Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 168829 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Devi Afni
"Salah satu amanah UU No. 40 Tahun 2004 yaitu masyarakat memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan serta perlindungan terpenuhinya Kebutuhan Dasar Kesehatan (KDK) dan jika masyarakat membutuhkan rawat inap di RS maka dilayani di kelas standar. Hal ini dituangkan dalam peta jalan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) 2012-2019 yaitu keseragaman paket manfaat medis dan nonmedis bagi peserta JKN di RS pada tahun 2019, namun sampai saat ini belum terwujud. Terbitnya PP 47 tahun 2021 mengatur kelas standar yang akan diberlakukan tanggal 1 Januari 2023 dan juga mengatur ruang intensif, ruang isolasi dan ketentuan SDM purna waktu. Penelitian dilakukan untuk menganalisis kesiapan implementasi KRIS JKN, ruang intensif, ruang isolasi dan ketentuan SDM purna waktu dengan menggunakan pendekatan kuantitatif (kuesioner rancangan 12 konsep kriteria KRIS JKN bulan November 2021) dan kualitatif (wawancara mendalam menggunakan teori Donald van Metter dan Carl van Horn) pada 22 RS di wilayah kabupaten Tangerang. Hasil penelitian menunjukan kesiapan RS di akhir tahun 2021, untuk KRIS masih kurang dari 60% RS yang baru memenuhi kriteria kepadatan ruangan (luas ruangan per TT, jarak antar TT minimal 1,5m2, jumlah maksimal TT per ruangan); untuk ruang intensif terpenuhi 23% RS; untuk ruang isolasi terpenuhi 36% RS; serta 15%-20% terpenuhi dokter spesialis purna waktu di RS swasta dan 100% di RS pemerintah (secara kuantitas bukan kualitas). Saran penelitian ini: RS melakukan mapping ketersediaan ruang rawat inap saat ini dan penyesuaian dilakukan setelah kriteria KRIS JKN ditetapkan pemerintah; pemerintah segera membuat peraturan pelaksana termasuk ketegasan jenis kepesertaan dan tarif yang akan diberlakukan sehingga RS dapat mempersiapkannya dengan tepat , melakukan harmonisasi regulasi, memberikan keringanan pajak alat-alat kesehatan, mengalokasikan dana khusus bagi RS pemerintah , sosialisasi masif kepada RS atau masyarakat luas, melakukan mapping tenaga dokter kemudian bekerjasama dengan institusi pendidikan yang memproduksi tenaga dokter spesialistik; RS swasta juga mempersiapkan dana khusus secara mandiri untuk persiapan KRIS JKN; penerapan KRIS JKN, ruang intensif dan ruang isolasi dilakukan bertahap dalam 2-4 tahun kedepan.

One of the mandates of Law Number 40 Year 2004 that the community gets the benefits of health care and protection for Basic Health Needs (KDK), and if the community requires hospitalization then it is served according to standard inpatient room. This is stated in National Health Insurance (JKN) Roadmap 2012-2019, equality of medical and non-medical benefit packages for JKN participants in hospitals in 2019, but so far this has not been realized. The issuance of PP Number 47 Yearf 2021 regulates standard classes that will be implemented on January 1, 2023 and also regulates intensive rooms, isolation rooms and provisions for full-time human resources. The study aims to analyze the readiness of implementation standard inpatient room (KRIS), intensive rooms, isolation rooms and the provision of full-time human resources using a quantitative approach (a questionnaire designed 12 concepts of KRIS JKN criteria in November 2021) and qualitative approch (in-depth interviews using the theory of Donald van Metter and Carl van Horn) at 22 hospitals in the Tangerang district. The results of the study show that the readiness of hospitals at the end of year 2021 to implement KRIS is still less than 60% of hospitals fulfill the criteria for density room (area for bed, minimum distance between beds are 1.5m2, maximum number of bed in KRIS); hospitals fulfilled 23% for intensive care criteria, 36% for isolation room; and 15%-20% full-time specialist doctors in private hospitals and 100% in government hospitals (quantity not quality). Suggestions for this research: the hospital does a mapping of the current availability of inpatient rooms and adjustments are made after the KRIS JKN criteria are set by the government; the government immediately make implementing regulations including firmness on the type of participation and tariffs to be applied so that hospitals can prepare them properly, harmonize regulations, provide tax breaks for medical devices, allocate special funds for government hospitals, massive socialization to hospitals or the wider community, conduct mapping doctors then collaborate with educational institutions that produce specialist doctors; Private hospitals also prepare special funds independently for the preparation of the KRIS JKN; the implementation of KRIS JKN, intensive rooms and isolation rooms is carried out in stages over the next 2-4 years."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dhini Sari Sembiluh
"Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) akan mengimplementasikan kebijakan Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) mulai 1 Januari 2023 secara bertahap, untuk mewujudkan kesinambungan program JKN dan menjalankan amanah undang-undang SJSN dalam pemenuhan prinsip ekuitas. Kebijakan implementasi KRIS JKN akan berdampak pada tata kelola rumah sakit dan diperlukan penyesuaian sumber daya dan proses manajemen RS. RS Aisyiyah Bojonegoro berada di Kabupaten Bojonegoro yang cakupan UHC 98.76 %, merupakan RS swasta yang terbesar dan didominasi pasien JKN dengan BOR 67.79%. Penelitian ini bertujuan mengetahui gambaran kesiapan sumber daya, proses manajemen dan rencana tindak lanjut RS Aisyiyah Bojonegoro untuk implementasi KRIS JKN. Penelitian ini kualitatif dengan desain studi kasus. Pengumpulan data melalui observasi sarana dan prasana, telaah dokumen dan wawancara mendalam sembilan informan. Persentase pencapaian kesiapan sarana dan prasana Gedung Bi’r Ali untuk memenuhi 12 kriteria KRIS JKN sebesar 76% dan 8 kriteria masih perlu penyesuaian kebutuhan; kesiapan pendanaan belum sepenuhnya siap; para informan sudah memiliki pengetahuan terkait rencana implementasi KRIS JKN dan sikap yang mendukung implementasi KRIS JKN; kesiapan metode belum terpenuhi seluruhnya yaitu belum adanya SK Direktur pembentukan tim khusus persiapan KRIS JKN, proses re-akreditasi sedang berjalan dan pencapaian kepatuhan clinical pathway belum memenuhi standar. RS Aisyiyah Bojonegoro harus membentuk tim khusus untuk persiapan KRIS JKN, mematangkan persiapan re-akreditasi dan meningkatkan penerapan clinical pathway dan evaluasi kepatuhan terhadap clinical pathway yang telah ada.

