Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 52412 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Yahya Dimas Zakaria
"Optical flow visualization adalah metode visualisasi aliran yang memanfaatkan perbedaan indeks refraksi cahaya untuk melihat gangguan pada media transparan. Salah satu teknik yang menggunakan metode ini adalah teknik schlieren, dalam teknik ini susunan optik paling sederhana yang dapat di implementasikan adalah single mirror off-axis schlieren system. Namun dalam susunan optik ini penggunaan cermin spherical berjarak fokus kurang dari satu meter yang terbuat dari bahan akrilik sangatlah kurang, khususnya pada penelitian ilmiah. Penelitian ini akan berfokus pada single mirror off-axis schlieren system dengan menggunakan spherical mirror yang memiliki diameter sebesar 600 mm dan jarak fokus 584,2 mm. Objek yang diamati akan divariasikan berdasarkan perbedaan densitas antara udara disekitar objek dengan udara atmosfir. Pada penelitian ini akan diamati effective field-of-view yang didapatkan serta kontras gambar yang dihasilkan dan hubungannya dengan ISO kamera yang digunakan. Field-of-view efektif yang dihasilkan bergantung pada geometri dan kualitas permukaan cermin yang digunakan. Kontras gambar tertinggi didapatkan dari efek schlieren yang dihasilkan karena pencampuran gas dengan densitas yang berbeda, khusunya butane gas, sementara kontras gambar terendah didapatkan dari efek schlieren yang diakibatkan perubahan temperatur pada udara. Pengaturan ISO kamera yang digunakan bergantung dengan jenis fenomena yang diamati.

Optical flow visualization is a method that utilizes refractive index gradient for seeing the disturbance of air in transparent media. The technique that uses this method is the schlieren technique, the simplest optical arrangement in this technique is single mirror off-axis schlieren system. However, usage of short focal length spherical mirror made by acrylic in this optical arrangement is still lacking, especially in the scientific research. This research will focus on a single mirror off-axis schlieren system using a spherical mirror with 600 mm diameter and 584.2 mm focal length. The observed object will be varied based on the density difference between the air around it and the atmospheric air. In this study, the effective field-of-view obtained will be observed as well as the resulting image contrast and its relationship with the camera’s ISO. The resulting effective field-of-view depends on the geometry and surface mirror quality. The highest image contrast is obtained from the Schlieren effect which caused by mixing different densities gases, especially for butane gas, while the lowest image contrast is obtained from the Schlieren effect caused by temperature changes in the air. The recommended camera’s ISO depends on the type of phenomenon being observed."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Panigrahi, Pradipta Kumar
"Schlieren and shadowgraph methods in Heat and Mass Transfer lays out the fundamentals of refractive index based imaging techniques, optical configurations, image analysis, and three dimensional reconstructions. The present monograph aims at temperature and concentration measurements in transparent media using ray bending effects in a variable refractive index field. Data analysis procedure for three-dimensional reconstruction of temperature and concentration field using images at different view angles is presented. Test cases illustrating the validation of the quantitative analysis procedure are presented."
