Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 134923 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Fadinda Shafira
"Stunting merupakan kondisi gagal tumbuh anak yang disebabkan oleh rendahnya asupan gizi, dimulai sejak janin hingga 1.000 hari pertama kehidupan. Salah satu indikator penyebab terjadinya kekurangan gizi adalah kekurangan Vitamin C. Vitamin C merupakan vitamin yang larut dalam air dan dikeluarkan melalui urine. Kadar Vitamin C urine kurang dari 1,12 mmol/L mengindikasikan bahwa pasien kekurangan asupan Vitamin C. Oleh sebab itu, diperlukan deteksi dini untuk pemantauan asupan Vitamin C yang cukup pada ibu hamil. Dalam penelitian ini, dilakukan pengembangan sistem kolorimeteri untuk pengukuran kadar Vitamin C dalam urine dengan model klasifikasi dan regresi berbasis citra dengan strip uji. Citra ditangkap menggunakan kamera ponsel pintar Samsung Galaxy A72, Samsung Galaxy A31, Huawei Nova 5T, dan Vivo Y12. Proses akuisisi citra menggunakan kotak uji yang berisikan papan warna referensi yang mengacu pada X-Rite Color Checker Classic dan barcode uji. Barcode uji merupakan transformasi dari strip uji dengan cara menggunting strip menjadi dua bagian sama besar. Diterapkan model koreksi warna Polynomial Color Correction (PCC) pada citra sebelum memasuki model. Arsitektur model Convolutional Neural Network (CNN) yang digunakan adalah VGG16. Dilakukan variasi bentuk citra input untuk mengetahui bentuk citra yang paling sesuai untuk sistem kolorimetri, studi kasus Vitamin C urine. Variasi bentuk citra input meliputi citra analit tunggal, citra analit multiple, citra seluruh analit, dan citra barcode urinalisis. Citra barcode urinalisis merupakan gabungan antara barcode uji dan warna referensi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa model terbaik didapatkan dengan menggunakan bentuk citra input barcode urinalisis. CNN-VGG16 mampu melakukan koreksi warna serta ekstraksi fitur di dalam model. Keluaran sistem berupa 5 kelas kadar Vitamin C urine dan kadar Vitamin C urine. Eksperimen dilakukan dengan 3500 citra dengan sampel urine buatan dan 680 citra dengan sampel urine asli. Diperoleh performa model klasifikasi CNN-VGG16 dengan akurasi sebesar 99,5% pada urine buatan dan 88,7% pada urine asli. Didapatkan performa model regresi CNN-VGG16 dengan nilai R2 sebesar 0,998 dan RMSE sebesar 0,067 dengan urine buatan, serta nilai R2 sebesar 0,930 dan RMSE sebesar 0,457 dengan urine asli. Performa tersebut menandakan bahwa sistem kolorimetri urinalisis dapat digunakan untuk menentukan kelas kadar Vitamin C urine dan mengukur kadar Vitamin C urine.

Stunting is a condition of impaired growth and development that children experience caused by low nutrional intake, starting from fetus until the first 1,000 days of life. One indicator that cause malnutrition is a lack of Vitamin C. Vitamin C is a water-soluble vitamin and excreted in the urine. A urine Vitamin C level less than 1.12 mmol/L, indicates that the patient is deficient in Vitamin C intake. Therefore, early detection is needed to monitor adequate intake of Vitamin C in pregnant women. In this study, a colorimetric system was developed for predict Vitamin C contents in urine using image-based classification and regression models with urine test strip. The image was captured using the Samsung Galaxy A72, Samsung Galaxy A31, Huawei Nova 5T, and Vivo Y12 smartphone cameras. The image acquisition process uses an image housing box contains a reference color board that refers to the X-Rite Color Checker Classic and a test barcode. The test barcode is a transformation of the urine test strip by cutting the strip into two equal parts. The Polynomial Color Correction (PCC) color correction model is applied to the image before entering the CNN models. The architecture of the Convolutional Neural Network (CNN) model used is VGG16. Variations in the input image form were carried out to determine the most suitable image form for the colorimetric system, in case study of Vitamin C urine. Variations of input image form including single analyte image, multiple analyte image, all analyte image, and urinalysis barcode image. The urinalysis barcode image is a combination of the test barcode and the reference color. The results showed that the best model was obtained using the form of urinalysis barcode input image. CNN-VGG16 can perform color correction and feature extraction in the model. The system outputs are 5 classes of urine Vitamin C contents and Vitamin C contents of urine. Experiments were carried out with 3500 images using artificial urine samples and 680 images using real urine samples. The performance of the CNN-VGG16 classification model was obtained with an accuracy of 99.5% using artificial urine and 88.7% using real urine samples. The performance of the CNN-VGG16 regression model was obtained with an R2 value of 0.998 and an RMSE of 0.067 using artificial urine, as well as an R2 value of 0.930 and an RMSE of 0.457 using real urine. This performance indicates that the urinalysis colorimetric system can be used to determine the class of urine Vitamin C contents and measure urine Vitamin C contents."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rosila Idris
"ABSTRACT
A study was done to investigate the number and function of T cells of underfive children in Kelurahan Kramat, Kecamatan Senen, Jakarta Pusat. Grouping of samples was done based on weight-for-age, into well nourished (normal) children as control, mild-moderate PEM and severe PEM. The number of each group was 15.