The National Social Security Council (DJSN) will gradually implement the JKN KRIS policy starting January 1, 2023. The implementation of KRIS JKN will have an impact on hospital governance, the need to adjust the needs of hospital resources and management. Aisyiyah Bojonegoro Hospital is located in Bojonegoro Regency with 98.76% UHC, is the largest private hospital and dominated by JKN patients with BOR is 67.79%. This study aims to describe the readiness of resources, management processes and follow-up plans for Aisyiyah Bojonegoro Hospital for the KRIS JKN implementation. This study is qualitative with case study design. Collecting data through observation of facilities and infrastructure, review of documents and in-depth interviews. The percentage of readiness of the Bi'r Ali Building facilities and infrastructure for the JKN KRIS is 76% and 8 criteria still need to be adjusted to the needs; the funding readiness is not fully ready; the informants already have knowledge regarding the KRIS JKN implementation plan and attitudes that support the implementation of the JKN KRIS; the preparation of methods for the implementation of KRIS JKN has not been fully fulfilled, namely the absence of a Director's Decree for the formation of a special team for the preparation of KRIS JKN, the accreditation process is ongoing and applying the clinical path does not meet the standards. Aisyiyah Bojonegoro Hospital must form a special team to prepare for the JKN KRIS, finalize re-accreditation preparations and improve the application of clinical pathways and evaluate compliance with existing clinical pathways"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maya Khrisna Silahartini
"Latar belakang: RS Sultan Imanuddin adalah rumah sakit tipe B yang menerima rujukan berjenjang dari rumah sakit sekitarnya dan menjadi tumpuan pelayanan sehingga diharapkan dapat memberikan pelayanan berkualitas dan memuaskan. Terdapat 5 dimensi yang dapat digunakan dalam menilai kualitas pelayanan yaitu tangible, empathy, reliability, responsiveness, dan assurance. Angka kepuasan pelanggan yang tinggi mempengaruhi keputusan pasien untuk kembali menggunakan layanan kesehatan di fasilitas kesehatan. Pengukuran loyalitas pelanggan dengan Nett Promoter Score (NPS) diawali pada tahun 2003 dan menggunakan jumlah pertanyaan lebih sedikit, NPS menghasilkan analisis yang lebih baik terhadap loyalitas pasien terhadap institusi kesehatan dan terdapat korelasi yang tinggi antara nilai NPS dengan tingkat kepuasan pasien.
Tujuan: Menganalisis hubungan persepsi pasien terhadap kualitas layanan dengan loyalitas di RS Sultan Imanuddin. Mengetahui loyalitas pasien RS Sultan Imanuddin dengan NPS untuk melihat akseptibilitas masyarakat terhadap RSSI.
Metode Penelitian: Penelitian mix method dengan pengambilan data kuantitatif kemudian dilanjutkan dengan kualitatif. Penelitian dilakukan Desember 2020-Februari 2021 dengan jumlah responden sebanyak 203 orang pasien dan atau penunggu pasien di instalasi rawat inap Meranti dan manajemen RS Sultan Imanuddin.
Hasil: Penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat loyalitas terhadap RS diukur dengan Nett Promoter Score sebesar 68,4 dan loyalitas terhadap dokter 91,6. Variabel tangible, empathy, reliability, responsiveness, dan assurance berhubungan signifikan terhadap loyalitas pasien terhadap RS dengan nilai p<0,001. Variabel reliability dan responsiveness memiliki pengaruh signifikan terhadap loyalitas pasien terhadap dokter dengan p<0,001. Karakteristik pasien yang berpengaruh signifikan pada loyalitas pasien terhadap rumah sakit dan dokter adalah pendidikan. Faktor pendidikan mempengaruhi cara pasien berkomunikasi dengan dokter. Faktor jenis kelamin, usia, pekerjaan, cara pembiayaan, tempat tinggal, kelas perawatan, riwayat rawat inap sebelumnya, cara datang berobat, dokter yang merawat, jalur masuk rawat inap, jenis kasus bedah dan lama hari rawat tidak berpengaruh terhadap loyalitas pasien.
