Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 202960 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Noor Aulia Ramadhan
"Stunting mempengaruhi perkembangan kognitif yang menyebabkan gangguan kognitif untuk jangka panjang. Status gizi yang rendah pada anak yang masih dalam perkembangan otaknya akan berdampak pada rendahnya kualitas sumber daya manusia. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dinamika perubahan kondisi stunting dalam kelompok balita usia 3-5 tahun terhadap kemampuan kognitif usia 10-12 tahun. Penelitian ini merupakan analisis data sekunder berbasis komunitas (Community based study) dikenal dengan nama Indonesian Family Life Survey (IFLS), yang merupakan survei longitudinal atau populasi tetap kohort yang awalnya mencakup 13 provinsi di Indonesia. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data IFLS 4 (2007) dan IFLS 5 (2014). Didapatkan sebanyak 459 anak yang merupakan sampel tindak lanjut IFLS 4 dan IFLS 5. Perhitungan bobot koreksi digunakan dalam analisis ini. Teknik analisis yang digunakan adalah chi square dan regresi logistik ganda. Hasil analisis menunjukkan terdapat beberapa kelompok, yaitu kelompok anak yang dapat memperbaiki kondisi stunting sebanyak (15,92%), kelompok terjadi stunting pada masa anak sebanyak (14,40%) dan kelompok terjadi stunting pada masa balita dan tetap stunting sebanyak (8,26%), sisanya adalah anak-anak yang tumbuh normal (61,42%). Hasil analisis lebih lanjut menggunakan regresi logistik ganda bahwa kelompok terjadi stunting pada masa balita dan tetap stunting dengan adjusted OR 1,52 (CI : 0,728 - 3,195), kelompok terjadi stunting pada masa anak dengan adjusted OR 1,17 (CI : 0,629 - 2,187) dan kelompok anak yang dapat memperbaiki kondisi stunting dengan adjusted OR 1,69 (CI : 0,894 - 3,220) berisiko memperoleh kemampuan kognitif kurang dibandingkan dengan anak-anak yang tumbuh normal setelah dikontrol status pekerjaan ibu, kebiasaan makan protein hewani, riwayat penyakit diare dan pendidikan pra SD. Berdasarkan temuan dari penelitian ini, meningkatkan pelaksanaan skrining secara rutin status gizi balita sampai dengan usia anak sekolah 7-12 tahun dapat mengurangi dampak dan memberikan intervensi lebih awal terhadap anak tersebut. Meningkatkan program food family terutama mengenai konsumsi makanan mengandung protein hewani seperti telur, ikan, daging dan susu. Menambah alat ukur tes IQ untuk meningkatkan kemampuan kognitif anak seperti Raven’s Intelligence Test dimulai dari usia 7 tahun. Meningkatkan program pencatatan dan informasi kesehatan remaja dalam My Health Report Book terutama mengenai pemantauan pertumbuhan dan perkembangan anak.

