Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 142176 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sukhelmi Julisafitria
"Latar Belakang: Mastitis adalah inflamasi kelenjar payudara dengan berbagai macam etiologi yang mendasarinya mulai dari infeksi, non infeksi serta inflamasi akibat keganasan payudara. Kanker payudara adalah penyebab kematian terbanyak pada perempuan di dunia maupun di Indonesia. Gambaran klinis dan radiologis mastitis non-maligna dapat tumpang
tindih dengan gambaran keganasan payudara. Sehingga diperlukan korelasi gambaran radiologis dan patologi anatomi serta evaluasi karakteristik morfologis yang lebih detil lesi payudara pada mastitis non-maligna dan kanker payudara, berupa pemeriksaan ultrasonografi (USG) sebagai salah satu modalitas radiologis yang cukup terjangkau, tanpa radiasi dan efisien sehingga penatalaksanaan pasien dapat lebih optimal. Tujuan: Mengetahui perbedaan temuan USG pada mastitis non-maligna dan kanker payudara berdasarkan patologi anatomi di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo. Metode: Dilakukan pembacaan ulang hasil USG 110 pasien yang didapatkan dari sistem PACS di Departemen Radiologi dengan klinis tumor payudara T1-T3 dan atau mastitis non-maligna yang telah dilakukan pemeriksaan patologi anatomi di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo. Data riwayat pasien didapatkan dengan melihat catatan rekam medis. Dilakukan analisis pada variabel kualitatif (usia, riwayat laktasi dan temuan tanda inflamasi) dan karakteristik temuan lesi pada USG terhadap hasil patologi anatomi yang dinilai dengan uji komparatif chi square atau fischer. Dilanjutkan analisis multivariat regresi logistik variabel yang signifikan secara statistik dengan metode enter dan backward disajikan dalam bentuk odds
ratio. Hasil: Terdapat perbedaan yang bermakna secara statistik pada variabel usia (p = 0,000), gambaran posterior accoustic lesi (p = 0,000), temuan ill defined fluid collection (p = 0,001), temuan rongga abses (p = 0,013) dan morfologi kelenjar limfe (p = 0,000) antara mastitis non-maligna dengan kanker payudara. Analisis multivariat variabel temuan USG mencakup gambaran posterior lesi, penebalan kulit, ill defined fluid collection, rongga abses, kelenjar limfe dan dilatasi duktus retroareolar. Didapatkan perbedaan bermakna secara statistik pada temuan USG ill defined fluid collection dengan nilai odds ratio 0,07 (p = 0,006) dan kelenjar limfe maligna dengan nilai odds ratio 11,17 (p = 0,001) terhadap kejadian kanker payudara. Simpulan: Terdapat perbedaan bermakna temuan USG pada mastitis non-maligna dengan kanker payudara yaitu pada gambaran posterior accoustic lesi, temuan ill defined fluid collection, temuan rongga abses dan morfologi kelenjar limfe. Temuan USG kelenjar limfe morfologi maligna bisa memprediksi kemungkinan terjadinya keganasan. Sedangkan temuan USG berupa ill defined fluid collection memiliki resiko rendah terhadap kejadian keganasa

Background: Mastitis is an inflammation of the breast glands with various underlying etiologies range from infection, non-infection and inflammation due to breast cancer.
Breast cancer is the leading cause of death in women in the world and also in Indonesia.
The clinical and radiological features of non-malignant mastitis may overlap with those of breast cancer. Therefore, it is necessary to correlate radiological images and anatomical pathology as well as more detailed evaluation morphological characteristics of breast lesions in non-malignant mastitis and breast cancer, by utilize ultrasonography (USG) as
one of the radiological modalities that is quite affordable, without radiation and efficient.