New York: Springer, 2012
e20424973
eBooks  Universitas Indonesia Library
cover
Akhiruddin Maddu
"Pada penelitian ini dikembangkan sistem sensor serat optik dengan cladding termodifikasi lapisan polianilin nanostruktur (nanoserat) untuk mendeteksi uap-uap kimia, meliputi uap amonia (NH3), asam klorida (HCl), metanol (CH3OH), dan uap aseton. Sensor serat optik yang dikembangkan didasarkan pada modulasi intensitas cahaya yang terpropagasi di dalam serat optik akibat perubahan sifat optik (indeks bias atau spektrum absorpsi) cladding modifikasi ketika berinteraksi dengan uap-uap kimia yang dideteksi. Polianilin nanostruktur (nanoserat) disintesis dengan metode polimerisasi antarmuka (interfacial) sistim dua fasa larutan organik/air (aqueous) dan dihasilkan polianilin dalam bentuk terprotonasi atau terdoping (emeraldine salt). Morfologi polianilin diuji dengan mikroskop elektron (SEM), diperoleh morfologi polianilin nanostruktur berbentuk nanoserat dengan diameter beberapa puluh nanometer. Sampel polianilin juga diuji kristalografi dengan difraksi sinar-X (XRD) dan uji spektroskopi FTIR yang mengindikasikan polianilin yang terbentuk adalah emeraldine salt. Uji sifat optik dengan spektrofotometer Vis-NIR memperlihatkan karakteristik spektra spesifik lapisan polianilin dan berubah ketika diberi perlakuan uap-uap kimia (amonia, metanol, aseton dan HCl). Polianilin nanostruktur diterapkan sebagai cladding modifikasi pada serat optik plastik sebagai cladding sensitif. Probe sensor serat optik diuji karakteristik responnya terhadap perlakuan beberapa uap kimia (amonia, HCl, metanol, aseton). Respon dinamik sensor serat optik berupa kurva siklus yang terdiri dari bagian respon dan bagian pemulihan (recovery),yaitu perubahan nilai transmisi intensitas cahaya yang melewati sensor serat optik terhadap waktu. Dari kurva respon ditentukan waktu respon dan waktu pemulihan (recovery) serta juga diketahui kemampuan balik (reversibility) dan kemampuan pengulangan (repeatability). Waktu respon sensor untuk semua uap yang diujikan cukup singkat, yaitu untuk uap amonia, uap asetón dan uap HCl dengan waktu sekitar 20 detik, sedangkan untuk uap metanol lebih lama yaitu sekitar 60 detik. Sebaliknya, waktu pemulihan (recovery time) untuk uap amonia sekitar 50 detik lebih lama dari pada untuk uap metanol (30 detik), uap asetón (10 detik) dan uap HCl (30 detik). Dari kurva siklus respon memperlihatkan kemampuan balik (reversibilitas) sensor yang cukup baik, khususnya untuk respon uap amonia, uap saetón dan uap HCl. Masing-masing siklus tidak memperlihatkan perubahan bentuk yang berarti. Responsivitas sensor terhadap uap kimia memperlihatkan nilai yang berbeda untuk masing-masing uap. Responsivitas terbesar diperoleh untuk uap amonia (1,4 %/detik), diikuti uap aseton (1,25%/detik), uap metanol (0,8 %/detik), dan paling kecil adalah untuk uap HCl (0,05%/detik). Sensor serat optik yang dirancang juga dapat merespon variasi tekanan uap-uap kimia yang diuji dengan batas (limit) deteksi masing-masing, hingga tekanan beberapa puluh mmHg, yaitu 45 mmHg untuk uap amonia dan HCl, 10 mmHg untuk uap metanol dan uap aseton. Respon sensor juga memperlihatkan hubungan logaritmik antara intensitas transmisi terhadap tekanan uap-uap kimia yang diuji dengan linearitas yang cukup baik. Sensitivitas sensor untuk masing-masing uap menunjukkan nilai yang berbeda. Sensitivitas paling baik diperlihatkan oleh sensor uap metanol (0,67 %/mmHg), disusul sensor uap aseton (0,33 %/mmHg), uap amonia (0,20 %/mmHg untuk L=2 cm dan 0,22%/mmHg untuk L=3 cm), dan uap HCl (0,15 %/mmHg)."
2007
D1205
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
L.M. Rasdi Rere
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2004
T39780
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Abdul Jabbar
"Krisis energi pada tahun 1973 memicu ketertarikan dalam peningkatan efisiensi energi, salah satunya pada sektor bangunan. Ilmu pengetahuan yang semakin berkembang memicu penggunaan façade dalam pembangunan gedung untuk penghematan energi dan penambahan nilai estetika pada bangunan. Namun, Aluminium Composite Panel (ACP) sebagai material pembentuk façade memiliki konsekuensi dari segi keselamatan kebakaran. Penelitian ini bertujuan untuk mengkarakterisasi aliran asap pada kebakaran ACP secara visual menggunakan metode fotografi schlieren, dengan harapan penelitian ini dapat memberikan pertimbangan dalam pemilihan material pada bangunan, khususnya pemilihan material pada bagian façade. Penelitian ini dilakukan dengan skala laboratorium dengan menggunakan sampel ACP dengan panjang 25 cm, dan variasi lebar dengan nilai 1.5, 3.0, 4.5, 6.0, dan 9.0 cm. Visualisasi aliran dengan metode fotografi schlieren pada penelitian ini menggunakan setup single mirror off-axis schlieren system dan background oriented schlieren. Penangkapan gambar menggunakan kamera digital dengan kecepatan penangkapan gambar 25 frame per second (fps). Hasil gambar yang didapat kemudian dianalisis menggunakan metode particle image velocimetry (PIV) dengan piranti lunak PIVlab. Berdasarkan hasil pengamatan, terdapat variasi waktu antar ukuran sampel ACP, serta perubahan pola aliran asap secara kualitatif dan kuantitatif pada kebakaran ACP, yang dianalisis menjadi empat fase, ignition, dripping, fully developed fire, dan extinguished.