Stunting affects cognitive development has led to long-term cognitive impairment. undernourished status in children who were developing their brains will have an impact on the low quality of human resources. The purpose of this study is to determine the dynamics of changing conditions of stunting in the 3-5 year age group on cognitive abilities at 10-12 years of age in Indonesia. This research is a community-based secondary data analysis known as the Indonesian Family Life Survey (IFLS), which is a longitudinal or fixed population cohort survey that originally covered 13 provinces in Indonesia. The data used in this study are IFLS 4 (2007) and IFLS 5 (2014) data. There were 459 children who were follow-up samples of IFLS 4 and IFLS 5. Calculation of correction weight was used in this analysis. The analysis technique used is chi-square and multiple logistic regression. The analysis results have several categorized participants as stunted in a toddler but not childhood (catch-up) (15.92%), stunted in childhood (14.40%), stunted in a toddler and childhood (8,26%), and not stunted (61.42%). The analysis results used multiple logistic regression that stunted in a toddler and childhood adjusted OR 1.52 (CI: 0.728 - 3.195), stunted in childhood adjusted OR 1.17 (CI: 0.629 - 2.187), and stunted in a toddler but not childhood (catch-up) adjusted OR 1.69 (CI: 0.894 - 3.220) have risk were ability cognitive lower compared as not stunted when adjusted for mother’s work status, animal protein eating habits, history of diarrhea and attended preschool. Based on findings from this study, increasing the implementation of the routine screening of nutritional status of toddlers until school children at 10-12 years of age can reduce the impact and provide early intervention against the children. Increase the food family program, especially regarding the consumption of foods containing animal protein such as eggs, fish, meat, and milk. Adding an IQ test measuring tool to improve children's cognitive abilities such as the Raven's Intelligence Test starting at the age of 7 years. Increasing the health recording and information program in My Health Report Book, especially regarding monitoring child growth and development"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Laksmi Trisasmita
"Praktik pemberian makan yang memiliki kualitas baik berdasarkan pedoman masih jauh dari optimal di beberapa negara berkembang. Bukti mengenai hubungan kualitas makanan dengan status gizi sangat beragam. Beberapa penelitian sebelumnya menggunakan HEI sebagai indikator menentukan kualitas diet anak. Berdasarkan laporan Riskesdas tahun 2018, Indonesia merupakan negara urutan keempat dengan prevalensi stunting yang tertinggi di dunia (30,8%). Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui gambaran dan hubungan antara kualitas diet menggunakan modifikasi HEI dengan kejadian stunting pada balita usia 12-59 bulan di Kecamatan Babakan Madang, Kabupaten Bogor. Desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional. Sampel pada penelitian ini berjumlah 458 balita. Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei sampai Agustus 2019. Pengumpulan data dilakukan dengan pengukuran tinggi badan, panjang badan, wawancara dengan kuesioner dan lembar recall 1x24 jam. Analisis data dilakukan dengan uji chi square. Hasil penelitian menunjukkan bahwa prevalensi stunting usia 12-59 bulan di Kecamatan Babakan Madang sebesar 44,8% berdasarkan TB/U. Analisis uji statistik menunjukkan hubungan yang bermakna antara panjang lahir setelah dikontrol dengan berat lahir, kualitas diet (OR: 9,72, 95%CI 2,39-19,6, p<0,05), dan asupan protein dengan kejadian stunting. Komponen yang paling dominan pada HEI dengan kejadian stunting adalah keragaman pangan (OR: 2,0, 95% CI 1,23-3,24, p<0,05).

Good quality feeding practices based on guidelines are far from optimal in some developing countries. Evidence regarding the quality of diet with nutritional status has been diverse, but no information is available to link diet quality and stunting in childhood that researcher found. Some previous studies using HEI as an indicator determine the quality of children’s diet. Based on Basic National Survey Report (Riskesdas) in 2018, Indonesia has the world’s fourth highest incidence of stunting (30,8%). This study was conducted to determine the description and association between diet quality using modified HEI with the incidence of stunting in children aged 12-59 months in Babakan Madang District, Bogor Regency. Cross sectional design was used in this study. The sample in this study were 458 children aged 12-59. This study was conducted in May to August 2019. Data collection was carried out by measuring height, body length, interview with questionnaire and 1x24 hours recall sheet. The results showed that the prevalence of stunting based on height-for-age at 12-59 months in Babakan Madang district was 44.8%. Statistical analysis showed that the relationship was described between birth length after being controlled with birth weight, diet quality (OR: 9,72, 95% CI 2.39-19.6, p <0.05), and protein intake with stunting. The most dominant component of HEI towards stunting incidence was dietary diversity (OR: 2.0, 95% CI 1.23-3.24, p <0.05)."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Saint Diven