Therefore patient management can be more optimal. Purpose: Knowing the difference in ultrasound findings of non-malignant mastitis with breast cancer based on anatomical pathology at Cipto Mangunkusumo General Hospital. Methods: Ultrasound images of 110 patients obtained from the PACS system in the Radiology Department with clinical diagnosis breast tumor T1-T3 and / or non-malignant mastitis who has been examined for anatomical pathology at Cipto Mangunkusumo General Hospital are reevaluated. Patient history data is obtained by looking at medical records. Analyzes of qualitative variables (age, history of lactation and findings of signs of inflammation) and the characteristics of the lesion findings on ultrasound based on anatomical pathology were presented using chi square or fischer comparative test. Multivariate logistic regression analysis of statistically significant variables using the enter and backward methods presented in the form of odds ratios. Results: There were a statistically significant difference in the variable age (p = 0.000), posterior acoustic lesion (p = 0.000), ill defined fluid collection (p = 0.001), abscess cavity (p = 0.013) and lymph node morphology (p. = 0.000) between nonmalignant mastitis and breast cancer. Multivariate analysis of the ultrasound findings including posterior features of the lesion, skin thickening, ill-defined fluid collection, abscess cavity, lymph nodes and retroareolar duct dilatation. There were a statistically significant difference in the findings of USG ill defined fluid collection with an odds ratio 0.07 (p = 0.006) and malignant lymph nodes with an odds ratio 11.17 (p = 0.001) on the incidence of breast cancer. Conclusions: There were significant differences in ultrasound findings of non-malignant mastitis with breast cancer, including age, posterior acoustic lesion, ill defined fluid collection finding, abscess cavity and the lymph node morphology. Malignant morphology of lymph nodes can predict the possibility of malignancy. Meanwhile, USG findings in the form of an ill defined fluid collection have a low risk of malignancy.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Larasati Kusuma Putri
"Latar Belakang: Kanker payudara merupakan keganasan yang dapat bermetastasis ke kelenjar limfe aksila dan/atau organ jauh. Studi-studi sebelumnya menunjukkan terdapat kaitan antara sejumlah morfologi mamogram dan gambar ultrasonografi (USG) payudara dengan adanya metastasis kelenjar limfe. Seringkali pasien dengan kecurigaan kanker payudara diperiksakan di rumah sakit ketika sudah dalam stadium lanjut atau bahkan terdapat metastasis yang seharusnya dapat dideteksi lebih awal. Mamografi dan USG payudara merupakan modalitas radiologis yang mudah untuk dikerjakan untuk diagnosis kanker payudara dan tersedia di banyak rumah sakit. Sampai saat ini, belum ada penelitian mengaitkan secara langsung temuan morfologis mamografi dan USG payudara pada pasien kanker payudara yang mengalami metastasis. Tujuan: Mengetahui perbedaan temuan morfologis mamografi dan USG payudara pada pasien kanker payudara dengan metastasis dengan pasien kanker payudara tanpa metastasis di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM). Metode: Dilakukan pembacaan ulang hasil mamogram dan gambar USG payudara dari 112 pasien yang didapatkan dari sistem Picture Archiving and Communication System (PACS) di Departemen Radiologi RSCM dengan klinis karsinoma payudara berdasarkan patologi anatomi. Data riwayat pasien didapatkan dengan melihat catatan di rekam medis melalui Electronic Health Record (HER) atau Hospital Information System (HIS). Dilakukan analisis pada usia dan karakteristik morfologis lesi meliputi variabel bentuk lesi, ukuran terbesar lesi, jarak tumor ke kutis, adanya kalsifikasi, jenis kalsifikasi, distribusi kalsifikasi, dan adanya distorsi arsitektur pada mamogram, dan bentuk lesi, ukuran terbesar lesi, jarak tumor ke kutis, vaskularisasi lesi, adanya kalsifikasi, dan adanya distorsi arsitektur pada gambar USG payudara menggunakan uji Chi-Square atau Fisher. Dilakukan juga analisis multivariat regresi logsitik pada variabel yang signifikan secara statistik menggunakan metode backward yang disajikan dalam bentuk odds ratio (OR). Hasil: Terdapat perbedaan yang bermakna secara statistik pada variabel usia (p=0,032), ukuran terbesar lesi pada mamogram (p<0,001), jarak tumor ke kutis pada mamogram (p=<0,001), ukuran terbesar lesi pada gambar USG payudara (p<0,001), dan jarak tumor ke kutis pada gambar USG payudara (p=0,001) antara pasien kanker payudara dengan metastasis dengan tanpa metastasis. Pada analisis multivariat gabungan temuan morfologis mamogram dan gambar USG payudara, didapatkan perbedaan bermakna secara statistik pada ukuran terbesar lesi pada mamogram dengan nilai OR 3,73 (p=0,003) dan jarak tumor ke kutis pada mamogram dengan nilai OR 3,34 (p=0,006). Simpulan: Terdapat perbedaan bermakna temuan mamogram dan USG payudara yaitu masing-masing ukuran terbesar lesi>5 cm dan jarak tumor ke kutis ≤0,5 cm dengan adanya metastasis pada kanker payudara. Temuan ukuran terbesar lesi>5 cm dan jarak tumor ke kutis ≤0,5 cm pada mamogram dapat memprediksi kemungkinan terjadinya metastasis pada kanker payudara.

