Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 39075 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Arif Rachman Hakim
"Analisis kualitas data stasiun pengamatan gempabumi menjadi sangat penting sebagai kontrol kualitas atau pengendali mutu. Saat ini penentuan kualitas stasiun pengamatan gempabumi dilakukan secara manual dengan menganalisis parameter bentuk spektrum noise atau bentuk spektrum power spectral density (PSD) terhadap bentuk noise model pada suatu stasiun dengan rentang waktu 30 hari oleh seorang pakar. Pada penelitian ini diusulkan pendekatan metode baru berbasis deep learning untuk mengenali kualitas stasiun pengamatan gempabumi, yang didasarkan dari kemampuan pakar dalam menganalisis kualitas data stasiun pengamatan gempabumi. Data yang digunakan ialah waveform rekaman seismometer 3 komponen (North-South, East-West, Z-vertical) pada jaringan stasiun pengamatan gempabumi Indonesia Tsunami Early Warning System (InaTEWS). Model arsitektur dalam rancang bangun sistem pakar ini menggunakan Multiple Input Convolutional Neural Network (MICNN), dalam model MICNN ini terdapat 3 blok Convolutional Neural Network, yang berfungsi sebagai ekstraksi fitur tiap komponen waveform rekaman seismometer, hasil ekstraksi fitur tiap blok CNN kemudian digabungkan untuk dilakukan proses klasifikasi pada model arsitektur MICNN. Terdapat 3 kelas klasifikasi yang digunakan pada penelitian ini, yaitu Classified, Usable dan Unusable. Pengujian terhadap model MICNN ini menggunakan rekaman waveform seismometer dari 411 stasiun InaTEWS dengan panjang rekaman 30 hari selama 12 bulan, dan hasil pengujian model MICNN pada penelitian ini memiliki akurasi sebesar 99,4%

Analysis of the quality of the earthquake observation station data becomes very important as quality control. Currently, the determination of the quality of earthquake observation stations is done manually by analyzing the parameters of the shape of the noise spectrum or the form of the power spectral density (PSD) spectrum against the shape of the noise model at a station with a period of 30 days by an expert. This study proposes a new method approach based on deep learning to identify the quality of earthquake observation stations, which is based on the ability of experts to analyze the quality of earthquake observation station data. The data is a 3-component seismometer recording waveform (North-South, East-West, Z-vertical) on the Indonesian Tsunami Early Warning System (InaTEWS) earthquake observation station network. The architectural model in the design of this expert system uses Multiple Input Convolutional Neural Network (MICNN). In this MICNN model, 3 Convolutional Neural Network blocks function as feature extraction for each component of the seismometer recording waveform. Classification process on the MICNN architectural model. There are three classification classes used in this study, namely Classified, Usable and Unusable. The test of the MICNN model uses waveform seismometer recordings from 411 InaTEWS stations with a recording length of 30 days for 12 months, and the results of testing the MICNN model in this study have an accuracy of 99,4%."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fajar Budi Utomo
"Kekuatan suatu struktur tidak hanya dipengaruhi oleh faktor usia tetapi juga pengaruh dari gaya eksternal yang dapat mempengaruhi kekuatan suatu bangunan. Getaran gempa dapat menyebabkan kegagalan bangunan struktur yang sangat berbahaya jika kerusakan pada struktur dapat menyebabkan bangunan runtuh dan menimbulkan korban jiwa. Pada penelitian ini dibuat sistem yang dapat mengevaluasi gedung berbasis getaran untuk mendeteksi respon struktural melalui parameter dinamis yang diambil dari pengukuran akselerasi. Selanjutnya penggunaan metode berbasis Deep Neural Network digunakan sebagai prediksi informasi apabila informasi dari data mentah tidak tersedia ataupun mengalami anomali. Menggunakan studi kasus gempabumi Sumur, analisis respon dinamis berupa rasio amplifikasi menunjukkan perbesaran hingga 7.2 kali, analisis floor spectra ratio menunjukkan frekuensi alami gedung sebesar 0.75 Hz dan analisis perubahan frekuensi natural gedung tidak menunjukkan adanya perubahan frekuensi alami gedung setelah gempa yaitu sebesar 0.84 Hz setelah terjadinya gempabumi tersebut. Penggunaan Deep Neural Network untuk prediksi respon struktur menunjukkan nilai performa MAE ; 0,00091, RMSE : 0,00150 dan MAPE :0,51048. Penggunaan machine learning ini juga dapat memberikan informasi respon struktur bangunan ketika sensor mengalami malfungsi pada kejadian gempa tersebut.

