Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 169609 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Munarni Aswindo
"Problematika kerentanan Pekerja Migran Indonesia (PMI) tidak hanya bersinggungan dengan aspek ekonomi, tetapi juga pilar bagi stabilitas politik, sosial budaya, serta pertahanan dan keamanan nasional. Penulisan ini bertujuan menganalisis upaya pemberdayaan yang dilakukan oleh Komunitas Relawan Pekerja Migran Indonesia (KAWAN-PMI) di Desa Lontar sebagai salah satu kantung PMI, sekaligus dampaknya bagi ketahanan PMI. Data diperoleh melalui studi literatur, wawancara, Diskusi Kelompok Terfokus (FGD), dan dokumentasi yang kemudian dianalisis secara deskriptif-analitis. Dalam mengkaji upaya pemberdayaan, studi ini menggunakan teori Pemberdayaan Masyarakat yang terdiri dari aspek enabling, empowering, dan protecting, sedangkan ketahanan PMI dianalisis mengunakan konsep faktor resiko dan faktor protektif dari Saleebey dan teori ketahanan sosial/komunitas. Hasil analisis menunjukkan bahwa Pemberdayaan oleh KAWAN-PMI mendukung ketahanan PMI, baik dari sisi sumber daya individu maupun sosial dalam menghadapi resiko ekonomi, resiko rumah tangga, dan resiko bekerja di luar negeri. Dari sisi ketahanan sosial, kehadiran KAWAN-PMI dengan sejumlah kegiatan pemberdayaan yang diberikan turut mendukung kemampuan komunitas PMI dalam menghadapi sejumlah faktor resiko yang ada baik dari sisi kapasitas mengatasi, kapasitas adaptif, maupun transformative. Dengan demikian. Pemberdayaan oleh KAWAN-PMI terhadap Komunitas PMI Desa Lontar telah mampu menciptakan keberdayaan yang tidak hanya mendukung ketahanan PMI secara individual namun juga sosial. Adapun faktor pendukung dalam upaya pemberdayaan mencakup: 1) Pemerintah Desa yang pro-aktif; dan 2) Dukungan pembinaan dan pendampingan dari UPT BP2MI Serang. Adapun faktor penghambat pemberdayaan KAWAN-PMI seperti: 1) Kendala kebijakan pemerintah pusat, 2) dukungan anggaran dan SDM yang masih minim bagi KAWAN-PMI, dan 3) minimnya akses permodalan terhadap komunitas PMI.

The vulnerability of Indonesian Migrant Workers (IMW) not only interacts with economic aspects, but also political stability, socio-culture, as well as national defense and security. This paper aims to analyze the empowerment efforts carried out by the Indonesian Migrant Worker Volunteer Community (KAWAN-PMI) in Lontar Village, Indonesia which is one of the largest suppliers of foreign workers, as well as its impact on IMW resilience. Data was obtained through literature study, interviews, Focus Group Discussions (FGD) and documentation which were then analyzed. The review using Community Empowerment theory which consists of enabling, empowering, and protection aspects to the foreign workers and families, while PMI resilience is analyzed using the concepts of risk factors and protective factors by Saleebey and social/community resilience theory. The results of the analysis show that Empowerment by KAWAN-PMI supports, both individual and social resources resilience in facing economic risks, household risks, and the risks of working abroad. In terms of social resilience, the presence of KAWAN-PMI with several empowerment activities provided, also supports the ability of the PMI community dealing with several existing risk factors, in terms of coping capacity, adaptive capacity, and transformative. Thus, Empowerment by KAWAN-PMI towards the PMI Community in Lontar Village has been able to create empowerment that not only supports IMW's resilience individually but also socially. The supporting factors in empowerment efforts include: 1) Pro-active Village Government; and 2) Guidance and mentoring support from UPT BP2MI Serang. However, this empowerment is not free from several inhibiting factors such as: 1) Central government policy constraints, 2) budget and human resource support that is still minimal for KAWAN-PMI, and 3) lack of access to capital for the IMW community."
