Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 169592 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Agnes Lasmono
"Latar Belakang: Kemampuan empati dan sistemisasi sudah berkembang sejak masa kanak. Kedua kemampuan tersebut berkaitan dengan fungsi sosial serta pencapaian akademik pada anak, dapat dinilai menggunakan kuesioner Empathy Quotient (EQ) dan Systemizing Quotient (SQ). Dorongan untuk berempati dan sistemisasi selanjutnya dapat dijelaskan sebagai tipe otak, yang dibagi menjadi lima kelompok berdasarkan perbedaan antara nilai EQ dan SQ terstandarisasi dari orang tersebut. Salah satu gangguan psikiatrik yang banyak ditemui pada layanan kesehatan jiwa anak dan remaja adalah GPPH. Adanya GPPH dapat berdampak pada fungsi sosial dan akademis anak. Penelitian ini dibuat untuk mengetahui perbedaan tipe otak berdasarkan EQ dan SQ pada anak sekolah dasar (SD) dengan dan tanpa GPPH.
Metode: Penelitian ini merupakan studi observasional dengan desain potong lintang. Sampel sebanyak 122 orang tua dan anak diambil dari Poli Jiwa Anak dan Remaja Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo dan dari sekolah dasar di Jakarta. Pengambilan data dilakukan melalui pengisian kuesioner Empathy and Systemizing Quotient for Children (EQ-/SQ-C) versi Bahasa Indonesia. Tipe otak dikelompokkan berdasarkan persentil dari nilai D, yaitu perbedaan antara EQ dan SQ terstandarisasi.
Hasil: Tipe otak yang paling banyak ditemui pada anak tanpa GPPH adalah empathy (37,7%), sedangkan pada kelompok anak dengan GPPH adalah systemizing (39,34%). Dari hasil analisis, didapatkan perbedaan bermakna pada nilai D kedua kelompok (p=0,021). Studi ini juga mendapati perbedaan bermakna pada rerata EQ (p=0,000) dan rerata SQ (p=0,042) antara kedua kelompok.
Simpulan: Terdapat kecenderungan tipe otak sistemisasi pada anak SD dengan GPPH, serta terdapat perbedaan bermakna pada rerata EQ dan SQ antara kedua kelompok.

Background: Empathy and systemizing abilities have developed since childhood. These abilities are related to social and academic achievements in children, can be assessed by using the Empathy Quotient (EQ) and Systemizing Quotient (SQ) questionnaires. The drive to emphatize and systemize can further be described as brain type, which is divided into five groups based on the difference of the individual’s standardized EQ and SQ scores. One of psychiatric disorders commonly found in child and adolescent mental health services is ADHD. ADHD may have an impact on social and academic function in children. This study was conducted to determine the difference of brain type based on EQ and SQ in elementary school children with and without ADHD.
Methods: This is an observational study with cross-sectional study design. Sample of 122 parents and children were included from Child and Adolescent Mental Health Outpatient Clinic in Cipto Mangunkusumo General Hospital, and elementary school in Jakarta. The data were taken using Empathy and Systemizing Quotient for Children (EQ-/SQ-C) questionnaire in Bahasa Indonesia. The brain types were classified according to percentile of D score, which is the difference between standardized EQ and SQ.
Results: The most common brain type found in children without ADHD was empathy (37.7%), while in children with ADHD was systemizing (39.34%). From the analysis, there was significant difference in D score between both groups (p=0.021). Significant difference was also found in mean EQ score (p=0.000) and mean SQ score (p=0.042) between both groups.
