Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 197487 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dody Haryono
"Penafsiran konstitusi berdasarkan Pancasila harus dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (MK-RI) dalam pengujian undang-undang terhadap UUD 1945. Hal itu hendaknya dilakukan dengan menggunakan suatu pendekatan penafsiran yang holistis, integratif dan dinamis. Jika hal tersebut tidak dipenuhi akan cenderung menghasilkan putusan yang parsial, nonintegratif, statis, dan/atau liar. Implikasinya adalah justifikasi dan legitimasi normatif putusan-putusan MK- RI akan menjadi lemah. Untuk itu, penelitian disertasi ini mengangkat permasalahan konsepsi penafsiran konstitusi berdasarkan Pancasila secara teoritis maupun praktis, dan menawarkan suatu pendekatan baru dalam penafsiran konstitusi yang mampu menjawab permasalahan yang dikaji. Adapun pokok permasalahan yang diangkat dalam penelitian disertasi ini berfokus pada empat hal penting. Pertama, penjelasan mengenai konsepsi penafsiran purposif Aharon Barak berikut keunggulannya dalam upaya mewujudkan suatu pendekatan penafsiran konstitusi yang holistis, integratif, dan dinamis. Kedua, argumentasi penafsiran konstitusi berdasarkan Pancasila harus diterapkan oleh MK-RI dalam pengujian undang-undang terhadap UUD 1945. Ketiga, analisis penafsiran konstitusi berdasarkan Pancasila dalam pertimbangan hukum beberapa Putusan MK-RI Periode 2015-2018 terkait pengujian undang-undang terhadap UUD 1945. Keempat, relevansi penafsiran purposif Aharon Barak bagi upaya mewujudkan suatu pendekatan penafsiran konstitusi berdasarkan Pancasila secara holistis, integratif, dan dinamis dalam pengujian undang-undang terhadap UUD 1945 di MK-RI, berikut konstruksinya. Keempat pokok permasalahan tersebut dikaji dengan mengacu pada tiga teori utama, yakni: teori konstitusi, teori penafsiran konstitusi, dan teori penafsiran purposif Aharon Barak. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif dengan pendekatan filsafat hukum, sejarah hukum, dan kasus. Sedangkan analisis data dilakukan secara deskriptif dan kualitatif. Penelitian disertasi ini menyimpulkan bahwa penafsiran purposif Barak bersifat eklektik yang holistis, integratif dan dinamis serta memiliki keunggulannya tersendiri dibandingkan penafsiran konstitusi lainnya dalam aliran orisinalisme, nonorisinalisme, maupun eklektisisme. Adapun penafsiran konstitusi berdasarkan Pancasila harus diterapkan oleh MK-RI dalam pengujian undang-undang terhadap UUD 1945 didasarkan pada alasan filosofis, yuridis, dan sosiologis. Hal itu hendaknya dilakukan dengan pendekatan penafsiran yang holistis, integratif, dan dinamis. Pernyataan tersebut selaras dengan pandangan MK-RI yang menegaskan perlunya penafsiran konstitusi berdasarkan Pancasila secara holistis, integratif dan dinamis. Hanya saja penafsiran konstitusi yang dilakukan oleh MK-RI Periode 2015-2018 belum menjamin akan terwujudnya suatu penafsiran yang holistis, integratif, dan dinamis. Berdasarkan analisis sebanyak 225 putusan MK-RI terkait pengujian konstitusional dari tahun 2015-2018 dengan menggunakan penafsiran purposif Aharon Barak, masih ditemukan sebanyak 74 putusan MK-RI yang belum memenuhi prinsip penafsiran holistis, integratif, dan dinamis. Untuk itu, penelitian ini mengajukan pendekatan penafsiran konstitusi berdasarkan Pancasila secara holistis, integratif, dan dinamis dengan mengembangkan penafsiran purposif Aharon Barak. Meskipun penafsiran purposif Aharon Barak ini relevan untuk dikembangkan di Indonesia, namun perlu diselaraskan dengan konteks sistem hukum Indonesia yang berbasis pada Pancasila. Pendekatan ini bertumpu pada tiga komponen utama, yaitu semantik, tujuan (tujuan subjektif, objektif, dan Pancasila), dan diskresi yudisial yang dapat mengakomodir ragam metode penafsiran konstitusi pada umumnya. Dengan demikian, hasil penafsiran konstitusi oleh MK-RI akan memiliki landasan justifikasi dan legitimasi yang kuat secara normatif.