"Latar Belakang: Salah satu permasalahan kesehatan anak di Indonesia adalah adanya gangguan status nutrisi yang mempengaruhi pertumbuhan berupa stunting. Prevalensi stunting tertinggi di Indonesia terdapat di provisi Nusa Tenggara Timur (NTT). Pada berbagai penelitian terdahulu tentang kesehatan gigi mulut ditemukan adanya kecenderungan perburukan nilai OHI-S pada anak dengan status nutrisi buruk dan disertai adanya peningkatan populasi bakteri oral Veillonella spesies, yakni bakteri yang berperan penting dalam menjaga integritas komunitas multispesies pada dental biofilm di tahap early colonization sebelum terbentuk middle dan late colonizer. Akan tetapi, sampai saat ini belum diketahui hubungan antara populasi oral Veillonella spesies dengan status stunting. Tujuan: Menganalisis perbandingan distribusi oral Veillonella spesies pada dental biofilm anak usia 6-7 tahun pada kelompok HAZ stunting serta menganalisa korelasi jumlah bakteri oral Veillonella spesies dengan nilai OHI-S. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian analitik laboratorik terhadap 40 sampel dental biofilm dari permukaan gigi M1 rahang bawah anak usia 6-7 tahun yang sebelumnya telah dikelompokkan berdasarkan status HAZ sesuai pengukuran standar WHO dan kategori OHI-S. Ekstraksi DNA dari dental biofilm sampel dilakukan dengan instaGene Matrix Kit. Hasil ekstraksi DNA kemudian dikuantifikasi menggunakan absolute quantification dengan mesin real-time PCR. Jumlah cycle dari tiap sampel dibandingkan dengan jumlah cycle pada kurva standar untuk mendapatkan jumlah bakteri secara spesifik. Hasil: Spesies Veillonella dispar ditemukan dominan di keseluruhan sampel. Jumlah spesies Veillonella denticariosi menunjukkan perbedaan bermakna antara kelompok HAZ normal dan stunting. Jumlah Veilonella denticariosi pada kelompok OHI-S sedang dan buruk menunjukkan korelasi dengan perbedaan bermakna. Kesimpulan: Tidak terdapat hubungan antara jumlah bakteri oral Veillonella spesies dari sampel dental biofilm gigi permanen anak usia 6-7 tahun dengan status stunting, kecuali Veillonella denticariosi. Selain itu, terdapat kecenderungan bahwa semakin buruk status OHI-S maka jumlah Veillonella denticariosi semakin menurun, sedangkan 6 oral Veillonella spesies lain tidak menunjukkan perbedaan jumlah pada kelompok OHI-S yang berbeda. Penelitian lanjutan diperlukan untuk mengetahui peran Veillonella denticariosi terhadap kebersihan mulut dan status nutrisi anak usia 6-7 tahun

Background: One of the major Indonesian children’s health problems is nutritional disorders that affects child’s developmental process, called stunting. Highest stunting prevalence in Indonesia is in East Nusa Tenggara Province. In various previous studies, it was found that there was a tendency of worsening OHI-S values in children with poor nutritional status and accompanied by an increase in oral Veillonella species population, which are bacteria that play an important role in maintain the integrity of the multispecies community on dental biofilms in early colonization stage before forming middle and late colonizer. However, until now, there is no study regarding the direct relationship between stunting and oral Veillonella spesies. Objective: To analyze distribution of oral Veillonella spesies in dental biofilm from stunting children range from 6-7 years old and to analyze correlation between oral Veillonella spesies and oral hygiene. Methods: Dental biofilm samples collected from 40 Indonesian children’s first permanent molar were divided into 2 groups (normal and stunting) and 3 oral hygiene groups (good, moderate, and poor). Genomic DNA was extracted from each sample. For this, we used absolute quantification of real-time PCR method with species-specific primer sets of 7 oral Veillonella species to detect these species effectively. Results: Veillonella dispar was found as the predominant species among all oral Veillonella species in 40 samples. There are no significant associations between 7 oral Veillonella species with normal and stunting conditions except for Veillonella denticariosi (stunting < normal). Significant associations are also found in moderate and poor oral hygiene status of Veillonella denticariosi also good and moderate oral hygiene status of Veillonella dispar. Significant correlation between Veillonella denticariosi and oral hygiene status is also found. Conclusion: This study demonstrated that there is no relationship between number of oral Veillonella species with stunting condition, except Veillonella denticariosi. Besides that, there is a tendency that the worse the OHI-S status, the lower the number of Veillonella denticariosi, while the other 6 oral Veillonella species do not show a difference in numbers in different OHI-S groups. Further research is needed to determine the role of Veillonella denticariosi on oral hygiene and nutritional status of children aged 6-7 years."