Kesimpulan: Penelitian di RS Sultan Imanuddin menunjukkan tingkat loyalitas pasien terhadap dokter lebih tinggi dibanding loyalitas pasien terhadap rumah sakit. Variabel tangible, empathy, reliability, responsiveness, dan assurance memiliki hubungan signifikan terhadap loyalitas pasien terhadap rumah sakit. Variabel reliability dan responsiveness memiliki hubungan signifikan terhadap loyalitas pasien terhadap dokter. Pasien yang berpikir untuk beralih layanan rumah sakit, mencari layanan kesehatan yang tidak antri, ruang rawat inap yang lebih nyaman, dan memperhatikan privasi. Pasien yang masih menginginkan layanan di tempat yang sama disebutkan karena faktor jarak yang dekat dan beda selisih pembiayaan bila pindah rumah sakit. Faktor yang membuat pasien loyal terhadap dokter adalah penanganan baik yang diberikan dan telah terbiasa sebelumnya. Hal yang membuat pasien beralih dokter adalah waktu yang diberikan dalam pelayanan dirasa kurang dan ketidakhadiran dokter saat pemeriksaan. Penelitian ini diharapkan menjadi data dasar bagi rumah sakit sebagai tolak ukur dalam monitoring dan evaluasi pelaksanaan pelayanan.

Background: Sultan Imanuddin hospital is type B hospital receives referrals from surrounding hospitals, becoming service focus and expected to provide qualified and satisfying services. There are 5 dimensions that can be used for assessing service quality. Tangible, empathy, reliability, responsiveness, and assurance. High customer satisfaction rate had an impact on patients’ decision to use health services in the future and use the same health care facilities. Customer loyalty measure using Nett Promoter Score (NPS) initiated in 2003, using fewer questions. NPS results in better patient loyalty analysis for health care institutions, and had a correlation between NPS value and patient satisfaction level. Aim: This study was to analyze correlation between patient perceptions of service quality and loyalty at Sultan Imanuddin hospital. Knowing the patient’s loyalty with NPS to monitor patient’s acceptance of RSSI health services. Method: The research design is mix method research with quantitative research followed by qualitative. The study was conducted from December 2020-March 2021 with a total of 203 patients and/or patient attendants at the Meranti inpatient ward at Sultan Imanuddin Hospital. Result: research showed that the level of loyalty to hospitals, was measured by a Net Promoter Score of 68.4 and loyalty to doctors of 91.6. Tangible, empathy, reliability, responsiveness, and assurance variables were significantly related to patient loyalty to the hospital with p<0.001. Variables of reliability and responsiveness have a significant correlation with patient loyalty to doctors with p<0.001. Education is a patient’s character had a significant correlation with patient loyalty to both hospitals and doctors. Educational factors affect the way patients communicate with doctors. Gender, age, occupation, payment, domicile, treatment class, previous hospitalization history, referral method, treating doctor, inpatient admission method, surgical case type, and length of stay did not affect patient loyalty. Conclusion: patient loyalty to doctor is higher than patient loyalty to hospital. Tangible, empathy, reliability, responsiveness, and assurance are significantly correlated to patient’s loyalty to hospital. Reliability and responsiveness are significantly correlated to patient’s loyalty to doctor. Patients who are thinking of switching hospital services, seek health services that are less queued, more comfortable inpatient rooms, and pay attention to privacy. Patients who still want services at the same place are mentioned because of the distance factor and the difference in financing if they move hospitals. The factor that makes the patient loyal to the doctor is the good treatment given and has been used to it before. The things that make patients switch doctors are the time given in the service is felt to be lacking and the doctor's absence during the examination. This research is expected to serve database for hospital as a benchmark in monitoring and evaluating service implementation."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dery Julianda
"Promosi Kesehatan Rumah Sakit (PKRS) adalah upaya meningkatkan kemampuan pasien kelompok masyarakat agar dapat mandiri dalam mempercepat kesembuhan dan rehabilitasinya, meningkatkan kesehatan, mencegah masalah-masalah kesehatan dan mengembangkan upaya kesehatan bersumberdaya masyarakat sesuai sosial budaya mereka serta didukung kebijakan publik yang berwawasan kesehatan. Kesiapan adalah keseluruhan kondisi perawat/bidan yang membuat siap untuk memberi respon atau jawaban di dalam cara tertentu terhadap suatu situasi. Tujuan penelitian ini untuk menggambarkan kesiapan respoden dan sarana pendukung terkait dengan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kesiapan tersebut.
Penelitian ini menggunakan dua pendekatan yakni kuantitatif dan kualitatif dengan tujuan selain mendapatkan gambaran juga mendapatkan informasi yang mendalam tentang kesiapan perawat/bidan dan sarana pendukung pelaksanaan PKRS.