The relative number of T cells in mild-moderate PEM and severe PEM were significantly reduced compared to the normal group (P <0.01 , See Figure 13). The relative
number of blast-transformation of the severe PEM group compared with the mild-moderate PEB and the severe PEM with the normal group were not significantly different (P>0.05, See Figure 15). The total serum protein in mild-moderate PEM and severe PEM were not significantly different compared to the normal group (P> 0.05, See Figure 16). The protein intake in mild-moderate PEM and severe PEM were significantly reduced compared to the normal group (P<0.01, See Figure 17). The energy intake in mild-moderate PEM and severe PEM were significantly reduced to the normal group (P<0.01, See Appendix 11).
From the facts mentioned above it can be assumed strongly that: Lower protein intake in combination with lower energy intake in mild-moderate PEM and severe PEM are most probably very important factors that cause the reduction of T lymphocyte number in both moderate PEM as well as in severe PEM."
1991
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Budi Kurniadhi
"ABSTRAK
Dalam kehidupan umat manusia dewasa ini selalu diusahakan bagaimana caranya agar umur manusia dapat diperpanjang selama mungkin. Karena itu kita selalu berusaha untuk dapat hidup sehat. Sudah menjadi keyakinan bersama bahwa agar dapat hidup sehat harus ada keseimbangan antara berbagai nutrisi yang kita dapatkan sehari-hari dan merupakan kebutuhan bagi tubuh kita. Hal ini disebabkan nutrisi merupakan faktor lingkungan yang sangat berpengaruh terhadap kesehatan umat .manusia dan salah satu nutrisi itu ialah vitamin C. Meskipun dibutuhkan dalam jumlah sedikit tetapi vitamin C ini sangat penting untuk mancegah defisiensi vitamin C yang dapat menimbukan penyakit gusi berdarah (scurvy).
Pada masa lalu defisiensi ini biasanya berakibat fatal terutama pada para nelayan yang sering bepergian jauh dan berbulan-bulan tidak singgah di daratan, juga pada serdadu dalam peperangan yang lama. Hal ini disebabkan terutama karena mereka tidak mendapatkan buah-buahan dan sayuran segar yang banyak sekali mengandung vitamin C. Meskipun defisiensi vitamin C sekarang ini agak jarang ditemukan di negara industri/maju tetapi kenyataannya masih ada saja kasus-kasus defisiensi vitamin C yang ditemukan pada keadaan tertentu.
Hal ini disebabkan proses pengolahan makanan yang tidak baik, ataupun karena kebiasaan menggunakan vitamin C dalam dosis mega yang kemudian dihentikan dengan tiba-tiba.
Dari berbagai fungsi vitamin C yang penting terutama berhubungan dengan gusi berdarah akibat defisiensi vitamin C tadi ialah peran serta vitamin C dalam proses pembentukan serat kolagen dan telah dibuktikan oleh berbagai ahli dalam bidangnya masing-masing. Kegagalan dalam penyembuhan luka, kelainan pada gusi dan tulang karena defisiensi vitamin C merupakan akibat langsung dari berkurangnya serat kolagen yang tak larut.