Depok: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tegar Bimantoro
"Data menunjukan setidaknya ada sekitar 113 ribu warga negara indonesia yang kerja sebagai tenaga kerja migran. Berbagai alasan menjadi landasan validasi tenaga kerja indonesia untuk memberanikan diri bekerja di luas negeri, salah satunya adalah himpitan ekonomi. Kendati demikian, ada banyak sekali ancaman yang mengintai pekerja migran di ranah global, salah satunya adalah aksi radikalisme dan terorisme yang menjadi bahaya laten. Rekrutmen terorisme menjadi kesempatan terbaik untuk menyusupi paham-paham radikal kepada pekerja migran, dengan segenap cara dan taktik silat lidah kelompok teroris mampu menggaet anggota baru. Tidak sedikit pekerja migran yang terjerumus dan mengikuti praktik terorisme. Tulisan berusaha untuk mengulik cerita dan pengalaman pekerja migran yang telah terjerumus dalam aksi tindakan terorisme dengan melakukan wawancara kepada para narasumber. Tulisan ini berusaha untuk mengupas bagaimana rawannya posisi pekerja migran terhadap paparan radikalisme dan terorisme berdasarkan sudut pandang studi kriminologi

Data shows that there are at least 113 thousand Indonesian citizens who work as migrant workers. Various reasons have become the basis for validating Indonesian workers to dare to work across the country, one of which is the economic demands. Nevertheless, there are many threats that lurk migrant workers in the global sphere, one of which is acts of radicalism and terrorism which are latent dangers. Recruitment of terrorism is the best opportunity to infiltrate radical ideas into migrant workers, with all the means and tactics of the tongues of terrorist groups to attract new members. Not a few migrant workers fall into and follow the practice of terrorism. This paper attempts to explore the stories and experiences of migrant workers who have fallen into acts of theorizing by conducting interviews with informants. This paper attempts to explore how vulnerable the position of migrant workers is to exposure to radicalism and terrorism from the point of view of criminology studies.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tresia Lemauk
"Ketahanan keluarga yang kuat adalah aspek penting dalam rangka mengantisipasi datangnya ancaman atas terpenuhinya kebutuhan pokok sebuah keluarga. Kesanggupan sebuah keluarga untuk dapat mencukupi kebutuhan primer keluarganya juga disebut sebagai ketahanan keluarga. Tujuan penelitian ialah mengidentifikasi kondisi ketahanan ekonomi keluarga PMI yang telah dipulangkan pada mengidentifikasi PMI yang terakomodir mengikuti program pemberdayaan, dan mengidentifikasi implikasi program pemberdayaan terhadap ketahanan ekonomi keluarga PMI. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan wawancara sebagai instrument utama. Informan terdiri dari perwakilan BP2MI (2) dan PMI purna yang berasal dari Kabupaten Karawang (7). Teori dan konsep yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori ketahanan ekonomi keluarga, teori pemberdayaan masyarakat, ketahanan nasional dan konsep ketahanan keluarga. Penelitian ini menganalisis kondisi ketahanan ekonomi keluarga PMI setelah terakomodir mengikuti program pemberdayaan. Hasil penelitian menunjukan bahwa ketahanan ekonomi PMI setelah mengikuti program pemberdayaan belum optimal.  Hal ini diukur dengan salah satu indikator ketahanan keluarga yang dirilis KemenPPA 2016. Strategi terhadap ketahanan keluarga PMI yang dicanangkan oleh pemerintah harus memberikan dampak konkrit kepada PMI yang dipulangkan ke Indonesia.

Strong family resilience is an important aspect in anticipating threats to the fulfillment of a families basic needs. The ability of a family to be able to provide for the primary needs of the family is also referred to as family resilience. The aim of the research is to identify the condition of the economic resilience of PMI families who have been sent home to identify PMI who are accommodated in empowerment programs  for the economic resilience of PMI families. This study uses a qualitative approach with informants consisted of BP2MI representatives (2) and full-time PMI is from Karawang Regency (7). The theories and concepts used in this study are the theory of family economic resilience, community empowerments theory, national resilience and the concept of family resilience. This study analyzes the condition of the PMI family’s economic resilience after being accommodated in the empowerment program. The results showed that PMI’s economic resilience after participating in the program was not optimal. This is measured by one of the family resilience indicator released by KemenPPA 2016. The strategy for PMI family resilience proclaimed by the government must have a concret impact on PMI who are repatriated to Indonesia."