Background: Breast cancer is a malignancy that can metastasize to axillary lymph nodes and distant organs. Previous studies have shown an association between the morphological findings of mammograms and ultrasound images of the breast and the presence of lymph node metastasis. Patients with suspected breast cancer are often examined in the hospital when they are in an advanced stage or even have metastasis that should have been detected earlier. Mammography and breast ultrasound are radiological modalities that are easy to perform to diagnose breast cancer and are available in many hospitals. To date, no studies have directly compared the morphological findings of mammography and breast ultrasound in patients with metastatic breast cancer. Purpose: To identify the differences in the morphological findings of mammography and breast ultrasound in breast cancer patients with metastasis compared to those without metastasis at Dr Cipto Mangunkusumo General Hospital (RSCM). Methods: Mammogram results and breast ultrasound images from 112 patients diagnosed with breast carcinoma based on anatomical pathology were obtained from the Picture Archiving and Communication System (PACS) at the Department of Radiology RSCM. The images were then reviewed. Patient history is obtained from the Electronic Health Record (EHR) or Hospital Information System (HIS). Analyzes were performed on age and morphological characteristics of the lesion, including the shape of the lesion, the largest diameter of the lesion, the distance of the tumor to the skin, the presence of calcification, the type of calcification, the distribution of calcifications, and the presence of architectural distortion on mammograms, and the shape of the lesion, the largest diameter of the lesion, the distance of the tumor to the skin, the vascularity of the lesion, the presence of calcification, and the presence of architectural distortion on breast ultrasound images using Chi-Square or Fisher method. Multivariate logistic regression analysis was also conducted on statistically significant variables using the backward method, which was presented as an odds ratio (OR). Results: There was a statistically significant difference in age (p=0,032), the largest diameter of the lesion on the mammogram (p<0,001), the distance of the tumor to the skin on the mammogram (p<0,001), the largest diameter of the lesion on breast ultrasound (p<0,001), and the distance of the tumor to the skin on breast ultrasound images (p=0,001) between metastatic and non-metastatic breast cancer patients. In the multivariate analysis of the combination of morphological findings of the mammogram and breast ultrasound images, there were statistically significant differences in the largest diameter of the lesion on mammograms with an OR value of 3.73 (p=0,003) and the distance of the tumor to the skin on mammograms with an OR value of 3.34 (p= 0,006). Conclusion: There is a significant difference in mammogram and breast ultrasound findings, such as the largest diameter of the lesion >5 cm and the distance of the tumor to the skin ≤0,5 cm with the presence of metastasis in breast cancer. The findings of the largest diameter of the lesion >5 cm and the distance of the tumor to the skin ≤0,5 cm on the mammogram can predict the probability of metastasis in breast cancer."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Fathiyyatul Khaira
"

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan titik potong lingkar lengan atas pada posisi berbaring. Penelitian ini menggunakan desain cross-sectional. Data diambil dari rekam medis pasien poliklinik radioterapi RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo (n=207) dan dilakukan pengukuran antropometri pada pasien. Titik potong lingkar lengan atas diperoleh dari kurva ROC dan indeks Youden tertinggi. Dari penelitian ini didapatkan perbedaan rata-rata antara lingkar lengan atas pada posisi berdiri dan terlentang adalah 0,13 ± 0,33 cm (p<0,001). Lingkar lengan atas dari keseluruhan subjek memiliki korelasi yang kuat dan signifikan dengan indeks massa tubuh (r=0,932; p<0,001). Nilai AUC lingkar lengan atas untuk mendeteksi malnutrisi adalah 0,97 (95% CI 0,947-0,992; p<0,001). Lingkar lengan atas <23,4 cm menunjukkan sensitivitas 94,7% dan spesifisitas 95,6% untuk pria, dan sensitivitas 95% dan spesifisitas 89% untuk wanita. Sebagai kesimpulan, lingkar lengan atas <23,4 cm dapat digunakan sebagai salah satu alternatif pengukuran untuk mendeteksi malnutrisi, terutama bila indeks massa tubuh tidak dapat diukur.


This study aims to establish a cut-off point for mid-upper arm circumference in the supine position. This is a cross-sectional study. Data were taken from patients at the radiotherapy clinic of Dr. Cipto Mangunkusumo General Hospital (n=207) by medical records, and anthropometric measurements were performed. The cut-off point of the mid-upper arm circumference was obtained from the ROC curve and the highest Youden’s index. This study found that the mean difference between mid-upper arm circumference in the standing and supine positions is 0.13±0.33 cm (p<0.001). The mid-upper arm circumference from all subjects strongly and significantly correlates to body mass index (r=0.932; p<0.001). The area under the curve of the mid-upper arm circumference for detecting malnutrition was 0.97 (95% CI 0.947–0.992; p<0.001). The mid-upper arm circumference of <23.4 cm presents a sensitivity of 94.7% and a specificity of 95.6% for men, and a sensitivity of 95% and a specificity of 89% for women. In conclusion, the mid-upper arm circumference of <23.4 cm can be used as an alternative measurement to detect malnutrition, particularly when body mass index cannot be measured.
 

"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizka Rinintia Sari
"Pendahuluan: Kanker payudara adalah keganasan paling sering terjadi pada perempuan dan merupakan penyebab kematian tertinggi di Indonesia. Evaluasi dapat dilakukan pemeriksaan USG guna menentukan karakteristik lesi. Pemeriksaan indeks proliferasi Ki-67 berperan dalam menentukan prognosis dan memprediksi keberhasilan neoadjuvant chemotherapy pada kanker payudara. Namun distribusi pemeriksaan indeks proliferasi Ki-67 belum merata, sedangkan, pemeriksaan USG sudah cukup banyak di tempat pelayanan kesehatan di Indonesia karena pemeriksaannya yang mudah dengan harga yang relatif murah. Data untuk mengevaluasi kesesuaian karakteristik lesi kanker payudara pada USG dengan indeks proliferasi Ki-67 masih sangatlah terbatas.
Tujuan: Mengetahui kesesuaian pada karakteristik morfologis USG dengan indeks proliferasi Ki-67 untuk menentukan faktor prognosis.
Metode: Dilakukan pembacaan ulang hasil USG 96 pasien yang didapatkan dari PACS, dicatat bentuk lesi, batas lesi, orientasi lesi, pola ekogenitas, posterior lesi, kelenjar limfe, vaskularisasi dan kalsifikasi. Kemudian dicatat hasil indeks proliferasi Ki-67 dan dikelompokan berdasarkan Tashima, dkk yaitu rendah (< 20%) dan tinggi (≥ 20%). Analisis dilakukan dengan uji Mc Nemar disertai analisis Kappa Cohen dan Konkordansi.