Constitutional interpretation based on Pancasila must be performed by the Constitutional Court of Indonesia (MK-RI) in reviewing laws against the 1945 Constitution. It requires a holistic, integrative, and dynamic interpretation approach. If it does not run well, it will produce a partial, non-integrative, static, and/or wild decision. It implicates that normative justification and legitimacy of the Constitutional Court's decision to be weak. Therefore, this dissertation research explains the constitutional interpretation concept based on Pancasila theoretically and practically, and then to propose a new approach in constitutional interpretation to solve the research problems. There are four main issues in this dissertation research. First, the conception of Aharon Barak’s purposive interpretation and its advantages to realize a holistic, integrative, and dynamic approach in constitutional interpretation. Second, argument of the constitutional interpretation based on Pancasila must be applied by the MK-RI in reviewing laws against the 1945 Constitution. Third, analysis of constitutional interpretation based on Pancasila in law consideration of some decision of MK-RI during 2015-2018 is related to judicial review of 1945 Constitution. Fourth, relevancy of Aharon Barak's purposive interpretation to realize a holistic, integrative, and dynamic constitutional interpretation approach based on Pancasila in examining laws against the 1945 Constitution at the MK-RI and its construction. The four main problems are studied by referring to three main theories: theory of constitutional, theory of constitutional interpretation and theory of purposive interpretation of Aharon Barak. The research method used is normative legal research by law philosophy, legal history, and case study approach. Meanwhile, data analysis was carried out descriptively and qualitatively. This research concludes that Barak's purposive interpretation is eclecticism that is holistic, integrative, and dynamic as well as it has special advantages compared to other constitution interpretation in originalism, non- originalism, and eclecticism. Interpretation of the constitution based on Pancasila must be applied by the MK-RI in judicial review of the 1945 Constitution based on philosophical, juridical, and sociological reasons by applying a holistic, integral, and dynamic interpretation approach. This statement is in line with the opinion of MK-RI to confirm the need of that approach when they interpret the 1945 Constitution. However, the constitutional interpretation carried out by the MK-RI during 2015-2018 did not assure the realization of a holistic, integrative, and dynamic interpretation. Based on Aharon Barak's purposive interpretation to analyze 225 of MK-RI decisions related to the constitutional review during 2015- 2018, there were 74 Constitutional Court decisions that have not fulfil the holistic, integrative, and dynamic interpretation principles. For this reason, this study proposes the interpretation of the constitution based on Pancasila in holistic, integral, and dynamic approach by developing Aharon Barak's purposive interpretation. However, this interpretation should be harmonized by the Indonesian legal system which is based on Pancasila. This approach is based on three main components, which are semantic, purposes (subjective, objective, and Pancasila), and judicial discretion that is able to accommodate variety of constitutional interpretation methods in general. Thus, the results of the constitutional interpretation by the MK-RI will have a strong normative justification and legitimacy basis."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dodi Haryono
"Penafsiran konstitusi berdasarkan Pancasila harus dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (MK-RI) dalam pengujian undang-undang terhadap UUD 1945. Hal itu hendaknya dilakukan dengan menggunakan suatu pendekatan penafsiran yang holistis, integratif dan dinamis. Jika hal tersebut tidak dipenuhi akan cenderung menghasilkan putusan yang parsial, nonintegratif, statis, dan/atau liar. Implikasinya adalah justifikasi dan legitimasi normatif putusan-putusan MK-RI akan menjadi lemah. Untuk itu, penelitian disertasi ini mengangkat permasalahan konsepsi penafsiran konstitusi berdasarkan Pancasila secara teoritis maupun praktis, dan menawarkan suatu pendekatan baru dalam penafsiran konstitusi yang mampu menjawab permasalahan yang dikaji. Adapun pokok permasalahan yang diangkat dalam penelitian disertasi ini berfokus pada empat hal penting. Pertama, penjelasan mengenai konsepsi penafsiran purposif Aharon Barak berikut keunggulannya dalam upaya mewujudkan suatu pendekatan penafsiran konstitusi yang holistis, integratif, dan dinamis. Kedua, argumentasi penafsiran konstitusi berdasarkan Pancasila harus diterapkan oleh MK-RI dalam pengujian undang-undang terhadap UUD 1945. Ketiga, analisis penafsiran konstitusi berdasarkan Pancasila dalam pertimbangan hukum beberapa Putusan MK-RI Periode 2015-2018 terkait pengujian undang-undang terhadap UUD 1945. Keempat, relevansi penafsiran purposif Aharon Barak bagi upaya mewujudkan suatu pendekatan penafsiran konstitusi berdasarkan Pancasila secara holistis, integratif, dan dinamis dalam pengujian undang-undang terhadap UUD 1945 di MK-RI, berikut konstruksinya. Keempat pokok permasalahan tersebut dikaji dengan mengacu pada tiga teori utama, yakni: teori konstitusi, teori penafsiran konstitusi, dan teori penafsiran purposif Aharon Barak. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif dengan pendekatan filsafat hukum, sejarah hukum, dan kasus. Sedangkan analisis data dilakukan secara deskriptif dan kualitatif. Penelitian disertasi ini menyimpulkan bahwa penafsiran purposif Barak bersifat eklektik yang holistis, integratif dan dinamis serta memiliki keunggulannya tersendiri dibandingkan penafsiran konstitusi lainnya dalam aliran orisinalisme, nonorisinalisme, maupun eklektisisme. Adapun penafsiran konstitusi berdasarkan Pancasila harus diterapkan oleh MK-RI dalam pengujian undang-undang terhadap UUD 1945 didasarkan pada alasan filosofis, yuridis, dan sosiologis. Hal itu hendaknya dilakukan dengan pendekatan penafsiran yang holistis, integratif, dan dinamis. Pernyataan tersebut selaras dengan pandangan MK-RI yang menegaskan perlunya penafsiran konstitusi berdasarkan Pancasila secara holistis, integratif dan dinamis. Hanya saja penafsiran konstitusi yang dilakukan oleh MK-RI Periode 2015-2018 belum menjamin akan terwujudnya suatu penafsiran yang holistis, integratif, dan dinamis. Berdasarkan analisis sebanyak 225 putusan MK-RI terkait pengujian konstitusional dari tahun 2015-2018 dengan menggunakan penafsiran purposif Aharon Barak, masih ditemukan sebanyak 74 putusan MK-RI yang belum memenuhi prinsip penafsiran holistis, integratif, dan dinamis. Untuk itu, penelitian ini mengajukan pendekatan penafsiran konstitusi berdasarkan Pancasila secara holistis, integratif, dan dinamis dengan mengembangkan penafsiran purposif Aharon Barak. Meskipun penafsiran purposif Aharon Barak ini relevan untuk dikembangkan di Indonesia, namun perlu diselaraskan dengan konteks sistem hukum Indonesia yang berbasis pada Pancasila. Pendekatan ini bertumpu pada tiga komponen utama, yaitu semantik, tujuan (tujuan subjektif, objektif, dan Pancasila), dan diskresi yudisial yang dapat mengakomodir ragam metode penafsiran konstitusi pada umumnya. Dengan demikian, hasil penafsiran konstitusi oleh MK-RI akan memiliki landasan justifikasi dan legitimasi yang kuat secara normatif.