Jakarta: Sekolah Kajian dan Stratejik Global Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ninda Susanna
"Indonesia termasuk ke dalam lima negara dengan jumlah pelaut terbesar di dunia. Bekerja di kapal pesiar memiliki daya tarik yang besar karena pendapatannya yang lebih besar daripada bekerja di negara Indonesia, hal itulah yang memotivasi Pekerja Migran Indonesia (PMI) untuk bekerja di kapal pesiar. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis hubungan pelatihan dengan peningkatan pendapatan PMI di kapal pesiar. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Dari hasil penyebaran kuesioner dan dilakukan pengolahan data, ditemukan bahwa Pelatihan On Job Training secara signifikan berhubungan positif dengan peningkatan pendapatan Pekerja Migran Indonesia di kapal pesiar, dimana secara statistik Pekerja Migran Indonesia di kapal pesiar yang mengikuti pelatihan On Job Training memiliki kecenderungan untuk meningkat pendapatannya 1,9 kali lebih tinggi dibandingkan yang mengikuti pelatihan Off Job Training. Hal ini menunjukkan bahwa pelatihan dengan menggunakan metode On Job Training lebih efektif untuk meningkatkan pendapatan Pekerja Migran Indonesia yang bekerja di kapal pesiar. Pelatihan On Job Training tidak serta merta meningkatkan pendapatan PMI di kapal pesiar, terdapat variabel lain yang juga berpengaruh terhadap peningkatan pendapatan Pekerja Migran Indonesia di kapal pesiar. Dengan pelatihan On Job Training ini, pekerja memiliki peluang lebih besar untuk mendapatkan promosi jabatan yang akan meningkatkan pendapatannya. Namun promosi tidak hanya dilihat dari pelatihan yang sudah diikuti oleh pekerja, dimana keterampilan, kinerja, kemauan belajar dan juga menjadi pertimbangan untuk dapat bisa dipromosikan, dimana proses promosi tersebut telah memiliki kriteria penilaian dari atasan dan perusahaan

Indonesia is one of the five countries with the largest number of seafarers in the world. Working on cruise ships has great appeal because the income is greater than working in Indonesia, that is what motivates Indonesian Migrant Workers (IMW) to work on cruise ships. The purpose of this research is to analyze the relations between training and increasing income of Indonesian Migrant Workers on cruise ships. This study uses a quantitative approach. From the results of distributing the questionnaires and conducting data processing, it was found that On Job Training was significantly positively related to increasing the income of Indonesian Migrant Workers on cruise ships, where statistically Indonesian Migrant Workers on cruise ships who participated in On Job Training had a tendency to increase their income 1 .9 times higher than those who attended Off Job Training. This shows that training using the On The Job Training method is more effective in increasing the income of Indonesian Migrant Workers who work on cruise ships. On Job Training does not necessarily increase IMW's income on cruise ships, there are other variables that also affect the increase in income of Indonesian Migrant Workers on cruise ships. With this On Job Training, workers have a greater chance of getting a promotion which will increase their income. However, promotion is not only seen from the training that has been attended by workers, where skills, performance, willingness to learn and are also considered to be promoted, where the promotion process already has evaluation criteria from superiors and the company.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Istianah
"Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Indramayu dan Kota Hongkong, bekerjasama dengan organisasi yang berfokus pada perlindungan pekerja migran yaitu Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI). Pendekatan pada penelitian ini adalah kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif. Informan dalam penelitian ini berjumlah 19 orang terdiri dari 14 orang informan utama yaitu PMI Perempuan dan 5 informan pendukung yaitu perwakilan dari SBMI, P3MI, dan Lembaga Christian Action. Informan kunci pada penelitian ini diantaranya 2 orang PMI Perempuan Pra Penempatan, 5 Orang PMI Perempuan Masa Penempatan, dan 7 orang PMI Perempuan Purna Penempatan. Semua PMI perempuan dalam penelitian ini memiliki karakteristik dan permasalahan berbeda satu sama lainnya. Penelitian ini menggambarkan bagaimana mekanisme perlindungan sosial bagi PMI Perempuan baik di level mikro, meso, dan makro. Penelitian ini juga melihat adanya dinamika sistem perlindungan sosial bagi PMI Perempuan di ketiga level tersebut terutama celah ketidakcukupan cakupan perlindungan sosial di level makro dan meso. Di level mikro, skema perlindungan sosial merupakan skema informal yang mengedepankan asas gotong royong yang berfungsi untuk menutupi celah katidakcukupan cakupan perlindungan sosial di level makro-mesol. Ketika PMI Perempuan bersentuhan dengan mekanisme perlindungan sosial dan dinamika sistem perlindungan sosial di level mikro, meso, dan makro, maka mereka bisa memaknai perlindungan sosial tersebut sesuai dengan pengalaman masing-masing.