Conclusion: There was tendency toward systemizing brain types in elementary school children with ADHD. There were also significant differences in mean EQ and SQ score between both groups.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Yudi Reza Phallaphi
"Empati penting untuk memicu perilaku prososial anak, seperti mengikuti aturan sosial dan terlibat dalam perilaku altruisme. Oleh karena itu, perkembangan empati pada anak penting untuk dinilai agar dapat diantisipasi jika perkembangannya terhambat. Kuesioner Empathy Quotient-Child EQ-C dan Systemizing Quotient-Child SQ-C dapat digunakan untuk menilai keterampilan empati pada anak. Namun, kuesioner tersebut belum ada untuk Bahasa Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan uji diagnostik EQ-C dan SQ-C versi Bahasa Indonesia. Studi ini adalah studi potong lintang yang melibatkan 100 siswa/i kelas I-VI SDN 01 Pagi Rawasari beserta orangtuanya. Pengambilan sampel melalui sistem acak. Uji diagnostik yang dilakukan berupa uji kesahihan isi, kesahihan construct, kehandalan konsistensi internal, dan kehandalan test-retest. Analisis kesahihan isi menunjukkan pernyataan nomor 17, 23, 32, dan 54 pada EQ-C dan SQ-C versi Bahasa Indonesia tidak sahih. Kesahihan construct yang dianalisa berdasarkan Principal Component Analysis PCA dan uji korelasi Pearson mendapatkan hasil yang baik. Konsistensi internal untuk EQ-C dan SQ-C versi Bahasa Indonesia mendapatkan hasil berupa Cronbach rsquo;s Alpha sebesar 0,82 baik dan 0,66 cukup. Test-retest yang dianalisa berdasarkan Intra-Class Correlation ICC mendapatkan EQ-C dan SQ-C versi Bahasa Indonesia berturut-turut sebesar 0,69 cukup dan 0,79 baik. Dengan demikian EQ-C dan SQ-C versi Bahasa Indonesia sahih dan handal untuk digunakan pada populasi anak di Indonesia.

Empathy is an important factor for developing prosocial behavior, such as following social rules and engaging in altruism behavior. Therefore, it is needed to be assessed in every children included primary school students. Empathy Quotient Child EQ C and Systemizing Quotient Child SQ C questionnaire is one that could assess empathy and systemizing skills in children. However, it is not validated in Indonesian language. This study aimed to validate the Indonesian version of EQ C and SQ C. This study was a cross sectional study involving 100 students of SDN 01 Rawasari grade 1 6 and their parents. The sample collection was done by simple random sampling. The study tried to identify content validity, construct validity, internal consistency reliability, and test retest reliability of Indonesian version of EQ C and SQ C. The results of the study found that Indonesian version of EQ C and SQ C consisted of 51 statements 25 items for EQ C and 26 items for SQ C . The construct validity was good enough based on Principal Component Analysis PCA and Pearson correlation test. Internal consistency of the EQ C and SQ C was good Cronbach's alpha 0.82 and 0.66. Test retest reliability by ICC analysis was 0.69 and 0.79. In conclusion, Indonesian version of EQ C and SQ C is valid and reliable to be used among primary school students.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
cover
Nur Wahyu Nugroho
"Tujuan dari dibuatnya skripsi ini adalah untuk mengetahui pengaruh sikap empati dan kemampuan mendengarkan yang dimiliki oleh pustakawan terhadap hubungan yang terbentuk dengan pengguna perpustakaan. Data penelitian ini diolah dengan software Lisrel 8.51, menggunakan tenik structural equation modeling (SEM). Hasil pengolahan data menunjukkan bahwa empati tidak didukung oleh data yang signifikan yang menunjukkan bahwa ada pengaruh positif dengan kepuasan pengguna, sementara itu kemampuan mendengar yang baik berpengaruh secara positif terhadap kepuasan pengguna. Kemudian tidak ditemukan data yang signifikan atas pengaruh sikap empati yang dimiliki pustakawan terhadap kepercayaan yang bisa timbul dalam diri pengguna, serta ditemukan hubungan yang positif antara kemampuan mendengarkan terhadap rasa percaya dari pengguna. Terakhir dalam penelitian ini juga ditemukan bahwa kepercayaan tidak berpengaruh positif terhadap keinginan pengguna perpustakaan untuk berinteraksi kembali dengan pustakawan, serta kepuasan yang timbul atas pelayanan dari pustakawan akan berpengaruh positif terhadap keinginan pengguna perpustakaan untuk berinteraksi kembali dengan pustakawan.

The purpose of this thesis is to investigate librarian empathy and listening impact on relationship with user.data was processed with Lisrel 8.51. using structural equation modeling (SEM) technique. The result showed that empathy is not positively related to user's satisfaction, meanwhile listening is positively related to user's satisfaction. And than empathy is not positively related to trust, in contrast to that listening is positively related to trust. Last in this thesis indicate that trust has no effect to relationship outcomes, and satisfaction has positively related to relationship outcomes.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2013
S47223
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Irfandi Aprianto
"Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan tentang gambaran adversity quotient dan Spiritualitas Islam terhadap aktivis lingkungan hidup Muslim. Aktivis lingkungan hidup menjadi salah satu profesi yang paling banyak mendapatkan kesulitan dalam menjalani perannya. Peneliti ingin memahami lebih jauh peran Adversity quotient (AQ) sebagai kekuatan untuk mampu bertahan menghadapi kesulitan dan bagaimana hubungannya dengan nilai spiritualitas para aktivis. Metode yang digunakan pada penelitian ini ialah metode mixed-method. Alat ukur kuantitatif menggunakan Adversity quotient Response Profile dari Paul G Stolz, sementara Spiritualitas Islam diadaptasi dari The Muslim ReligiosityPersonality Inventory (MRPI). Untuk kualitatif menggunakan wawancara mendalam semi-struktur. Hasilnya terdapat hubungan positif antara Adversity quotient dengan Spiritualitas Islam. Sementara hasil kualitatif mampu mengungkapkan alasan untuk menjelaskan hasil hubungan positif tersebut. 