Agar dapat diperoleh manfaat seoptimal mungkin dari nutrisi yang didapat dari makanan maka fungsi pengunyahan haruslah baik. Untuk itu diperlukan adanya gigi geligi yang baik disertai jaringan penyangga yang baik; dan kuat, termasuk gusi yang sehat.
Gusi yang sehat ialah gusi yang berwarna merah muda, mengelilingi gigi, dengan "interdental" yang lancip dan sebagian melekat erat pada struktur gigi dan tulang sehingga gigi dapat berfungsi dengan baik dan tidak mudah berdarah oleh sentuhan yang ringan sekalipun.
Gejala defisiensi vitamin C pada rongga mulut ditandai dengan adanya gusi berdarah, meskipun gejala ini haruslah dapat dibedakan dengan penyakit gusi lainnya yang dapat juga menimbulkan perdarahan pada gusi.
Jaringan penyambung gusi sebagian besar terdiri dari serat kolagen yang tersusun rapi keberbagai arah yang akan menyangga gigi dengan baik selama berfungsi. Untuk mempertahankan struktur gigi yang sehat maka diperlukan ikatan yang erat antara jaringan yang menyusun struktur gigi tersebut."
1993
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dian Sarah Mutiara
"Latar Belakang: Stroke merupakan penyakit neurologi yang sering dijumpai dengan disabilitas dan mortalitas yang tinggi. Defisiensi vitamin D sering dijumpai pada pasien stroke dan berhubungan dengan meningkatnya risiko stroke serta luaran klinis yang buruk. Terapi medik gizi termasuk pemberian vitamin D diperlukan untuk membantu proses penyembuhan dan memberikan luaran klinis yang baik pada pasien stroke iskemik.
Kasus: Serial kasus ini membahas empat pasien stroke iskemik yaitu dua pasien laki-laki dan dua pasien perempuan dengan usia 46-86 tahun. Tiga pasien didiagnosis sebagai malnutrisi berat secara klinis dan satu pasien dengan berat badan berlebih. Empat pasien tersebut memiliki kadar vitamin D yang rendah yaitu tiga pasien dengan defisiensi vitamin D dan satu pasien dengan insufisiensi vitamin D. Pasien mendapatkan tatalaksana nutrisi selama perawatan di rumah sakit dan rawat jalan.
Hasil: Durasi perawatan rumah sakit pada empat pasien tersebut antara 22-59 hari. Dua pasien stroke iskemik dengan defisiensi vitamin D mengalami kematian saat perawatan di rumah sakit. Dua pasien yang hidup hingga akhir pemantauan mendapatkan suplementasi vitamin D dan didapatkan perbaikan kadar vitamin D. Pasien tersebut menunjukkan perbaikan klinis berupa perbaikan status gizi dan kapasitas fungsional.
Kesimpulan: Tatalaksana medik gizi yang adekuat dan suplementasi vitamin D dapat memperbaiki luaran klinis pasien stroke iskemik.

Background: Stroke is a neurological disease with high disability and mortality. Vitamin D deficiency is common in stroke patients and is associated with increased risk of stroke and poor clinical outcome. Nutritional medical therapy is needed to help the healing process and provide a good clinical outcome in ischemic stroke patients.
Methods: This case series discusses four ischemic stroke patients, consist of two male patients and two female patients with aged 46-86 years. Three patients were diagnosed as clinically severe malnutrition and one patient was overweight. Four patients had low vitamin D levels, consist of three patients with vitamin D deficiency and one patient with vitamin D insufficiency. The patients received nutritional management during hospitalization and outpatient treatment.
Results: The length of stay of these four patients was 22-59 days. Two ischemic stroke patients with vitamin D deficiency were died during hospitalization. Two patients who lived until the end of monitoring received vitamin D supplementation and had improvement in vitamin D levels. These patients showed clinical improvement in nutritional status and functional capacity.