This study conducted in Indramayu Regency and Hongkong City in partnership with an organisation which focused to the protection againts migrant workers rights known as Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI). This study uses qualitative descriptive approach. The number of informants of this study are 19 persons comprise 14 key informants are women migrant workers and 5 supporting informants are the represetative from SBMI, P3MI, and Christian Action respectively. Key informants are included among others 2 person of pre-placement women migrant workers, 5 persons woman migrant workers, and 7 persons post-placement woman migrant workers. All these women migrant workers have their own characteristic and have its problem differently. This study describe the social protection mechanism for Indonesian Women Migrant Workers (hereinafter referred as IWMW) at the micro, mezzo, and macro level. It also highlights the dynamic social protection system at all levels in particular the gap caused by the insufficient social protection coverage at the macro and mezzo level. The social protection scheme on micro level is informal scheme upholds the mutual cooperation principle to fill this gap. The IWMW could define the social protection based upon their respective experience the moment they come in contact with the social protection mechanism and dynamic system at the micro, mezzo, and macro level."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adrianus Lengu Wene
"Gagasan kaum neoliberalis bahwa single market Uni Eropa meningkatkan lapangan pekerjaan, harga lebih murah, terjadi spesialisasi produksi dan meningkatnya pekerja migran berimplikasi pada munculnya modus baru dalam pasar tenaga kerja yakni fleksibilitas yang memungkinkan perusahaan untuk mentransfer resiko bisnis kepada para pekerja. Keberadaan sistem kerja paruh waktu, shift dan kontrak tanpa jam kerja serta outsourcing menjadi persoalan pelik bagi pekerja, utamanya pekerja migran. Di Inggris, timbul persoalan sosial-ekonomi yang dialami pekerja migran. Akibat sistem kerja yang fleksibel dalam pasar tenaga kerja, pekerja migran mengalami prekariatisasi - kerentanan secara sosial-ekonomi laiknya eksploitasi dan teralienasi - dan bekerja dalam ketiadaan jaminan pekerjaan tetap dan ketiadaan jaminan dalam bekerja. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis deterministik single market Uni Eropa yang menyebabkan terjadinya prekariatisasi terhadap pekerja migran di Inggris periode 2015-2018. Dengan menggunakan teori prekariatisme dari Guy Standing dan konsep Flexibility Labour Market sebagai landasan teoritis dan metode kualitatif eksplanasi dengan pendekatan interdisipliner ilmu, ditemukan bahwa single market Uni Eropa dan pasar tenaga kerja fleksibel merupakan skema kekuatan kapitalis untuk menguasai pekerja migran dengan cara membuat pekerja migran selalau dalam kondisi prekaritas sehingga dapat dieksploitasi dan teralienasi; bahwa mobilitas para pekerja migran dimaksudkan untuk mendorong produktifitas, profitabilitas perusahaan dan merangsang perdagangan Inggris; bahwa keleluasaan yang diperoleh perusahaan-perusahaan di Inggris untuk mengeksploitasi sebagai akibat mata rantai single market, menyebabkan pekerja migran selalu dalam posisi rentan tanpa adanya jaminan rasa aman dalam pekerjaan dan pendapatan serta hubungan sosial pekerja migran; bahwa pekerja migran digiring masuk ke dalam fragmentasi struktur ekonomi global sebagai homo sacer yang eksis berdasarkan kepentingan kekuatan kapitalis, bahwa kondisi prekaritas yang dialami pekerja migran memungkinkan penyatuan kesadaran sebagai suatu kelas sosial baru untuk melakukan perlawanan terhadap kekuatan neoliberalis yang mengeksploitasinya. Ini dapat menjadi semacam social text yang melekat kuat dalam memori sosial pekerja migran.