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ajeng Pribadi Salam
"Fenomena stunting masih menjadi salah satu masalah kesehatan di Indonesia. Anak-anak di daerah tertinggal (3T) sangat berisiko mengalami stunting karena berbagai macam faktor salah satunya adalah pola makan dan pola asuh yang kurang tepat selama 1000 HPK. Selama ini peran orang tua sering kali dianggap sebagai satu-satunya cara untuk menekan angka terjadinya kasus stunting pada anak. Padahal, penanganan masalah stunting ini memerlukan komitmen serta kerja sama dari masyarakat, termasuk peran kader. Kader diharapkan memiliki kemampuan serta pemahaman yang baik terkait pencegahan stunting sehingga informasi yang disampaikan dapat diterima dengan mudah oleh para ibu. Untuk dapat meningkatkan hal tersebut, maka diperlukan sebuah solusi yang dapat menunjang kinerja para kader serta memastikan informasi yang disampaikan oleh para kader sesuai dengan panduan yang diberikan oleh kementerian kesehatan. Oleh karena itu, penulisan karya tulis ilmiah ini dimaksudkan untuk merancang sebuah konsep inovasi terkait penggunaan aplikasi berbasis aplikasi digital bernama EPICS. EPICS merupakan sebuah aplikasi yang diharapkan mampu menjadi sarana bagi perawat dalam menyalurkan keilmuan mereka terkait pencegahan stunting utamanya kepada para kader untuk kemudian disebarluaskan kepada para ibu yang berada di daerah 3T.

The phenomenon of stunting is still one of the health problems in Indonesia. Children in disadvantaged areas (3T) are very at risk of stunting due to various factors, one of which is improper diet and parenting during 1000 HPK. So far, the role of parents is often considered as the only way to reduce the number of stunting cases in children. In fact, handling the stunting problem requires commitment and cooperation from the community, including the role of cadres. Cadres are expected to have the ability and good understanding of stunting prevention so that the information conveyed can be easily accepted by mothers. To be able to improve this, a solution is needed that can support the performance of the cadres and ensure that the information submitted by the cadres is in accordance with the guidelines provided by the ministry of health. Therefore, the writing of this scientific paper is to design an innovation concept related to the use of digital application-based applications called EPICs. EPICS is an application that is expected to be a means for nurses to connect their knowledge related to stunting prevention primarily to cadres and then disseminated to mothers in the 3T area."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2022
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Dinar Farrasia Hafizhah
"Terjadinya masalah gizi di 1000 hari pertama kehidupan dapat memberikan dampak yang buruk bagi anak yaitu dapat menyebabkan gagal tumbuh seiring dengan bertambahnya usia. Masalah gizi merupakan refleksi dari konsumsi zat gizi yang belum mencukupi kebutuhan tubuh. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui determinan yang berhubungan dengan status gizi balita usia 6-59 bulan berdasarkan composite index of anthropometric failure (CIAF) di Indonesia (IFLS5 2014/2015). Penelitian ini menggunakan data sekunder Indonesia Family Life Survey (IFLS) tahun 2014. Total sampel sebanyak 4079 anak balita. Analisis data menggunakan uji chi square dan regresi logistic ganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan antara umur balita dengan CIAF, dimana balita yang berusia 6-23 bulan lebih banyak mengalami gagal tumbuh sebanyak 1,1 kali. Hasil penelitian juga menunjukkan ada hubungan antara keragaman makanan dengan kejadian CIAF, dimana anak balita yang keragaman makanan tidak tercapai berisiko 1,2 kali mengalami gagal tumbuh dan pendidikan ibu menunjukkan ada hubungan yang signifikan dengan kejadian gagal tumbuh, ibu yang memiliki pendidikan rendah lebih banyak mengalami gagal tumbuh. Faktor dominan yang berhubungan dengan kejadian CIAF adalah pendidikan ibu (OR 1,565) setelah dikontrol dengan umur, keragaman makanan dan imunisasi. Kesimpulan penelitian ini adalah faktor dominan yang berhubungan dengan CIAF adalah pendidikan ibu. Anak yang berasal dari ibu dengan pendidikan rendah berpeluang 1,6 kali lebih besar mengalami gagal tumbuh (CIAF).

