Ditemukan 191026 dokumen yang sesuai dengan query
Rahmadani Arifin
"Penelitian ini membahas keabsahan akta jual beli dibawah tangan dan proses pendaftaran tanah yang berkaitan dengan pesertipikatan tanah. Jual beli hak atas tanah merupakan salah satu cara peralihan hak atas tanah dalam masyarakat. Permasalahan dalam penelitian ini adalah keabsahan akta jual beli dibawah tangan atas benda tidak bergerak dan proses penerbitan sertipikat pengganti hak atas tanah yang hilang. Metode penelitan tesis ini berbentuk yuridis normatif, menggunakan studi dokumen berupa penelusuran terhadap data sekunder. Analisis dilaksanakan dengan pendekatan kualitatif. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa perjanjian jual beli hak atas tanah dengan akta dibawah tangan adalah sah, walaupun tidak memiliki kekuatan pembuktian yang kuat dan penerbitan sertipikat pengganti hak atas tanah yang hilang dengan dilaksanakannya pengurusan penerbitan sertipikat pengganti hak atas tanah yang hilang ke Kantor Pertanahan dengan mengajukan permohonan dan mengacu pada peraturan perundang-undangan yang mengaturnya.
The research discusses the validity of the underhand sale and purchase deed and the land registration process related to land certification. The sale and purchase of land rights is one way of transferring land rights in the community. The problem in this research is the validity of the underhand sale and purchase deed of immovable objects and the process of issuing certificates to replace lost land rights. This thesis research method is in the form of normative juridical, using document study in the form of tracing of secondary data. The analysis was carried out with a qualitative approach. The results of the research reveal that the sale and purchase agreement of land rights with underhand deeds is legal, although it does not have strong evidentiary power and the issuance of certificates to replace land rights lost is carried out by carrying out the issuance of certificates to replace lost land rights to the Land Office by filing application and refers to the laws and regulations that govern it."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Fitriana Maghfirah
"Jual beli tanah adalah suatu perbuatan hukum yang dilakukan dengan cara pemindahan hak dengan bersamaan dengan pelunasan atau pembayaran harga sebagaimana telah disepakti dalam perjanjian. Dalam hal ini jual beli tanah dilaksanakan tanpa Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) atau dilaksanakan secara dibawah tangan, dengan pembuktian atas perjanjian jual beli dibawah tangan tersebut yakni selembar kuitansi pembayaran. Pelaksaan jual beli dibawah tangan ini didasari atas dasar kepercayaan para pihak untuk mengikatkan dirinya kepada suatu perjanjian jual beli, namun hal tersebut memunculkan dampak di mana salah satunya pada saat akan dilaksanakan proses pencatatan peralihan hak atas tanah Penjual sudah tidak lagi berada di alamat rumah tinggalnya dan saat Pembeli mencari keberadaannya namun keberadaan Penjual saat ini tidak diketahui secara jelas dan pasti, hal inilah yang menyebabkan Pembeli kesulitan untuk memproses pendaftaran hak atas tanah yang ia beli karena jual beli dibawah tangan tidak memiliki kekuatan pembuktian yang kuat dan sempurna seperti halnya AJB yang dibuat oleh PPAT. Adapun permasalahan yang penulis angkat dalam penelitian ini adalah mengenai perlindungan hukum bagi pembeli pada Putusan Nomor 28/Pdt.G/2020/Pn. Clp dan proses pencatatan peralihan hak tanah atas Sertipikat Hak Milik Nomor 32/Mulyadadi pada Putusan Nomor 28/Pdt.G/2020/Pn. Clp. Untuk dapat menjawab permasalahan tersebut menggunakan metode penelitian yuridis normatif yang dilakukan dengan penelusuran bahan dari data sekunder. Adapun tipologi penelitian yang digunakan adalah penelitian eksplanatoris. Metode pengumpulan data yang digunakan untuk memperoleh data adalah dengan studi dokumen dan wawancara Narasumber yaitu Bapak Djoko Sutrisno, selaku Seksi Bagian Penetapan Hak dan Pendaftaran Tanah di Kantor Pertanahan Kabupaten Cilacap. Hasil analisa dari penelitian ini adalah dalam proses pembuatan AJB PPAT sebagaimana kasus ini Pembeli dapat bertindak sekaligus dalam 2 (dua) kapasitas, hal ini dimungkinkan karena dikeluarkannya putusan pengadilan yang memiliki kekuatan hukum tetap. Mekanisme pencatatan kepemilikan atas Sertipikat Hak Milik Nomor 32/Mulyadadi yang dilakukan dibawah tangan ini, dapat diproses setelah dikeluarkannya putusan pengadilan yang memiliki kekuatan hukum tetap yakni dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari. Saran dari penelitian ini perlu adanya kesadaran bagi masyarakat untuk melaksanakan jual beli sebagaimana ketentuan yang berlaku sehingga dapat meminimalisir hal-hal yang tidak diinginkan di masa mendatang.