The neoliberalist idea that the single EU market increases employment, lower prices, specialization of production and increases in migrant workers implies the emergence of a new mode of labor market flexibility that allows companies to transfer business risks to workers. The existence of a part-time work system, shifts and contracts without working hours as well as outsourcing is a difficult problem for workers, especially migrant workers. In the UK, socio-economic problems arise for migrant workers. As a result of the flexible work system in the labor market, g, migrant workers experience precariatization - socio-economic vulnerability such as exploitation and alienation - and work in the absence of permanent employment security and insecurity in employment. This study aims to analyze the deterministic single market of the European Union which causes the precariatization of migrant workers in the UK for the 2015-2018 period. By using the theory of precariatism from Guy Standing and the concept of Flexibility Labor Market as a theoretical basis and qualitative method of explanation with an interdisciplinary approach, it is found that the single market of the European Union and the flexible labor market are schemes of capitalist power to dominate migrant workers by making migrant workers always in precarious conditions so that they can exploited and alienated; that the mobility of migrant workers is intended to boost productivity, company profitability and stimulate UK trade; that the flexibility that British companies have to exploit as a result of the single market link, leaves migrant workers in a vulnerable position without guarantees of security in employment and income as well as migrant workers' social relations; that migrant workers are led into the fragmentation of the global economic structure as ‘homo sacer’ that exist based on the interests of capitalist power, that the conditions of pre-employment experienced by migrant workers allow the unification of consciousness as a new social class to fight against the capitalist forces exploiting them. This possibility becomes a kind of social text that is always firmly attached to the social memory of migrant workers."
Depok: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wawan Fahrudin
"Penelitian ini bertujuan menganalisis pengaruh tingkat kesejahteraan terhadap jumlah pekerja migran di kabupaten dan kota pada tahun 2015-2019. Dari variabel yang diukur dalam penelitian ini dengan regresi Random Effect Model (REM) ditemukan fakta bahwa variabel yang memiliki tingkat elastisitas tinggi adalah jumlah pekerja migran Indonesia (PMI) pada tahun sebelumnya, dan jumlah PMI pada 2 tahun sebelumnya, serta luas wilayah, dan jumlah populasi. Variabel dalam penelitian ini antara lain: tingkat kesejahteraan masyarakat yang diukur melalui tingkat kemiskinan, indikator pendidikan dan PDRB per kapita dengan variabel kontrol jumlah penduduk, luas wilayah (daratan dan lautan), Jawa-luar Jawa, dan kabupaten/kota. Dari simpulan penelitian, Pemerintah setidaknya memiliki 2 (dua) pilihan kebijakan, pertama, apabila Pemerintah memandang bahwa pengiriman pekerja migran merupakan manifestasi ketidaksejahteraan/kemiskinan daerah kab./kota, maka Pemerintah harus mengeluarkan kebijakan yang memfokuskan pada program-program penanggulangan kemiskinan di daerah kantong PMI melalui program padat karya, meningkatkan PDRB per kapita dan Harapan Lama Sekolah (HLS), terutama di daerah kabupaten yang memiliki populasi tinggi, terutama di Jawa, dan memiliki luas wilayah yang tidak besar, dan kebijakan yang akan diambil pemerintah sekurang-kurangnya dimulai dari 2 tahun sebelumnya. Kedua, apabila pemerintah melihat pengiriman pekerja migran sebagai aset yang harus dihandel Pemerintah, fokus kebijakan pemerintah dipusatkan pada daerah terutama kabupaten yang memiliki tingkat kemiskinan tinggi, dengan HLS yang rendah, populasi tinggi, di Jawa, dengan luas wilayah yang sempit.

