Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 151562 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Christi Vidya Mahacintya
"COVID-19 yang disebabkan oleh SARS-CoV-2 tidak hanya menyerang sistem pernapasan, namun dapat menyebabkan kerusakan pada pembuluh darah berupa fenomena hiperkoagulasi. Hiperkoagulasi atau disebut dengan pengentalan darah adalah kondisi dimana darah dalam tubuh seseorang cenderung lebih mudah mengalami proses penggumpalan atau pembekuan darah. Hiperkoagulasi pada COVID-19 dapat memperburuk keadaan pasien dengan menyumbat pembuluh darah yang berujung pada kerusakan organ dan kematian. Penelitian ini difokuskan pada perbandingan gambaran profil kondisi hiperkoagulasi pada pasien COVID-19, khususnya pada 663 data pasien yang menjalani rawat inap pada periode Maret 2020 hingga Maret 2021 pada rumah sakit X di Jakarta. Penelitian dilakukan dengan metode Exploratory Data Analysis untuk mendapatkan perbedaan karakteristik pasien serta Kaplan-Meier untuk melihat perbedaan laju perbaikan kondisi pasien. Penelitian ini menemukan bahwa pasien hiperkoagulasi memiliki kecenderungan yang lebih tinggi untuk mengalami gejala, seperti gejala umum (demam, batuk, lelah) dan serius (sesak napas, nyeri dada, kesulitan bicara atau bergerak), memiliki kecenderungan lebih tinggi ditemukan pada pasien yang memiliki penyakit penyerta hipertensi, diabetes melitus, dan penyakit penyerta terkait paru, lebih banyak diberikan treatment antivirus berupa remdesivir dan oseltamivir, memiliki kecenderungan yang lebih tinggi pada hemoglobin, hematokrit, trombosit, neutrofil, ddimer, dan fibrinogen, serta berpeluang untuk meninggal 0.233 kali lebih besar jika dibandingkan dengan pasien non hiperkoagulasi. Secara umum, pasien non hiperkoagulasi mengalami perbaikan kondisi lebih cepat dibandingkan dengan pasien hiperkoagulasi.

COVID-19 caused by SARS-CoV-2 not only attacks the respiratory system, but can cause damage to blood vessels in the form of hypercoagulation phenomena. Hypercoagulation or so-called blood thickening is a condition where the blood in a person's body tends to be more prone to clotting. Hypercoagulation in COVID-19 can worsen the patient's condition by clogging blood vessels which leads to organ damage and death. This study focused on comparing the profile of hypercoagulable conditions in COVID-19 patients, especially in 663 data of patients who were hospitalized in the period March 2020 to March 2021 at hospital X in Jakarta. The research was conducted using Exploratory Data Analysis method to obtain differences in patient characteristics as well as Kaplan-Meier to see the difference in the rate of improvement of the patient's condition. This study found that hypercoagulable patients had a higher tendency to experience symptoms, such as general symptoms (fever, cough, tiredness) and serious symptoms (shortness of breath, chest pain, difficulty speaking or moving), had a higher tendency to be found in patients who have comorbidities of hypertension, diabetes mellitus, and comorbidities related to the lung, more given antiviral treatment in the form of remdesivir and oseltamivir, had a higher tendency for hemoglobin, hematocrit, platelets, neutrophils, ddimer, and fibrinogen, and and had a 0.233 times greater probability of death when compared to non-hypercoagulable patients. In common, non-hypercoagulable patients improved faster than hypercoagulable patients."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nyimas Sharima
"Pada tanggal 11 Maret 2020, WHO menetapkan COVID-19 sebagai pandemi di dunia. Dilansir dari situs covid19.who.int, per 19 Juni 2021 Indonesia berada di urutan ke-18 dan memiliki 1,963,266 kasus terkonfirmasi dengan total 54,043 pasien yang meninggal. Salah satu kasus berat atau termasuk dalam kelompok kritis adalah pasien dengan Acute Respiratory Distress Syndrom (ARDS). Melihat banyaknya kasus ARDS yang berakhir dengan kematian dan terbatasnya gambaran klinis terkait ARDS yang disebabkan oleh COVID-19 membuat penelitian ini berfokus untuk mengidentifikasi faktor risiko yang berasosiasi dengan kejadian ARDS pada pasien COVID-19. Faktor-faktor risiko kejadian ARDS pada pasien COVID-19 diidentifikasi dengan menggunakan metode classification tree dimana performa model diukur dari nilai akurasi, sensitivitas, spesifisitas, dan AUC. Cost matrix digunakan sebagai strategi rebalancing data. Besaran risiko relatif faktor-faktor tersebut terhadap ARDS akan dihitung dengan menggunakan metode regresi logistik. Model yang dihasilkan memiliki nilai akurasi, sensitivitas, spesifisitas, dan AUC masing-masing sebesar 0.879, 0.804, 0.900, dan 0.852. Pasien COVID-19 yang mengalami peningkatan kadar hemoglobin, PCO_2 dan CRP, penurunan kadar PCT, saturasi oksigen, dan urea, mengalami gejala sesak napas, dan memiliki komorbid pneumonia secara rata-rata memiliki risiko lebih tinggi untuk mengalami kejadian ARDS.