This study discusses to explain the results of the results of the difficulties and the spirituality of Islam towards Muslim environmental activists. Researchers see the role in the environment as needed. However, it is not easy to be an environmental activist. Various kinds of obstacles they face. Starting economic losses, legal threats, to loss of safety. In order for environmental activists to survive and be able to face their difficulties, readiness is needed to overcome, overcome, overcome the difficulties or problems they face. This is where the role of Adversity quotient (AQ) is needed to support the environment, such as the need to be able to overcome difficulties. Not only that, it turned into an activist. The environment also influenced activist spirituality. They are able to find the meaning behind their activities to become a supporter of the Environment. The method used in this study is a mixed-method method. Quantitative measuring instruments use the Adversity quotient. Profile of Responses from Paul G Stolz, while Islamic Spirituality was adapted from the Inventory of Muslim-Personality Religiosity (MRPI). For qualitative use semi-structured in-depth interviews. The result is a positive relationship between Adversity quotient and Islamic Spirituality. While qualitative results can be revealed the reasons for explaining the results of these positive relationships. "
Depok: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Kajian Wilayah Timur Tengah dan Islam, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Starlettia Viorensika
"Psikologi merupakan salah satu jurusan perkuliahan yang diminati saat ini. Untuk menjadi seorang psikolog yang baik, diperlukan kemampuan untuk berempati agar dapat memahami kliennya (Rogers, 1975). Oleh karena itu, empati dianggap sebagai karakteristik mendasar yang harus dimiliki psikolog. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui gambaran empati mahasiswa psikologi dan melihat manfaat pendidikan psikologi dalam mengembangkan empati mahasiswa psikologi. Davis (1996) mendefinisikan empati sebagai sekumpulan konstruk yang berkaitan dengan respon seseorang terhadap pengalaman orang lain. Konstruk ini secara spesifik yaitu meliputi proses yang terjadi pada pengamat serta bentuk afektif dan non-afektif yang dihasilkan dari proses tersebut. Pengukuran empati menggunakan alat ukur Interpersonal Reactivity Index (Davis, 1980). Partisipan penelitian berjumlah 181 mahasiswa jenjang sarjana Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendidikan psikologi membantu mahasiswa mengembangkan empatinya namun tingkat empati mahasiswa tingkat awal lebih tinggi daripada tingkat empati mahasiswa tingkat akhir. Oleh karena itu, dibutuhkan pelatihan empati untuk meningkatkan empati yang dimiliki mahasiswa.

Psychology is one of the popular college majors nowadays. To be a good psychologist, required the ability to empathize in order to understand their clients (Rogers, 1975). Therefore, empathy is considered as the fundamental characteristics that must be owned by psychologist. This research was conducted to find the overview of empathy among psychology undergraduate students and to find the benefits of psychological education in order to develop empathy of psychology undergraduate students. Davis (1994) defined empathy as a set of constructs having to do with the responses of one individual to the experiences of others. These constructs specifically include the process taking place within the observer and afective and non-affective outcomes which results from those processes. Empathy was measured using Interpersonal Reactivity Index (Davis, 1986). The participants of this research are 181 University of Indonesia undergraduate psychology students. The main results of this research show that psychological study is useful for the development of empathy, however first year’s empathy level is higher than last year’s empathy level. Therefore, empathy training is needed to improve empathy level of undergradute psychology students.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2013
S52471
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mutiara Pertiwi
"Penelitian ini berkaitan dengan intervensi untuk meningkatkan empati remaja yang mengalami penolakan oleh teman sebaya. Intervensi ini dilakukan melalui six-step empathy exercices yang terdiri dari enam langkah latihan dimana tiap latihan terdapat aktivitas tertentu. Dengan meningkatknya empati, diharapkan remaja yang mengalami penolakan, menjadi lebih dapat diterima oleh teman sebayanya. Penelitian ini menggunakan single subject design. Sampel yang dipilih adalah remaja yang mengalami penolakan oleh teman sebaya yang diambil melalui teknik sampling purposive sampling. Setelah dilakukan analisis perbandingan hasil pre-test dan post-test, serta pemenuhan indikator keberhasilan pada tiap sesi intervensi, diperoleh bahwa strategi six-step empathy exercises dapat meningkatkan empati remaja yang mengalami penolakan oleh teman sebaya.