The energy crisis in 1973 sparked interest in increasing energy efficiency, one of which was in the building sector. The development of science has triggered the use of façade s in building construction for energy savings and adding aesthetic value to buildings. However, Aluminum Composite Panel (ACP) as a façade-forming material has consequences in terms of fire safety. This study aims to characterize the flow of smoke in ACP fires visually using the schlieren photography method, with the hope that this research can provide consideration in the selection of materials in buildings, especially the selection of materials on the façade. This research was conducted on a laboratory scale using ACP samples with a length of 25 cm, and variations in width with values ​​of 1.5, 3.0, 4.5, 6.0, and 9.0 cm. The flow visualization using the schlieren photography method in this study uses a single mirror off-axis schlieren system setup and a background oriented schlieren. Capture images using a digital camera with an image capture speed of 25 frames per second (fps). The resulting images were then analyzed using the particle image velocimetry (PIV) method with PIVlab software. Based on observations, there are time variations between ACP sample sizes, as well as qualitative and quantitative changes in smoke flow patterns in ACP fires, which are analyzed into four phases, ignition, dripping, fully developed fire, and extinguished.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jeihan Kartika Hapsari
"Fenomena kebakaran hutan dan lahan gambut telah menyita perhatian banyak kalangan dengan ancaman utama terhadap kesehatan dan keselamatan manusia. Asap sebagai hasil dari kebakaran dapat menyebar hingga puluhan kilometer dari titik terbakarnya dan terdeteksi hingga ketinggian 5000 - 9000 kaki. Penelitian ini bertujuan untuk mengkarakterisasi pembakaran membara yang terjadi di lahan gambut serta mempelajari aliras asap kebakaran gambut secara visual dengan menggunakan metode fotografi Schlieren. Penelitian dilakukan dalam skala laboratorium dengan menggunakan reaktor uji berukuran 10x10 cm yang kemudian akan diisi oleh sampel gambut yang berasal dari Palangka Raya dan Rokan Hilir. Selama proses pembakaran membara terjadi, pengamatan termal dilakukan menggunakan IR camera dan pengamatan aliran dilakukan menggunakan metode Schlieren. Berdasarkan hasil pengamatan, karakteristik pembakaran membara bergantung pada sifat fisik yang dimiliki oleh sampel. Karakterisasi secara kualitatif dan kuantitatif dari aliran asap pada setiap fase pembakaran membara juga dapat diketahui dengan menggunakan metode PIVLab.