Constitutional interpretation based on Pancasila must be performed by the Constitutional Court of Indonesia (MK-RI) in reviewing laws against the 1945 Constitution. It requires a holistic, integrative, and dynamic interpretation approach. If it does not run well, it will produce a partial, non-integrative, static, and/or wild decision. It implicates that normative justification and legitimacy of the Constitutional Court's decision to be weak. Therefore, this dissertation research explains the constitutional interpretation concept based on Pancasila theoretically and practically, and then to propose a new approach in constitutional interpretation to solve the research problems. There are four main issues in this dissertation research. First, the conception of Aharon Barak’s purposive interpretation and its advantages to realize a holistic, integrative, and dynamic approach in constitutional interpretation. Second, argument of the constitutional interpretation based on Pancasila must be applied by the MK-RI in reviewing laws against the 1945 Constitution. Third, analysis of constitutional interpretation based on Pancasila in law consideration of some decision of MK-RI during 2015-2018 is related to judicial review of 1945 Constitution. Fourth, relevancy of Aharon Barak's purposive interpretation to realize a holistic, integrative, and dynamic constitutional interpretation approach based on Pancasila in examining laws against the 1945 Constitution at the MK-RI and its construction. The four main problems are studied by referring to three main theories: theory of constitutional, theory of constitutional interpretation and theory of purposive interpretation of Aharon Barak. The research method used is normative legal research by law philosophy, legal history, and case study approach. Meanwhile, data analysis was carried out descriptively and qualitatively. This research concludes that Barak's purposive interpretation is eclecticism that is holistic, integrative, and dynamic as well as it has special advantages compared to other constitution interpretation in originalism, non- originalism, and eclecticism. Interpretation of the constitution based on Pancasila must be applied by the MK-RI in judicial review of the 1945 Constitution based on philosophical, juridical, and sociological reasons by applying a holistic, integral, and dynamic interpretation approach. This statement is in line with the opinion of MK-RI to confirm the need of that approach when they interpret the 1945 Constitution. However, the constitutional interpretation carried out by the MK-RI during 2015-2018 did not assure the realization of a holistic, integrative, and dynamic interpretation. Based on Aharon Barak's purposive interpretation to analyze 225 of MK-RI decisions related to the constitutional review during 2015- 2018, there were 74 Constitutional Court decisions that have not fulfil the holistic, integrative, and dynamic interpretation principles. For this reason, this study proposes the interpretation of the constitution based on Pancasila in holistic, integral, and dynamic approach by developing Aharon Barak's purposive interpretation. However, this interpretation should be harmonized by the Indonesian legal system which is based on Pancasila. This approach is based on three main components, which are semantic, purposes (subjective, objective, and Pancasila), and judicial discretion that is able to accommodate variety of constitutional interpretation methods in general. Thus, the results of the constitutional interpretation by the MK-RI will have a strong normative justification and legitimacy basis."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dodi Haryono
"Penafsiran konstitusi berdasarkan Pancasila harus dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (MK-RI) dalam pengujian undang-undang terhadap UUD 1945. Hal itu hendaknya dilakukan dengan menggunakan suatu pendekatan penafsiran yang holistis, integratif dan dinamis. Jika hal tersebut tidak dipenuhi akan cenderung menghasilkan putusan yang parsial, nonintegratif, statis, dan/atau liar. Implikasinya adalah justifikasi dan legitimasi normatif putusan-putusan MK-RI akan menjadi lemah. Untuk itu, penelitian disertasi ini mengangkat permasalahan konsepsi penafsiran konstitusi berdasarkan Pancasila secara teoritis maupun praktis, dan menawarkan suatu pendekatan baru dalam penafsiran konstitusi yang mampu menjawab permasalahan yang dikaji. Adapun pokok permasalahan yang diangkat dalam penelitian disertasi ini berfokus pada empat hal penting. Pertama, penjelasan mengenai konsepsi penafsiran purposif Aharon Barak berikut keunggulannya dalam upaya mewujudkan suatu pendekatan penafsiran konstitusi yang holistis, integratif, dan dinamis. Kedua, argumentasi penafsiran konstitusi berdasarkan Pancasila harus diterapkan oleh MK-RI dalam pengujian undang-undang terhadap UUD 1945. Ketiga, analisis penafsiran konstitusi berdasarkan Pancasila dalam pertimbangan hukum beberapa Putusan MK-RI Periode 2015-2018 terkait pengujian undang-undang terhadap UUD 1945. Keempat, relevansi penafsiran purposif Aharon Barak bagi upaya mewujudkan suatu pendekatan penafsiran konstitusi berdasarkan Pancasila secara holistis, integratif, dan dinamis dalam pengujian undang-undang terhadap UUD 1945 di MK-RI, berikut konstruksinya. Keempat pokok permasalahan tersebut dikaji dengan mengacu pada tiga teori utama, yakni: teori konstitusi, teori penafsiran konstitusi, dan teori penafsiran purposif Aharon Barak. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif dengan pendekatan filsafat hukum, sejarah hukum, dan kasus. Sedangkan analisis data dilakukan secara deskriptif dan kualitatif. Penelitian disertasi ini menyimpulkan bahwa penafsiran purposif Barak bersifat eklektik yang holistis, integratif dan dinamis serta memiliki keunggulannya tersendiri dibandingkan penafsiran konstitusi lainnya dalam aliran orisinalisme, nonorisinalisme, maupun eklektisisme. Adapun penafsiran konstitusi berdasarkan Pancasila harus diterapkan oleh MK-RI dalam pengujian undang-undang terhadap UUD 1945 didasarkan pada alasan filosofis, yuridis, dan sosiologis. Hal itu hendaknya dilakukan dengan pendekatan penafsiran yang holistis, integratif, dan dinamis. Pernyataan tersebut selaras dengan pandangan MK-RI yang menegaskan perlunya penafsiran konstitusi berdasarkan Pancasila secara holistis, integratif dan dinamis. Hanya saja penafsiran konstitusi yang dilakukan oleh MK-RI Periode 2015-2018 belum menjamin akan terwujudnya suatu penafsiran yang holistis, integratif, dan dinamis. Berdasarkan analisis sebanyak 225 putusan MK-RI terkait pengujian konstitusional dari tahun 2015-2018 dengan menggunakan penafsiran purposif Aharon Barak, masih ditemukan sebanyak 74 putusan MK-RI yang belum memenuhi prinsip penafsiran holistis, integratif, dan dinamis. Untuk itu, penelitian ini mengajukan pendekatan penafsiran konstitusi berdasarkan Pancasila secara holistis, integratif, dan dinamis dengan mengembangkan penafsiran purposif Aharon Barak. Meskipun penafsiran purposif Aharon Barak ini relevan untuk dikembangkan di Indonesia, namun perlu diselaraskan dengan konteks sistem hukum Indonesia yang berbasis pada Pancasila. Pendekatan ini bertumpu pada tiga komponen utama, yaitu semantik, tujuan (tujuan subjektif, objektif, dan Pancasila), dan diskresi yudisial yang dapat mengakomodir ragam metode penafsiran konstitusi pada umumnya. Dengan demikian, hasil penafsiran konstitusi oleh MK-RI akan memiliki landasan justifikasi dan legitimasi yang kuat secara normatif.

Constitutional interpretation based on Pancasila must be performed by the Constitutional Court of Indonesia (MK-RI) in reviewing laws against the 1945 Constitution. It requires a holistic, integrative, and dynamic interpretation approach. If it does not run well, it will produce a partial, non-integrative, static, and/or wild decision. It implicates that normative justification and legitimacy of the Constitutional Court's decision to be weak. Therefore, this dissertation research explains the constitutional interpretation concept based on Pancasila theoretically and practically, and then to propose a new approach in constitutional interpretation to solve the research problems. There are four main issues in this dissertation research. First, the conception of Aharon Barak’s purposive interpretation and its advantages to realize a holistic, integrative, and dynamic approach in constitutional interpretation. Second, argument of the constitutional interpretation based on Pancasila must be applied by the MK-RI in reviewing laws against the 1945 Constitution. Third, analysis of constitutional interpretation based on Pancasila in law consideration of some decision of MK-RI during 2015-2018 is related to judicial review of 1945 Constitution. Fourth, relevancy of Aharon Barak's purposive interpretation to realize a holistic, integrative, and dynamic constitutional interpretation approach based on Pancasila in examining laws against the 1945 Constitution at the MK-RI and its construction. The four main problems are studied by referring to three main theories: theory of constitutional, theory of constitutional interpretation and theory of purposive interpretation of Aharon Barak. The research method used is normative legal research by law philosophy, legal history, and case study approach. Meanwhile, data analysis was carried out descriptively and qualitatively. This research concludes that Barak's purposive interpretation is eclecticism that is holistic, integrative, and dynamic as well as it has special advantages compared to other constitution interpretation in originalism, non-originalism, and eclecticism. Interpretation of the constitution based on Pancasila must be applied by the MK-RI in judicial review of the 1945 Constitution based on philosophical, juridical, and sociological reasons by applying a holistic, integral, and dynamic interpretation approach. This statement is in line with the opinion of MK-RI to confirm the need of that approach when they interpret the 1945 Constitution. However, the constitutional interpretation carried out by the MK-RI during 2015-2018 did not assure the realization of a holistic, integrative, and dynamic interpretation. Based on Aharon Barak's purposive interpretation to analyze 225 of MK-RI decisions related to the constitutional review during 2015-2018, there were 74 Constitutional Court decisions that have not fulfil the holistic, integrative, and dynamic interpretation principles. For this reason, this study proposes the interpretation of the constitution based on Pancasila in holistic, integral, and dynamic approach by developing Aharon Barak's purposive interpretation. However, this interpretation should be harmonized by the Indonesian legal system which is based on Pancasila. This approach is based on three main components, which are semantic, purposes (subjective, objective, and Pancasila), and judicial discretion that is able to accommodate variety of constitutional interpretation methods in general. Thus, the results of the constitutional interpretation by the MK-RI will have a strong normative justification and legitimacy basis"
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aziz Fauzi