The sale and purchase of land is a legal action carried out by transferring rights simultaneously with settlement or payment of the price as agreed in the agreement. In this case, the sale and purchase of land are carried out without the presence of the Land Deed Making Official (PPAT) or carried out under the hands, with proof of the sale and purchase agreement under the hand, namely a payment receipt. The implementation of this underhand sale and purchase is based on the trust of the parties to bind themselves to a sale and purchase agreement, but this has an impact where one of them is when the process of recording the transfer of land rights will be carried out. The seller is no longer at his residential address. and when the Buyer searches for his whereabouts but the current whereabouts of the Seller are not clearly and definitely know, this is what causes the Buyer to find it difficult to process the registration of the land rights he bought because the buying and selling under the hands do not have strong and perfect proof power like AJB which made by PPAT. The problem that the author raises in this research is regarding legal protection for buyers in Decision Number 28/Pdt.G/2020/Pn. Clp and the process of recording the transfer of land rights to the Certificate of Ownership Number 32/Mulyadadi in Decision Number 28/Pdt.G/2020/Pn. Clp. To be able to answer these problems using normative juridical research methods carried out by tracing materials from secondary data. The typology of research used is explanatory research. Data collection methods used to obtain data are document studies and interviews with the resource person Mr. Djoko Sutrisno, in the Section for the Determination of Rights and Land Registration at the Cilacap Regency Land Office. The results of the analysis of this study are in the process of making AJB before PPAT as in this case the Buyer can act simultaneously in 2 (two) capacities, this is possible because of the issuance of court decisions which have permanent legal force. The mechanism for recording ownership of the Certificate of Ownership Number 32/Mulyadadi which is carried out privately, can be processed after the issuance of a court decision that has permanent legal force, namely within 30 (thirty) days. Suggestions from this research need to be aware for the public to carry out buying and selling according to applicable regulations so as to minimize unwanted things in the future."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Anastasya Triastutie Putri Suandi
"Dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 1898 K/Pdt/2022 diajukannya pembatalan terhadap Akta Jual Beli Nomor 02/2014 yang didasari atas Perjanjian tanggal 23 Desember 2013. Perjanjian tersebut memuat kesepakatan untuk melakukan jual beli tanah secara pura-pura berdasarkan Sertifikat Hak Milik Nomor 3611/Nagari Lima Kaum. Penelitian ini menganalisis kekuatan hukum Perjanjian tanggal 23 Desember 2013 sebagai perjanjian simulasi dan menjadi dasar pembuatan Akta Jual Beli Nomor 02/2014 dan penelitian ini menganalisis pertimbangan Majelis Hakim dalam menilai keabsahan Akta Jual Beli Nomor 02/2014 apabila dikaitkan dengan sistem pembuktian hukum perdata serta prosedur peralihan hak atas tanah. Penelitian menggunakan jenis penelitian doktrinal mengacu kepada peraturan perundang-undangan. Untuk menjawab kedua rumusan masalah menggunakan data sekunder yang diperoleh dari studi kepustakaan kemudian dianalisis secara kualitatif dan ditarik kesimpulan berupa data deskriptif analitis. Simpulan pada penelitian ini Perjanjian tanggal 23 Desember 2013 merupakan perjanjian simulasi yang termasuk ke dalam jenis simulasi absolut dimana yang mengakibatkan perjanjian tersebut batal demi hukum. Mengenai keabsahan Akta Jual Beli Nomor 02/2014 yang didasari atas Perjanjian tanggal 23 Desember 2013 melalui pertimbangannya Majelis Hakim berpendapat Akta Jual Beli tetap berlaku sah dikarenakan telah dibuatnya akta otentik dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah sehingga para pihak tidak dapat mendalilkan perbuatan jual beli dilakukan secara pura-pura.
