Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 124118 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Adi Wijaya
"Latar Belakang: Hiperhidrasi menyebabkan peningkatan beban volume jantung, tekanan darah, hipertrofi ventrikel kiri, edema paru, gagal jantung kongestif. Hemodialisis yang tidak adekuat menyebabkan hiperhidrasi, peningkatan morbiditas dan mortalitas penyakit kardiovaskular. Hiperhidrasi lama menyebabkan iskemia koroner karena dilatasi jantung, hipertrofi ventrikel kiri, hipertensi, penurunan cadangan koroner. Hiperhidrasi menyebabkan vasokonstriksi sistemik berlebihan, penurunan perfusi jaringan perifer. Disfungsi endotel berperan pada vasokonstriksi yang berlebihan pada hiperhidrasi. Brain-type natriuretic peptide (BNP) merupakan parameter untuk mengukur hiperhidrasi. Asymmetrical dimethyl arginine (ADMA) merupakan inhibitor endogen, bersifat kompetitif terhadap nitric oxide synthase endotel dan digunakan sebagai parameter disfungsi endotel.
Tujuan: Mengetahui hubungan hiperhidrasi dengan disfungsi endotel.
Metode: Penelitian ini merupakan penelitian potong lintang pada pasien hemodialisis dua kali seminggu. Dengan menggunakan BNP dan ADMA sebagai parameter.
Hasil: Dari 126 subjek, proporsi hiperhidrasi (BNP>356 pg/ml) sebesar 64,3%. Median usia 52 (47-62) dengan presumtif penyebab GGK utama adalah hipertensi (38,9%), DM (28,6%), Glomerulonefritis (21,4%). Tidak terdapat hubungan signifikan antara hiperhidrasi dengan disfungsi endotel (PR=1,042, p=0,832 IK 95%=0,714-1,521). HsCRP merupakan faktor perancu utama terhadap hubungan antara hiperhidrasi dan disfungsi endotel (OR (IK95%) 1,604 (0,551-4,666), p=0,386, ΔOR 53,37%).
Simpulan: Tidak ada hubungan antara hiperhidrasi dengan disfungsi endotel (PR=1,042, p=0,832 IK95%=0,714-1,521).

Background: Hyperhydration leads to increased cardiac volume load, blood pressure, left ventricular hypertrophy, pulmonary edema, congestive heart failure. Hemodialysis that is not adequately causes hyperhydration, increased morbidity and mortality of cardiovascular disease. Prolonged hyperhydration causes coronary ischemia due to heart dilation, left ventricular hypertrophy, hypertension, decrease in coronary reserves. Hyperhydration causes excessive systemic vasoconstriction, decreased perfusion of peripheral tissues. Endothelial dysfunction plays a role in excessive vasoconstriction pada hyperhydration. Brain-type natriuretic peptide (BNP) is a parameter for measuring hyperhydration. Asymmetrical dimethyl arginine (ADMA) is an endogenous inhibitor, competitive against endothelial nitric oxide synthase and used as a parameter of endothelial dysfunction.
Purpose: Knowing the relationship of hyperhydration with endothelial dysfunction.
Method: This study is a cross-sectional study in hemodialysis patients twice a week. By using BNP and ADMA as parameters.
Result: Of the 126 subjects, hyperhydration proportion (BNP>356 pg/ml) of 64.3%. Median age 52 (47-62) with presumptive causes of primary GGK is hypertension (38.9%), DM (28.6%), Glomerulonephritis (21.4%). There is no significant association between hyperhydration and endothelial dysfunction (PR=1,042, p=0.832 CI 95%=0.714-1.521).
Conclusion: There is no relationship between hyperhydration and endothelial dysfunction (PR=1,042, p=0.832 CI 95%=0.714-1.521).
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Fitri Imelda
"Pendahuluan. Berbagai panduan menganjurkan hemodialisis HD tiga kali seminggu. Di Indonesia pasien dengan hemodialisis dua kali seminggu lebih banyak ditemukan. Perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui gambaran klinis dan kualitas hidup pada pasien yang menjalani hemodialisis dua kali seminggu dibandingkan tiga kali seminggu.
Metode. Merupakan studi potong lintang pada pasien yang menjalani HD dua dan tiga kali seminggu di RS Cipto Mangunkusumo dan beberapa RS swasta. Dilakukan pemeriksaan laboratorium dan penilaian kualitas hidup dengan menggunakan Kidney Disease Quality of Life KDQOL-SF 36.