"Pengujian undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI Tahun 1945) merupakan kewenangan yang diberikan UUD NRI Tahun 1945 kepada Mahkamah Konstitusi. Akibat hukum dari pengujian suatu undang-undang yang tidak sesuai dengan konstitusi ditentukan lebih lanjut dalam Pasal 56 dan Pasal 57 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi, yaitu tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Suatu undang-undang dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, dikarenakan prosedur pembentukan tidak sesuai UUD NRI Tahun 1945 atau materi muatan ayat, pasal, dan/atau bagian dari undang-undang bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945. Mendasari ketentuan Pasal 56 dan Pasal 57 Undang-Undang Mahkamah Konstitusi tersebut dapat dipahami bahwa inti dari kewenangan Mahkamah Konstitusi dalam pengujian undang-undang adalah untuk membatalkan norma yang bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945. Akan tetapi, dalam beberapa putusannya, Mahkamah Konstitusi tidak hanya membatalkan norma, melainkan juga membuat norma yang berakibat pada terjadinya perubahan UUD NRI Tahun 1945 melalui penafsiran. Kendati perubahan UUD NRI Tahun 1945 melalui penafsiran Mahkamah Konstitusi tersebut tidak ditentukan dalam UUD NRI Tahun 1945, namun hal tersebut diperlukan untuk memastikan UUD NRI Tahun 1945 tetap sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan ketatanegaraan. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, tesis ini akan menjelaskan 2 (dua) pokok bahasan. Pertama, sebab terjadinya perubahan UUD NRI Tahun 1945 melalui penafsiran Mahkamah Konstitusi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Mahkamah Konstitusi melakukan penafsiran konstitusi dalam pengujian undang-undang dengan memberikan makna tekstual (textual meaning) terhadap UUD NRI Tahun 1945 melalui pemaknaan yang berbeda dari makna asli (original meaning) UUD NRI Tahun 1945. Sehingga, secara materiil terjadi perubahan UUD NRI Tahun 1945 yang disebabkan adanya penafsiran Mahkamah Konstitusi yang menganggap kalimat konstitusi tidak jelas atau tidak memberikan jalan keluar. Kedua, akibat hukum perubahan UUD NRI Tahun 1945 melalui penafsiran Mahkamah Konstitusi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (i) terjadi perubahan makna tekstual terhadap UUD NRI Tahun 1945 yang berakibat pada terjadinya perubahan implementasi ketentuan UUD NRI Tahun 1945; dan (ii) wewenang MPR untuk mengubah UUD NRI Tahun 1945 tidak menjadi hilang setalah perubahan UUD NRI Tahun 1945 melalui penafsiran Mahkamah Konstitusi. Sebab, wewenang MPR untuk mengubah UUD NRI Tahun 1945 merupakan wewenang atribusi yang bersumber dari UUD NRI Tahun 1945, sehingga tidak akan hilang sepanjang tidak dihapus dari UUD NRI Tahun 1945.

The judicial review of the Constitution of the Republic of Indonesia 1945 (UUD NRI Tahun 1945) is an authority given to the Constitutional Court by the UUD NRI Tahun 1945. The legal consequences of reviewing a law that is inconsistent with the constitution are further specified in Article 56 and Article 57 of Law Number 24 of 2003 concerning the Constitutional Court, namely that they do not have binding legal force. A law is declared to have no binding legal force because its formulation is not in accordance with the UUD NRI Tahun 1945 or the contents of paragraphs, articles and/or parts of the procedural law are contrary to the UUD NRI Tahun 1945. Based on the provisions of Article 56 and Article 57 of the Law It can be understood that the essence of the Constitutional Court's authority in reviewing laws is to abolish norms that are contrary to the UUD NRI Tahun 1945. However, in several of its decisions, the Constitutional Court not only annuls norms, but also makes norms that result in fatal in the occurrence of amendments to the UUD NRI Tahun 1945 through monitoring. Although the amendment to the UUD NRI Tahun 1945 through the stipulation of the Constitutional Court was not specified in the UUD NRI Tahun 1945, this was necessary to ensure that the UUD NRI Tahun 1945 remained in accordance with the needs and developments of the state administration. By using normative juridical research methods, this thesis will explain 2 (two) main topics. First, the reason for the amendment to the UUD NRI Tahun 1945 through the interpretation of the Constitutional Court. The results of the study show that the Constitutional Court interprets the constitution in judicial review by giving a textual meaning to the UUD NRI Tahun 1945 through a different meaning from the original meaning of the UUD NRI Tahun 1945. Thus, materially there was a change in the UUD NRI Tahun 1945 due to the interpretation of the Constitutional Court which considered the sentence of the constitution to be unclear or did not provide a way out. Second, the legal consequences of changing the UUD NRI Tahun 1945 through the interpretation of the Constitutional Court. The results showed that: (i) there was a change in the textual meaning of the UUD NRI Tahun 1945 which resulted in a change in the implementation of the provisions of the UUD NRI Tahun 1945; and (ii) the MPR’s authority to amend the UUD NRI Tahun 1945 was not lost after the amendment to the UUD NRI Tahun 1945 was through the interpretation of the Constitutional Court. This is because the MPR’s authority to amend the UUD NRI Tahun 1945 is an attribution authority originating from the UUD NRI Tahun 1945, so it will not be lost as long as it is not removed from the UUD NRI Tahun 1945"
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rafli Fadilah Achmad
"ABSTRAK