Dari hasil analisis didapatkan bahwa individu lebih siap dibandingkan dengan sarana (manajemen) meskipun secara kuantitatif tidak ada hubungan yang bermakna antara variable independen dengan kesiapan, secara keseluruhan responden bersikap positif meskipun masih lebih dari 20% responden yang berpengetahuan kurang tentang pengetahuan dasar PKRS, sehingga masih banyak responden yang tidak berperilaku baik terkait PKRS dirawat inap.
Kesimpulan serta saran dari penelitian ini diutamakan pada peningkatan pengetahuan perawat/bidan dengan diberikan pelatihan tentang PKRS seta dilakukan pengawasan oleh Tim PKRS,dan penelitian ini diharapkan menjadi masukan bagi rumah sakit dalam upaya pengembangan PKRS di RSUD Kabupaten Bekasi.

Health Promotion Hospital (HPH) is an effort to improve the patient's ability to be selfsufficient communities in accelerating the healing and rehabilitation, improving health, preventing health problems and develop appropriate health efforts Community Based sociocultural and supported them sound public health policy. Readiness is the overall condition of the nurse / midwife who makes ready to respond or answer in a certain way to a situation. The purpose of this study to describe the readiness of respondents and supporting facilities associated with the factors that can affect the readiness.
This study uses two approaches to the quantitative and qualitative objectives other than getting an idea also get in-depth information about the readiness of nurses / midwives and support facilities HPH implementation.
From the analysis it was found that individuals are more ready than the means (management) although quantitatively there is no significant relationship between the independent variable with readiness, overall respondents are positive though still more than 20% of respondents who are less knowledgeable about basic knowledge HPH, so it is still many respondents who do not behave properly related hospitalization HPH.
Conclusions and suggestions of this study preferred on increased knowledge nurses / midwives to be trained on HPH supervision by HPH team, and the study is expected to be the input for hospitals in developing HPH in Bekasi Regency Hospital.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
T35330
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tanjung, Reforma Yunita Masri
"Prinsip dan tujuan manajemen mutu dapat dilaksanakan dengan membuat suatu sistem pemastian mutu. Pemastian mutu dibuat dengan konsep yang menyeluruh dan didesain berdasarkan tujuan pemakaiannya. Desain dan pengembangan obat yang dibuat dengan memperhatikan persyaratan yang tercantum pada CPOB, dan perlunya dokumentasi, serta validasi pada setiap prosesnya. Pada proses pengembangan produk tablet XXX dibuatlah protokol verifikasi metode analisa penetapan kadar. Pembuatan protokol verifikasi metode analisa penetapan kadar dibuat untuk memastikan bahwa pada proses analisa penetapan kadar tablet XXX tidak terjadi bias, yang dapat menyebabkan kegagalan pemastian mutu pada produk. Protokol veifikasi metode analisa penetapan kadar dibuat dengan mengacu pada monografi tablet XXX dari British Pharmacopoeia tahun 2020 dan The International Council For Harmonisation (ICH) guideline.

Quality management principles and objectives can be implemented by creating a quality assurance system. Quality assurance is made with a comprehensive concept and designed based on its intended use. The design and development of drugs is made by taking into account the requirements stated in the CPOB, and the need for documentation and validation in each process. In the process of developing the XXX tablet product, a verification protocol for the assay analysis method was created. The creation of a verification protocol for the assay analysis method was created to ensure that in the analysis process for assaying XXX tablets there was no bias, which could cause failure to ensure the quality of the product. The verification protocol for the assay analysis method was made by referring to the XXX tablet monograph from the British Pharmacopoeia in 2020 and the International Council For Harmonization (ICH) guideline."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2022
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Desvanty Rahman
"Dalam kebijakan insentif bagi tenaga kesehatan di daerah yang menangani COVID-19 (Innakesda) merupakan bagian dari anggaran kesehatan untuk penanganan COVID-19 yang harus dianggarkan oleh pemerintah daerah yang bersumber dari dana Refocusing 8% DAU/DBH pada Tahun 2021. Hal menjadi menarik untuk dikaji lebih lanjut perbedaan hasil implementasi dari kebijakan Innakesda yang dilakukan oleh Pemerinah Daerah dimana terdapat pemerintah daerah yang berhasil melakukan implementasi kebijakan ini dan ada pula pemerintah daerah yang tidak berhasil melakukannya. Keberhasilan dalam implementasi ini dilihat dari adanya ketersediaan anggaran di daerah serta terlaksananya realisasi anggaran insentif bagi tenaga kesehatan di daerah tersebut. Oleh karena itu, menjadi hal yang menarik untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi suatu daerah berhasil mengimplentasikan kebijakan ini dari sisi pengelolaan keuangan daerah.
Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan kualitatif menggunakan metode wawancara mendalam dengan beberapa informan kunci serta kajian literatur. Segitiga kebijakan Walt dan Gilson digunakan dalam menganalisis kebijakan Analisis dilakukan untuk melihat keberhasilan implementasi kebijakan Innakesda dari dimensi aktor, konten, kontek dan proses dalam pengelolaan keuangan daerah. Lokasi penelitian dilakukan pada salah satu daerah yang berhasil melaksanakan implementasi kebijakan Innakesda yaitu Kota Tangerang Selatan.