Hasil. Didapatkan 80 subjek dengan kelompok usia >50 tahun lebih banyak ditemukan. Secara bermakna lebih tinggi pada kelompok HD dua kali yaitu Interdialytic Weight Gain IDWG 4,91 SB 1,52 dan 3,82 SB 1,28 p=0,002. albumin 4,05 SB 0,26 dan 3,86 SB 0,48 p=0,027, saturasi transferin 25,5 12,0-274,0 dan 21,95 5,8-84,2 p=0,004, kadar fosfat 5,82 SB 1,68 dan 5,82 SB 1,68 p=0,026. Kadar TIBC 235,20 SB 55,72 dan 273,73 SB 58,29 p=0,004 pada kelompok tiga kali HD secara bermakna lebih tinggi. Pada kelompok HD dua kali seminggu 68 mencapai Kt/V>1,8, 93,3 yang HD tiga kali seminggu mencapai Kt/V>1,2. Kualitas hidup antara kedua kelompok tidak berbeda bermakna baik pada Physical Componet Score PCS p=0,227, Mental Component Score MCS p=0,247 dan Kidney Disease Component Score KDCS p=0,889.
Simpulan. Didapatkan secara bermakna lebih tinggi pada kelompok HD dua kali seminggu pada pemeriksaan IDWG, albumin, saturasi transferin, fosfat, sedangkan TIBC lebih tinggi pada kelompok HD tiga kali seminggu. Kualitas hidup kedua kelompok tidak berbeda bermakna.

Introduction. Many guidelines recommend hemodialysis HD three times a week. In Indonesia there are more patients undergoing hemodialysis twice a week. It is necessary to investigate the clinical features and the quality of life in patients undergoing hemodialysis twice a week.
Method. A cross sectional study in patients undergoing HD two and three times weekly at Cipto Mangunkusumo Hospital and some private hospitals. Laboratory examination and assessment of quality of life by using Kidney Disease Quality of Life KDQOL SF 36.
Results. There were 80 subjects with age group 50 years is more common. Significantly higher in group HD twice a week were Interdialytic Weight Gain IDWG 4.91 SB 1.52 and 3.82 SB 1.28 p 0.002. 4,05 albumin SB 0.26 and 3.86 SB 0.48 p 0.027, transferrin saturation 25.5 12.0 to 274.0 and 21.95 5.8 to 84.2 p 0.004, the phosphate level 5.82 SB 1.68 and 5.82 SB 1.68 p 0.026. The TIBC level 235.20 55.72 SB and 273.73 58.29 SB p 0.004 was significantly higher in group HD thrice a week. In twice a week HD group 68 reached Kt V 1.8, 93.3 of HD thrice a week achieved Kt V 1.2. Quality of life between the two groups was not significant either on Physical Componet Score PCS p 0.227, Mental Component Score MCS p 0.247 and Kidney Disease Component Score KDCS p 0.889.
Conclusion. There were significantly higher in group HD twice a week on examination IDWG, albumin, transferrin saturation and phosphate levels, whereas the TIBC was higher in group HD three times a week. Quality of life of the two groups was not significant difference.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Aji Prabowo
"Latar Belakang. Prevalensi penyakit ginjal kronik di Indonesia termasuk 60 besar negara dengan prevalensi penyakit ginjal kronik stadium akhir tertinggi dan menimbulkan biaya kesehatan nomor dua terbesar. Prevalensi tersebut lebih tinggi pada pekerjaan agrikultural, salah satunya adalah petani. Petani merupakan pekerjaan berisiko tinggi dengan pajanan pestisida, panas, logam berat dan zat lainnya sehingga dapat menimbulkan gangguan fungsi ginjal. Penelitian bertujuan mengetahui prevalensi gangguan fungsi ginjal serta faktor risiko yang berhubungan pada petani padi di Jawa Barat, Indonesia.
Metode. Penelitian dengan desain potong lintang dilakukan pada Oktober 2017-Januari 2018 dengan pengambilan sampel menggunakan random cluster sampling. Penelitian dilakukan dengan wawancara, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan darah Cystatin C dan Asetilkolinesterase AChE Eritrosit, urin rutin dan urin kadmium. Analisis data dilakukan dengan program SPSS Statistics 20.0.