The occurrence of nutritional problems in the first 1000 days of life can have a bad impact on children, which can cause failure to grow with age. Nutritional problems are a reflection of the consumption of nutrients that are not sufficient for the body's needs. This study aims to determine the determinants associated with the nutritional status of children aged 6-59 months based on the composite index of anthropometric failure (CIAF) in Indonesia (IFLS5 2014/2015). This study uses secondary data from the 2014 Indonesia Family Life Survey (IFLS). The total sample is 4079 children under five. Data analysis used chi square test and multiple logistic regression. The results showed that there was a relationship between the age of children and CIAF, where children aged 6-23 months experienced more anthropometric failure as much as 1.1 times. The results also show that there is a relationship between dietary diversity and the incidence of CIAF, where children under five whose dietary diversity is not reached have a 1.2 times risk of anthropometric failure and mother's education shows a significant relationship with the incidence of anthropometric failure, mothers who have low education experience more anthropometric failure. The dominant factor associated with the incidence of CIAF was maternal education (OR 1.565) after controlling for age, food diversity and immunization. The conclusion of this study is that the dominant factor associated with CIAF is maternal education. Children from mothers with low education are 1.6 times more likely to have anthropometric failure (CIAF)."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dita Septiani
"Latar belakang: Salah satu permasalahan kesehatan anak di Indonesia adalah adanya gangguan status nutrisi yang mempengaruhi pertumbuhan berupa stunting. Prevalensi stunting tertinggi di Indonesia terdapat di provisi Nusa Tenggara Timur (NTT). Pada anak stunting terjadi perubahan suasana rongga mulut akibat defisiensi nutrisi dan infeksi berulang. Hal ini yang menyebabkan peningkatan bakteri oral seperti P. gingivalis dan naiknya biomarker inflamasi seperti CRP saliva. Tujuan: Membandingkan jumlah P. gingivalis dan CRP saliva pada anak stunting. Metode: Deteksi CRP dengan metode ELISA dan perhitungan jumlah P.gingivalis dengan RT-PCR. Analisis statistik dengan SPSS versi 25. Hasil: Analisis statistik SPSS Uji Independent T Test signifikansi (p<0.05) P=0.705 artinya tidak terdapat perbedaan yang bermakna jumlah bakteri antara kelompok dengan stunting dibandingkan kelompok normal dan P=0.787 artinya tidak terdapat perbedaan yang bermakna nilai CRP antara kelompok dengan stunting dibandingkan kelompok normal. Uji statistik Pearson signifikansi (p<0.05) P=0.563 berarti tidak terdapat korelasi yang bermakna antara jumlah bakteri dan nilai CRP pada kelompok stunting dan P=0.315 berarti tidak terdapat korelasi yang bermakna antara jumlah bakteri dan nilai CRP pada kelompok normal Kesimpulan: Porphyromonas gingivalis dan CRP dari saliva anak-anak usia 6-7 tahun tidak berhubungan dengan status stunting, dengan jumlah Porphyromonas gingivalis dan CRP yang tidak terdapat perbedaan pada kelompok anak normal dan stunting.