Conclusions: Adequate nutritional medical management and vitamin D supplementation can improve the clinical outcome of ischemic stroke patients.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Fabiola Cathleen
"Stunting merupakan masalah kesehatan global yang dimiliki oleh 150,8 juta anak di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Anak stunting diindikasikan dengan tinggi badan menurut usia di bawah minus dua deviasi standar dari World Health Organization (WHO) Child Growth Standards median. Jika terjadi dalam 1000 hari kehidupan pertama seorang anak, stunting cenderung bersifat irreversible, dan dapat menyebabkan gangguan perkembangan, mulai dari penurunan kemampuan kognitif, peningkatan risiko atas penyakit metabolik, dan penurunan pendapatan dan kesejahteraan hidup di masa depan. Korelasi vitamin D dan kalsium masih terhadap stunting masih kurang dieksplorasi, padahal beberapa studi menunjukkan dampak positif melalui fungsi mineralisasi tulang dan insulin-like growth factor axis. Dengan begitu, penelitian ini dilakukan untuk mencari korelasi antara asupan kalsium dan vitamin D terhadap indikator stunting (HAZ) pada anak usia 6-24 bulan sebagai usia yang telah mendapatkan MPASI, dan di Jakarta Timur sebagai wilayah dengan prevalensi stunting kedua tertinggi di antara wilayah DKI Jakarta lainnya. Metode: Metode yang digunakan adalah metode potong lintang, dengan total 62 sampel, yaitu anak usia 6-24 bulan yang bertempat tinggal di Jakarta Timur dan mengikuti penelitian Departemen Gizi FKUI 2014, sesuai kriteria inklusi tanpa kriteria eksklusi, kemudian terpilih melalui simple random sampling. Pengolahan dan analisis data dilakukan dengan perangkat lunak SPSS 20 for Mac. Hasil: Hasil yang ditemukan adalah anak usia 12-24 bulan berhubungan positif dan signifikan secara statistik terhadap asupan kalsium kurang dari AKG (OR= 16,611; p<0,001). Sebaran asupan vitamin D dan status stunting berdasarkan seluruh karakteristik subjek tidak memiliki hubungan signifikan secara statistik. Sementara itu, asupan kalsium dan HAZ berkorelasi positif dan searah (r=0,324; p=0,005; p<0,01), begitu pula dengan asupan vitamin D dan HAZ berkorelasi positif dan searah (r=0,279; p=0,014, p<0,05). Hubungan status asupan kalsium dan vitamin D terhadap status stunting tidak bersifat signifikan secara statistik, namun penting secara klinis. Pembahasan: Usia 12-24 bulan lebih berisiko untuk memiliki asupan kalsium yang lebih rendah karena frekuensi minum ASI yang semakin berkurang tidak diimbangi dengan asupan gizi MPASI. Korelasi signifikan antara asupan kalsium dan asupan vitamin D terhadap HAZ mendukung studi sebelumnya bahwa kalsium dan vitamin D dapat meningkatkan konsentrasi IGF-1 plasma, dan bahwa kalsium dan vitamin D bekerja berdampingan.

Stunting is a global health issue, with approximately 150.8 million children are affected worldwide, including Indonesia. Children with stunting are indicated with a Height-for-Age Z Score of less than-2 standard deviation based the World Health Organization (WHO) Child Growth Standards median. If it occurs in the first 1000 days of life, stunting tends to be irreversible and cause impaired development, from cognitive impairment and increased risk of metabolic diseases, to lower income and welfare in the future. Correlation between vitamin D and calcium intake towards stunting have yet to be explored thoroughly even though several studies suggest their positive impacts through bone mineralisation and insulin-like growth factor axis. Thus, this research is done in order to discover the correlation between calcium and vitamin D toward stunting indicators (HAZ) on children aged 6-24 months, as they are currently given complementary foods, and located in East Jakarta, which has the second highest stunting prevalence compared to other regions in DKI Jakarta. Method: This study uses a cross-sectional method with a total of 62 samples, which are children aged 6-24 months that live in East Jakarta and took part in FKUI's Nutrition Department's Research in 2014, passing inclusion criterias without exclusion criterias, then selected through simple random sampling. Data processing and analysis are conducted with SPSS 20 for Mac software. Results: Results have found children age 12-24 months significantly and positively correlated with calcium intake less then AKG (OR=16.611; p<0.001). Vitamin D intake and stunting status distribution based on all subject characteristics are statistically insignificant On the other hand, calcium intake and HAZ have a positive and unidirectional correlation of (r=0.324; p=0.005; p<0.01), similar with vitamin D intake and HAZ with a positive and unidirectional correlation (r=0.279; p=0.014, p<0.05). Meanwhile, relationships of calcium and vitamin D intake status towards stunting status are not statistically significant, however clinically important. Discussion: Age group 12-24 months has higher risk to have lower calcium intake because reduced breastfeeding frequency is not balanced with adequate complementary food. Significant correlation between calcium and vitamin D intake towards stunting indicator supports the theory where calcium and vitamin D increases plasma IGF-1 concentration, and that both calcium and vitamin D works side-by-side.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"protein-energy malnutrition is common in patients with liver cirrhosis , especially in advanced and severe stage. Liver cirrchosis patients with malnutrition have increasing risk to get post-operative complication and mortality...."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Lestari