Hasil. Sebanyak 100 subjek, petani padi, dianalisis untuk mendapatkan prevalensi gangguan fungsi ginjal dan faktor risiko yang berhubungan. Sebanyak 55 subjek 55 mengalami gangguan fungsi ginjal. AChE eritrosit dan kadmium urin tidak berhubungan dengan gangguan fungsi ginjal. Faktor risiko individu yang berhubungan dengan gangguan fungsi ginjal yaitu indeks massa tubuh abnormal dengan OR sebesar 2,51 95 CI 1,04-6,09 dan proteinuria p= 0,031 . Faktor risiko dominan gangguan fungsi ginjal pada petani padi adalah masa kerja lebih dari 10 tahun dengan OR sebesar 4,292 95 CI 1,014-18,170.
Simpulan. Prevalensi gangguan fungsi ginjal pada petani padi sebesar 55 . Faktor risiko dominan gangguan fungsi ginjal pada petani padi adalah masa kerja di atas 10 tahun. Perlu dilakukan tindakan preventif dan promotif segera untuk mencegah perburukan fungsi ginjal pada petani padi.

Background. Indonesia is the top 60 countries with a high prevalence of end stage chronic kidney disease and it accounts for the second highest national health cost. The prevalence is higher in the agricultural work population. Farmers are occupations at risk of exposure to pesticides, heat, heavy metals and other substances that can cause impaired renal function. The goal is to know the prevalence of renal function disorder and related risk factors among rice farmers in West Java.
Methods. A cross sectional study was conducted on October 2017 January 2018 using random cluster sampling method. All subject underwent interviews using questionnaires, physical examination, Erythrocyte Acetylcholinesterase AChE , urine routine and urine cadmium tests. Data analysis was performed by SPSS Statistics 20.0 for univariate, bivariate and multivariate.
Result. 100 subjects included were analyzed. Fifty five subjects 55 had kidney function disorder. The AChE and cadmium urine were not associated with kidney function disorder. Risk factors associated with kidney function disorder were abnormal body mass index with OR of 2, 51 95 CI 1.04 6.09, p 0,038 and proteinuria p 0.031 . The dominant risk factor for kidney function disorder in rice farmers was more than 10 years of working with OR of 4,292 95 CI 1.014 18,170, p 0,048.
Conclusion. The prevalence of kidney function disorder in rice farmers was 55 . The dominant risk factor for kidney function disorder among rice farmers was more than 10 years of working. The promotive and preventive action should be done immediately to prevent kidney function worsen."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T58965
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Heru Nurinto
"Fatigue merupakan salah satu gejala paling umum yang dialami oleh orang dengan gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis. Intervensi kombinasi latihan intradialitik dan terapi musik diharapkan memperbaiki fatigue lebih signifikan. Tujuan penelitian ini untuk mengidentifikasi pengaruh latihan intradialitik dan terapi musik terhadap fatigue pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis. Desain penelitian yang digunakan adalah quasi eksperiment dengan 35 responden yang terbagi menjadi kelompok intervensi dan kelompok kontrol. Kelompok intervensi berjumlah 17 responden yang diberikan latihan intradialitik dan terapi musik sedangkan kelompok kontrol berjumlah 18 responden yang diberikan latihan intradialitik. Pengukuran fatigue menggunakan kuesioner Multidimensional Fatigue Inventory (MFI) versi Indonesia. Analisis data yang digunakan adalah independent t-test, one way ANOVA, dan paired t test untuk melihat perbedaan rerata skor fatigue pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang bermakna rerata fatigue sebelum dan sesudah perlakuan pada kelompok intervensi dengan nilai p value 0,000. Pada kelompok kontrol juga terdapat perbedaan yang bermakna rerata fatigue sebelum dan sesudah intervensi dengan nilai p value 0,001. Tidak terdapat perbedaan yang signifikan selisih rerata fatigue post test dan pre test antara kelompok intervensi dengan kelompok kontrol (p value 0,231), namun penurunan rerata fatigue pada kelompok intervensi lebih besar dari pada penurunan rerata fatigue pada kelompok kontrol. Tidak ada hubungan yang bermakna antara karakteristik responden (usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, penyakit penyerta dan lama hemodialisis) dengan fatigue kelompok intervensi (p value > 0,05). Kesimpulan penelitian latihan intradialitik dan terapi musik dapat menurunkan nilai fatigue baik pada kelompok intervensi maupun kelompok kontrol. 