This study aims to analyze the effect of welfare levels on the number of migrant workers in districts and cities in 2015-2019. From the variables measured in this study using the Random Effect Model (REM) regression, it was found that the variables that had a high level of elasticity were the number of Indonesian Migrant Workers (PMI) in the previous year, and the number of PMIs in the previous 2 years, as well as the area, and the number of migrant workers. population. The variables in this study include: the level of community welfare as measured by the level of poverty, education indicators and GRDP per capita with the control variables being population, area (land and sea), Java-outer Java, and districts/cities. From the conclusion of the study, the Government has at least 2 (two) policy options, first, if the Government views that sending migrant workers is a symbol of poverty/poor in the regencies/cities, then the government must carry out policies by focusing on poverty reduction programs in PMI enclaves through labor-intensive programs, increasing per capita GRDP and expected years of schooling, especially in districts that have a high population, especially in Java, and have a small area, and policies that the government will take at least start from the previous 2 years. Second, if the government sees the sending of migrant workers as an asset that must be handled by the government, there are several government on the regions, especially districts with high poverty rates, with the expectation of low years of schooling, high population, in Java, with a narrow area."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shofy Yasmin Firdausy
"Penelitian ini membahas tentang strategi manajemen yang digunakan oleh pekerja migran Indonesia dalam mengelola remitansi yang diperoleh selama masa bekerja di Jepang. Masa bekerja yang ditempuh oleh masing-masing narasumber adalah empat tahun tertanda dari keberangkatan dalam program Kerjasama bilateral yang dilangsungkan antara Indonesia dan Jepang, yakni; Specialized Skilled Worker (SSW) dari 2019. Unsur yang membedakan skema SSW dengan skema pengiriman pekerja migran lainna adalah, terdapat 12 bidang industri yang dapat digeluti oleh pekerja migran Indonesia melalui seleksi dan spesifikasi ketat. Salah satunya adalah bidang pertanian yang merupakan bidang dengan kebutuhan tertinggi nomor tiga dari bidang industri lainnya. Hal ini dilatarbelakangi oleh industri pertanian Jepang yang maju dan Indonesia sebagai Negara agraris. Narasumber pekerja migran yang diberangkatkan dengan skema SSW dalam penulisan ini, berangkat dari latar belakang beragam. Namun memiliki kesamaan akan pemenuhan kebutuhan yang kemudian hasil kerja dikelola secara pribadi. Penelitian ini dilakukan dengan metode kualitatif untuk memahami strategi manajemen remitansi pada PMI secara kompreensif. Proses pengambian data utama dilakukan dengan melaksanakan sesi wawancara, membangun rapor dengan saling berbagi tautan dan pengalaman via media sosial dalam kurun waktu 2019 hingga 2022. Selanjutnya konsep dan teori yang digunakan adalah; 1. Rational Choice Theory; guna menjelaskan latar belakang rasional PMI dalam melakukan pengelolaan remitansi 2. Konsep Planned Behaviour; untuk menjelaskan dorongan intenal dan jaringan sosial, 3. Pendekatan New Economics of Labor Migration (NELM); untuk menjelaskan adanya prioritas kepentingan pribadi sebagai motivasi penggerak dalam menghasilkan dan mengelola remitansi. Hasil dari penelitian ini adalah; 1. Investasi, peruntukan modal sebagai alih fungsi lahan dan olah modal usaha merupakan strategi praktis yang dipilih oleh PMI;
Sehingga secara rasional pengelolaan remitansi oleh PMI berada dalam koridor kepentingan diri (pengembangan potensi diri) dan kebutuhan keluarga. Proses dalam menyusun strategi manajemen remitansi membantu melebarkan jaringan yang mempengaruhi PMI dalam keputusan remigrasi, serta berfungsi dalam proses reintegrasi PMI dengan masyarakat kota asal PMI.