Kesimpulan penelitian memberikan gambaran bahwa terdapat faktor konteks situasional penanganan pandemi bertumpu pada peran tenaga kesehatan sebagai garda terdepan serta faktor struktural pada azas desentralisasi penyelenggaran pemerintah daerah dan faktor kemanusiaan, konteks ini turut mempengaruhi Political Will pemerintah Kota Tangerang Selatan dalam implementasi kebijakan Innakesda. Konten kebijakan Innakesda dalam keharmonisasi peraturan prinsipnya sudah saling selaras dan serasi dengan peraturan yang lebih tinggi untuk mempayung hukum kebijakan Innakesda dan berbagai upaya evaluasi implementasi kebijakan juga dilakukan oleh pemerintah pusat dan hasilnya digunakan sebagai masukan dalam membuat penyempurnaan konten kebijakan dalam upaya percepatan realisasi Innakesda di Pemerintah Daerah Kota Tangerang Selatan. Political Will Walikota Tangerang selatan merupakan peran kunci dalam proses implementasi kebijakan dalam pengelolaan keuangan daerah dari tahapan perencanaan dan penganggaran dalam Integrasi dan koordinasi refocusing dan realokasi anggaran tetap menjaga kesesuaian/keselarasan pencapaian target RPJMD dan tetap fokus dalam program penanganan COVID-19 serta Innakesda dengan melihat kemampuan penganggaran. Untuk tahap pelaksanaan dan penatausahan tetap memperhatikan azas tertib dan patuh dalam pengelolaan keuangan daerah di dukung dengan sistem pelaporan realisasi dengan memanfaatkan teknologi dalam Sistem Informasi Manajemen Perencanaan, Penganggaran, dan Pelaporan (SIMRAL).
Penelitian merekomendasikan Pemerintah Kota Tangerang Selatan melakukan penyempurnaan pada Perda Tentang Penanggulangan Bencana. Pemerintah Daerah di Indonesia membuat Perda tentang penangulangan bencana non alam dengan merinci terkait penganggaran, pencatatan dan pelaporan serta memaksimalkan peran APIP. Dalam penetapan pemberian Insentif bagi Tenaga Kesehatan Kementerian Keuangan tetap memperhatikan kemampuan keuangan daerah dan Kementerian Dalam Negeri terus mendorong Pemerintah Daerah untuk Implementasi Sistem Informasi Pemerintahan Daerah (SIPD) dengan baik. dan untuk penelitian selanjutnya penelitian bersifat sumatif dimana fokus penelitian akan lebih diposisikan tataran Outcome, benefit dan impact/dampak dari diimplementasikannya kebijakan Innakesda.

In the incentive policy for health workers in regions dealing with COVID-19 (Innakesda) it is part of the health budget for handling COVID-19 which must be budgeted by local governments sourced from the Refocusing 8% DAU/DBH fund in 2021. It becomes interesting to further study the differences in the results of the implementation of the Innakesda policy carried out by the Regional Government where there are local governments that have succeeded in implementing this policy and there are also regional governments that have not succeeded in doing so. The success in this implementation can be seen from the availability of the budget and the realization of the incentive budget for health workers in the area. Therefore, it is interesting to know the factors that influence a region's success in implementing this policy.
This research was conducted with a qualitative approach using in-depth interviews with several key informants and literature review. The analysis was conducted to see the success of Innakesda policy implementation from the dimensions of actors, content, context and processes in regional financial management. The location of the research was conducted in one of the areas that have successfully implemented the implementation of incentive policies for health workers in the regions, namely South Tangerang City.
The conclusion of the study illustrates that there are situational context factors for handling the pandemic that rely on the role of health workers as the frontline as well as structural factors on the principle of decentralization of local government administration and humanitarian factors, this context also influences Political Will of the South Tangerang City government in implementing the Innakesda policy. Innakesda policy content in the harmonization of regulations in principle is in harmony with higher regulations to underpin the law on Innakesda policies and various efforts to evaluate policy implementation are also carried out by the central government and the results are used as input in making improvements to policy content in an effort to accelerate the realization of Innakesda in the Government South Tangerang City Area. Political Will of the Mayor of South Tangerang is a key role in the policy implementation process in regional financial management from the planning and budgeting stages in the integration and coordination of refocusing and budget reallocation while maintaining conformity/alignment of achieving RPJMD targets and staying focused on the COVID-19 handling program and Innakesda by looking at budgeting ability. For the implementation and administration stages, the principles of order and compliance in regional financial management are supported by a realization reporting system by utilizing technology in the Planning, Budgeting and Reporting Management Information System (SIMRAL).