The threat to human health and safety from forest and peatland fires has seized the attention of many people. Smoke, as a result of the fires, is able to spread up to tens of kilometers and 5000-9000 feet in altitude from the hotspot. Thus, this study aims to characterize the smoldering propagation in peat soil and to visualize the flow of smoke from the peat fires by using Schlieren photographic method. A 10x10 cm stainless-steel reactor filled with peat samples from Palangka Raya and Rokan Hilir was conducted to create a laboratory-scale smoldering propagation activity. During the activity, the thermal observations were carried out using an IR camera, and flow observations were carried out using the Schlieren imaging method. Based on the observations, the characteristics of smoldering combustions on the peat soil depended on the sample’s physical properties. The characterization of smoke flow is divided based on the smoldering combustion phases. The quantitative and qualitative analyses were carried out based on the results from the PIVLab image processor."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Justin Indradjaya
"Pada era yang modern ini, perkembangan teknologi terus meningkat dengan pesat tertuama pada wilayah modern seperti kota mentropolitan. Dengan adanya perkembangan teknologi yang semakin digital dan terhubung terhadap berbagai platform, kebutuhan akan teknologi sistem telekomunikasi dengan kapabilitas yang tinggi semakin meningkat. Teknologi hibrida antara serat optik dengan FSO (Free Space Optic) merupakan salah satu solusi yang mula diimplementasikan terutama pada wilayah metropolitan untuk menjawab tantangan kebutuhan sistem telekomunikasi yang berkapabilitas tinggi. Penelitian ini akan berpusat pada peningkatan dan pengembangan dari sistem hibrida Fiber-FSO. Terdapat beberapa metoda yang digunakan pada penelitian ini guna meningkatkan performa dan kapabilitas dari jaringan Fiber-FSO. Metoda pertama yang digunakan adalah metoda WDM (Wave Division multiplexing). Metoda ini digunakan untuk melakukan peningkatan terhadap kapasitas dari jaringan penelitian hingga mencapai 80 Gb/s pada empat kanal yang digunakan (193,1-193,4 THz). Desain jaringan penelitian yang dilakukan dapat menempuh jarak hingga 10 km serat optik pada setiap sisi jaringan dan 10 km pada jarak tempuh media FSO. Hal ini dapat dicapai dengan memanfaatkan dua metoda yaitu metoda amplifikasi EDFA dan penyaringan dari FBG. Penelitian ini melakukan proses penempatan komponen amplifikasi yang strategis untuk meningkatkan performa dari jaringan terutama pada jarak yang jauh. Penelitian ini juga melakukan proses penyaringan sinyal yang dimiliki dengan komponen FBG sebagai bentuk dari penanggulangan terhadap dispersi yang terjadi selama proses transmisi data.Penelitian ini melakukan uji coba desain jaringan yang dimiliki terhadap beberapa kondisi yaitu kondisi atenuasi media FSO normal (0,2-1 dB/km) dan terhadap beberapa kondisi cuaca seperti kondisi cuaca berkabut dan hujan. Performa jaringan yang dimiliki akan diukur bedasarkan standar nilai Q Factor lebih besar dari 6 dan BER minimal lebih kecil dari 10-9. Pada kondisi normal, jaringan dapat mencapai nilai Q Factor lebih dari 6,78 dan BER minimal lebih kecil dari 10-9. Jaringan pada penelitian ini mengalami penurunan performa terutama pada kondisi cuaca ekstrim. Penurunan performa yang dialami pada kondisi ini berpengaruh terhadap jarak tempuh pada media FSO jaringan. Pada kondisi terburuk yaitu hujan berat, jaringan yang dimiliki mengalami penurunan jarak tempuh media FSO hingga 90 %. Dengan ini, penelitian terhadap jaringan Fiber FSO WDM menemukan bahwa adanya pengaruh faktor atenuasi pada media FSO terutama pada nilai performa dan jarak tempuh FSO. Dapat disimpulkan juga bahwa jaringan dengan metode FBG dan amplifikasi EDFA dapat melakukan peningkatan performa terutama yang dipengaruhi oleh jarak dan atenuasi.