Pengujian undang-undang merupakan kewenangan yang paling dominan terjadi di Mahkamah Konstitusi. Akan tetapi hingga empat belas tahun Mahkamah Konstitusi dibentuk belum ada ketentuan yang secara khusus mengatur mengenai batas waktu penyelesaiannya. Tesis ini membahas sekaligus merumuskan urgensi batas waktu penyelesaian pengujian undang-undang di Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian normatif yang disempurnakan dengan perbandingan lima negara. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa telah terjadi standar ganda antara batas waktu pengujian undang-undang dengan sengketa yang lain dimana sengketa pembubaran partai politik, perselisihan hasil pemilihan umum dan impeachment memiliki batas waktu penyelesaian sedangkan pengujian undang-undang yang notabenenya adalah kewenangan dominan dari Mahkamah Konstitusi justru tidak memiliki batas waktu penyelesaiannya.Selain itu ketiadaan batas waktu penyelesaian juga terbukti menciptakan suatu kondisi yang dinamakan justice delayed is justice denied, dimana baik Pemohon, Masyarakat dan Mahkamah Agung tidak mengetahui kepastian waktu tentang putusan pengujian undang-undang akan memiliki kekuatan hukum tetap. Kasus korupsi mantan Hakim Konstitusi berinisial ldquo;PA rdquo; juga menjadi studi dalam penelitian ini yang membuktikan bahwa ketiadaan batas waktu menciptakan ruang negosiasi antara para pihak dan oknum pengadilan untuk melakukan tindakan koruptif. Maka dari itu perlu adanya upaya untuk merevisi Undang-Undang Mahkamah Konstitusi dengan menambahkan tiga formulasi batas waktu penyelesaian pengujian undang-undang dalam suatu rumusan norma. Ketiga rumusan tersebut adalah batas waktu pengujian undang-undang yang bersifat kerugian potensial terhadap peristiwa konkret, batas waktu penyelesaian terhadap PERPU, dan batas waktu secara umum. Apabila Mahkamah Konstitusi memutus lebih dari waktu yang telah ditentukan maka terdapat konsekuensi hukum yang harus dilakukan berupa melakukan notifikasi dan penjelasan yang rasional kepada Pemohon dan Masyarakat

ABSTRACT
Judicial Review represents the most dominant authority at the Constitutional Court. However, it has been fourteen years since the establishment of the Constitutional Court and the regulation to specifically determine a definite deadline for case resolution has yet to be issued. This theses discusses and also formulate the urgency to establish case resolution deadline for judicial review at the Constitutional Court of the Republic of Indonesia. The research method applied utilizes normative research method improvised with comparative study from three countries. Research results revealed signs of double standards between the deadlines for judicial review with other judicial disputes, whereas political party dissolution dispute, general election results dispute and impeachment presented definite deadline for case resolution while judicial review which supposedly represents the domain jurisdiction of the Constitutional Court fails to submit any deadline for case resolution. In alternative, that the vacuum in such deadline has generated the condition known as rdquo justice delayed is justice denied rdquo , in which the Applicant, Public and the Supreme Court is shrouded concerning the definite deadline for the judicial review, to interpret any legal binding effect out of it. The corruption case of ldquo PA rdquo as former Constitutional Court was also investigated in this research as an evidence that the vacuum in the deadline has in turn created a negotiation room between parties and court officials to conduct corruptive actions. As such, the necessity to revised the Law on Constitutional Court is of paramount importance by adding three formula on deadline for case resolution within a normative framework. Those three formulations constitutes deadline in judicial review for laws with potential laws in nature to concrete events, deadline in judicial review to PERPU, and general deadline. In the event that the Constitutional Court issued a decision for such case beyond the agreed deadline, then such act will trigger mandatory legal consequences comprised of issuing notification and rational reasoning to the Applicant and Public at large. "
2018
T50182
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dahliya Bahnan
"Tesis ini membahas tentang bagaimana peran pemerintah dalam usaha memajukan dunia pendidikan di Indonesia sesuai dengan amanat konstitusi Pasal 31 UUD Tahun 1945 serta Undang-Undang tentang Sistem Pendidikan Nasional dan juga menganalisis bagaimana penafsiran Mahkamah Konstitusi dalam Uji Materil Pasal 50 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, serta pengaruh yang timbul akibat adanya putusan tersebut. Dengan adanya putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 5/PUU-X/2012 mengenai Sistem Pendidikan Nasional, yang berkaitan dengan pembentukan Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional atau Sekolah Bertaraf Internasional secara langsung dan tidak langsung mempengaruhi peran pemerintah terhadap kebijakan rencana dan strategi pendidikan nasional, hal ini tak lepas dari fungsinya dalam memberikan jaminan perlindungan pendidikan yang layak untuk warga negara, adanya putusan tersebut bukan berarti penyelenggara negara dalam hal ini pemerintah dan/atau pemerintah daerah lepas tangan begitu saja untuk mengembangkan RSBI/SBI tetapi justru harus lebih berperan lagi, sepanjang dalam prakteknya tetap memperhatikan pertimbangan hukum Mahkamah Konstitusi karena sejatinya tujuan awal dikembangkannya RSBI/SBI adalah untuk menghasilkan lulusan yang memiliki kompetensi sesuai standar internasional/dunia tetapi tetap menjaga nilai-nilai luhur bangsa dan negara serta budaya lokal.