This research discusses the management strategies used by Indonesian migrant workers in managing remittances obtained during their work in Japan. The period of work undertaken by each resource person is four years from departure in the bilateral cooperation program held between Indonesia and Japan, namely; Specialized Skilled Worker (SSW) or Tokutei Ginou from 2019. The element that differentiates the SSW scheme from other migrant worker-sending schemes is that there are 12 industrial fields that Indonesian migrant workers can enter through strict selection and specifications. One of them is the agricultural sector, with the third highest demand from other industrial sectors. This is motivated by the advanced Japanese agricultural industry and Indonesia as an agricultural country. The resource persons for migrant workers who departed under the SSW scheme in this writing came from various backgrounds. However, they have in common the fulfilment of needs, which is then managed personally. This research was conducted using a qualitative method to comprehensively understand the remittance management strategy at PMI. The main data collection process was carried out by conducting interview sessions, and building report cards by sharing links and experiences via sosial media in the period 2019 to 2022. Furthermore, the concepts and theories used were; 1. Rational Choice Theory; to explain PMI's rational background in managing remittances 2. Planned Behavior concept; to explain internal drives and social networks, 3. New Economics of Labor Migration (NELM) approach; to explain the priority of personal interests as the driving motivation in generating and managing remittances. The results of this research are; 1. Investment, allotment of capital and processing business capital is a practical strategy chosen by PMI; 2. So rationally the management of remittances by PMI is in the corridor of self- interest (development of personal potential) and family needs. The process of developing remittance management strategies helps widen the network that influences PMI in remigration decisions, as well as functions in the reintegration process of PMI with the community of PMI's hometown."
Depok: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suca Nur Alam
"Feminisasi migrasi merupakan salah satu fenomena yang telah menjadi isu global. Pergerakan migrasi yang dilakukan oleh perempuan didorong oleh berbagai faktor, salah satunya kemiskinan. Sebagian besar perempuan yang bermigrasi memilih untuk bekerja menjadi pekerja rumah tangga (PRT). Posisi pekerjaannya yang berada dalam ranah perseorangan membuat PRT migran sulit untuk diawasi dan rentan mengalami berbagai permasalahan. Permasalahan yang dialami pekerja perempuan migran merupakan bentuk kekerasan berbasis gender. Kondisi tersebut yang seharusnya dapat menjadi catatan bagi setiap negara agar memberikan perlindungan terhadap pekerja perempuan migran. Hal ini dapat diwujudkan melalui pembuatan kebijakan yang bersifat responsif gender. Kebijakan responsif gender menunjukan adanya kesadaran bahwa terdapat perbedaan kondisi yang dialami oleh pekerja perempuan dan laki-laki di lapangan. Indonesia dalam hal ini merupakan salah satu negara yang mengalami sejumlah dinamika dalam upaya perlindungan pekerja migran Indonesia (PMI). Perubahan dan perkembangan sumber hukum terus terjadi hingga masa kepemimpinan Presiden Joko Widodo di tahun 2014-2019. Pada masa pemerintahan Presiden Joko Widodo mengeluarkan beberapa kebijakan sebagai respon dan upaya perlindungan terhadap PMI. Termasuk upaya perlindungan bagi PMI yang mengalami berbagai permasalahan di Arab Saudi sebagai salah satu negara penempatan. Berdasarkan pemahaman dengan menggunakan kerangka feminisme sosialis, menunjukan bahwa opresi yang terjadi masih dilandasi oleh pengaruh sistem kapitalisme. Serta, pendekatan What’s The Problem (WPR) juga menunjukan bahwa kebijakan yang dibuat masih bersifat netral gender. Kondisi ini ditunjukan melalui belum adanya sejumlah pasal dan/atau peraturan yang membahas secara khusus perlindungan bagi pekerja perempuan, khususnya PRT migran. Realitas feminisasi migrasi cenderung masih diabaikan karena kebijakan yang dihasilkan masih belum merepresentasikan permasalahan di lapangan