The focus of this research is on an intervention to enhance the empaty of rejected adolescence through six-step empathy exercices. This strategy consists of six step exersices which student have to complete certain activity. By the enhancement of empathy, it is expected that rejected adolescence will be accepted by peers. This research uses a single subject design. The sample of this research was selected by using purposive sampling technique. After analyzing the result of pre-test, posttest, and the fulfillment of successful indicator in every session of intervention, it is understood that six-step empathy exercises is effective to enhance empathy of rejected adolescence.
"
Depok: Fakultas Psikologi Unversitas Indonesia, 2013
T36772
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kindah Mahdiyyah
"Empati penting dimiliki manusia untuk beradaptasi dalam kehidupan. Untuk beradaptasi di kehidupan sosial, manusia membutuhkan soft skill berupa manajemen perilaku prososial yang baik dan kemampuan dalam membangun relasi teman sebaya. Penelitian ini menggambarkan hubungan empati dengan perilaku prososial dan relasi teman sebaya pada anak sekolah dasar usia 4-14 tahun. Studi dalam penelitian ini yaitu studi potong lintang. Instrumen yang digunakan yaitu kuesioner EQ-C/ SQ-C berbahasa indonesia yang sudah tervalidasi dengan nilai alpha 0,979. Kuesioner EQ-C/SQ-C digunakan untuk mengukur empati anak. Sedangkan, untuk mengukur perilaku prososial dan relasi teman sebaya, peneliti menggunakan kuesioner SDQ. Sejumlah 620 kuesioner diisi oleh orangtua anak sekolah dasar dan dijadikan sampel dari penelitian ini. Orangtua yang dapat mengisi kuesioner memiliki riwayat pendidikan minimal sekolah menengah pertama. Setelah mendapatkan seluruh sampel, dilakukan random sampling dan didapatkan data sejumlah 384 data yang akan dianalisis. Pada proses analisis, brain type dibagi menjadi tiga kelompok, yakni brain type E (Extreme E dan E), brain type B, dan brain type S (Extreme S dan S). Analisis data dilakukan dengan uji Chi-Square menggunakan windows SPSS versi 20. Hasil analisis menunjukkan terdapat hubungan antara empati terhadap perilaku prososial dan relasi teman sebaya (p<0.05).

Empathy is the ability to understand and relate to others feelings or emotion. Empathy is one of the critical skills to alter in life. To adapt in human social life, people requires soft skills in the form of good prosocial behavior and good management in building peer relations. This cross-sectional study describes the relationship of empathy skills with prosocial behavior and peer relations in primary school children aged 4-14 years. The instrument used for this study is Indonesian language EQ-C/SQ-C questionnaire which value 0,979 in Cronbachs alpha to measure childrens empathy skills. To measure prosocial behavior and peer relationships, researchers used the SDQ questionnaire. A total of 620 questionnaires were filled in by parents of primary school children in Indonesia and were sampled for this study. Parents who can fill out the questionnaire have a minimum education of junior high school. Researchers obtained 384 data through random sampling to be analyzed. In the analysis process, empathy skills are devided into three groups, namely type E (Extreme E and E), type B and type S (Extreme S and S). Data analysis was done by Chi-Square test with SPSS program version 20 for both sample. Due to lack of sample (<5) for abnormal prosocial behavior, we look for Fisher test for the result of prosocial behavior. The result shows siginificant outcome. State that there is a relationship between empathy skills with prosocial behavior and peer relationships (p<0.05).