In this modern era, technological development is rapidly increasing, especially in metropolitan areas. With the growing advancement of technology that is increasingly digital and connected across various platforms, the demand for high-capacity telecommunications systems is rising. The hybrid technology between optical fiber and FSO (Free Space Optics) is one of the solutions being implemented, particularly in metropolitan areas, to address the challenges of high- capacity telecommunications systems. This research focuses on enhancing and developing the hybrid Fiber-FSO system. Several methods are employed in this research to improve the performance and capabilities of the Fiber-FSO network. The first method used is WDM (Wave Division Multiplexing). This method is used to increase the network's capacity to reach 80 Gb/s on four channels (193.1-193.4 THz). The network design developed can cover a distance of up to 10 km of optical fiber on each side of the network and 10 km on the FSO medium distance. This is achieved by utilizing two methods: EDFA amplification and FBG filtering. The research strategically places amplification components to enhance network performance, especially over long distances. It also filters signals using FBG components to mitigate dispersion during data transmission.The research tests the network design under several conditions: normal FSO medium attenuation (0.2-1 dB/km) and various weather conditions such as foggy and rainy weather. Network performance is measured based on a Q Factor value greater than 6 and a minimum BER of less than 10-9. Under normal conditions, the network achieves a Q Factor value of more than 6.78 and a minimum BER of less than 10-9. The network in this research experiences performance degradation, particularly under extreme weather conditions. This performance decline affects the distance covered by the FSO medium of the network. In the worst-case scenario, heavy rain, the network's FSO medium distance decreases by up to 90%. This research on the Fiber FSO WDM network finds that the attenuation factor in the FSO medium significantly impacts the network's performance and distance coverage. This affects the network design, especially under high attenuation conditions."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Silakhuddin
"ABSTRAK
Telah dilakukan pengembangan model potensial optik Beccheti-Greenlees(B-G) yang cocok untuk perhitungan tampang lintang reaksi antara proton berenergi 10-30 MeV dengan inti sasaran bernomor massa 56 hingga 76. Pengembangannya dilakukan dengan memodifikasi besarnya parameter-parameter potensial optik dalam model tersebut, sedemikian sehingga data-data tampang lintang reaksi yang diperoleh dari perhitungan memakai model tersebut lebih mendekati hasil eksperimen. Metode modifikasinya menggunakan penggeseran faktor.X. Perhitungannya dikerjakan dalam program komputer SCAT-2. Hasil pengujian dari modifikasi atas himpunan parameter B-G ini menunjukkan bahwa dari 17 titik energi pengujian, nilai kriteria 3c2 turun dari 33,3 menjadi hanya 1,7."
1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yefa Sister
"White Organic Light Emitting Diode (WOLED) merupakan teknologi baru dari divais solid state yang dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan divais pencahayaan dan display. Salah satu cara untuk membuat WOLED yaitu dengan menggunakan struktur hybrid multi emissive layer. Pada skripsi ini dibuat desain dan simulasi menggunakan struktur hybrid WOLED yang terdiri dari material red phosphorescent emitter, green phosphorescent emitter dan blue fluorescent emitter sebagai emissive layer pada perangkat lunak SimOLED 4.5.0. Tegangan dan ketebalan material emissive layer divariasikan untuk mendapatkan OLED warna putih. White OLED berhasil diperoleh dengan menambahkan electron blocking material yang diletakkan antara green phosphorescent emitter dan blue fluorescent emitter dan mencapai hasil optimal pada saat diberikan tegangan 2-10 Volt dengan ketebalan green phosphorescent emitter 2-4 nm. Pada setiap tegangan yang dapat menghasilkan White OLED, ketebalan red phosphorescent emitter yang diperlukan mulai dari 10 nm sementara ketebalan optimal untuk blue fluorescent emitter dan EBM adalah 6-21 nm. Semakin tebal sebuah emissive layer maka semakin dominan warna yang dihasilkan pada layer ini karena semakin banyak rekombinasi yang terjadi pada emissive layer tersebut.

White Organic Light Emitting Diode (WOLED) is a new technology of solid state devices which is developed to fulfill the demand for lighting devices and displays. One approach to make WOLED uses hybrid multi emissive layer structure. In this thesis we designed and simulated a hybrid WOLED using red phosphorescent emitter, green phosphorescent emitter and blue fluorescent emitter as emissive layer on SimOLED 4.5.0 software. Voltage and material thickness is var ied to obtain white OLED. WOLED can be achieved by using an electron blocking material between green phosphorescent emitter and blue fluorescent emitter and reach optimal result on 2-10 Volt with the thickness of green phosphorescent emitter is 2-4 nm. Each voltage that produce white OLED, need a thickness of red phosphorescent emitter start from 10 nm and the effective thickness of blue fluorescent emitter and EBM are 6-21 nm. When the thickness of an emissive layer increases, the dominant light color is emitted at this layer because the number of recombination increase at that layer.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2015
S59504
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rochmah
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2000
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>