On March 11, 2020, WHO declared COVID-19 as a worldwide pandemic. Reporting from the website covid19.who.int, as of June 19, 2021, Indonesia was in 18th place and had 1,963,266 confirmed cases with a total of 54,043 patients who died. One of the severe cases or included in the critical group was a patient with Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS). Seeing the large number of ARDS cases that ended in death and the limited clinical picture related to ARDS caused by COVID-19 made this research to be focused on identifying risk factors associated with ARDS incidence in COVID-19 patients. Identification of risk factors for the incidence of ARDS in COVID-19 patients using a classification method where the performance of the model is measured of the values of accuracy, sensitivity, specificity, and AUC. Cost matrix is used as a data rebalancing strategy. The relative risk of ARDS was calculated using the logistic regression method. The accuracy, sensitivity, specificity, and AUC obtained in the model are 0.879, 0.804, 0.900, and 0.852, respectively. COVID-19 patients who experienced increased hemoglobin, PCO_2, and CRP levels, decreased PCT levels, oxygen saturation, and urea, experienced symptoms of shortness of breath, and had pneumonia on average had a higher risk of developing ARDS."
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
Unggah4  Universitas Indonesia Library
cover
Syarifah Ramadhan
"COVID-19 atau coronavirus disease 2019 adalah penyakit menular yang memengaruhi sistem organ, terutama sistem pernapasan dan disebabkan oleh virus SARS-CoV-2. Individu yang terinfeksi COVID-19 memiliki tingkat keparahan yang berbeda. Salah satu faktor yang berasosiasi terhadap tingkat keparahan pasien COVID-19 adalah usia. Tingkat keparahan yang tinggi pada kondisi seseorang cenderung mempengaruhi banyaknya treatment yang dibutuhkan, hingga akhirnya juga mempengaruhi waktu yang dibutuhkan seseorang tersebut untuk sembuh. Penelitian ini berfokus pada faktor usia, dimana faktor tersebut diduga menyebabkan perbedaan karakteristik tertentu dari pasien dan durasi rawat yang dibutuhkan oleh pasien COVID-19. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis perbandingan karakteristik pasien COVID-19 berdasarkan kelompok usia, dan mengidentifikasi bagaimana kaitan usia terhadap durasi rawat pasien COVID-19 hingga mengalami kematian, perbaikan kondisi COVID, dan rawat jalan. Analisis perbandingan karakteristik pasien COVID-19 berdasarkan kelompok usia dilakukan dengan menerapkan metode exploratory data analysis (EDA). Selanjutnya metode EDA dan regression tree diterapkan untuk mengetahui bagaimana kaitan usia terhadap durasi rawat pasien COVID-19 hingga mengalami kematian, perbaikan kondisi, dan rawat jalan. Hasil yang diperoleh pada penelitian ini adalah terdapat kecenderungan perbedaan pada pasien COVID-19 berdasarkan kelompok usia jika dilihat berdasarkan faktor jenis kelamin, durasi rawat, status akhir, gejala, komorbid, komplikasi, dan pengukuran laboratorium darah. Selain itu, usia merupakan pertimbangan utama dalam memperkirakan durasi rawat pasien COVID-19 dengan faktor lainnya adalah hipertensi, klorida, HPR, PWR, MLR dan gejala demam.