The research recommends that the South Tangerang City Government make improvements to the Regional Regulation on Disaster Management. Local governments in Indonesia make local regulations on non-natural disaster management with details related to budgeting, recording and reporting as well as maximizing the role of APIP. In determining the provision of incentives for Health Workers, the Ministry of Finance continues to pay attention to regional financial capabilities and the Ministry of Home Affairs continues to encourage Regional Governments to implement the Regional Government Information System (SIPD) properly.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jihan Wafda Ramadhan
"Latar belakang: BPJS sejak berdiri tahun 2014 sampai saat ini berusaha menerapkan pelayanan yang setara. Kesenjangan pelayanan dalam segi fasilitas kesehatan di seluruh Rumah Sakit di Indonesa menjadi permasalahan yang tak kunjung usai sehingga terbitlah peraturan pemerintah No 47 tahun 2021 tentang KRIS-JKN. Hadir dengan 12 kriterianya untuk menjawab tantangan ketidaksetaraan pada fasilitas salah satunya RS Yarsi. Dilakukan uji coba penerapan tahun 2022 oleh DJSN didapati bahwa 79% RS membutuhkan perbaikan infrastruktur dalam skala kecil, 18% RS perlu perbaikan skala besar, dan 3% RS dinyatakan sudah siap. Peraturan Presiden No 59 tahun 2024 mewajibkan seluruh rumah sakit siap menerapkan KRIS-JKN paling lambat 30 Juni 2025.
Tujuan penelitian: Mengetahui kesiapan penerapan dan mengusulkan strategi penyiapan KRIS-JKN di RS Yarsi.
Metodologi penelitian: Menggunakan pendekatan kualitatif dengan desain action research menggunakan data primer temuan di lapangan dan data sekunder (file-file di rumah sakit) dan hasil wawancara. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan April hingga Mei 2024.
Hasil penelitian: Didapatkan hasil bahwa RS Yarsi sudah 80 % siap untuk menerapkan KRIS-JKN. Beberapa hal yang menjadi faktor internal dan faktor eksternal setelah melewati diskusi dengan tim CDMG kemudian dimasukan ke  matrix IE, penerapan KRIS-JKN di RS Yarsi berada di posisi sel 1, build and grow. Di matrix TOWS strategi yang diusulkan, yaitu Product Development dan Market Development. Pada tahapan penyusunan strategi pada matrix TOWS didapati prioritas pertama adalah pengembangan sarana dan prasarana, yaitu Pengganggaran revitalisasi sarana dan prasarana, optimalisasi SIMRS, penyesuaian kebutuhan sarana sesuai kriteria KRIS-JKN. Prioritas kedua pengembangan kompetensi SDM, yaitu dengan recruitement SDM yang kompeten dan kepala instalansi rawat inap, melakukan refreshement dan bounding antar pegawai. Prioritas ketiga pengembangan segmen pasar, yaitu melalui promosi layanan unggulan dan penguatan kerjasama lintas sektor, perbaikan manajemen tempat tidur RS, Customer Relationship Management (CRM), dan peningkatan enggangement dengan pelanggan dan mitra.
Kesimpulan: RS Yarsi 80 % siap dalam menerapkan KRIS-JKN dengan strategi penyiapan yang diusulkan adalah Product Development dan Market Development dengan prioritas strategi pertama yaiitu pengembangan saran dan prasarana, kedua pengembangan kompetensi SDM, dan ketiga pengembangan segmen pasar.

Background:  BPJS since its establishment in 2014 until now has tried to implement equal services. The gap in services in terms of health facilities in all hospitals in Indonesia has become a never-ending problem so that government regulation No. 47 of 2021 concerning KRIS-JKN was issued. It comes with 12 criteria to answer the challenge of inequality in facilities, one of which is Yarsi Hospital. A trial implementation in 2022 by DJSN found that 79% of hospitals needed small-scale infrastructure improvements, 18% of hospitals needed large-scale repairs, and 3% of hospitals were declared ready. Presidential Regulation No. 59 of 2024 requires all hospitals to be ready to implement KRIS-JKN no later than June 30, 2025.
Objective: Knowing the readiness of implementation and proposing a strategy for the preparation of KRIS-JKN at Yarsi Hospital.
Methode: Using a qualitative approach with an action research design using primary data from findings in the field and secondary data (files in hospitals) and interview results. This research was carried out from April to May 2024.
Results: The results were obtained that Yarsi Hospital is 80% ready to implement KRIS-JKN. Several things that became internal factors and external factors after going through discussions with the CDMG team were then included in the IE matrix, the implementation of KRIS-JKN at Yarsi Hospital was in the position of cell 1, build and grow. In the TOWS matrix, the proposed strategies are Product and Market Development. At the stage of strategy preparation in the TOWS matrix, it was found that the first priority was the development of facilities and infrastructure, namely the revitalization of facilities and infrastructure, optimization of SIMRS, adjustment of facility needs according to KRIS-JKN criteria. The second priority is the development of human resource competencies, namely by recruiting competent human resources and heads of inpatient installations, conducting refreshements and bounding between employees. The third priority for market segment development is through the promotion of superior services and strengthening cross-sector cooperation, improving hospital bed management, Customer Relationship Management (CRM), and improving engagement with customers and partners.