Hasil: Pada uji Mc nemar, penilaian karakteristik ultrasonografi kanker payudara dengan hasil Ki-67 yang tidak terdapat perbedaan bermakna secara statistik (p > 0,05) adalah temuan vaskularisasi ( n = 0,405). Pada analisis Kappa Cohen, tidak terdapat asosiasi antara temuan ultrasonografi kanker payudara dengan hasil Ki-67 < 20% dan ≥ 20%. Pada analisis Konkordansi, terdapat kesesuaian lemah (50 %-65%) antara hasil temuan posterior lesi (51,3%) dan kalsifikasi (51,0%) dengan hasil Ki-67 < 20% dan ≥ 20%, terdapat pula kesesuaian sedang (65%-80%) antara hasil temuan bentuk lesi (72,9%), batas lesi (76,0%), kelenjar limfe (71,6%) dan vaskularisasi (71,6%).
Simpulan: Dari 8 karakteristik morfologi USG yang diperiksa, hanya vaskularisasi yang tidak berbeda bermakna dengan Ki-67, sehingga hanya vaskularisasi yang sesuai dengan ekspresi Ki-67.

Introduction: Breast cancer is the most common malignancy in women and is the leading cause of death in Indonesia. USG examination can be done to determine the characteristics of the lesion. The examination of the Ki-67 proliferation index plays a role in determining prognosis and predicting the success of neoadjuvant chemotherapy in breast cancer. However, the distribution of the Ki-67 proliferation index examination has not been evenly distributed, meanwhile, USG examination are quite common in health care centers in Indonesia because of the easy examination at a relatively cheap price. The data to evaluate the suitability of the characteristics of breast cancer lesions on ultrasound with the Ki-67 proliferation index are still very limited.
Purpose: Determine whether there is agreement on the morphological characteristics of USG with the Ki-67 proliferation index to determine prognostic factors. Methods: Re-expertise the USG results of 96 patients obtained from PACS, noted the shape, the margin and the orientation of the lesion, also the echo pattern, the posterior lesions, the lymph nodes, vascularization and calcification. Then performed recording the results of the Ki-67 proliferation index and grouped according to Tashima et al, divided into low (<20%) and high (≥ 20%). The analysis was carried out by using the Mc Nemar test accompanied by Kappa Cohen's analysis and Concordance.
Results: In the Mc Nemar test, the assessment of the characteristics of the ultrasound findings of breast cancer with a Ki-67 index that did not have a statistically significant difference (p> 0.05) was a finding of vascularity (n = 0.405). In Cohen's Kappa analysis, there was no association between breast cancer ultrasound findings and Ki-67 index <20% and ≥ 20%. In the concordance analysis, there was a weak agreement (50% -65%) between the findings of posterior lesions (51.3%) and calcification (51.0%) with Ki-67 index <20% and ≥ 20%, there was also moderate agreement (65% -80%) between the findings of the lesion shape (72.9%), the margin of the lesion (76.0%), lymph nodes (71.6%) and vascularization (71.6%).
Conclusion: From 8 morphological characteristics of USG examined, only vascularization was not significantly different from Ki-67, so only vascularity was in accordance (match) with Ki-67 expression.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Dema Zurtika
"Latar Belakang: Kanker payudara adalah salah satu keganasan yang paling sering dan penyebab utama kematian terkait kanker pada perempuan. Ultrasonografi (USG) merupakan modalitas radiologis yang paling banyak dipakai dan banyak tersedia untuk menilai kelainan payudara. Pemeriksaan imunohistokimia bertujuan untuk mengetahui karakteristik molekular kanker payudara di antaranya adalah subtipe luminal A dan luminal B. Hasil imunohistokimia menjadi dasar dalam pemberian terapi dan prognosis pasien kanker payudara, namun pemeriksaan tersebut belum tersedia secara luas. Data temuan morfologis lesi berdasarkan USG payudara dalam membedakan kanker payudara subtipe luminal A dan luminal B masih terbatas dan memberikan hasil yang bervariasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui temuan morfologis lesi berdasarkan USG payudara yang dapat membedakan kanker payudara subtipe luminal A dan luminal B.
Metode: Studi retrospektif ini melibatkan subyek dengan kanker payudara yang belum mendapat terapi serta memiliki data USG dan data imunohistokima subtipe luminal A dan luminal B. Dilakukan analisis menggunakan uji Chi Square antara temuan morfologis USG (echogenic rim, batas spikulasi, posterior shadowing, dan indeks Adler) dengan imunohistokimia subtipe luminal A dan luminal B.
Hasil: Diperoleh 188 subyek dengan usia rerata subyek 49,4 tahun, nilai median ukuran lesi 6 cm, dan sebesar 68% subyek adalah stadium lokal lanjut. Proporsi kelompok luminal B 62% sedangkan luminal A 38%. Terdapat perbedaan bermakna antara stadium kanker payudara dengan kelompok subtipe luminal (p = 0,014). Ditemukan perbedaan yang bermakna antara morfologis lesi echogenic rim dengan kelompok luminal, dengan nilai p = 0,03 dan OR 1,94 (95% CI 1,06 – 3,55). Pada analisis subyek usia ≥ 50 tahun ditemukan perbedaan proporsi yang signifikan pada ukuran tumor (p = 0,043), stadium (p = 0,001), echogenic rim (p = 0,05), dan penebalan kutis subkutis (p = 0,007).