COVID-19 or coronavirus disease 2019 is an infectious disease that affects the organ systems, especially the respiratory system and is caused by the SARS-CoV-2 virus. Individuals infected with COVID-19 have different levels of severity. One of the factors associated with the severity of COVID-19 patients is age. The severity level of a person tends to affect the number of treatments needed, and therefore will affect the time it takes for the person to recover. This study focuses on age, where this factor is suspected to cause differences in certain characteristics of COVID-19 patients and length of hospital stay required by COVID-19 patients. The purpose of this study is to analyse the characteristics comparison of COVID-19 patients by age group, and to identify on how age affects the length of hospital stay for COVID-19 patients to death, improved conditions, or outpatient care. Comparative analysis of the characteristics of COVID-19 patients by age group is done using exploratory data analysis (EDA). Furthermore, EDA and regression tree are used to find out how age is related to the length of hospital stay for COVID-19 patients to death, improved COVID conditions, or outpatient care. The results show that there was tendency of differences in gender, length of hospital stay, clinical outcome, symptoms, comorbidities, complications, and blood laboratory measurements in COVID-19 patients based on age group. In addition, age is a major consideration in estimating the length of hospital stay for COVID-19 patients with other factors such as hypertension, chloride, HPR, PWR, MLR and fever."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fadhli Mahri
"ABSTRACT
Transplantasi ginjal masih menjadi terapi pilihan pada penyakit gagal ginjal stadium akhir. Lama rawat inap (Length of Stay/LOS) adalah penanda alternatif dari morbiditas perioperatif pasien yang berkaitan dengan hasil pembedahan jangka panjang. Penilaian prabedah dapat digunakan untuk memaksimalkan kualitas pemulihan. Salah satu penilaian prabedah adalah Charlson Comorbidity Index (CCI) yang secara umum dinilai baik dalam memprediksi mortalitas, disabilitas, readmisi, dan LOS. CCI belum menjadi standar alat penilaian prabedah di RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo. Penelitian dilakukan dengan metode kohort retrospektif menggunakan rekam medik resipien transplantasi ginjal antara Januari 2015-Desember 2017. Analisis bivariat dilakukan antara LOS dengan skor total CCI dan antara LOS dengan kondisi-kondisi komorbid dalam CCI. Variabel yang signifikan dimasukan ke dalam analisis multivariat. Berdasarkan hasil analisis bivariat dan multivariat, skor total CCI dan kondisi-kondisi komorbid dalam CCI tidak memengaruhi LOS secara signifikan. Kesimpulannya, sistem skor CCI tidak dapat digunakan dalam menentukan kejadian LOS berkepanjangan pascatransplantasi ginjal.

ABSTRACT
Kidney transplantation is still the treatment of choice in end-stage renal failure. Length of stay (LOS) is an alternative marker of the patient's perioperative morbidity associated with long-term surgical results. Preoperative assessment can be used to maximize the quality of recovery. One of the preoperative assessments is the Charlson Comorbidity Index (CCI) which is generally considered good in predicting mortality, disability, readmission, and LOS. CCI has not become a standard pre-assessment assessment tool at RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo. The study was conducted using a retrospective cohort method using a kidney transplant recipient medical record between January 2015-December 2017. Bivariate analysis was performed between LOS with a total CCI score and between LOS with comorbid conditions in CCI. Significant variables were included in the multivariate analysis. Based on the results of bivariate and multivariate analyzes, total CCI scores and comorbid conditions in CCI did not significantly affect LOS. In conclusion, the CCI scoring system cannot be used to determine the incidence of prolonged LOS after kidney transplantation."