Fatigue is one of the most common symptoms experienced by people with chronic renal failure undergoing hemodialysis. The combined intervention of intradialytic exercise and music therapy is expected to improve fatigue more significantly. The purpose of this study was to identify the effect of intradialytic exercise and music therapy on fatigue in patients with chronic renal failure undergoing hemodialysis. The research design used was a quasi-experiment with 35 respondents divided into intervention and control groups. The intervention group amounted to 17 respondents who were given intradialytic exercise and music therapy while the control group amounted to 18 respondents who were given intradialytic exercise. Measurement of fatigue using the Indonesian version of the Multidimensional Fatigue Inventory (MFI) questionnaire. Data analysis used was independent t-test, one way ANOVA, and paired t test to see the difference in mean fatigue scores in the intervention group and control group. The results showed that there was a significant difference in the average fatigue before and after treatment in the intervention group with a p value of 0.000. In the control group there was also a significant difference in the average fatigue before and after the intervention with a p value of 0.001. There was no significant difference in the difference in mean fatigue post test and pre test between the intervention group and the control group (p value 0.231), but the decrease in mean fatigue in the intervention group was greater than the decrease in mean fatigue in the control group. There was no significant relationship between the characteristics of respondents (age, gender, education level, comorbidities and duration of hemodialysis) with fatigue in the intervention group (p value > 0.05). The study concluded that intradialytic exercise and music therapy can reduce fatigue values in both the intervention and control groups. "
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dian Sari
"Keluarga yang merawat anak dengan gagal ginjal kronik terutama yang mendapat terapi hemodialisis memiliki masalah. Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi pengalaman keluarga dalam merawat anak gagal ginjal kronik yang mendapat terapi hemodialisis. Metode penelitian ini menggunakan pendekatan fenomenologi deskriptif dengan cara wawancara mendalam kepada 7 partisipan. Partisipan adalah keluarga yang merawat anak selama minimal 1 bulan terakhir dan sedang menjalani terapi hemodialisis di RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta. Data dianalisis dengan menggunakan teknik Collaizi dan menghasilkan 5 tema, yaitu 1) respon keluarga terhadap perawatan anak, 2) strategi koping yang dibangun keluarga, 3) dampak merawat anak bagi keluarga,, 4) upaya dukungan sosial yang diberikan keluarga, 5) perubahan pada anak yang menjalani terapi hemodialisis menurut persepsi keluarga. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa keluarga yang merawat anak memiliki permasalahan yang kompleks. Hasil penelitian ini diharapkan menjadi informasi dasar untuk mengembangkan program dalam menerapkan asuhan yang berpusat pada keluarga.

Families who care for children with chronic renal failure who received therapy will have vulnerable occurrence problem. This study aim to explore the experience of families in caring for children with chronic renal failure receiving hemodialysis therapy. This research method is using descriptive phenomenological approach with in-depth interviews to 7 participants. Participants are families who care for the child for at least one month past is undergoing hemodialysis therapy in Cipto Mangunkusumo hospital. Data was analyzed by Collaizi so as to obtain 5 themes, namely the family's response to child care, family coping strategy, the impact of child care for families, family support and changes of children undergoing hemodialysis therapy related to family perception. These results indicate that the families who care for children have complex problems. This study endorse to develop program based on familycentered care.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2015
T43587
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Widy Krisna Dewi
"Latar belakang. Gagal jantung akut merupakan salah satu masalah kesehatan utama di seluruh dunia. Gagal jantung akut sering disertai dengan gagal ginjal kronik sebagai penyakit penyerta.
Tujuan. Mengetahui hubungan antara riwayat gagal ginjal kronik dengan mortalitas pada pasien gagal jantung akut, yang dapat digunakan sebagai masukan untuk lebih mengoptimalkan penatalaksanaan pasien gagal jantung akut dengan riwayat gagal ginjal kronik di rumah sakit di Indonesia.
Metode. Penelitian dilakukan dengan desain potong lintang dengan sampel berupa data sekunder pasien dengan diagnosis gagal jantung akut dari studi Acute Decompensated Heart Failure Registry (ADHERE) di lima rumah sakit di Indonesia pada bulan Desember 2005 - Desember 2006.