"Penelitian ini bertujuan mengetahui efektifitas PERGIZI dilihat dari komponen input, proses, output dan outcome. Penelitian kualitatif dengan rancangan RAP (Rapid Assesment Procedure), dilakukan minggu keempat bulan Mei 2013 dengan informan kepala seksi gizi, petugas gizi, kader, bidan di desa, ibu balita dan tokoh masyarakat. Hasil penelitian menunjukkan PERGIZI efektif untuk menanggulangi gizi buruk di Puskesmas Sepatan. dengan indikator meningkatnya status gizi sebesar 69,1%, hanya komponen input yakni dana yang disebagian besar pos gizi masih kurang, sedangkan dari komponen proses dan output telah dapat mencapai tujuan yang ditetapkan. Agar mengoptimalkan penanggulangan gizi buruk di wilayah Puskesmas Kabupaten Tangerang dengan PERGIZI.

The aims of this study was to determine the effectiveness of the PERGIZI program viewed by its component such as inputs, process, outputs and outcomes. A qualitative research with RAP (Rapid Assessment Procedure) design was conducted at fourth week of May 2013. The data collection methods used an indepth interview and focused group discussion. With the informants 42 persons consisting of section head of nutrition, nutrition workers, cadres, village midwives, mothers of under five children and community leaders. This could be seen from change of nutritional status from the under five children as much as 69,1%. From the input component the mean barrier was funding both component process and output was considered successfull and achieving the predetermined goal. It is recomended to solve existing under five nutritional problem in the district of Tangerang using the PERGIZI approach."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
T38253
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sulistiyawati
"Kasus gizi buruk balita masih menjadi permasalahan serius di Indonesia. Tujuan penelitian ini menjelaskan pengaruh pemberian diet formula 75 dan 100 terhadap berat badan balita gizi buruk rawat jalan. Desain penelitian menggunakan quasi experimental pre-post test with control group dengan teknik total sampling, terdiri dari 15 responden sebagai kelompok intervensi dan 15 responden sebagai kelompok kontrol. Analisis yang digunakan adalah uji chi squere, paired t-test, independent t-test serta uji ancova.
Hasil uji statistik menunjukkan terdapat perbedaan yang bermakna berat badan balita gizi buruk rawat jalan sebelum dan sesudah perlakuan pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol (p-value < α). Peningkatan berat badan kelompok intervensi lebih besar daripada kelompok kontrol. Puskesmas diharapkan menindaklanjuti hasil penelitian ini sehingga dapat mencapai target berat badan balita gizi buruk rawat jalan sesuai dengan standar.

Malnutrition is still a serious problem in Indonesia which often occur in groups of children aged under five years old. The research objective is to describe the influence of diet formulas 75 and 100 to the body weight of under five years old malnutrition outpatient. Research design using quasi experimental pre-post test with control group with total sampling technique, consists of 15 respondents as intervention group and 15 respondents as control group. The analysis using chi square, paired t-test, independent t-test and ancova test.
Statistical test results shows that there were significant differences the body weight of under five years malnutrition outpatients before and after treatment in the intervention group and control group (p-value <α). The improvement of body weight on intervention group is greater than the control group. The public health center are expected to follow up the results of this study as to reach the target of body weight of children under five years malnutrition outpatients according to the standard.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2011
T-Pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
John Taruna
"Gizi buruk merupakan kekurangan gizi tingkat berat terutama pada anak-anak dibawah umur lima tahun (balita) dan merupakan salah satu masalah gizi utama di Indonesia yang perlu ditanggulangi karena berdampak terhadap kesehatan dan Human Devolopment Index manusia Indonesia 15-20 tahun yang akan datang.