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dedi Tanto
"ABSTRAK
Latar Belakang : Progresifitas sepsis menjadi syok sepsis yang berakhir pada mortalitas dalam waktu singkat, karena terjadi hipoperfusi jaringan. Hipoperfusi jaringan pada pasien sepsis dapat mengakibatkan metabolisme anaerobik. Petanda metabolisme anaerobik diketahui melalui rasio perbedaan antara selisih tekanan parsial karbon dioksida vena sentral ndash; arterial terhadap selisih kandungan oksigen arterial ndash; vena sentral, dan merupakan alternatif perwakilan dari Respiratory Quotient RQ . Oleh karena itu, peneliti mengevaluasi hubungan antara nilai RQ dengan mortalitas pasien sepsis dan membandingkan hubungan antara nilai ScvO2 dengan mortalitas pasien sepsis.Metode : Penelitian ini adalah penelitian klinis dengan metode uji klinis cross sectional propesktif yang dilakukan di ruang rawat intensif terhadap hubungan nilai RQ dengan mortalitas pasien sepsis, serta membandingkan dengan hubungan antara nilai ScvO2 dengan mortalitas pasien sepsis. Peneliti melakukan pemeriksaan analisa gas darah arteri dan analisa gas darah vena sentral, yang diukur secara bersamaan pada saat pasien masuk T0 dan 6 jam T6 pasca resusitasi. Hubungan antara nilai RQ dan nilai ScvO2 dengan kematian dianalisa dengan menggunakan uji chi-kuadrat.Hasil : Sebanyak 47 pasien sepsis dilakukan pemeriksaan analisa gas darah arteri dan analisa gas darah vena sentral pada saat pasien masuk T0 dan 6 jam T6 pasca resusitasi. Pasien sepsis dengan nilai RQ tinggi ge; 1,6 pada saat awal masuk berhubungan dengan mortalitas pasien sepsis P= 0,001 . Pasien sepsis dengan nilai ScvO2 tinggi ScvO2 ge; 75 pada saat awal masuk mempunyai hubungan dengan terjadinya mortalitas pasien sepsis P = 0,001 . Pasien sepsis dengan nilai RQ tinggi ge; 1,6 pada saat 6 jam T6 pasca resusitasi berhubungan dengan mortalitas pasien sepsis P = 0,001 . Pasien sepsis dengan nilai ScvO2 tinggi ScvO2 ge; 75 pada saat 6 jam T6 pasca resusitasi tidak berhubungan dengan terjadinya mortalitas pasien sepsis P = 0,102 . Pasien sepsis yang mempunyai konsistensi dalam tingginya nilai RQ ge; 1,6 baik awal masuk dan pasca resusitasi mempunyai hubungan dengan terjadinya mortalitas pasien tersebut P = 0,001 .Kesimpulan : Pasien sepsis dengan nilai RQ yang tinggi ge; 1,6 baik pada saat awal T0 dan 6 jam T6 pasca resusitasi mempunyai hubungan dengan mortalitas pasien sepsis. Nilai RQ dapat digunakan sebagai salah satu prediktor terjadinya mortalitas pasien sepsis. ABSTRACT
Background Sepsis progressively becomes septic shock that ends in mortality within a short time, due to tissue hypoperfusion. Tissue hypoperfusion in septic patients may results in anaerobic metabolism. Anaerobic metabolism markers are known by the ratio of the difference between the venous to arterial CO2 difference arterial central venous O2 difference ratio P v a CO2 C a v O2 or Respiratory Quotient RQ . Therefore, we evaluated the relationship between the RQ value with the mortality of the sepsis patient, the relationship between the ScvO2 value with the mortality of the sepsis patient and compared these two relationships.Methods This was a clinical study with a cross sectional propective clinical trial method, which conducted in intensive care unit ICU department. The investigators performed an arterial blood gas analysis and central venous blood gas analysis, measured simultaneously at the time of admission T0 and 6 hours T6 post resuscitation. In this study, the relationship between RQ value with mortality of sepsis patients compared to the relationship between ScvO2 with mortality of sepsis patients, which was analyzed by using chi square test.Results A total of 47 sepsis patients performed arterial blood gas analysis and central venous blood gas analysis at admission T0 and 6 hours T6 post resuscitation. Sepsis patients with a high RQ score ge 1.6 at admission T0 were associated with sepsis patient mortality P 0.001 . Sepsis patients with a high ScvO2 score ScvO2 ge 75 at admission T0 were associated with sepsis patient mortality P 0.001 . Sepsis patients with a high RQ score ge 1.6 at 6 hours T6 post resuscitation were associated with sepsis patient mortality P 0.001 . Sepsis patients with high ScvO2 score ScvO2 ge 75 at 6 h T6 post resuscitation were not associated with sepsis patient mortality P 0.102 . Sepsis patients with consistency in high RQ ge 1.6 values both early admission and post resuscitation have been associated with the patient 39 s mortality P 0.001 .Conclussion Sepsis patients with a high RQ value ge 1.6 at both the initial T0 and 6 hours T6 post resuscitation sites were associated with sepsis patient mortality. RQ values can be used as one of the predictors of sepsis patient mortality. "
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>