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shela Rachmayanti
"Latar Belakang: SARS-CoV-2 variant of concern, Delta, menyebabkan lonjakan kasus dan mortalitas yang sangat tinggi di Indonesia pada pertengahan tahun 2021. Hal ini berdampak pada tingginya beban fasilitas kesehatan sehingga banyak pasien yang melakukan isolasi mandiri. Studi ini bertujuan untuk mempelajari dampak komorbiditas terhadap mortalitas pasien COVID-19 yang menjalani isolasi mandiri pada periode tersebut.
Metode: Studi kohort retrospektif ini dilakukan dengan menggunakan data surveilans Dinas Kesehatan DKI Jakarta dari bulan Mei–September 2022. Population eligible adalah mereka yang berusia ≥18 tahun, terkonfirmasi positif Covid-19 dengan PCR dan melakukan isolasi mandiri, serta merupakan warga tetap DKI Jakarta. Probabilitas kesintasan dihitung dalam pengamatan 30 hari dengan menggunakan metoda Kaplan Meier. Analisis multivariat untuk mengestimasi risiko terjadinya kematian karena adanya komorbiditas dilakukan dengan menggunakan Regresi Cox multiple dan Cox-Extended jika ditemukan pelanggaran terhadap asumsi proportional hazard (adjusted Hazard Ratio dan IK95%).
Hasil: Terdapat 15.088 kasus Covid-19 terkonfirmasi dan melakukan isolasi mandiri. Kesintasan selama 30 hari pengamatan secara keseluruhan adalah 96,31%. Kesintasan lebih rendah terjadi pada kelompok dengan komorbiditas, berusia ≥60 tahun, laki laki dan memiliki gejala (p<0.00). Cox-extended multivariat menunjukan risiko kematian pada kelompok yang memiliki komorbiditas pada pengamatan <7hari adalah sebesar aHR3,78(IK95%: 2,94-4,87) dan pada pengamatan 7 hari atau lebih sebesar aHR1,78(IK95%: 1,41-2,95). Analisa multivariat lebih lanjut mendapatkan bahwa pasien dengan hipertensi dan DM mempunyai risiko untuk kematian sebesar aHR 3,20 (IK95%: 2,25-4,57) dibandingkan dengan mereka yang tidak mempunyai keduanya (hipertensi dan DM). Gangguan imunologi merupakan komorbid yang paling berperan meningkatkan mortalitas [aHR13,14 (IK95%: 2,79-91,71)]
Kesimpulan: Besarnya risiko mortalitas karena morbiditas selama masa pengamatan 30 hari ternyata berbeda pada pengamatan <7 hari (lebih tinggi) dibandingkan dengan 7-30 hari. Gangguan imunologi, adanya hipertensi dan DM Bersama merupakan komorbiditas yang paling berperan terhadap kesintasan, disamping variable lain, yaitu usia lanjut, laki laki dan bergejala.

Background: SARS-CoV-2 variant of concern, Delta, caused a surge in both the number of cases and deaths in Indonesia in mid-2021. This led to an increased burden to health facilities which caused patients to self-isolate at home. This study aims to investigate the impact of comorbidities to COVID-19 mortality among patients who self-isolated during that period.
Methods: This retrospective cohort study was conducted using surveillance data from May-September 2022, provided by DKI Jakarta District Health Office. The eligible population comprised of patients ≥18 years of age, COVID-19 confirmed by PCR, underwent self-isolation, and DKI Jakarta residents. The 30-day cumulative survival probability was calculated using Kaplan-Meier methods. Multivariable analysis was conducted to estimate mortality risk due to comorbidities using multiple Cox regression or Cox-extended if the proportional hazard assumption was violated (adjusted Hazard Ratio and 95%CI).