Conclusion: RS Yarsi is 80% ready to implement KRIS-JKN with the proposed preparation strategy of Product Development and Market Development with the first strategic priority, namely the development of advice and infrastructure, the second is the development of human resource competencies, and the third is the development of market segments.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Firda Safitri Rachmaningsih
"

Integrasi pelayanan kesehatan primer (ILP) merupakan bagian dari transformasi layanan primer yang bertujuan untuk mendekatkan akses pelayanan kesehatan yang berkualitas. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kesiapan puskesmas dan jejaringnya dalam penerapan ILP. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan mengambil studi kasus pada puskesmas dengan karakteristik perkotaan, yaitu di wilayah kerja Puskesmas Pamulang Kota Tangerang Selatan. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara mendalam, observasi, dan telaah dokumen. Penelitian mengadopsi kerangka konseptual pemantauan PHC oleh WHO dan teori kesiapan perubahan organisasi oleh Weiner. Hasil penelitian menujukkan bahwa kesiapan ILP di Puskesmas Pamulang belum sepenuhnya siap untuk pelayanan berbasis klaster, pendekatan jejaring, dan penguatan digitalisasi. Ketersediaan sumber daya berupa SDM, infrastruktur, dan sarana prasarana belum memadai, khususnya pada level jejaring puskesmas. Kesiapan teknologi digital masih terkendala dan belum turunnya pembiayaan menjadi faktor yang menghambat persiapan ILP. Terdapat komitmen individu berupa pemahaman informasi dan penilaian positif terhadap ILP, serta komitmen organisasi melalui dukungan tata kelola berupa draft regulasi dan pembiayaan yang telah dialokasikan sebagai inisiasi penerapan ILP sehingga hambatan yang bersifat teknis diharapkan dapat diatasi. Penelitian ini merekomendasikan agar pembiayaan untuk kegiatan persiapan ILP segera diturunkan, dilakukan pemenuhan sumber daya di puskesmas dan posyandu, serta diperlukan dukungan kerja sama dan komitmen semua pihak dalam penerapan ILP. Keterbatasan penelitian ini belum dapat menganalisis lebih detail kecukupan jumlah anggaran yang dialokasikan dan kebutuhan sumber daya sesuai standar pelayanan untuk setiap klaster sehingga dibutuhkan penelitian lebih lanjut yang dapat memperkaya analisis terhadap faktor-faktor tersebut.


Integrated primary healthcare (ILP) is part of the transformation of primary healthcare aimed at improving access to quality healthcare. This study aims to analyze the readiness of community health centers (puskesmas) and their networks in implementing ILP. This research used a qualitative approach, focusing on a case study of a puskesmas in an urban setting, specifically in the operational area of Puskesmas Pamulang in South Tangerang. Data collection methods include in-depth interviews, observations, and document reviews. This research adopts the conceptual framework of PHC monitoring by WHO and Weiner's theory of organizational change readiness. The findings indicate that the readiness of ILP at Puskesmas Pamulang is not fully prepared for cluster-based services, networking approaches, and digitalization strengthening. Resource availability in terms of human resources, infrastructure, and facilities is inadequate, especially at the puskesmas network level. The readiness for digital technology is still constrained, and the lack of funding hampers ILP preparation. Individual commitment, demonstrated through an understanding of information and positive assessments of ILP, as well as organizational commitment evidenced by governance support such as draft regulations and allocated funding, serve as initiatives for ILP implementation, which is expected to overcome technical barriers. The study recommends prompt allocation of funding for ILP preparation, resource fulfillment in puskesmas and posyandu, and the need for cooperation and commitment from all stakeholders in ILP implementation. The limitation of the study lies in its inability to analyze in detail the adequacy of the allocated budget and resource needs according to service standards for each cluster. Further research is needed to enrich the analysis of these factors.

"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dina Indriyanti
"Pelayanan kesehatan yang bermutu saat ini sudah menjadi tuntutan semua pihak, termasuk masyarakat sebagai pengguna jasa, dengan era globalisasi, bertambahnya golongan masyarakat yang mampu, berpendidikan, dan menguasai informasi, masalah mutu pelayanan menjadi tuntutan mutlak. Adapun faktor yang dominan mempengaruhi mutu pelayanan kesehatan di Puskesmas adalah sumber daya manusia, baik yang terlibat dalam manajemen maupun pelayanan. Keluhan (complain) dari pelanggan merupakan indikator dari kurangnya kualitas pelayanan akibat sistem manajemen yang kurang baik.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara karakteristik pelanggan dan upaya manajemen mutu fokus pada pelanggan dengan tingkat kepuasan pasien rawat inap di Puskesmas DTP Kabupaten Bogor tahun 2014. Metode penelitian adalah kuantitatif bersifat analitik deskriptif dengan desaincross sectional. Dengan populasi adalah seluruh pasien rawat inap dan unsur manajemen di Puskesmas DTP Kabupaten Bogorpada tahun 2014. Sampel pada penelitian ini adalah pasien rawat inap sebanyak 181 orang dan 50unsur manajemen di Puskesmas DTP dari 10 Puskesmas DTP.
Hasil penelitian menunjukan bahwa tidak terdapat hubungan antara karakteristik pasien dengan tingkat kepuasan pelanggan, ada hubungan yang bermakna antara upaya manajemen mutu fokus pada pelanggan dengan tingkat kepuasan pasien rawat inap di Puskesmas DTP Kabupaten Bogor tahun 2014, terdapat perbedaan yang bermakna terhadap skor rerata kepuasan diantara pasien di Puskesmas yang menerapkan upaya manajemen mutu fokus pada pelanggan dan yang tidak menerapkan upaya manajemen mutu fokus pada pelanggan.