Penulisan tesis menggunakan metode penelitian yuridis normatif yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti data sekunder atau bahan pustaka dan pendekatan yang digunakan adalah pendekatan perundang-undangan (statue approach).

This thesis discusses how the role of government in an effort to advance education in Indonesia in accordance with the constitutional mandate of Article 31 of the 1945 Constitution and the Law on National Education System and also analyze how the interpretation of the Constitutional Court in the Judicial Article 50 Paragraph (3) of the Law Number 20 Year 2003 on National Education System, As well as the effects that arise as a result of the decision. With the decision of the Constitutional Court No. 5/PUU-X/2012 on National Education System, relating to the establishment of international school or international school directly and indirectly affect the role of government to plan policies and national education strategy. it is not separated from its function in providing protection guarantee a decent education for citizens, the ruling does not mean the state officials in this case the government and/or local governments just hand off to develop RSBI/SBI but it should be more involved again, all in practice taking into account the legal reasoning of the Constitutional Court because his initial goals developed RSBI/SBI is to produce graduates who have the competence to international standards/ world but still maintain high values ​​of the nation and the state as well as local culture.
The thesis using research methods of juridical normative research. The research is done by examining secondary data or library materials and analyzing in term of the legislative approach (statue approach).
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T35714
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ajie Ramdan
"Pengujian konstitusionalitas Undang-undang No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Tiga permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah mengenai (1) legal standing pemohon dalam pengujian Undang-undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi; (2) pertimbangan hakim konstitusi memberikan legal standing kepada pemohon dalam pengujian Undang-undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi; serta (3) usulan pemberian legal standing terhadap pemohon dalam perkara pengujian undang-undang di Mahkamah Konstitusi. Untuk menjawab permasalahan tersebut, penelitian ini menggunakan bahan hukum berupa putusan Mahkamah Konstitusi, peraturan perundang-undangan, serta tulisan-tulisan yang berkaitan dengan hukum tata negara. Adapun jenis penelitian ini adalah yuridisnormatif.
Teori dalam menilai pemohon memiliki legal standing atau tidak, salah satunya adalah teori legal standing. Teori legal standing point d?interet point d?action yaitu tanpa kepentingan tidak ada suatu tindakan. Para pemohon dalam perkara No. 36/PUU-X/2012 dan No. 7/PUU-XI/2013 tidak memiliki legal standing dalam mengajukan permohonan. Karena para pemohon tidak mengalami langsung kerugian konstitusional yang bersifat spesifik (khusus) dan aktual dari dua (2) undang-undang yang diuji materi di Mahkamah Konstitusi atau setidaknya bersifat potensial yang menurut penalaran yang wajar dapat dipastikan akan terjadi. Mahkamah tidak tepat menilai para pemohon dalam perkara No. 36/PUUX/ 2012 dan No. 7/PUU-XI/2013 memiliki legal standing. Karena para pemohon tidak memiliki dasar (kepentingan) untuk mengajukan permohonan pengujian undang-undang. Selain itu terdapat dissenting opinion hakim konstitusi yang menguatkan bahwa para pemohon tidak memiliki legal standing. Sehingga Mahkamah Konstitusi tidak tepat menilai para pemohon memiliki legal standing. Perlu adanya perbaikan atas penentuan legal standing yang lebih ketat.

Year 2001 on Oil and Gas and Law No. 8 of 2011 on the Amendment of the Law No. 24 of 2003 on the Constitutional Court against the Constitution of the Republic of Indonesia Year 1945, which was registered with the case number and case number 7/PUU-XI/2013 36/PUU-X/2012. This study departs from the appropriateness of the valuation given legal standing by the Constitutional Court. Clarity regarding the legal standing of the complex requires further assessment. Three issues are addressed in this study is about (1) the applicant's legal standing in the judicial review of Law No. 22 Year 2001 on Oil and Gas and Law No. 8 of 2011 on the Amendment Act No. 24 of 2003 on the Constitutional Court; (2) consideration of the constitutional judges give legal standing to the applicant in the judicial review of Law No. 22 Year 2001 on Oil and Gas and Law No. 8 of 2011 on the Amendment Act No. 24 of 2003 on the Constitutional Court; and (3) the proposed granting legal standing of the applicant in the case of judicial review in the Constitutional Court. To answer these problems, this study used a legal substance of the Constitutional Court decision, legislation, and writings relating to constitutional law. The type of this research is the juridical-normative.
Theory in assessing the applicant has legal standing or not, one of which is the theory of legal standing. Theory of point d'interact legal standing point d'action that is without the benefit of no action. No. The applicant in the case. 36/PUU-X/2012 and No.7/PUU-XI/2013 not have legal standing to appeal. Because the applicant did not experience direct losses specific constitutional (specifically) and the actual of two (2) laws that material tested in the Constitutional Court, or at least the potential is based on logical reasoning will surely occur. The Court did not precisely assess the applicant in the case of No.36/PUU-X/2012 and No.7/PUUXI/2013 have legal standing. Because the applicant has no basis (interest) to apply for judicial review. In addition there are constitutional judges dissenting opinion affirming that the applicant has no legal standing. So that the Constitutional Court did not assess the applicant's right to have legal standing. There needs to be an improvement over the determination of more stringent legal standing.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Trypu Vevianto
"Tindak pidana pada awalnya merupakan tindakan yang merugikan keuangan negara. dalam perkembangannya kondisi yang diciptakan akibat tindak pidana korupsi adalah membahayakan keamanan negara, dan akhirnya tindak pidana korupsi menimbulkan bahaya keamanan asimetrik atau non-tradisional yaitu bahaya terhadap keamanan umat manusia, karena dampak negatifnya telah menambah ke dunia pendidikan, kesehatan, penyediaan sandang pangan, keagamaan dan fingsi fungsi pelayanan sosial lainnya.