Supreme Court Decision Number 1898 K/Pdt/2022 cancellation the Deed of Sale and Purchase Number 02/2014 was proposed based on Agreement dated December 23, 2013. The agreement contained to buy and sell land on a mock basis based on the Certificate of Property Rights Number 3611/ Nagari Lima Kaum. This study analyzes legal force of the Agreement dated December 23, 2013 as a simulation agreement and became the basis for making the Sale and Purchase Deed Number 02/2014 and this study analyzes the considerations of the Panel of Judges in assessing the validity of the Sale and Purchase Deed Number 02/2014 when it is linked to the civil law evidentiary system and procedures transfer of land rights. Using doctrinal research that refers to laws and regulations. To answer the two problems using secondary data obtained from literature studies then analyzed qualitatively and conclusions were drawn in the form of analytical descriptive data. The conclusions is Agreement dated December 23, 2013 is a simulation type of absolute which results in the agreement being null and void. Regarding the validity of the Sale and Purchase Deed Number 02/2014 based on the Agreement dated December 23, 2013 through its considerations the Judges of the opinion that the Sale and Purchase Deed remained valid because an authentic deed had been made before the Land Deed Making Official so that the parties could not argue that the sale and purchase was carried out in a pretense temple."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Dumanauw, Azalia Delicia
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui akibat hukum yang timbul dalam penerimaan penitipan pembayaran pajak yang tidak disetor oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah dan tanggung jawab Pejabat Pembuat Akta Tanah terhadap pembayaran pajak jual beli tanah ditinjau dari delik tindak pidana korupsi. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif, yaitu dengan menelaah norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan. Penelitian ini menggunakan data sekunder yaitu penulusuan dokumen-dokumen resmi, buku-buku, serta hasil penelitian ilmiah. Hasil dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) Akibat hukum yang timbul dari tidak disetorkannya pajak ialah akta jual beli tidak dapat ditandatangani oleh pejabat pembuat akta tanah (PPAT). Penerimaan pembayaran pajak tidak termasuk dalam wewenang jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah. Pajak yang tidak disetorkan berakibat menimbulkan hutang pajak bagi wajib pajak Pejabat pembuat akta tanah bertanggung jawab secara pribadi kepada wajib pajak selaku pemberi kuasa penitipan pembayaran pajak; dan 2) Unsur-unsur pada delik tindak pidana korupsi dalam Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi tidak sepenuhnya terpenuhi. Tidak ditemukan korelasi langsung antara kerugian keuangan negara dengan perbuatan penerimaan pajak jual beli tanah yang tidak disetor oleh PPAT dikarenakan PPAT tidak dapat menandatangani akta jual beli sebelum dilakukan pembayaran pajak jual beli oleh wajib pajak.
This research aims to determine the legal consequences that arise in the receipt of undeposited tax payments by Land Deed Making Officials and the responsibilities of Land Deed Making Officials regarding the payment of land sale and purchase tax in terms of criminal acts of corruption. The method used in this research is normative juridical research, namely by examining the legal norms contained in statutory regulations. This research uses secondary data, namely reviewing official documents, books, and the results of scientific research. The results of this research are as follows: 1) The legal consequences arising from non-payment of tax are that the sale and purchase deed cannot be signed by the land deed official (PPAT). Receipt of tax payments is not included in the authority of the Land Deed Official. Taxes that are not remitted result in tax debt for the taxpayer. The official who makes the land deed is personally responsible to the taxpayer as the person giving the tax payment deposit; and 2) The elements of the criminal offense of corruption in Article 3 of the Corruption Eradication Law are not fully fulfilled. No direct correlation was found between state financial losses and land sale and purchase tax receipts that were not paid by the PPAT because the PPAT was unable to sign the sale and purchase deed before the sale and purchase tax was paid by the taxpayer."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Erik Felany Wijaya
"Tesis ini membahas mengenai Peran Kepala Desa Dalam Akta Jual Beli Tanah Yang belum berstifikat di Daerah Kabupaten Bogor. Penelitian ini merupakan jenis penelitian hukum normatif dengan sifat penelitian deskriptif untuk mendapatkan gambaran tentang praktek jual beli tanah yang belum bersertifikat di daerah Kabupaten Bogor. Bentuk penelitian yang digunakan adalah preskriptif dengan menggunakan sumber data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, sekunder dan tersier.
Tesis ini membahas lingkup praktek jual beli tanah dan kewenangan kepala desa sebagai saksi dalam akta jual beli tanah yang belum bersertifikat di daerah Kabupaten Bogor. Selain itu juga tesis ini menganalisa praktek jual beli tanah yang belum bersertifikat dan peran kepala desa di daerah Kabupaten Bogor sebagai saksi dalam akta Jual Beli tanah yang belum bersertifikat.