Penulis menyarankan agar pihak manajemen Puskesmas meningkatkan dimensi fokus pada pelanggandan proses terkait pelanggan. Kedua dimensi tersebutbelum dilaksanakan secara maksimal dalam penerapanupaya manajemen mutu fokus pada pelanggan. Manajemen Puskesmasuntuk memperhatikan dimensi tangibledan responsivenesssebagai dimensi mutu pelayanan dengan tingkat kepuasan terendah.Melaksanakan survey kepuasan pelanggan secara berkala dengan tools yang sesuai dengan kekhususan Puskesmas agar mendapatkan gambaran kepuasan pelanggan terkini.

Quality health services is now becoming the demands of all parties, including the public as service users, with the era of globalization, increasing social groups capable, educated, and control of information, quality of service issues become an absolute requirement The dominant factor affecting the quality of health services at the health center are human resources, both of which are involved in the management and care. Complaints (complaints) from customers is an indicator of the lack of quality of service due to poor management system.
This study aims to determine the relationship between customer characteristics and quality management efforts focus on providing customers with the level of patient satisfaction in the Puskesmas DTPin Bogor District 2014. Quantitative research method is descriptive analytic cross-sectional design. With a population is the entire patient care and management elements in the Puskesmas DTPin Bogor District 2014. Samples in this study were inpatients as many as 181 people and 50 elements in the management of the Puskesmas DTPfrom 10 health centers With Nursing.
The results showed that there is no relationship between the characteristics of patients with levels of customer satisfaction, there is a significant association between quality management efforts focus on providing customers with the level of patient satisfaction in Bogor Regency DTP health centers in 2014, there is a significant difference in mean scores between patient satisfaction The Health Center is implementing a quality management efforts focus on the customer and are not implementing a quality management efforts focuson the customer and not implementing quality management efforts focus on the customer.
The author suggested that health centers improve the management dimensions of customer focus and customer-related processes. Both of these dimensions has not been fully implemented in the application of quality management efforts focus on the customer. Management Health Center to pay attention and responsiveness as a tangible dimension of service quality dimensions with the lowest satisfaction levels. Carry out customer satisfaction surveys on a regular basis with the appropriate tools to get an idea of the specificity of the health center in order to recent customer satisfaction.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2014
T42699
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indah Dwitasari
"Tempat Praktik Mandiri Dokter Gigi (TPMDG) merupakan salah satu jenis FKTP sektor swasta di Indonesia yang dalam perawatannya memberikan pelayanan kesehatan primer dengan kontak pertama pada individu, keluarga, dan masyarakat. Permasalahan yang timbul pada TPMDG seperti seringnya menawarkan perawatan gigi mulut secara tidak terstruktur, kurangnya pemeriksaan yang mendetail pada kunjungan pertama. Model pemeriksaan komprehensif pada pelayanan gigi digambarkan sebagai perawatan yang berorientasi pada pasien dengan melakukan edukasi kesehatan, menerapkan perawatan berbasis preventif-promosi, merangkum perawatan dan mencapai promosi kesehatan. Sehubungan dengan belum terdapatnya sistem informasi yang dapat digunakan sebagai alat bantu pelayanan gigi dan mulut, maka perlu dibuat rencangan sistem informasi perencanaan kesehatan gigi dan mulut komprehensif. Penelitian dilakukan dengan metode kualitatif dan perancangan sistem dengan metode System Development Life Cycle (SDLC) dengan pendekatan prototipe, untuk mendapatkan kebutuhan pengembangan sistem. Dalam sistem ini akan diperoleh data terkait pemeriksaan dan status kesehatan gigi dan mulut. Penggunaan sistem ini dapat mendukung fungsi pengawasan dan evaluasi kesehatan gigi dan mulut pasien, selain itu sistem informasi ini dapat mengefisiensikan pelayanan kesehatan gigi dan mulut di TPMDG dalam penjadwalan pasien, pemeriksaan pasien, konsultasi pasien, penyusunan laporan, dan mendapatkan informasi untuk digunakan dalam perencanaan program kesehatan gigi dan mulut.

Primary Dental Healthcare (TPMDG) is one type of private sector FKTP in Indonesia which in its care provides primary health services with first contact to individuals, families, and communities. Problems that arise in TPMDG such as frequent offers of unstructured oral dental care, lack of detailed examination at the first visit. The comprehensive examination model in dental services is described as patient-oriented care by conducting health education, implementing preventive-promotion-based care, summarizing care and achieving health promotion. Due to the lack of an information system that can be used as a dental and oral service aid, it is necessary to design a comprehensive dental and oral health planning information system. The research was conducted by qualitative methods and system design with the System Development Life Cycle (SDLC) method with a prototype approach, to obtain system development needs. In this system, data related to dental and oral health examinations and status will be obtained. The use of this system can support the function of monitoring and evaluating the patient's dental and oral health, in addition this information system can streamline dental and oral health services at TPMDG in patient scheduling, patient examination, patient consultation, report preparation, and obtaining information for use in dental and oral health program planning."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>