Hasil. Sampel seluruhnya berjumlah 882, terdiri dari 68,5% laki-laki dan 31,5% perempuan dengan rerata usia 59 tahun. Sampel dengan riwayat gagal ginjal kronik sebanyak 154 orang (68,2% laki-laki, 31,8% perempuan, rerata usia 56 tahun). Angka mortalitas di rumah sakit seluruh sampel 4,2%. Angka mortalitas sampel dengan riwayat gagal ginjal kronik 7,1%, hampir dua kali lipat angka mortalitas sampel tanpa riwayat gagal ginjal kronik, yang sebesar 3,6%. Didapatkan p = 0,045, OR = 2,07, dan CI 95% = 1,003 - 4,299.
Kesimpulan. Terdapat hubungan bermakna antara riwayat gagal ginjal kronik dengan mortalitas di rumah sakit pada pasien gagal jantung akut. Risiko timbulnya mortalitas pada sampel dengan riwayat gagal ginjal kronik adalah dua kali lipat risiko tersebut pada sampel tanpa riwayat gagal ginjal kronik.

Background. Acute heart failure is one of the major health problem around the world. Acute heart failure and chronic renal failure are often coexist.
Objective. In order to answer the question whether there is a significant correlation between previously diagnosed chronic renal failure and in-hospital mortality on patients with acute heart failure, so the result can be used as a suggestion to improve the quality of therapy on hospitalized acute heart failure patients.
Method. This study use cross sectional method with sample taken from secondary data of patient diagnosed for acute heart failure on Study Acute Decompensated Heart Failure Registry (ADHERE) in five hospitals in Indonesia on December 2005 - December 2006.
Result. Total sample is account for 882 patients, consist of 68,5% men and 31,5% women, with mean of age 59 years old. Sample with previously diagnosed chronic renal failure consist of 154 patients (68,2% men, 31,8% women, mean of age 56 years old). In-hospital mortality rate is 4,2% on total sample. In-hospital mortality rate on sample with previously diagnosed chronic renal failure is 7,1%, almost two times higher than in-hospital mortality rate on sample without previously diagnosed chronic renal failure, which is only 3,6% (p = 0,045, OR = 2,07, dan CI 95% = 1,003 - 4,299).
Conclusion. There is significant correlation between previously diagnosed chronic renal failure and in-hospital mortality on patients with acute heart failure. The risk for sample with previously diagnosed chronic renal failure to developed mortality during hospitalization is two times higher than sample without previously diagnosed chronic renal failure.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2009
S09136fk
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Levy Wayiqrat
"Kepatuhan pembatasan cairan merupakan permasalahan yang akan terus dihadapi pasien GGK. Ketidakpatuhan pembatasan cairan dapat menyebabkan kegagalan terapi, menurunnya kualitas hidup pasien, bahkan meningkatnya angka morbiditas dan mortalitas. Tujuan penelitian adalah mengidentifikasi hubungan tingkat pengetahuan tentang manajemen cairan dengan kepatuhan pembatasan asupan cairan pasien GGK dengan hemodialisis di RSAU dr. Esnawan Antariksa. Desain penelitian adalah Cross Sectional dengan jumlah sampel 101 responden dengan consecutive sampling.
Metode pengumpulan data dengan cara pengisian kuesioner dan pengamatan IDWG Interdialytic Weight Gain . Analisis hasil penelitian menggunakan Chi-Square bivariat dengan ?=0,05, didapatkan tidak adanya hubungan yang signifikan antara tingkat pengetahuan tentang manajemen cairan dengan kepatuhan pembatasan asupan cairan p=0,88. Penelitian ini merekomendasikan pentingnya pemberian perhatian pada kondisi psikologis pasien GGK on HD untuk meningkatkan kepatuhannya.

Fluid resstriction adherence is a major change in patient with CKD. Nonadherence to fluid restriction can lead to treatment failure, reduce quality of life, and also increase morbidity and mortality number. This study aimed to identify the corelation between fluid management knowledge level with fluid restriction adherence in CKD patient undergoing haemodialysis at RSAU dr. Esnawan Antariksa Jakarta Timur.
The study design was Cross Sectional that involved 101 respondents. Data were collected through filling questionnaire and observating Interdialytic Weight Gain IDWG. Analysis data used Chi Square 0.05, resulted in that there was no significant association between fluid management knowledge level and fluid restriction adherence p 0.88. This study recommends the important of psychological issues to increase patients adherence level.