.....Feminization of migration is one of the phenomena that has become a global issue. The movement of migration carried out by women is driven by various factors, one of them is poverty. Most of women who migrate choose to work as domestic workers. However, their job position makes migrant domestic workers difficult to monitor and increase their potential to experience various problems. The problems experienced by women migrant workers are a form of gender-based violence. This kind of condition should be a priority for every country in order to provide protection for women migrant domestic workers. Each government should be able to make gender responsive policies related to migrant workers, especially domestic workers. Gender responsive policies shows an awareness that there are different conditions experienced by male and female workers in the field. Indonesia is one of the countries that experiences a number of dynamics in the protection of Indonesian migrant workers. Changes and developments in legal sources continued to occur until the presidency of President Joko Widodo in 2014-2019. During the administration of President Joko Widodo, numbers of policies were made in response to and efforts to protect PMI. Including protection for PMI who experiences various problems in Saudi Arabia as one of the placement countries. Based on the understanding using the framework of socialist feminism, it shows that the oppression that occurs is still based on the influence of the capitalist system. What's The Problem (WPR) approach also shows that the policies made are still gender neutral. This condition is because there are several specific issues that have not been addressed in the policy, especially about migrant domestic workers.The reality of the feminization of migration tends to be neglected because the policies produced do not represent problems in the field."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Raghdah Kautsarita Permata
"Perlindungan terhadap Pekerja Migran Indonesia sudah menjadi kewajiban negara. Hal ini merupakan amanat dari Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menegaskan bahwa setiap orang berhak memilih pekerjaan yang bebas dari perbudakan, kerja paksa, dan diskriminatif. Sebagai Badan yang ditunjuk oleh Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia untuk melaksanakan perlindungan terhadap Pekerja Migran Indonesia, Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia membentuk layanan yang bernama Crisis Center. Pembentukan layanan Crisis Center diharapkan mampu memfasilitasi Pekerja Migran Indonesia bermasalah untuk menemukan jalan keluar atas permasalahannya. Berdasarkan hal tersebut, tulisan ini menganalisis bagaimana bentuk bantuan hukum layanan Crisis Center serta perannya dalam penanganan kasus Pekerja Migran Indonesia di Malaysia. Dalam menjawab persoalan yang ada, penelitian ini menggunakan metode hukum doktrinal dengan tipe deskriptif analitis. Hasil dari penelitian ini menyimpulkan bahwa layanan Crisis Center belum optimal dalam memberikan pelayanan kepada Pekerja Migran Indonesia di Malaysia yang bermasalah. Layanan Crisis Center juga masih menggunakan pedoman pelaksanaan yang sama sejak tahun 2015 yang mana sudah tidak relevan dengan perkembangan yang ada. Pemberlakuan pedoman yang tidak relevan tentu tidak dapat mengakomodir kebutuhan Pekerja Migran Indonesia saat ini.

Protection of Indonesian Migrant Workers is a state’s reponsibility. This is a mandate as stated in Undang-Undang Dasar 1945 that everyone has the right to choose occupation that is free from slavery, forced labour, and discrimination. As an institution mentioned in enacted Law of the Republic Indonesia Number 18 of 2017 on Protection of Indonesian Migrant Workers, Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia formed a service named Crisis Center. Crisis Center Service aims to facilitate Indonesian Migrant Workers to resolve their problems. Based on this, this research analyzes how the legal assistance of Crisis Center works and their role in handling cases of Indonesian Migrant Workers in Malaysia. This is a doctrinal law method and a descriptive analytical research typology. The conclusion of the research is that Crisis Center services are not optimal yet in handling cases of Indonesian Migrant Workers in Malaysia. Crisis Center services are also still using an old regulation since 2015 which is not relevant with the current situation."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>