Kewenangan kepala desa dalam saksi terhadap tanah yang belum bersertifikat memang dijamin oleh Undang-Undang, namun Undang-undang yang dimulai dari tingkat nasional sampai dengan daerah tidak membahas secara rinci mengenai kewenangan seorang kepala desa. Sejarah kewenangan kepala desa sebagai saksi dalam akta jual beli bagi tanah yang belum bersertifikat di mulai ketika diberlakukannya Peraturan Pemerintah Nomor 10 tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah yang kemudian telah diganti dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Semua peraturan tersebut sampai peraturan tingkat terendah pun tidak menjelaskan secara rinci mengenai peran Kepala Desa dalam akta jual beli tanah yang belum bersertifikat.
Posisi hukum semacam ini tentu berindikasi lahirnya suatu masalah yang akan berakibat pada sengketa suatu lahan. Pemerintah dalam hal ini selaku pihak yang paling berwenang membuat peraturan perundang-undangan yang berlaku harus peka dan tanggap untuk membuat regulasi yang lebih rinci mengenai peran Kepala Desa sehingga peran kepala desa dalam menandatangani akta bagi tanah yang belum bersertifikat mendapat posisi yang jelas.
This thesis discusses the role of village head in the Sale and Purchase Agreements Land yet berstifikat in Bogor regency. This research is a kind of normative legal research with the descriptive nature of the research to get an overview of the practice of buying and selling land that has not been certified in Bogor regency. Form of research is prescriptive by using secondary data sources consisting of primary legal materials, secondary and tertiary.This thesis discusses the scope of practice of buying and selling land and authority of the village head as a witness in a deed of sale of land that has not been certified in Bogor regency. In addition, this thesis analyzes the practice of buying and selling land that has not been certified and the role of village head in Bogor regency as a witness in the Sale and Purchase of land deed has not been certified.Authority of the village chief witness against the land that has not been certified is guaranteed by the Act, but the Act which starts from the national to the local level does not go into detail about the authority of the village head. Historical authority of the head of the village as a witness in a deed of sale for the land that has not been certified in starts when the enactment of Government Regulation No. 10 of 1961 on Land Registration subsequently been replaced by Government Regulation No. 24 Year 1997 on Land Registration. All of these regulations to the lowest level of regulation did not explain in detail about the role of village head in the deed of sale of land that has not been certified.Such legal position would indicate the birth of an issue that would result in a land dispute. Government in this regard as the most competent to make laws and regulations that apply must be sensitive and responsive to make a more detailed regulations regarding the role of the village head so that the role of village chiefs in signing the deed for the land that has not been certified got a clear position."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T34925
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Muhammad Afit Syahputra
"Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) merupakan kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali yang dilakukan secara serentak bagi semua objek pendaftaran tanah. Program PTSL sangat bermanfaat bagi masyarakat luas, kepastian hukum dan perlindungan hukum atas hak tanah menjadi tujuan paling mendasar. Presiden mendorong kegiatan ini melalui Intruksi Presiden Nomor 2 tahun 2018 tentang Percepatan PTSL di seluruh Indonesia. PTSL merupakan pendaftaran tanah secara serempak yang dahulunya terdapat program serupa yaitu PRONA. PTSL dan PRONA walau hampir serupa namun memiliki perbedaan yang mendasar pada pelaksanaannya. Objek pendaftaran pada pelaksanaan PTSL ialah keseluruhan bidang tanah di suatu wilayah, berbeda dengan PRONA yang pelaksanaannya masih terbatas pada beberapa bidang tanah saja. Kantor Pertanahan sebagai pelaksana PTSL kerap mendapatkan tantangan, permohonan yang diajukan dapat terhambat apabila terjadi sengketa. Sejak penyelenggaraan PTSL dimulai terdapat beberapa sengketa yang terjadi, salah satunya ditemukan di Kabupaten Buton Utara dalam putusan Pengadilan Negeri Raha Nomor 1/Pdt.G/2019/PN Rah. Adapun permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah mengenai penyelesaian sengketa tanah oleh Kantor Pertanahan dalam PTSL; dan, menganalisis pertimbangan hukum Majelis Hakim yang mengadili sengketa objek PTSL. Untuk menjawab permasalahan tersebut digunakan metode penelitian doktrinal dengan jenis penelitian problem identification. Hasil analisis adalah penyelesaian yang dilakukan oleh Kantor Pertanahan dalam menangani sengketa berdasarkan peraturan perundang-undangan. Penyelesaian sengketa terhadap objek PTSL diakomodir pada Kluster 2, objek tersebut tetap akan dilakukan pembukuan hak dengan mengosongkan nama pemegang haknya dan sertipikat akan diserahkan apabila permasalahan telah selesai. Adapun saran yang dapat diberikan berupa masyarakat harus sadar dalam menjaga batas-batas kepemilikan hak atas tanah untuk meminimalisir terjadinya sengketa tanah. Dibutuhkan pula sosialisasi tentang penyelesaian kasus pertanahan pada objek PTSL untuk memberi pedoman kepada masyarakat luas.
Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) is the first simultaneous land registration activity carried out for all land registration objects. The PTSL program is very beneficial for the wider community, as legal certainty and legal protection of land rights are the most fundamental goals. The President encourages this activity through Presidential Instruction Number 2 of 2018 on the Acceleration of PTSL throughout Indonesia. PTSL is a simultaneous land registration system that was previously similar to the PRONA program. PTSL and PRONA, although nearly similar, have fundamental differences in their implementation. The object of registration in PTSL implementation is the entire land area in a certain region, unlike PRONA, whose implementation is still limited to a few land areas only. The implementation of PTSL by the Land Registry Office often poses challenges, as applications may be hindered in the event of disputes. Since the implementation of PTSL began, there have been several disputes, one of which was found in North Buton Regency in the decision of Raha District Court Number 1/Pdt.G/2019/PN Rah. The problem raised in this research is about the mechanism for resolving disputed objects by the Land Registry Office in PTSL; and, analyzing the legal considerations of the Panel of Judges who adjudicate PTSL object disputes. To answer these problems, a doctrinal research method was used with a problem identification research type. The result of the analysis is the mechanism used by the Land Registry Office in resolving disputes based on laws and regulations. The settlement of disputes over PTSL objects is accommodated in Cluster 2, where the object will still be registered, but the name of the holder of the right will be left blank and the certificate will be handed over once the issue has been resolved. As for suggestions, the community needs to be aware of maintaining the boundaries of land ownership rights to minimize land disputes. It is also necessary to socialize the settlement of land cases on PTSL objects to provide guidance to the wider community."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Jesvit Justin
"Peran Bank semakin dibutuhkan dalam kehidupan masyarakat, salah satunya untuk memperoleh memberikan pinjaman uang. Dalam memberikan pinjaman uang atau fasilitas kredit, Bank biasanya meminta adanya jaminan. Jaminan ini berfungsi untuk memastikan kelancaran pembayaran utang debitur kepada Bank. Mengingat nilainya, Bank biasanya meminta jaminan berupa hak atas tanah atau disebut juga Hak Tanggungan. Sertipikat Hak Tanggungan merupakan tanda bukti adanya Hak Tanggungan yang diterbitkan oleh Kantor Pertanahan. Selain sebagai tanda bukti adanya Hak Tanggungan, Sertipikat Hak Tanggungan juga diperlukan pada saat pencoretan Hak Tanggungan. Pencoretan Hak Tanggungan atau disebut juga roya merupakan suatu tindakan yang dilakukan oleh Kantor Pertanahan ketika Hak Tanggungan yang bersangkutan telah hapus, dengan cara mencoret catatan Hak Tanggungan pada buku tanah dan sertipikat hak atas tanah yang bersangkutan. Permohonan roya diajukan oleh pihak yang berkepentingan kepada Kantor Pertanahan dengan melampirkan Sertipikat Hak Tanggungan yang telah diberi catatan atau dengan pernyataan tertulis oleh kreditur bahwa Hak Tanggungan yang bersangkutan telah hapus. Dengan hapusnya Hak Tanggungan, Sertipikat Hak Tanggungan yang bersangkutan ditarik dan bersama-sama dengan buku tanah Hak Tanggungan dinyatakan tidak berlaku lagi oleh Kantor Pertanahan. Masalah muncul ketika Sertipikat Hak Tanggungan hilang dan karenanya tidak dapat dilampirkan untuk permohonan pencoretan Hak Tanggungan.
Tulisan ini membahas bagaimanakah perlindungan hukum bagi pemberi Hak Tanggungan yang Sertipikat Hak Tanggungannya hilang. Kemudian penulis membahas mengenai kenyataan yang ada dalam praktek ketika pemberi Hak Tanggungan hendak mengajukan permohonan pencoretan Hak Tanggungan namun Sertipikat Hak Tanggungan hilang. Menurut penulis, terdapat ketidakpastian dalam proses pencoretan Hak Tanggungan yang Sertipikat Hak Tanggungannya hilang. Peraturan mengatur bahwa untuk Sertipikat Hak Tanggungan yang hilang, hal tersebut cukup ditulis pada buku tanah Hak Tanggungan. Namun dalam praktek, Kantor Pertanahan mensyaratkan adanya akta Konsen Roya untuk pencoretan Hak Tanggungan yang Sertipikat Hak Tanggungannya hilang. Selanjutnya penulis juga membahas mengenai kewenangan Notaris dalam membuat akta Konsen Roya.