Simpulan: Proporsi temuan echogenic rim berdasarkan USG payudara di kelompok kanker payudara subtipe luminal A secara bermakna lebih tinggi dibandingkan subtipe luminal B. Adanya lesi dengan echogenic rim maka kemungkinan untuk diagnosis kanker payudara subtipe luminal A adalah 1,94 kali dibandingkan lesi tanpa echogenic rim.

Background: Breast cancer is one of the most common malignancies and the leading cause of cancer-related death in women. Ultrasonography (USG) is the most widely used radiology modality for assessing breast abnormalities. Immunohistochemistry examination allow to determine the molecular characteristics of breast cancer, includes luminal A and luminal B subtypes. The results are used as the treatment guidance and prognosis, but these tests are not widely available. The study of morphologic lesions based of breast ultrasound to differentiate luminal A and luminal B subtypes of breast cancer are still limited and give varied results. The aim of this study is to determine the morphologic lesions on breast ultrasound that can be used to differentiate luminal A and luminal B subtype.
Method: A retrospective study was conducted by reviewing imaging of subjects with untreated breast cancer who had undergone ultrasound examination and immunohistochemistry examination of luminal A and luminal B subtypes. Chi Squared test was performed to evaluate the relationship between morphological findings of ultrasound (echogenic rim, spiculation, posterior shadowing, and Adler's index) and luminal A and luminal B subtypes breast cancer.
Result: Total subject was 188 with the mean age of the subjects was 49,4 years, the median value of the lesion size was 6 cm, and 68% of the subjects were locally advanced stage. Luminal B group was 62% of the subject while luminal A was 38%. There was a significant difference between the stage of breast cancer and the luminal subtype group (p = 0,014). A significant difference also was found between the echogenic rim lesions and the luminal group, with p value = 0,03 and OR 1,94 (95% CI 1,06 – 3,55). In the subgroup analysis (aged ≥ 50 years), also noted that there were significant differences in the proportion of tumor size (p = 0,043), stage (p = 0,001), echogenic rim (p = 0,05), and skin thickening (p = 0,007).
Conclusion: The proportion of echogenic rim findings in the luminal A subtype breast cancer group was significantly higher than the luminal B subtype. The presence of a lesion with an echogenic rim means the probability of a diagnosis of luminal A subtype breast cancer is 1,94 times compared to lesion without an echogenic rim.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
"Adaptasi psikologis merupakan hal yang penting bagi pasien kanker dalam meningkatkan kualitas hidup mereka. Penelitian ini membahas mengenai gambaran adaptasi psikologis pada pasien kanker. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain deskriptif sederhana. Sampel pada penelitian ini berjumlah 92 orang pasien kanker di RSUPN Cipto Mangunkusumo. Responden mengisi kuesioner berupa data demografi dan 25 pernyataan yang merujuk pada Mental Adjustment to Cancer (MAC). Teknik sampling yang digunakan adalah sampling incidental. Hasil menunjukkan reaksi psikologis maladaptif sebesar 58,7% ; tingkat kecemasan tinggi sebesar 56,5% ; koping adaptif sebesar 65,2% ; harapan mengenai masa depan yang tinggi sebesar 76,1% ; upaya peningkatan kesehatan adaptif sebesar 92,4%. Berdasarkan kelima variabel tersebut, diperoleh data bahwa sebesar 41,3% pasien memiliki adaptasi psikologis adaptif; dan 58,7% pasien rnemiliki adaptasi psikologis maladaptif (mean = 2,97%). Berdasarkan hasil penelitian, perlu dilakukan penelitian lebih Ianjut mengenai adaptasi psikologis pada dua kelompok (responden yang menderita kanker dan responden yang tidak menderita kanker), namun masih berada dalam residen yang sama dan memiliki rentang usia yang sama. Sehingga faktor-faktor lain selain penyakit dan efek pengobatan kanker yang dapat mempengaruhi adaptasi psikologis pada pasien kanker seperti faktor sosioekonomi, kecemasan dalam menghadapi masa tua dan berduka akibat ditinggal oleh anggota keluarga dapat terkontrol.