Results: A total of 15.088 patients with confirmed COVID-19 infection who underwent self-isolation were analysed. Overall 30-day survival was 96.31%. Survival was lower among those with comorbidities, age ≥60 years, male and symptomatic patients (p<0.00). Multivariable Cox-extended analysis revealed that the risk of mortality in patients observed <7 days was aHR3,78 (95%CI: 2,94-4,87) and those in patients observed ≥7 days was aHR1,78 (95%CI: 1,41-2,95). Further multivariable analysis showed that the risk of mortality of patients with both hypertension and diabetes was aHR 3,20 (95%CI: 2,25-4,57) compared to patients with neither condition. Immunological dysfunction was identified to pose the highest risk for mortality with aHR13,14 (95CI%: 2,79-91,71).
Conclusion: The risk of mortality posed by comorbidities during the 30-day follow-up was higher during <7-day observation compared to those with follow-up during 7–30 days. Survival was affected the most by immunological dysfunction, followed by the presence of both hypertension and diabetes, aside from other variables: old age, male and presence of symptoms.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yumna Nabila Fanani
"Coronavirus disease 2019 (Covid-19) adalah penyakit yang muncul di akhir tahun 2019. Namun, hingga saat ini belum ada terapi spesifik untuk penanganan Covid-19 sehingga digunakan beragam obat dalam terapinya. Kondisi ini membuat sebagian besar pasien Covid-19 tergolong dalam pasien polifarmasi sehingga dapat meningkatkan risiko interaksi obat. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis potensi interaksi obat pada pasien Covid-19 di Rumah Sakit Universitas Indonesia periode Agustus sampai Desember 2020. Penelitian ini menggunakan desain studi cross-sectional. Pengambilan data dilakukan dengan teknik consecutive sampling. Instrumen yang digunakan untuk analisis interaksi obat adalah Lexi-Interact®. Dari 107 pasien Covid-19 yang digunakan sebagai sampel penelitian, antibiotik dan antivirus yang banyak diberikan adalah azitromisin (61,68%) dan oseltamivir (63,55%). Jumlah resep yang ditemukan dari 107 pasien berjumlah 322 resep dengan 98,1% termasuk dalam resep polifarmasi. Kejadian potensi interaksi obat pada pasien Covid-19 ditemukan berjumlah 304 interaksi obat, dengan 24,01% kategori B (tidak perlu tindakan apa pun), 54,61% kategori C (pantau terapi), 16,45% kategori D (pertimbangkan modifikasi terapi), dan 4,93% kategori X (hindari kombinasi). Potensi interaksi obat terbanyak yang ditemukan pada kategori D adalah interaksi antara azitromisin dengan domperidon (14 kasus), sedangkan pada kategori X adalah interaksi antara sukralfat dengan vitamin D3 (14 kasus). Analisis korelasi Spearman’s rho menunjukkan korelasi antara komorbid, jumlah obat per resep, dan lama rawat inap dengan potensi interaksi obat (p < 0,05). Kesimpulan dari penelitian ini adalah terdapat berbagai potensi interaksi obat yang terjadi pada pasien Covid-19 di Rumah Sakit Universitas Indonesia sehingga diperlukan modifikasi terapi, pengaturan waktu pemberian obat, perubahan rute pemberian obat, penyesuaian dosis, dan pemantauan efek yang mungkin muncul akibat interaksi obat.

Coronavirus disease 2019 (Covid-19) is an infectious disease that emerged at the end of 2019. There is currently no specific treatment for Covid-19, so various drugs have been used for treatment. It makes the majority of Covid-19 patients classified as polypharmacy and increased risk of drug interactions. The primary aim of this study is to analyze the potential of drug interaction in Covid-19 patients at Universitas Indonesia Hospital for period August to December 2020. This study used a cross-sectional study design. The data was collected with consecutive sampling technique. Lexi-Interact® was used to investigate potential drug interactions. A total of 107 Covid-19 patients were included in the study, the most frequently antibiotic and antiviral used are azithromycin (61.68%) and (63.55%). A total of 322 prescriptions were found, among them 98.1% were polypharmacy. The potential drug interactions in Covid-19 patients were found 304 drug interactions, around 24.01% belonged to risk category B (no action needed), 54.61% belonged to risk category C (monitor therapy), 16.45% belonged to risk category D (consider therapy modification), and 4.93% belonged to risk category X (avoid combination). The highest frequency of potential drug interactions in category D was the interactions between azithromycin and domperidone (14 cases), while in category X was the interaction between sucralfate and vitamin D3 (14 cases). Spearman’s rho correlation analysis showed that comorbidity, number of drugs per prescription used by patient, and length of stay were correlated with the potential for drug interactions (p < 0.05). The conclusion of this study is various potential drug interactions Covid-19 inpatients at the University of Indonesia Hospital were found, so therapy modification, timing of drug administration, change the route of drug administration, dosage adjustment, and monitoring potential negative effects are needed."
Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2021
S70514
UI - Dokumentasi  Universitas Indonesia Library
cover
Putri Wijayanti
"Coronavirus Disease 2019 masih menjadi permasalahan kesehatan global sampai saat ini. Pengobatan COVID-19 belum definitif sehingga penggunaan terapi yang sudah ada dengan profil keamanan yang terbukti menjadi strategi yang menjanjikan. Informasi mengenai keamanan obat sudah diketahui, tetapi data terkait interaksi obat masih terbatas. Polifarmasi, usia, dan jumlah komorbiditas juga menjadi prediktor penting dari interaksi obat yang merugikan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis potensi interaksi obat dan faktor-faktor yang memengaruhi potensi interaksi obat pada pasien COVID-19 rawat inap di Rumah Sakit Universitas Indonesia periode Januari sampai Desember 2021. Penelitian ini merupakan penelitian cross-sectional retrospektif. Pengambilan sampel penelitian dari rekam medis dilakukan dengan metode konsekutif. Potensi interaksi obat diperiksa dengan referensi online Lexi-interact®. Potensi interaksi obat yang terdeteksi pada 206 pasien berjumlah 272 kasus dengan 23,9% kategori B, 61,4% kategori C, 10,7% kategori D, dan 4% kategori X. Potensi interaksi obat dengan kejadian paling tinggi pada kategori B terjadi pada parasetamol dan favipiravir (25 kasus), kategori C pada levofloksasin dan deksametason (27 kasus), kategori D pada ondansetron dan domperidon (13 kasus) dan kategori X pada kalium klorida dan loratadin dan pseudoefedrin (2 kasus). Hasil uji korelasi Spearman’s rho menunjukkan adanya korelasi positif dengan nilai p<0,05 antara usia, jumlah obat, dan komorbiditas dengan potensi interaksi obat. Kesimpulan dari penelitian ini adalah terdapat potensi interaksi obat yang beragam serta adanya hubungan antara usia, jumlah obat, komorbiditas terhadap potensi interaksi obat pada pasien COVID-19 rawat inap di Rumah Sakit Universitas Indonesia periode Januari sampai Desember 2021.

Coronavirus Disease 2019 is still a global health issue to date. The treatment of COVID-19 is not yet definitive so the use of existing therapies with a proven safety profile is a promising strategy. Information regarding drug safety is well known, but data related to drug interactions are still limited. Polypharmacy, age, and the number of comorbidities are also important predictors of adverse drug interactions. This study aims to analyze the potential drug interactions and the factors that influence drug interactions in COVID-19 inpatients at the University of Indonesia Hospital from January to December 2021. This study is a retrospective cross-sectional study. Research sampling from medical records was performed by consecutive methods. Potential drug interactions are examined with Lexi-interact® online reference. Potential drug interactions detected in 206 patients accounted for 272 cases with 23.9% category B, 61.4% category C, 10.7% category D, and 4% category X. Potential drug interactions with the highest incidence in category B occured in paracetamol and favipiravir (25 cases), category C in levofloxasin and dexamethasone (27 cases), category D in ondansetron and domperidone (13 cases) and category X in potassium chloride and loratadine and pseudoephedrin (2 cases). The results of Spearman's rho correlation test showed a positive correlation with a p value <0.05 between age, the number of drugs, and comorbidity with the potential drug interaction. The conclusion of this study is that there are various potential drug interactions and there are relation between age, number of drugs, comorbidities to the potential drug interactions in COVID-19 inpatients at the University of Indonesia Hospital from January to December 2021."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nabila Junita Purwarini