Criminal acts were initially acts that were detrimental to state finances. in its development the conditions created due to criminal acts of corruption are endangering the security of the state, and ultimately corruption acts pose asymmetric or non-traditional security hazards, namely the danger to the security of mankind, because the negative effects have added to the world of education, health, food and religious clothing, religious and function of other social service functions.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
T29370
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Nurfuady Bakir
"Sebagai pengadilan konstitusi, Mahkamah Konstitusi memiliki empat kewenangan dan satu kewajiban sebagaimana ditentukan oleh Pasal 24C Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Diantara kewenangan yang dimiliki oleh Mahkamah Konstitusi, kewenangan memutus pengujian undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar dapat dikatakan sebagai kewenangan utama dari sisi teori dan sejarah. Dalam praktiknya, sejak berdirinya hingga sekarang Mahkamah Konstitusi telah memutus banyak perkara pengujian undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar. Akan tetapi tidak terdapat satu putusan yang mengabulkan pengujian undang-undang secara formil. Dalam penelitian ini menganalisis bagaimana penyelesaian pengujian formil undang-undang terutama melihat pertimbangan-pertimbangan Hakim Konstitusi dalam dalam memutus pengujian perkara secara formil. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan desain analisis deskriptif. Hasil penelitian menemukan bahwa dalam memutus perkara pengujian formil, Mahkamah Konstitusi tidak hanya mempertimbangkan aspek-aspek formil prosedural dari pembentukan undang-undang.

As a constitutional court, the Constitutional Court has four powers and one obligation as stipulated by Article 24C of the 1945 Constitution. Among the powers possessed by the Constitutional Court, the authority to decide judicial review of the Constitution can be said to be the main authority in terms of theory and history. In practice, since its establishment until now the Constitutional Court has decided many cases of judicial review against the Constitution. However, there are no decisions that grant formal judicial review. In this research, it analyzes how the completion of the formal judicial review, especially looking at the considerations of the Constitutional Justices in deciding formal judicial review. This research is a qualitative research with a descriptive analysis design. The research found that in deciding formal review cases, the Constitutional Court did not only consider formal procedural aspects of the formation of laws."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadya Putri Anggraini
"Tesis ini membahas tentang peran pemerintah dan swasta dalam usaha ketenagalistrikan di Indonesia dan menganalisis bagaimana penafsiran Mahkamah Konstitusi dalam menolak Uji Materil Undang-undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan. Penelitian ini bersifat Normatif dengan pendekatan sinkronisasi hukum vertikal dan juga didukung dengan pendekatan kasus. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh hasil Peran pemerintah dalam usaha ketenagalistrikan berupa pemberian subsidi kepada konsumen listrik. Subsidi merupakan kebijakan yang ditujukan untuk membantu konsumen tertentu agar dapat membayar produk atau jasa yang diterimanya dengan tarif dibawah harga pasar. Dalam menyediakan listrik, pemerintah juga mengendalikan harga jual. Selanjutnya, peran swasta dalam usaha ketenagalistrikan diperlukan terutama dalam pembangkit tenaga listrik yang diharapkan dapat mencukupi kekurangan pasokan listrik nasional. Sorotan utama yang menyangkut peran swasta dalam ketenagalistrikan adalah masalah perizinan. Mahkamah Konstitusi memutuskan untuk menolak Uji Materil yang diajukan oleh SP-PLN dengan pertimbangan bahwa pemisahan usaha (Unbundling) yang dimaksud dalam UU Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan berbeda dengan yang dimaksuda dalam UU Nomor 20 tahun 2002 tentang Ketenagalistrikan yang sebelumnya dibatalkan oleh MK pada tahun 2004.

These theses discuss about the role of the Indonesian government and private sectors in Indonesia on Electricity in Indonesia and analyze the situation based on Indonesian law. This discussion is based on Indonesian Constitutional Court on rebutting the Law on Judicial Review no. 30 of 2009 on Electricity. The research uses a normative approach on vertical law synchronization in case report. Result result shows that the role of Indonesian government on subsidising for electricity in the form of subsidising the electricity consumer. The subsidize is in the form of aiming at helping certain consumer to be able to pay for the product or servise based on the opportunity in getting lower price off the market. In providing electricity of the community, the Indonesian government also control the price for the market. On the other hand, the role of private sectors or needed in the electricity providership in order to overcome the shortage of electricity for the Indonesian community. This research pinpoint on the role of the private sectors? consessions on electricity. The Indonesian Constitutional Court verdicted on Unbundling of the Indonesian Law based on Law Clause no 33 of 2009 on Electricity is different from Indonesian Law based on Law Clause no. 20 of 2002 on Electricity that was canceled by Indonesian Constitutional Court in 2004."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
T28319
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>