Background: One of the health problems of children in Indonesia is a nutritional status disorder that affects growth in the form of stunting. The highest prevalence of stunting in Indonesia is in the province of East Nusa Tenggara (NTT). In stunted children there is a change in the atmosphere of the oral cavity due to nutritional deficiencies and repeated infections. This causes an increase in oral bacteria such as P. gingivalis and an increase in inflammatory biomarkers such as CRP. Objective: to compare the amount of P. gingivalis and salivary CRP in stunted children. Methods: Detection of CRP by ELISA and counting the number of bacteria by RT-PCR. Statistical analysis with SPSS version 25. Results: SPSS statistical analysis Independent T Test Significance (p<0.05) P=0.705 meaning there was no significant difference in the number of bacteria between the stunting group compared to the normal group and P=0.787 meaning there was no significant difference in the CRP value between the groups with stunting compared to the normal group. Pearson's statistical test was significant (p<0.05) P=0.563 meaning there was no significant correlation between the number of bacteria and the CRP value in the stunting group and P=0.315 meaning there was no significant correlation between the number of bacteria and the CRP value in the group. normal Conclusion: Porphyromonas gingivalis and CRP from the saliva of children aged 6-7 years were not associated with stunting status, with the number of Porphyromonas gingivalis and CRP there was no difference between normal and stunted children."
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Leksolie Lirodon Foes
"Tesis ini membahas tentang hubungan pola aktivitas fisik siswa SMP dengan status gizi, persen lemak tubuh dan Waist to Height Ratio. Fenomena saat ini adalah aktivitas fisik pada anak dan remaja mengalami penurunan sehingga mereka tidak dapat memenuhi rekomendasi aktivitas fisik. Penurunan ini disebabkan bertambahnya usia, kemajuan teknologi dan lamanya belajar di sekolah. Aktivitas fisik sedenter menempati urutan ke empat faktor risiko utama meningkatnya prevalensi berat badan berlebih dan obesitas yang semakin meningkat di populasi ini. Obesitas yang terjadi pada usia 10-14 tahun mempunyai risiko tertinggi (80%) mengalami obesitas saat dewasa, sehingga anak akan semakin dini mengalami penyakit tidak menular (PTM). Metode penelitian adalah potong lintang dengan desain deskriptif analisis. Subyek penelitian adalah siswa kelas 7-8 SMP X Jakarta Timur, usia antara 10-14 tahun. Penilain aktivitas fisik menggunakan metode Bouchard. Hasil penelitian: Status gizi siswa adalah 19,5% mengalami BB lebih dan 20,1% mengalami obesitas. 19,5% termasuk kategori persen lemak tubuh berlebih dan 7,3% obesitas. 32,9% siswa mengalami obesitas abdomen (risiko penyakit kardiometabolik). Pola aktivitas fisik siswa adalah hanya ≤ 18% yang melakukan aktivitas fisik kategori 6-9 (intensitas sedang dan berat) meskipun tidak terdapat hubungan antara pola aktivitas fisik siswa dengan status gizi, persen lemak tubuh serta Waist to Height Ratio.