"
Jakarta: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2017
S67814
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Noer Triyanto Rusli
"Diberlakukannya JKN di rumah sakit maka terjadi perubahan sistem pembayaran dari pembayaran secara retrospektif fee for service menjadi sistem pembayaran prospektif INA-CBG rsquo;s Sebagai salah satu fasilitas pelayanan kesehatan, RS RK Charitas mempunyai peranan untuk memberikan pelayanan yang berkualitas namun tetap memperhatikan cost effective pelayanan yang diberikan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis biaya dan mengidentifikasi faktor-faktor penentu inefisiensi layanan hemodialisis pada pasien gagal ginjal kronik di RS RK Charitas sehingga bisa dijadikan pedoman pengendalian biaya dalam melayani pasien. Jenis penelitian ini bersifat analisis deskriptif dengan menggunakan data primer pengamatan dan wawancara dan data sekunder berupa data dari RS RK Charitas tahun 2016. Analisis biaya menggunakan pendekatan Activity Based Costing ABC dengan metode 'Bottom Up'.
Metode ABC untuk mengalokasikan biaya dengan mengidentifikasi pemicu biaya cost driver penyebab terjadinya biaya layanan hemodialisis. Beban biaya operasional merupakan beban yang terbesar dalam penyelenggaraan layanan hemodialisis. Gaji pegawai merupakan salah satu biaya terbesar dalam biaya operasional. Analisis faktor-faktor penyebab inefisiensi dilakukan dengan perhitungan Value Stream Mapping VSM. Komposisi value added VA dibanding non value added NVA adalah 17.73 :82.27. Implementasi lean pada layanan hemodialisis dapat mengeliminasi pemborosan.

Enactment of JKN in hospital changes the payment system from retrospective payment fee for service into prospective payment INA CBG 39 s . As a healthcare facility, RK Charitas Hospital has a role to provide not only quality but also consider cost effective of services. This study aimed to analyze costs and identify the determinants of the inefficiency of hemodialysis services in patients with chronic renal failure at RK Charitas Hospital so that it can be used as guidelines for cost control in serving patients. This is a descriptive analysis research using primary data observations and interviews and secondary data from RK Charitas Hospital in 2016. Approach of cost analysis is Activity Based Costing ABC with Bottom Up method.
ABC method is used to allocate costs by identifying cost drivers of hemodialysis services. Operational cost is the biggest expense in the hemodialysis services. Salary of employees is one of the biggest expenses in operational costs. Analysis of the inefficiencie factors uses thecalculation of Value Stream Mapping VSM. The composition of value added VA compared to non value added NVA is 17.73 82.27. Lean implementation on hemodialysis services could eliminate waste.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2017
T48542
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ailinda Theodora Tedja
"Kesesuaian antara reticulocyte hemoglobin equivalent (RET-He) dan reticulocyte hemoglobin content (CHr) untuk menilai status besi pasien penyakit ginjal kronik dengan hemodialisis (PGK-HD) belum diketahui. Penelitian ini bertujuan mendapat kesesuaian antara RET-He dan CHr, serta nilai cut off RET-He sebagai target terapi besi pasien PGK-HD.
Desain penelitian potong lintang. Subyek 106 pasien PGK-HD yang diperiksa RET-He menggunakan Sysmex XN-2000 dan CHr dengan Siemens ADVIA 2120i. Didapatkan korelasi sangat kuat (r=0,91; p<0,0001) dan kesesuaian yang baik antara RET-He dan CHr (perbedaan rerata 0,5 pg). Nilai cut off RET-He 29,2 pg sebagai target terapi besi pasien PGK-HD memiliki sensitivitas 95,5%, spesifisitas 94%.

The concordance between reticulocyte hemoglobin equivalent (RET-He) and reticulocyte hemoglobin content (CHr) to assess iron status in chronic kidney disease patients undergoing hemodialysis (CKD-HD) was unknown. The aim of this study was to evaluate the concordance between RET-He and CHr, and to obtain the cut off value of RET-He as iron supplementation target in CKD-HD patients.