The needs for the role of Bank in society is increasing, one of which is to obtain loan. In giving loan or credit facility, Bank usually requires a security. The function of this security is to ensure the swiftness of the debtor's debt payment to the Bank. Given its value, Banks usually ask for security such as land rights or also called Land Mortgage. Land Mortgage Certificate is a proof of the Land Mortgage's existence, issued by the Land Office. In addition to being the proof of Land Mortgage's existence, Land Mortgage certificate is also required at the time of Land Mortgage's write-off. Land Mortgage's write-off or also called Roya is an action taken by the Land Office as the related Mortgage has been cleared, by writing off the Land Mortgage's note on the related land's book and right of land's certificate. Roya request is filed by the concerned party to the Land Office by attaching the Certificate of Land Mortgage that has been given notes or a written statement by the creditor that the related Land Mortgage has been cleared. With the Land Mortgage being cleared, the related Certificate of Land Mortgage is pulled and together with land's book of Land Mortgage shall be declared invalid by the Land Office. The problem arises when the Certificate of Land Mortgage is lost and therefore can not be attached to the Mortgage Write-off request. This paper discusses about the legal protection for the giver of Land Mortgage whose Land Mortgage Certificate is lost. Then the writer discusses the fact when the giver of Land Mortgage intends to apply for a Land Mortgage write-off request, but lost the related Land Mortgage Certificate. According to the writer, there are uncertainties in the process of writing-off the Land Mortgage which Land Mortgage Certificate is lost. Regulation stipulates that for a Land Mortgage Certificate that is lost, it shall be written in the land's book of Land Mortgage. But in practice, the Land Office requires a deed of Konsen Roya in order to write-off the Land Mortgage whose Certificate of Land Mortgage is lost. Furthermore, the writer also discuss the authority of notary in making the deed of Konsen Roya."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T35205
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Manik, Endang Swarni
"Penulisan tesis ini menggunakan metode pendekatan yuridis normatif, spesifikasi penelitian adalah preskriptif analitis, pengumpulan data menggunakan penelitian kepustakaan dengan data sekunder sebagai sumber datanya. Yang jadi pokok permasalahan adalah bagaimanakah jual beli hak atas tanah no. 8/Cikande tersebut dapat dikatakan telah memenuhi syarat jual beli; bagaimana akta jual beli tersebut dapat disebut sebagai cacat yuridis sehingga dibatalkan oleh pengadilan dan bagaimanakah pertanggungjawaban PPAT terhadap akta jual beli hak atas tanah no. 8/Cikande yang cacat hukum. Peralihan hak atas tanah karena jual beli hanya dapat didaftarkan jika dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT yang berwenang, oleh karena itu akta jual beli merupakan akta otentik yang mempunyai nilai kekuatan pembuktian yang sempurna dan mengikat akan tetapi akta PPAT tersebut masih dapat dibatalkan oleh pengadilan apabila perbuatan hukum yang dituangkan dalam akta tersebut mengandung cacat yuridis yang disebabkan dalam proses pembuatannya terdapat unsur melawan hukum yang membawa kerugian bagi pihak lain. Dalam hal ini jual beli hak atas tanah menjadi batal disebabkan oleh tidak terpenuhinya syarat materiil dalam pelaksanaan jual beli yaitu penjual bukanlah orang yang berhak menjual maka jual beli hak atas tanah tersebut menjadi batal demi hukum artinya sejak semula dianggap tidak pernah terjadi jual beli. Kebatalan akta karena adanya cacat juridis disebabkan oleh tidak terpenuhinya syarat subyektif dalam perjanjian yaitu adanya cacat kehendak dalam membuat kesepakatan seperti adanya kekhilafan/kesesatan (dwaling), adanya paksaan (dwang) dan adanya penipuan (bedrog). PPAT dalam pembuatan aktanya mempunyai tanggung jawab baik perdata, pidana maupun secara etika dan moral. Hasil penelitian dalam sengketa yang menyebabkan kebatalan akta jual beli no. 8/Cikande adalah adanya penipuan dalam pelaksanaan pembuatan akta jual beli yang dilakukan para penghadap yaitu pemalsuan identitas pemegang hak atas tanah yang sah. PPAT dalam proses pembuatan akta hanya mengkonstatir apa yang para penghadap inginkan, bila terbukti PPAT hanya menjalankan jabatannya sesuai dengan prosedur perundang-undangan dengan demikian berlakulah pasal 50 dan 51 KUHPidana kepadanya.
