitung variabilitas terhadap data curah hujan. Hasil penelitian di DAK Brantas menunjukkan variabilitas curah hujan bulanan semakin rendah pada tempat yang semakin tinggi dengan curah hujan rata-rata bulanan semakin tinggi. Sementara itu, variabilitas debit bulanan semakin tinggi pada tempat yang semakin rendah dengan debit rata-rata bulanan semakin tinggi.

Rainfall varies over space and time, precipitation can also vary with the average value is called variability. This study aims to determine the variability of rainfall and streamflow as well as the linkages between them in the Brantas watershed during the years 1998 - 2006. Coefficient of variation in the statistical formula used to calculate the variability of rainfall data. The results in the Brantas watershed showing the variability of monthly rainfall is lower in the higher place with monthly rainfall average higher. Meanwhile, the higher the monthly discharge variability in a place that the lower the monthly average discharge greater.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2012
S1677
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Badan Riset Kelautan dan Perikanan, 2003
577.7 IND k
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Gian Gardian Sudarman
"Variabilitas curah hujan diuji dengan metode Mann-Kendall untuk mengetahui signifikansi tren curah hujan dan metode Sen's Slope Estimator untuk mengetahui besarnya nilai tren tersebut. Secara spasial wilayah pegunungan di Jawa Barat menunjukan peningkatan curah hujan seperti di Gunung Mas, Bogor sebesar 72,3 mm/tahun dan wilayah pesisir mengalami penurunan curah hujan seperti di Ciwangi, Cianjur bagian selatan sebesar 31,8 mm/tahun. Penurunan curah hujan sebesar 51,3 mm/tahun terjadi di wilayah pesisir pada saat musim hujan. Musim kemarau di propinsi Jawa Barat juga terindikasi bertambah panjang diikuti dengan jumlah hari hujan yang semakin berkurang utamanya di wilayah pesisir. Menurut uji korelasi dan regreasi variabilitas curah hujan tidak memberikan pengaruh secara langsung terhadap produksi padi, namun secara tidak langsung variabilitas curah hujan tetap memberikan pengaruhnya. Hal ini disebabkan oleh teknik pengairan yang semakin modern melalui irigasi teknis, varietas unggul dan teknologi budidaya yang semakin maju dan adaptif terhadap iklim.

Rainfall variability is tested by the Mann-Kendall method to determine the significance of rainfall trends and by Sen's Slope Estimator method to determine the value of the trend. Spatially, mountainous region in the West Java indicate an increasing of precipitation such as in Gunung Mas, Bogor for 72,3 mm / year and in coastal areas indicate decreasing of rainfall such as in Ciwangi and Southern Cianjur for 31.8 mm / year. Rainfall decreasing for 51,3 mm / year occur in coastal areas during the rainy season. Lenght of dry season in West Java province also indicated increased, followed by the number of rainy days which are decrease mainly in coastal areas. According regression and correlation methods, rainfall variability is not directly contribute on rice production, but indirectly it still give an effect. This is caused by the more modern irrigation techniques through technical irrigation, improved varieties and cultivation technology which more advance and adaptive to climate."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2014
T43293
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
A. Muh Hijaz Jalil
"Sejak diberlakukannya UU 23/2014, maka tata ruang terdahulu menjadi tidak berlaku dan kewenangan perencanaannya telah dialihkan ke pemerintah pusat. Beberapa rencana pembangunan dalam RTRW telah diadopsi untuk pelaksanaan pembangunan di Pulau Sebatik, tetapi masih belum jelas arah pemanfaatannya. Penelitian ini menganalisis variasi penataan ruang dan pergeseran konsep tata ruang dalam RTRW dan RZWP3K Pulau Sebatik serta orientasi pemanfaatan eksisting berdasarkan persepsi masyarakat dikaitkan dengan arahan pemanfaatan pulau terluar dalam PP 62/2010. Penelitian ini menggunakan analisis keruangan dan TOPSIS Technique for Order Preference by Similarity to Ideal Solution . Penelitian ini menemukan perbedaan perencanaan antara RTRW dengan RZWP3K dalam hal kawasan sempadan pantai. Konsep tata ruang terdahulu, lebih mengutamakan aspek kesejahteraan masyarakat melalui pengembangan sektor pendukung ekonomi dengan penyediaan sarana prasarana pendukung ekonomi, dimana konsep tata ruang yang ada sekarang mengutamakan aspek pertahanan dan keamanan, kesejahteraan masyarakat serta pelestarian lingkungan. Berdasarkan persepsi masyarakat, pemanfaatan eksisting yang berlangsung saat ini di Pulau Sebatik lebih kepada pemanfaatan dalam aspek pertahanan dan keamanan.

Since the enactment of Law number 23 2014, the former spatial plan has become invalid and its planning authority has been transferred to the national government. Several development plans in the RTRW have been adopted for development implementation on Sebatik Island, but the direction of its utilization still not clear. This study analyzed the variation of spatial planning and the shifting of the spatial concept in RTRW and RZWP3K of Sebatik Island also the orientation of existing utilization based on community perception related with the outer islands utilization direction in PP 62 2010. This research uses spatial analysis and TOPSIS Technique for Order Preference by Similarity to Ideal Solution . In this research, there is a difference of planning between RTRW and RZWP3K in terms of coastal border area which is quite significant compared to other areas. The previous concept of spatial prioritizes the welfare aspect of the community through the development of economic support sectors by providing the infrastructures, whereas the existing concept prioritizes defense and security aspects, community welfare and environmental conservation. According to the public perception, the current utilization in Sebatik Island is more to the utilization in defense and security aspects."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2017
T49650
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>