A cross sectional study from 106 CKD-HD patients were analysed on both Sysmex XN-2000 and Siemens ADVIA 2120i. There was very strong correlation (r=0.91; p<0.0001) and good concordance between RET-He and CHr (mean bias 0.5 pg). The cut off value of RET-He 29.2 pg were obtained to assess iron supplementation target in CKD-HD patients with sensitivity and specificity were 95.5% and 94% respectively.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Sinaga, Hans Sc Martogi
"Latar Belakang: Penyakit ginjal kronik (PGK) menunjukkan peningkatan signifikan dalam prevalensi dan angka kematian. Pasien PGK yang menjalani hemodialisis (HD) kronik rentan mengalami kejadian hipoglikemia intradialisis. Kejadian ini jarang dilaporkan karena tidak bergejala dan memiliki ambang batas yang bervariasi, terutama pada pasien diabetes melitus (DM).
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi faktor prediksi kejadian hipoglikemia intradialisis pada pasien PGK yang menjalani HD kronik.
Metode: Penelitian kohort prospektif ini melibatkan 156 pasien PGK yang menjalani HD di Unit HD, Divisi Ginjal-Hipertensi, FKUI-RSUPN-CM, Jakarta, pada bulan Juni 2024. Analisis bivariat dan multivariat digunakan untuk mengidentifikasi faktor prediksi kejadian hipoglikemia intradialisis.
Hasil: Hipoglikemia intradialisis terjadi pada 29,5% pasien. Faktor prediksi signifikan termasuk hipotensi intradialisis (OR 6,78; 95% CI 2,47-18,59; p = 0,000), lama menjalani HD ≤ 1 tahun (OR 4,75; 95% CI 1,72-13,09; p = 0,003), inadekuasi HD (OR 3,54; 95% CI 1,38-9,06; p = 0,009), dan diabetes melitus tipe 2 (OR 2,62; 95% CI 1,07-6,43; p = 0,036). Persamaan model prediksi, logit(p) = -2,94 + 1,91 × hipotensi intradialisis + 1,56 × lama menjalani HD + 1,26 × adekuasi HD + 0,96 × diabetes tipe 2 dikembangkan menjadi sistem skoring dengan total skor 5. Skor yang lebih tinggi menunjukkan probabilitas hipoglikemia yang lebih tinggi. Model ini menunjukkan kalibrasi baik (Hosmer-Lemeshow p = 0,37) dan diskriminasi kuat (AUC = 0,83 IK 95% 0,75-0,91).
Kesimpulan: Faktor-faktor yang memprediksi terjadinya hipoglikemia intradialisis adalah hipotensi intradialisis, lama menjalani HD, adekuasi HD, dan DM tipe 2. Model prediksi yang dihasilkan menunjukkan performa statistik yang baik.

Background: Chronic kidney disease (CKD) shows a significant increase in prevalence and mortality rates. Patients with CKD undergoing chronic hemodialysis (HD) are prone to experience intradialytic hypoglycemia. This condition is rarely reported due to its asymptomatic nature and varying thresholds, especially among diabetic patients.
Objective: This study aims to identify predictors of intradialytic hypoglycemia in CKD patients undergoing chronic HD.
Methods: A prospective cohort study was conducted with 156 CKD patients receiving HD at hemodialysis unit, Division of Nephrology-Hypertension, FKUI-RSUPN-CM, Jakarta, in June 2024. Bivariate and multivariate analyses were used to identify significant predictors of intradialytic hypoglycemia.
Results: Intradialytic hypoglycemia occurred in 29.5% of patients. Significant predictors included intradialytic hypotension (OR 6.78; 95% CI 2.47-18.59; p = 0.000), HD duration ≤ 1 year (OR 4.75; 95% CI 1.72-13.09; p = 0.003), HD inadequacy (OR 3.54; 95% CI 1.38-9.06; p = 0.009), and type 2 diabetes mellitus (OR 2.62; 95% CI 1.07-6.43; p = 0.036). The predictive model, logit(p) = -2.94 + 1.91 × intradialytic hypotension + 1.56 × HD duration + 1.26 × HD adequacy + 0.96 × type 2 diabetes was developed into a scoring system with a total score of 5. Higher scores indicated a higher probability of hypoglycemia. The model showed strong calibration (Hosmer-Lemeshow p = 0.37) and discrimination (AUC = 0.83 95% CI 0.75-0.91).
Conclusion: The factors that predict the occurrence of intradialytic hypoglycemia include intradialytic hypotension, duration of HD, HD adequacy, and type 2 diabetes mellitus. The predictive model developed exhibits strong statistical performance.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>