Psychological adjustment in patients with cancer is important to improve their quality of ife. With quantitative method and descriptive design, this study investigated a psychological adjustment in patients with cancer. 92 participants of cancer patients in RSUPN Cipro Mangunkusumo incidentally recruited with appropriate criteria Based on the Mental Adjustment to Cancer (MAC) Scale of the short form 25-items psychological adiustment survey; 58,7% patients with cancer have maladaptive adjustment (mean = 2,97%). This result identified by five variables, with result for each variable are: 58,7% psychological response is maladaptive; 56,5% anxiety level is high; 76,1% have high expectation; and 92,4% participant have adaptive endeavours to improve their health. Further research is needed to control other factors beside disease and its treatment that may influence psychological adjustment in patients with cancer. These factors such as socioeconomic; anxiety in face of old period; and being grievous caused abandoned by spouse or family member, controlled by compare two groups (people with and without cancer) in the some residence and age."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2011
TA5916
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Andita Dwi Hidayati
"Latar Belakang: USG payudara dan mamografi secara luas digunakan sebagai modalitas diagnostik yang efektif untuk mengevaluasi kelainan payudara. Derajat keganasan histopatologis berperan penting dalam
manajemen karsinoma payudara. Ketersediaan pemeriksaan histopatologis yang terbatas dan sebaran pemeriksaan USG dan mamografi yang lebih luas diharapkan dapat membantu klinisi dalam menentukan penatalaksanaan karsinoma payudara lebih dini. Tujuan penelitian ini adalah meningkatkan nilai
mamografi serta USG payudara dengan mengetahui keterkaitan temuan morfologis lesi berdasarkan USG payudara dan mamogram yang dapat mengidentifikasi derajat keganasan histopatologis karsinoma payudara. Metode: Studi retrospektif ini melibatkan subyek dengan karsinoma payudara primer yang
menjalani USG dan mamografi serta belum menjalani prosedur apapun. Temuan USG dan mamogram dianalisis dan dikorelasikan dengan derajat keganasan histopatologis. Variabel dianalisis menggunakan uji chi-square dan Kolmogorov-Smirnov. Hasil: Diperoleh 174 subyek karsinoma payudara. Usia rerata subyek 52 tahun. Ukuran massa <5 cm paling banyak ditemukan (61,1%) dan memiliki hubungan yang signifikan dengan derajat keganasan histopatologis (p<.05). Batas lesi, ekhogenisitas lesi dan kalsifikasi
lesi pada USG (p <.05) berhubungan dengan derajat keganasan histopatologis. Sedangkan untuk bentuk lesi, bentuk irregular lebih banyak ditemukan dibandingkan lesi lain dengan distribusi yang hampir sama antara derajat 1, 2, dan 3. Proporsi batas lesi paling banyak di derajat 3 yakni batas tidak tegas.
Ekhogenisitas heterogen lebih sering ditemukan pada tumor derajat 2 dan lesi hipoekhoik lebih banyak ditemukan pada tumor derajat 3. Saat dilakukan analisis tambahan dengan membagi derajat keganasan menjadi 2 grup (derajat rendah dan derajat tinggi), batas dan orientasi lesi pada USG (p <.05) berhubungan dengan derajat keganasan histopatologis sedangkan kalsifikasi lesi dan ekhogenisitas lesi tidak berhubungan. Tidak ada hubungan antara karakteristik lesi pada mamogram (densitas payudara, bentuk,
batas, densitas lesi, dan kalsifikasi) dengan derajat keganasan histopatologis (nilai p > 0,05). Proporsi batas spikulasi lebih banyak ditemukan pada lesi derajat rendah. Simpulan: Orientasi pararel lebih banyak
ditemukan pada tumor derajat tinggi. Batas tidak tegas paling banyak ditemui di kedua kelompok derajat keganasan namun proporsi lebih banyak ditemukan pada lesi derajat tinggi. Tidak ditemukan hubungan signifikan antara morfologis lesi pada mamogram dengan derajat keganasan.

Background: Breast ultrasonography (USG) and mammography are widely used as effective diagnostic modalities to evaluate breast abnormalities. Histological grade plays big role in management of breast
carcinoma. The purpose of this study was to increase the value of mammography and ultrasound. Also, knowing which features on ultrasound and mammogram that can predict histological grade. The limited
availability of histopathological examinations and better access of ultrasound and mammography can assist clinicians in management of breast carcinoma. Method: A retrospective study was conducted by
reviewing imaging of women with breast cancer who had not undergone any procerdure. Mammogram and US findings were analyzed in compliance with operational definition and later compared with histopathological data. All variables were analyzed using chi-square and Kolmogorov-Smirnof. Result:
Mean age at diagnosis of breast cancer was 52 years. Tumor size <5 cm was the most common (61.1%) and had significant relation with tumor grade (p<.05). In terms of ultrasound findings, the only differential
findings between ultrasound findings and histopathological grade were margin, echogenicity, and calcifications (p < .05). As for the shape of the lesions, an irregular shape was more observed compared to other lesions with almost equal distribution between grade 1, 2, and 3. Heterogene echogenicity was more frequently found on grade 2 and hypoechoic lesions were more common in grade 3 tumor. When additional analysis was carried out by dividing the histological grade into 2 groups (low grade and high grade), margin and orientation on the ultrasound (p <.05) had relation to tumor grade while the
calcification of the lesion and the echigenicity were not related. No significant difference between mammogram features (breast density, shape, margin, lesion density, and calcifications) and tumor grade
(p>.05). The proportion of spiculated margin in mamogram is more common in low-grade lesions. No significant association between ultrasound features (shape, echogenicity, posterior pattern, and calcifications) with histological grade. Conclusion: Margin and orientation of the lesion on ultrasound have a relationship with histological grade. Parallel orientation is more common seen in high-grade
tumors. Indistinct borders were commonly found in both groups; however, a higher proportion was found
in high-grade lesions. No significant relation was found between mammogram features and tumor grade
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Henny Kusumawati
"Kanker merupakan stress yang dapat mempengaruhi kehidupan individu secara luas dan dapat menimbulkan berbagai peruhahan dalam kehidupannya secara holistik (bio, psiko, sosio, dan spiritual). Pada klien dengan kanker akan dihadapkan dengan berbagai situasi yang penuh tekanan (stressful) meliputi banyak kehilangan fungsi tubuh, nyeri, mutilsi, isolasi sosial, ketidakpastian tentang masa depan, takut akan mati dan kematian, kehilangan kontrol terhadap diri dan berbagai aspek kehidupan sehari-hari. Stressor tersebut dapat menimbulkan reaksi kecemasan dan bahkan marah.Untuk mempertahankan keseimbangan dirinya, maka individu perlu beradaptasi terhadap stress yang dihadapinya. Adaptasi tersebut diwujudkan dengan mekanisme (strategi) koping.