Writing of this thesis used judicial normative method, research of specification was prescriptive analysis, for collecting data used library research with secondary data. The main of problems are how buying and selling land of rights number 8/Cikande can fulfill requirement of buying and selling, how deed of sale called as disability law which had been cancelled by court and how responsibility of PPAT toward deed of sale land of rights number 8/Cikande which as disability law. The transition of land rights because of buying and selling only can be registered if can be proved with deed which made by authorized PPAT, therefore deed of sale constitute of authentic deed which had perfect verification strength value and binding but the deed can be cancelled by court therefore legal act can be occur in the deed contain disability of law that caused in process made of deed had substance unlawful law that gave loss to other side. In this case the nullification buying and selling land of rights is caused by who didn’t have the authority to sell in the material requirement buying and selling which caused of from the beginning the transaction never happened. The nullification deed caused disability law not fulfill the requirement subjective in the agreement there are any willing disability in the agreement like digression (dwaling), compulsion (dwang) and fraud (bedrog). PPAT in deed have a responsibility of private law, criminal law, as well as ethical and moral. Responsible of PPAT in this case was responsible of private law there is unlawful made by PPAT which raises of loss by litigants caused of issued deed of sale number 57/2003. As a public official who make deed can not be punished even though do unlawful in process the deed caused that PPAT only doing what parties wanting and implementation refer to process regulation order Article 50 and article 51 KUHPidana."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T35239
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Miranda Hasna Dea
"Sesuai dengan amanat Pasal 19 ayat 1 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tetang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria dalam rangka penataan tanah terkait dengan penggunaan, penguasaan dan pemilikan diadakannya pendaftaran hak atas tanah untuk terciptanya kepastian hukum. Para pemegang hak-hak atas tanah yang bersangkutan berhak mendaftarkan tanahnya masing-masing dalam rangka memperoleh surat tanda bukti hak atas tanah yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat pemegang hak atas tanah. Namun dalam proses penerbitan sertipikat tidak jarang timbul permasalahan seperti permasalahan yang terjadi seperti dalam Putusan Tata Usaha Negara Nomor 29/G/2017/PTUN-Srg terdapat penerbitan sertipikat di atas tanah milik orang lain. Permasalahan dalam penelitian ini adalah keabsahan terhadap sertipikat hak atas tanah yang terbit di atas tanah milik orang lain dan perlindungan hukum terhadap pemilik tanah yang di atas tanahnya telah terbit sertipikat atas nama orang lain. Untuk menjawab permasalahan tersebut digunakan metode penelitian hukum yuridis normatif mengkaji antara ketentuan hukum yang ada dengan permasalahan yang terjadi di dalam masyarakat, sedangkan tipologi penelitian yang digunakan adalah penelitian problem identification yang merupakan penelitian dengan mengidentifikasi permasalahan untuk mempermudah analisa dan penarikan kesimpulan. Adapun hasil dari penelitian keabsahan terhadap sertipikat di atas tanah milik orang lain dalam Putusan Tata Usaha Negara Nomor 29/G/2017/PTUN-Srg terjadi karena dalam proses penerbitan sertipikat kantor pertanahan mengalami kesalahan yang menyebabkan cacat administrasi yaitu Kantor Pertanahan melakukan kesalahan saat melakukan prosedur pendaftaran tanah dan tidak cermat dalam memeriksa data yuridis dan data fisik atas suatu tanah. Atas cacat administrasi tersebut sertipikat yang telah terbit dapat dimintakan pembatalan karena terdapat cacat adminitrasi sesuai dengan amanat Pasal 1 angka 14 dan Pasal 107 Peraturan Menteri Agraria Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1999. Selanjutnya perlindungan hukum terhadap pemilik tanah yaitu pemilik tanah dapat mengajukan gugatan untuk melakukan pembatalan sertipikat di Pengadilan Tata Usaha Negara.