The strength of a structure is not only influenced by the age factor but also the influence of external forces that can affect the strength of a building. Earthquake vibrations can cause structural failure which is very dangerous if damage to the structure cause the building to collapse and cause casualties. In this research, a system that can evaluate buildings based on vibration is created to detect structural responses through dynamic parameters taken from acceleration measurements. Furthermore, the use of Deep Neural Network-based methods is used as information prediction if information from raw data is not available or experiences anomaly. Using the Sumur earthquake case study, the dynamic response analysis in the form of amplification ratios shows a magnification of up to 7.2 times, floor spectra ratio analysis shows the natural frequency of the building at 0.75 Hz and the analysis of changes in the natural frequency of the building does not show any change in the natural frequency of the building after the earthquake, which is 0.84 Hz after the earthquake. the earthquake. The use of Deep Neural Network for predicting structural response shows the value of MAE performance; 0.00091, RMSE : 0.00150 and MAPE : 0.51048. The use of machine learning can also provide information on the response of the building structure when the sensor malfunctions in the earthquake event."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andre Christoga Pramaditya
"Estimasi jarak episentrum gempa bumi merupakan proses yang penting dalam analisis seismik. Secara khusus, jarak episentrum merupakan salah satu parameter dasar dalam analisis gempa bumi yang berperan penting dalam sistem peringatan dini tsunami. Penelitian ini membahas tantangan dalam memperkirakan jarak episentrum dengan menggunakan data minimal dari stasiun tunggal, yang bertujuan untuk menyederhanakan proses tersebut untuk lingkungan dengan cakupan jaringan seismik yang terbatas. Pada penelitian ini, penulis mengusulkan model deep learning baru sebagai metode estimasi berdasarkan blok residual dengan memanfaatkan data dari stasiun tunggal dengan variasi input 3 saluran (ENZ), 2 saluran (EN), 1 saluran (Z) dan menghitung amplitudo absolut maksimum dari input gelombang sebagai input tambahan untuk meningkatkan keakuratan estimasi jarak episentrum. Model yang dikembangkan didasarkan pada arsitektur Convolutional Recurrent Neural Network (CRNN) untuk ekstraksi fitur spasial dan temporal dengan time window 1 menit dan berdasarkan dataset seismik akselerometer dari KiK-net, Jepang. Hasil estimasi jarak episentrum dari model FELINN yang baru dirancang mencapai Mean Absolute Error (MAE) sebesar 8,16 km dan standar deviasi sebesar 14,25 km, yang menunjukkan hasil terbaik dibandingkan dengan model-model yang sudah ada seperti CRNN dan Deeper CRNN. Model FELINN, dengan menggunakan arsitektur residual dan input amplitudo absolut maksimum tambahan, mencapai akurasi tertinggi dalam estimasi jarak episentrum di antara model-model yang diuji, terutama dengan konfigurasi tiga saluran (ENZ), dengan R2 = 0,89 dan MAE = 8,16 km. Mengintegrasikan saluran vertikal dan horizontal serta menambahkan blok residu dapat mengoptimalkan kinerja model, dan penelitian di masa depan dapat meningkatkan kemampuan generalisasi dengan menggunakan dataset yang beragam dan mengevaluasi ketahanan dalam berbagai tingkat noise.