"Secara umum, jumlah pasien COVID-19 yang mendapatkan perawatan di rawat inap lebih banyak daripada di ICU, sehingga menjadikannya urgensi untuk memberikan pelayanan terbaik dengan memberikan terapi pengobatan yang efektif agar jumlah pasien sembuh terus bertambah. Dalam peresepan obat dapat terjadi kesalahan yang akan menyebabkan pengobatan bagi pasien COVID-19 tidak efektif, salah satunya Masalah Terkait Obat (MTO). Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi MTO pada pasien COVID-19 rawat inap di RSUI tahun 2020. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan desain penelitian cross sectional. Data yang digunakan merupakan data sekunder yang diambil secara retrospektif dari resep dan rekam medis pasien. Klasifikasi MTO dalam penelitian ini mengacu pada klasifikasi Hepler dan Strand. Identifikasi dilakukan pada 406 pasien COVID-19 yang memenuhi kriteria inklusi. Hasil dari penelitian menunjukkan adanya MTO sebanyak 26 kejadian pada 22 pasien dari 406 pasien COVID-19 rawat inap di RSUI tahun 2020 dengan persentase indikasi yang tidak diobati sebesar 3,85%, kesalahan pemilihan obat 11,54%, kegagalan dalam penerimaan obat 23,08%, reaksi obat tidak diinginkan 19,23%, potensi interaksi obat 42,31%, dan tidak ditemukan kejadian dosis subterapi, dosis berlebih, serta penggunaan obat tanpa indikasi. Berdasarkan hasil identifikasi tersebut, dapat disimpulkan bahwa terapi pengobatan pasien COVID-19 rawat inap di RSUI berpotensi mengalami MTO.

In general, the number of COVID-19 patients who are hospitalized is more than in the ICU, thereby this becomes an urgency to provide the best service by providing effective treatment to increase the number of recovered patients. In prescribing drugs, errors can occur which will cause treatment for COVID-19 patients to be ineffective, one of which is Drug-related Problems (MTO). This study aims to identify DRP in hospitalized COVID-19 patients at RSUI in 2020. This study is a descriptive study with a cross-sectional study design. The data used in this study are secondary data taken retrospectively from prescriptions and patient medical records. The DRP classification used in this study refers to the Hepler and Strand classifications. Identification was carried out on 406 COVID-19 patients who met the inclusion and exclusion criteria. The results of the study indicated that there were 26 DRP events in 22 out of 406 hospitalized COVID-19 patients at RSUI with the proportion of events for untreated indications 3,85%, improper drug selection 11,54%, failure to receive drugs 23,08%, adverse drug reactions 19,23%, potential drug interactions 42,31%, and there were no incidence of subtherapeutic dosage, overdosage, and drug use without indication. Based on the results, it can be seen that the treatment for hospitalized COVID-19 patients at RSUI has the potential to experience drug related problems."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2021
S70497
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anisa Dwityamirta
"COVID-19 merupakan penyakit infeksi baru yang menimbulkan beban ekonomi pada layanan kesehatan dan negara. Oleh karena itu perlu dilakukan analisis biaya terapi pasien COVID-19 sebagai langkah awal dalam mengetahui beban ekonomi yang diakibatkan oleh COVID-19. Penelitian ini menggunakan desain cross-sectional dengan pengambilan data secara retrospektif, dilihat dari perspektif rumah sakit. Subjek penelitian adalah pasien COVID-19 derajat sedang yang dirawat inap di Rumah Sakit Universitas Indonesia pada bulan Agustus - Desember 2020. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sampel penelitian didominasi oleh laki-laki (58,9%) dan kategori usia 26-45 tahun (44,9%). Komorbiditas yang paling banyak yaitu hipertensi (30,0%). Total biaya COVID-19 yang diperoleh sebesar Rp30.499.984,00 ± 8.274.857 per pasien dengan biaya pada pasien dengan komorbiditas sebesar Rp30.916.570,00 ± 8.913.798 dan biaya pada pasien tanpa komorbiditas sebesar Rp29.903.508 ± 7.322.026. Hasil ini dapat dijadikan sebagai masukan bagi rumah sakit untuk menentukan clinical pathway COVID-19.