The study is about the relationship between physical activity patterns of junior high school students with nutritional status, body fat percentage, and Waist to Height Ratio. Physical activity in children and adolescents has decreased in current, so they cannot meet the physical activity recommendations. The decrease is due to the increasing age, technological advancements, length of study in school. Sedentary physical activity is the fourth major risk factor in elevating the prevalence of overweight and obesity. Obesity that occurs at the age of 10 to 14 years old has the highest risk (80%) of being obese when adults, a risk to earlier have Non-Communicable Diseases (NCD). Method: cross-sectional, descriptive analysis design. Subjects: 7 and 8th grades students of SMP X East Jakarta, aged 10-14 years. An assessment of the physical activity pattern: Bouchard method. Results: The nutritional status: 19,5% overweight and 20,1% were obese. 19,5% excess body fat percentage and 7,3% were obese. 32,9% were abdominal obesity (elevated risk of cardiometabolic disease). Physical activity pattern: less than 18% who do categories 6 to 9th of physical activity (moderate and high intensity), no relationship between the physical activity pattern of students with nutritional status, body fat percent, and Waist to Height Ratio."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vahira Waladhiyaputri
"Latar belakang: Dampak malnutrisi seperti stunting, wasting, dan underweight pada 1000 hari pertama kehidupan irreversible, namun dapat dicegah dengan makanan pendamping ASI yang berkualitas. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan ketercapaian minimum dietary diversity (MDD) dengan status gizi anak usia 6-23 bulan di Jakarta Timur pada pandemi COVID-19 tahun 2020. Metode: Studi cross-sectional ini menggunakan data sekunder penelitian di Jakarta Timur, dengan jumlah sampel 102 subjek berusia 6-23 bulan. Data terkait MDD diperoleh melalui food recall 24 jam yang kemudian dimasukkan ke dalam kuesioner MDD. Data terkait usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan ibu, dan pendapatan rumah tangga juga dianalisis dalam penelitian ini. Analisis data dilakukan melalui uji chi square dan regresi logistik menggunakan aplikasi SPSS Statistics versi 25. Hasil: Mayoritas subjek penelitian berusia 12-17 bulan (39,2%) dengan proporsi yang sama antara laki-laki dan perempuan. Sebanyak 52% subjek mencapai MDD pada asupan hari sebelumnya. Stunting merupakan status gizi terbanyak (20,6%) dibandingkan dengan wasting (15,7%) dan underweight (12,7%). Tidak ditemukan hubungan signifikan antara ketercapaian MDD dan status gizi subjek, tetapi jenis kelamin dianggap berhubungan dengan stunting (p=0,003; 95% CI=1,81-19,03) dan underweight (p=0,012; 95% CI =1,54-36,73). Kesimpulan: Dalam menganalisis hubungan kualitas asupan dengan status gizi, aspek lain seperti jumlah asupan juga perlu diperhatikan.

the 1000 first days of life are irreversible, but could be prevented by giving high quality complementary feeding practice. This study aims to examine the relationship between achievement of minimum dietary diversity (MDD) with nutritional status among children aged 6-23 months in East Jakarta during the 2020 COVID-19 pandemic. Method: This cross-sectional study used secondary data from a research in Kampung Melayu Village, East Jakarta, with a total sampling of 102 subjects aged 6-23 months. Data related to MDD was obtained through a 24-hour food recall, which was then entered into the MDD achievement questionnaire. Data related to age, gender, mother's education level, and household income were also analyzed in this study. Data analysis was carried out through the chi square test and logistic regression using SPSS Statistics application version 25. Result: Majority of subjects in the study were 12-17 months (39.2%) and with an equal proportion between male and female. A total of 52% of subjects achieved MDD on the previous day's food intake. Stunting is the most prevalent nutritional status (20.6%) compared to wasting (15.7%) and underweight (12.7%). No significant relationship was found between the achievement of MDD and the nutritional status of the subjects, but gender was considered to be related to stunting (p=0.003; 95% CI=1.81-19.03) and underweight (p=0.012; 95% CI=1.54-36.73). Conclusion: In analyzing the relationship between the quality of intake and nutritional status, other aspects such as the amount of intake also need to be taken into account."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adimas Siti Helvanisari Denang
"Stunting atau pendek (PB/U < -2SD) merupakan kegagalan pertumbuhan liniear yang menjadi permasalahan dunia terutama negara berkembang. Stunting terjadi akibat dari banyak faktor diantaranya, faktor maternal, lingkungan, MPASI tidak adekuat, dan pemberian ASI. Faktor maternal yang mempengaruhi kejadian MPASI adalah karakteristik ibu, riwayat kehamilan, dan kesehatan mental. Salah satu masalah kesehatan mental pada ibu adalah gangguan mood. Pada penelitian ini penulis ingin mengetahui hubungan gangguan mood dan pola asuh gizi terhadap stunting. Penelitian ini menggunakan desain cross-sectional dengan menggunakan data Riskesdas 2018. Penelitian ini dimulai dari September 2019 s/d April 2020. Analisis pada penelitian ini adalah univariate, bivariate dan multivariate. Uji Chi-square pada penelitian ini mendapati bahwa ada hubungan signifikan gangguan mood, pola asuh gizi dan karakteristik ibu terhadap stunting (p value < 0.001). Gangguan mood, ASI Eksklusif, MPASI tepat waktu, dan pekerjaan ibu merupakan faktor protektif terhadap stunting (OR<1) Hasil analisis multvariat mendapati usia adalah faktor yang paling kuat mempengaruhi kejadian stunting. Peneliti menyaranakan pemerintah untuk melakukan upaya yang lebih gencar lagi pada skrining gangguan mood, pemantauan status gizi dan pemantauan status gizi ibu dan anak.