Masalah gizi memiliki dimensi yang luas, tidak hanya merupakan masalah kesehatan tetapi juga meliputi masalah sosia}, ekonomi, budaya, pola asuh, pendidikan dan lingkungan. Faktor pencetus munculnya masalah gizi dapat berbeda antara wilayah ataupun antara kelompok masyarakat, bahkan akar masalah ini dapat berbeda antara kelompok usia balita.
Kondisi krisis ekonomi sejak tahun 1997 dan terus berkelanjutan sampai saat ini, menyebabkan daya beli pada masyarakat secara umum menjadi menurun, karena disatu pihak relatif banyak yang kehilangan sumber mata pencaharian sementara dipihak lain adanya peningkatan harga barang dan jasa. Hal ini dapat mengakibatkan dampak buruk terhadap kesehatan dan gizi masyarakat, terutama balita. Masalah gizi pada anak balita di provinsi Riau dari tahun ke tahun cenderung meningkat.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara faktor status ekonomi keluarga dengan terjadinya kasus gizi buruk pada anak balita umur 6 bulan sampai < 5 tahun di Kabupaten Kampar Riau tahun 2002, dengan variabel kovariatnya yaitu riwayat diare, pendidikan ayah, pendidikan ibu, umur balita, jenis kelamin, jumlah anggota keluarga, pekerjaan ayah, pekerjaan ibu, pengetahuan ibu, dan pemberian ASI ekslusif.
Penelitian ini merupakan penelitian bservasional dengan metoda kasus kontrol. Responden dalam penelitian ini adalah ibu-ibu yang mempunyai anak balita umur 6-59 bulan dengan status gizi buruk saat penelitian, dan sebagai kontrolnya adalah ibu dengan balita gizi baik (148 kasus dan 148 kontrolnya). Penelitian dilakukan di Kabupaten Kampar Riau. Analisis data dilakukan dengan uji kai kuadrat dan analisis multivariat menggunakan regresi logistik.
Hasil uji analisis logistik diketahui ada hubungan yang signifikan antara status ekonomi keluarga dengan terjadinya kasus gizi buruk pada anak balita di Kabupaten Kampar Riau (p=0,0001) dengan OR 2,8599 (95% CI: 1,7176 - 4,7619 ). Dari hasil perhitungan dampak potensial diketahui bahwa status eknomi keluarga (keluarga miskin) mempunyai kontribusi sebesar 47% sebagai faktor risiko terjadinya gizi buruk balita, artinya jika faktor ini dihilangkan maka akan dapat dicegah terjadinya gizi buruk pada balita sebesar 47%.
Disimpulkan bahwa status ekonomi keluarga mempunyai hubungan yang signifikan dengan terjadinya gizi buruk pada anak balita, untuk itu dalam upaya penanggulangan dan pencegahan masalah gizi agar memberikan perhatian dan penekanan kepada variabel status ekonomi keluarga (kemiskinan), dengan melakukan upaya terpadu. Dalam pemilihan dan perencanaan upaya yang berkaitan dengan masalah gizi buruk ini agar mempertimbangkan ukuran dampak potensial yang berkontribusi terhadap terjadinya kasus gizi buruk pada anak balita.

The Relationship Between Family Economical Status and The Incidence of Severe Malnutrition Cases Among Children of Under five Years in Kabupaten Kampar Riau Province 2002Severe Malnutrition is the chronic nutrient deficiency, which usually occurs at under five years old children. It also the main nutrient problems in Indonesia that should have to decline and reducing its effects to health and Indonesians Human Development Index for the next 15 - 20 years.
The nutrition problem has a very wide dimension, not just public health problems but also social, economic, culture, care, education, and environment. The ignitions of nutrition problems in one region or society to another could be different, in fact the occurrence among under five years old children could be different.
Indonesia's economic crisis conditions in 1997 and still continuing today caused public's purchasing power decreasing generally, as effect of un-employments and the raise of goods and services prices. Those conditions could make worst for public's health and nutrients, especially toddlers. Nutrient problems in Riau Province inclination increase years after years.