COVID-19 is a new infectious disease with a heavy economic burden for healthcare facilities and the country. This study was conducted to analyze the cost of treatment of direct medical cost based on a hospital perspective. This study used a cross-sectional design with retrospective data collection. The subjects of this study were COVID-19 inpatients of a moderate degree at University of Indonesia Hospital in August – December 2020. The results showed the subjects were dominated by men (58,9%) and the age category of 26-45 years old (44,9%). The comorbidity with the highest prevalence was hypertension (30,0%). The total cost of treatment was Rp30.499.984,00 ± 8.274.857 per patient. Patients with comorbidities had a total cost of Rp30.916.570,00 ± 8.913.798 while patients without comorbidity had a total cost of Rp29.903.508 ± 7.322.026. This result can be used as a recommendation for hospital in establishing a clinical pathway for COVID-19.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Danang Ariadi
"Pandemi penyakit Coronavirus 2019 (COVID-19) dapat memberikan dampak buruk pada kualitas tidur pasien Covid-19 sehingga dapat mempengaruhi kesehatan pasien Covid-19, baik fisik dan psikologis. Oleh karena itu artikel ini menjelaskan tentang cara meningkatkan kualitas tidur pada pasien Covid-19 dengan teknik guided imagery kombinasi instrumen musik. Pada artikel ini metode yang digunakan adalah case report tujuannya agar pasien dapat menggunakan teknik ini dan dapat meningkatkan kualitas tidur selain itu juga dapat mengurangi kecemasan pasien Covid-19. Pasien yang diberikan intervensi adalah pasien Covid-19 yang kooperatif dengan derajat ringan atau sedang serta tidak mengalami sesak ataupun nyeri berat. Intervensi dilakukan selama seminggu dengan cara membayangkan suasana yang nyaman dan indah diikuti menutup mata, kemudian diperdengarkan menggunakan audiospeaker dengan instrumen musik yang tenang dan nyaman. Evaluasi pada kasus dilakukan sesuai dengan respon pasien yang telah diberikan intervensi menggunakan dua alat ukur yaitu Pitsburg Sleep Quality Index (PSQI) dan Hamilton Rating Scale For Anxiety (HARS) didapatkan bahwa ada pengaruh peningkatan kualitas tidur dan pengurangan kecemasan pada pasien Covid-19 di ruangan isolasi. Sehingga artikel ini dapat menjadi dasar inovasi untuk dapat dilakukan oleh peneliti selanjutnya agar menjadi pertimbangan dalam menilai evaluasi dengan alat ukur yang aplikatif untuk digunakan di ruangan rawat.

The 2019 Coronavirus disease (COVID-19) pandemic can have a negative impact on the sleep quality of Covid-19 patients so that it can affect the health of Covid-19 patients, both physically and psychologically. Therefore, this article describes how to improve sleep quality in Covid-19 patients with the guided imagery technique of a combination of musical instruments. In this article, the method used is a case report, the goal is that patients can use this technique and can improve sleep quality while also reducing the anxiety of Covid-19 patients. Patients who were given the intervention were cooperative Covid-19 patients with mild or moderate degrees and did not experience shortness of breath or severe pain. The intervention was carried out for a week by imagining a comfortable and beautiful atmosphere followed by closing your eyes, then playing it using an audiospeaker with quiet and comfortable musical instruments. Evaluation of the case was carried out according to the response of patients who had been given intervention using two measuring instruments, namely the Pitsburg Sleep Quality Index (PSQI) and Hamilton Rating Scale For Anxiety (HARS). isolation. So that this article can be the basis for innovation to be carried out by further researchers so that it becomes a consideration in assessing evaluations with applicable measuring instruments for use in the treatment room."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2021
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>