Consistent mandate of Article 19, paragraph 1, Law No. 5 of 1960 concerning Tahune basic provisions of agrarian principles in Tahune context of land management in relation to Tahune use, control and ownership of Tahune land. land, register land rights to create legal certainty. Land rights holders in question have Tahune right to register Tahuneir land to get proof of land rights, which is solid proof of land rights holders. However, in Tahune process of granting Tahune certificate, problems often arise, such as Tahune one in Tahune State administrative decision No. 29/G/2017/PTUN-Srg, specifically Tahune issue of certificates on o Tahuner people's land. Tahune issue in Tahunis study is Tahune validity of land use right certificates issued on land owned by oTahuners and Tahune legal protection of land owners who have been granted land use right certificates on behalf of oTahuners. is different. To address Tahunese issues, a legal legal research meTahunod is used to examine Tahune existing legal agreements wiTahun problems arising in society, while Tahunis type of research is used. Application is problem-defining research, i.e. research by defining problems to facilitate analysis and drawing conclusions. Research results on Tahune issuance of certificates for land owned by oTahuners in State Administrative Decision No. 29 / G / 2017 / PTUN-Srg arise because during Tahune certification process, Tahune cadastral agency encountered must have caused an administrative error, in particular, Tahune Land Office made an error in Tahune land registration process. and careless in checking legal data and physical data on a land. In respect of Tahunis administrative defect, Tahune issued certificate may be requested to be revoked because of an administrative defect as provided for in Articles 1, 1 and 107 of Tahune Regulations of Tahune Minister of Agriculture. National Land. 9 of 1999. In addition, Tahune legal protection of Tahune landowner, ie Tahune landowner can sue to revoke Tahune certificate in Tahune state administrative court."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Eka Septiyaningsih
"Tesis ini membahas tentang Penyalahgunaan Keadaan (Misbruik Van Onstandigheden) yang Dilakukan Oleh Notaris/PPAT Atas Pengalihan Sertipikat Tanah yang Dijadikan Jaminan Hutang Piutang dengan Akta Jual Beli (Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Bale Bandung nomor 247/Pdt.G/2017/PN Blb). Permasalahan meliputi keabsahan akta jual beli yang dibuat oleh Notaris/PPAT berdasarkan surat kuasa mutlak atas sertipikat tanah yang dijadikan jaminan hutang piutang dan tanggung jawab Notaris/PPAT dalam pembuatan akta pengikatan jual beli, akta perjanjian pengosongan dan akta surat kuasa yang dibuat pada tanggal yang sama dengan akta perjanjian hutang piutang. Metode Penelitian yang digunakan yaitu penelitian yuridis normatif. Tipe penelitian ini berdasarkan pada tipe deskriptif analitis. Metode pengolahan data yang digunakan adalah metode kualitatif.
Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa keabsahan akta jual beli yang dibuat oleh Notaris/PPAT berdasarkan surat kuasa mutlak atas sertipikat tanah yang dijadikan jaminan hutang piutang, menurut penulis tidak sah dan tidak berkekuatan hukum karena dasar dibuatnya akta jual beli tersebut tidak memenuhi syarat sahnya perjanjian menurut Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yaitu unsur kesepakatan dan sebab yang halal. Tanggung Jawab Notaris/PPAT dalam pembuatan akta pengikatan jual beli, Akta perjanjian pengosongan dan akta surat kuasa jual yang dibuat pada tanggal yang sama dengan akta perjanjian hutang piutang, menurut penulis Notaris/PPAT tersebut dapat dikenakan sanksi administratif berupa teguran secara lisan dari majelis pengawas notaris sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Jabatan Notaris dan sanksi perdata berupa pembayaran ganti rugi kepada Penggugat. Notaris/PPAT harus bersikap netral dalam menegakkan profesionaisme jabatannya dan berani menolak pembuatan akta terhadap klien yang memiliki itikad tidak baik.
This thesis discusses Misuse of Circumstances (Misbruik Van Onstandigheden) Conducted by a Notary/PPAT for Transfer of Land Certificates as Collateral for Debt Receivables with Sale and Purchase Deed (Case Study of Bale Bandung District Court Decision number 247/Pdt.G/2017/PN Blb). Problems include the validity of the sale and purchase deed made by a Notary/PPAT based on an absolute power of attorney for land certificates that are used as collateral for accounts payable and Notary/PPAT responsibilities in making the sale and purchase agreement, deed of emptying agreement and deed of power of attorney made on the same date with the deed of debt agreement. The research method used is normative juridical research. This type of research is based on a descriptive analytical type. The data processing method used is a qualitative method.The results of the study can be concluded that the validity of the sale and purchase deed made by a Notary/PPAT based on an absolute power of attorney for land certificates used as collateral for accounts payable, according to the author is invalid and has no legal force because the basis for the sale and purchase deed does not meet the legal requirements of the agreement under Article 1320 Civil Code is the element of agreement and legal reason. Responsibilities of the Notary/PPAT in making the sale and purchase agreement, the deed of emptying agreement and the deed of power of attorney made on the same date as the deed of debt agreement, according to the writer of the Notary/PPAT, may be subjected to administrative sanctions in the form of a verbal warning from the notary supervisor as stipulated in the Law of Notary Position and civil sanctions in the form of payment of compensation to the Plaintiff. The Notary/PPAT must be neutral in upholding the professionalism of his position and dare to reject the making of a deed against a client who has bad intentions."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T54872
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library