The goals of this research is to determines the connection between economical status factors and severe malnutrition incidences, age between 6 months - 5 years old, at Kabupaten Kampar Riau in 2002; with diarrheic, parents educational, toddlers age, gender, numbers of family members, parents works, mother's maternity knowledge, and breast feeding, as the covariate variables.
This research is an observational research with case control method. The respondents of this research are the mothers that have children of under five years, which have severe malnutrition, and as the controls are the mothers that have good nutrition (148 cases and 148 controls). The research took place at Kabupaten Kampar Riau (p = 0,0001) with OR 2, 8599 (95% CI: 1,7176 - 4,7619).
According to potential effect formula, had known that the family's economical status (poor family) have 47% contributions as risk factor of severe malnutrition cases , that mean if we can eliminate this factor, we can reduce the toddlers bad nutrient cases to 47%.
The conclusion of the research, that family's economical status has a significant connection to incidence severe malnutrition cases, therefore any dealing and prevention acts with public's nutrients and health problems should pay attention to family's economical status variable by doing full planning works. In determining and planning acts to prevent the nutrient problems, we have to considering the potential effect values that make contributions to severe malnutrition cases.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2002
T10809
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Purba, Herlina
"ABSTRAK
Nama : Herlina PurbaNPM : 1306489205Falkultas : Ilmu Keperawatan Program Profesi NersJudul : Analisis Praktik Klinik Keperawatn Anak Kesehatan Masyarakat Perkotaan dengan Masalah Gangguan Kebutuhan Nutrisi pada Klien Gizi Kurang di RSPAD Gatot Subroto Perkotaan dengan penduduk yang memiliki pendapatan tinggi, menengah dan rendah tetap menunjukkan adanya masalah malnutrisi. Malnutrisi ini berakar pada kemiskinan dan ketidakmampuan. WHO 2010 menunjukkan 18 103 juta anak balita di Negara berkembang mengalami kurang gizi. WHO juga memperkirakan 54 kematian bayi dan anak dilatarbelakangi oleh keadaan gizi buruk, sedangkan di Indonesia masalah gizi mengakibatkan 80 kematian anak WHO, 2011 . Anak dengan gizi buruk akan mempengaruhi tumbuh kembangnya. Upaya penanganan balita dengan gizi kurang sudah dilakukan di puskesmas atau rumah sakit. Asuhan perawatan gizi anak memerlukan monitoring yang berkelanjutan mulai dari rumah sakit sampai klien pulang ke rumah. Hal inilah yang mengakibatkan perlunya edukasi pada keluarga klien agar tujuan pencapaian gizi anak dapat optimal. Edukasi adalah salah satu tugas perawat yang penting untuk meningkatkan kesehatan klien. Perawat memberikan informasi kepada klien yang membutuhkan perawatan untuk kelanjutan pelayanan kesehatan dari rumah sakit ke rumah Falvo, 2004 dalam Potter Perry, 2009 .Kata kunci : malnutrisi, anak, perkotaan

ABSTRACT
AbstractName Herlina PurbaStudy Program Ners ProgrammeTitle Analysis of clinical practice children with problem of urban community health disorder nutritional needs of the clients of malnutrition in the RSPAD Gatot SubrotoCities with a population whose income is high, medium and low fixed indicate a problem of malnutrition. Malnutrition is rooted in poverty and disability. WHO 2010 showed 18 103 million of children under five in developing countries are malnourished. WHO also estimates that 54 of deaths of infants and children is motivated by the poor nutritional status, while in Indonesia, nutritional problems resulted in 80 of childhood deaths WHO, 2011 . Children with poor nutrition will affect growth and development. The handling infants with malnutrition has been done in the clinic or hospital. Child nutrition care requires continuous monitoring ranging from hospitals to the clients home. This has resulted in the need to educate the client 39 s family for the purpose of achieving the optimal child nutrition. Education is one of the duties of nurses are critical to improve the health of the client. Nurses provide information to clients who require treatment for the continuation of health care from hospital to home Falvo, 2004 in Perry, 2009 Keywords malnutrition, child,city "
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2017
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>