Stunting atau short stature (HAZ < -2SD) is a linear growth failure that largely occur in developing contries. Stunting happened from various causes for instances maternal factor, environment, complementary feeding and breastfeeding. Some of maternal factors potentially causes stunting are maternal characteristic, pregnancy history, and mental health. One of maternal mental health is mood disorder. This study aim for finding relationship between mood disorder and nutritional parenting to stunting aged 6-23 months old. This study used secondary data from Riskesdas 2018 by using cross sectional design. This study also analyzed univariate, bivariate, and multivariate factors. It started on September 2019 until April 2020. This study reported that there is significant relationship between mood disorder nutrition parenting, and maternal characteristic towards stunting. Mood disorder, exclusive breastfeeding, complementary feeding, and mother’s profession are protective factor to stunting (OR <1). Futhermore, multivariate analysis result showed that mother age is the most impactful factors from all of them. It suggested for stakeholder to be more concern about maternal mood disorder, mother nutririon status, children nutrition status and also exclusive breastfeeding."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwinda Listya Indirwan
"ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui determinan status gizi baduta usia 6-23 bulan berdasarkan composite index anthropometric failure (CIAF) di Kecamatan Babakan Madang tahun 2019. Desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional. Respponden yang berpartisipasi pada penelitian ini yaitu sejumlah 279 baduta dengan menggunakan metode purposive sampling. Pengumpulan data dilakukan pada Mei-September 2019, meliputi pengukuran berat badan dan panjang badan, wawancara terstruktur menggunakan bantuan kuesioner, dan lembar 24-hour recall. Hasil penelitian menunjukkan terdapat 43,4% baduta yang mengalami anthropomteric failure berdasarkan indikator CIAF. Berdasarkan hasil analisis multivariat, diketahui bahwa usia baduta menjadi faktor paling dominan pada terjadinya anthropomteric failure pada baduta usia 6-23 bulan di Kecamatan Babakan Madang tahun 2019 setelah dikontrol variabel riwayat ASI eksklusif dan riwayat penyakit diare (p=0,028, OR=1,775 95% CI=1,063-2,964). Perlu selalu diperhatikan pemberian asupan makanan anak yang aman, higienis, dan adekuat sesuai usianya.

ABSTRACT
The objective of the study is to determine the determinants of nutritional status of children aged 6-23 months based on the composite anthropometric failure index (CIAF) in Babakan Madang District in 2019. The study design used in this study was cross sectional. The sample used in this study were 279 children using the purposive sampling method. Data collection was conducted in May-September 2019. Data collection was carried out by measuring body weight and length, structured interviews using a questionnaire, and a 24-hour recall sheet. The results showed that 43.4% of the children had experienced anthropomteric failure based on CIAF indicators. Based on the results of the analysis, it is known that the age of the children is the most dominant factor in the occurrence of anthropomteric failure in children aged 6-23 months in Babakan Madang Subdistrict in 2019 after controlling for a history of exclusive breastfeeding and a history of diarrhea in the past 1 month. It is always necessary to pay attention to the intake of children who are safe, hygienic, and adequate according to their age."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>