Mekanisme koping yang digunakan oleh tiap individu sangat bervariasi, pada klien dengan kanker yang berbeda akan menimbulkan tuntutan koping yang berbeda pula. Wacana inilah yang mendorong untuk dilakukannya penelitian dengan judul "Mekanisme koping yang sering digunakan oleh klien dengan kanker servik yang menjalani pengobatan dan perawatan di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta".
Penelitian ini dilakukan pada tanggal 18 satnpai 22 Desember 2001 menggunakan desain deskriptif sederhana yang bertujuan untuk mendapatkan gambaran tentang mekanisme koping yang sering digunakan oleh klien dengan kanker servik. Alat pengumpul data yang digunakan adalah kuesioner / angket yang diberikan pada 30 responden yang sesuai dengan kriteria. Proses analisa data dilakukan dengan penghitungan skor terhadap delapan mekanisme koping, kemudian dianalisa dengan mencari nilai mean, data disajikan dalam bentuk tabel dengan membuat kesimpulan umum.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa mekanisme koping yang sering digunakan oleh klien dengan kanker servik mempunyai nilai mean yang sangat bervariasi, namun dapat disimpulkan bahwa mekanisme koping yang sering digunakan oleh klien dengan kanker servik adalah mekanisme koping yang tidak / kurang efektif dengan nilai mean total berkisar antara 2,3 (mencari rasional) sampai dengan 3,91 (penerimaan yang pasif). Koping bersifat individual, holistik dan dinamik.
Untuk menghadapi situasi yang stressful banyak faktor yang mempengaruhi terutama adalah persepsi individu terhadap situasi yang dihadapinya, sehingga berpengaruh pula terhadap mekanisme koping yang digunakan (efektif / tidak efektif). Demikian juga mekanisme koping yang digunakan klien dengan kanker, pernilihan mekanisme koping sangat tergantung pada karakteristik individual dari individu dan situasi. Untuk itu penelitian ini tidaklah berhenti sampai disini, maka untuk pengembangan terhadap penelitian ini agar dapat dilakukan lebih lanjut dengan skala yang lebih besar atau dilakukan penelitian lebih lanjut dengan memperhatikan hasil-hasil penelitian ini, sehingga diharapkan dapat mendukung perbaikan pelayanan keperawatan dimasa datang."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2002
TA5239
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Vania Roswenda
"Pengaruh obesitas terhadap morbiditas dan mortalitas pasien kritis masih kontroversial. Tingginya massa lemak pada pasien obesitas menyebabkan disregulasi sistem imun, peningkatan risiko kadiovaskular, gangguan penyembuhan luka, dan perubahan farmakokinetik antimikroba. Walau demikian, banyak studi menunjukkan pasien yang dirawat di ruang rawat intensif (intensive care unit - ICU) dengan obesitas memiliki kelangsungan hidup yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang memiliki indeks massa tubuh (IMT) 18,5 – 24,9 kg/m2. Fenomena ini disebut paradoks obesitas. Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat hubungan obesitas berdasarkan IMT dengan lama rawat dan kejadian infeksi nosokomial di ICU. Penelitian ini menggunakan desain kohort prospektif dengan subjek pasien kritis yang di rawat di ICU Dewasa RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo. Pasien dilakukan pemeriksaan antropometri kemudian IMT dihitung dan dikelompokan menjadi kelompok tidak obes dan obes berdasarkan kriteria IMT Asia-Pasifik. Pemantauan pasien dilakukan setiap hari untuk mengambil data lama rawat dan diagnosis infeksi nosokomial dari rekam medis. Dari 79 subjek, sebagian besar (65%) berjenis kelamin perempuan dengan median usia 46 tahun. Sebagian besar subjek masuk ICU pasca pembedahan (89%) dan skor qSOFA 1 (52%). Sebagian besar pasien (92%) keluar dari ICU untuk stepdown ke ruang rawat biasa dan sebanyak 8% pasien meninggal dunia. Sebanyak 5% dari seluruh subjek mengalami infeksi nosokomial berupa ventilator associated pneumonia (VAP). Tidak terdapat hubungan antara infeksi nosokomial dengan status gizi (OR (IK 95%): 1,03 (0,1-14,85)). Tidak ada perbedaan lama rawat di ICU antara pasien obesitas dibandingkan dengan pasien yang tidak obesitas (P = 0,663).Pengaruh obesitas terhadap morbiditas dan mortalitas pasien kritis masih kontroversial. Tingginya massa lemak pada pasien obesitas menyebabkan disregulasi sistem imun, peningkatan risiko kadiovaskular, gangguan penyembuhan luka, dan perubahan farmakokinetik antimikroba. Walau demikian, banyak studi menunjukkan pasien yang dirawat di ruang rawat intensif (intensive care unit - ICU) dengan obesitas memiliki kelangsungan hidup yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang memiliki indeks massa tubuh (IMT) 18,5 – 24,9 kg/m2. Fenomena ini disebut paradoks obesitas. Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat hubungan obesitas berdasarkan IMT dengan lama rawat dan kejadian infeksi nosokomial di ICU. Penelitian ini menggunakan desain kohort prospektif dengan subjek pasien kritis yang di rawat di ICU Dewasa RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo. Pasien dilakukan pemeriksaan antropometri kemudian IMT dihitung dan dikelompokan menjadi kelompok tidak obes dan obes berdasarkan kriteria IMT Asia-Pasifik. Pemantauan pasien dilakukan setiap hari untuk mengambil data lama rawat dan diagnosis infeksi nosokomial dari rekam medis. Dari 79 subjek, sebagian besar (65%) berjenis kelamin perempuan dengan median usia 46 tahun. Sebagian besar subjek masuk ICU pasca pembedahan (89%) dan skor qSOFA 1 (52%). Sebagian besar pasien (92%) keluar dari ICU untuk stepdown ke ruang rawat biasa dan sebanyak 8% pasien meninggal dunia. Sebanyak 5% dari seluruh subjek mengalami infeksi nosokomial berupa ventilator associated pneumonia (VAP). Tidak terdapat hubungan antara infeksi nosokomial dengan status gizi (OR (IK 95%): 1,03 (0,1-14,85)). Tidak ada perbedaan lama rawat di ICU antara pasien obesitas dibandingkan dengan pasien yang tidak obesitas (P = 0,663).Pengaruh obesitas terhadap morbiditas dan mortalitas pasien kritis masih kontroversial. Tingginya massa lemak pada pasien obesitas menyebabkan disregulasi sistem imun, peningkatan risiko kadiovaskular, gangguan penyembuhan luka, dan perubahan farmakokinetik antimikroba. Walau demikian, banyak studi menunjukkan pasien yang dirawat di ruang rawat intensif (intensive care unit - ICU) dengan obesitas memiliki kelangsungan hidup yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang memiliki indeks massa tubuh (IMT) 18,5 – 24,9 kg/m2. Fenomena ini disebut paradoks obesitas. Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat hubungan obesitas berdasarkan IMT dengan lama rawat dan kejadian infeksi nosokomial di ICU. Penelitian ini menggunakan desain kohort prospektif dengan subjek pasien kritis yang di rawat di ICU Dewasa RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo. Pasien dilakukan pemeriksaan antropometri kemudian IMT dihitung dan dikelompokan menjadi kelompok tidak obes dan obes berdasarkan kriteria IMT Asia-Pasifik. Pemantauan pasien dilakukan setiap hari untuk mengambil data lama rawat dan diagnosis infeksi nosokomial dari rekam medis. Dari 79 subjek, sebagian besar (65%) berjenis kelamin perempuan dengan median usia 46 tahun. Sebagian besar subjek masuk ICU pasca pembedahan (89%) dan skor qSOFA 1 (52%). Sebagian besar pasien (92%) keluar dari ICU untuk stepdown ke ruang rawat biasa dan sebanyak 8% pasien meninggal dunia. Sebanyak 5% dari seluruh subjek mengalami infeksi nosokomial berupa ventilator associated pneumonia (VAP). Tidak terdapat hubungan antara infeksi nosokomial dengan status gizi (OR (IK 95%): 1,03 (0,1-14,85)). Tidak ada perbedaan lama rawat di ICU antara pasien obesitas dibandingkan dengan pasien yang tidak obesitas (P = 0,663).

There are still many controversies regarding the impact of obesity on morbidity and mortality of the critically ill patient. Immune dysregulation, increased cardiovascular risk, impaired wound healing and changes antimicrobial pharmacokinetics can all be attributed to increased fat mass in obese individuals. Even so, numerous studies show increased survival of obese critically ill patiens compared to normal BMI. This phenomenon is known as the obesity paradox. This study aims to see the relationship between obesity with ICU Length of Stay and nosocomial infection in critically ill patient of RSUPN Cipto Mangunkusumo. Subjects’ anthropometric measurements were taken and then grouped into obese or normal BMI group based on Asia-Pacific BMI classification. Length of stay and diagnosis of nosocomial infection were recorded during daily follow up while the subjects were still admitted in the ICU. There is a total of 79 subjects, mostly female (65%) with median age of 46 years. Most patients were admitted to the ICU following surgery (89%) with a qSOFA score of 1 (52%). 92% of patients stepdown from the ICU with the remaining 8% died. 5% of patients had nosocomial infection, all of them being ventilator associate pneumonia. There is no significant relationship between rate of nosocomial infection and obesity status (OR (95% CI): 1,03 (0,1-14,85)). The median length of stay for both subject groups is 2 days. There is no difference in ICU length of stay between obese patients and normal BMI (p=0,663)."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>