Estimating the epicentral distance of an earthquake is an important process in seismic analysis. In particular, epicentral distance is one of the basic parameters in earthquake analysis that plays an important role for tsunami warning systems. This study addresses the challenge of estimating epicentral distance using minimal data from a single station, aiming to streamline the process for environments with limited seismic network coverage. In this study, the author propose a new deep learning model as an estimation method based on residual block by utilizing data from a single station with input variations of 3 channels (ENZ), 2 channels (EN), 1 channel (Z) and calculating the maximum absolute amplitude of the wave input as an auxiliary input to improve the accuracy of epicentral distance estimation. The developed model is based on the Convolutional Recurrent Neural Network (CRNN) architecture for spatial and temporal feature extraction with a time window of 1 minute and based on accelerometer seismic dataset from KiK-net, Japan. The epicenter distance estimation results from the newly-designed FELINN model achieved a Mean Absolute Error (MAE) of 8.16 km and a standard deviation of 14.25 km, showing the best results compared to existing models such as CRNN and Deeper CRNN. The FELINN model, using a residual architecture and an auxiliary maximum absolute amplitude input, achieved the highest accuracy in epicentral distance estimation among tested models, especially with the three-channel (ENZ) configuration, achieving R2 = 0.89 and MAE = 8.16 km. Integrating both vertical and horizontal channels and adding residual blocks optimized model performance, and future work could enhance generalizability by using diverse datasets and evaluating robustness under varying noise levels."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aristo
"Tinjauan karakteristik zona seismogenik terkait dengan proses rupture gempabumi di zona Subduksi Sumatera telah dilakukan dengan berbagai metode. Zona ini tercatat pernah mengalami beberapa gempa besar yaitu gempabumi Aceh 2004 Mw=9,1, Nias-Simeulue 2005 Mw=8,6, Bengkulu 2007 Mw=8,5, dan Enggano 2000 Mw=7,9. Penelitian ini memfokuskan hubungan antara analisis kontras densitas berdasarkan data gravitasi satelit GOCE dengan distribusi slip di zona rupture empat gempabumi besar yang pernah terjadi. Pemrosesan data gravitasi satelit dilakukan untuk mendapatkan data Gravity disturbance (Gd) dan turunan vertikal gravitasi (Tzz) yang dikoreksi oleh efek topografi dan sedimen dengan dekomposisi spektrum yang berbeda-beda untuk mendapatkan peta gravitasi dengan kedalaman yang berbeda-beda. Berdasarkan analisis Tzz, slip maksimal rupture gempabumi berkorelasi dengan pola Tzz minimal dan kontras densitas rendah, sementara itu rupture berakhir pada pola Tzz maksimal dan kontras densitas tinggi. Pola Tzz dan Gravity disturbance dapat menggambarkan posisi barrier dan asperitas dari zona subduksi Sumatra. Peta skematik berhasil menggambarkan segmentasi seismik Subduksi Sumatra yang memiliki zona asperitas sepanjang strike subduksi yang berhubungan dengan Tzz minimal dan berhubungan dengan zona forearc, serta adanya barrier yang berhubungan dengan Tzz maksimal yang merupakan manifestasi dari struktur (fracture zone dan seamount) yang tersubduksi ke lempeng samudra.

The review of the characteristics of the seismogenic zone associated with the earthquake rupture process in the Sumatra Subduction Zone has been carried out by various methods. This zone has experienced several major earthquakes, namely the Aceh 2004 Mw=9,1, Nias-Simeulue 2005 Mw=8,6, Bengkulu 2007 Mw=8,5, and Enggano 2000 Mw=7,9. This study focuses on the relationship between density contrast analysis based on gravity data from the GOCE satellite and the slip distribution in the rupture zones of four major earthquakes that have occurred. Satellite gravity data processing was carried out to obtain data for Gravity disturbance (Gd) and vertical gravity derivatives (Tzz), which are corrected by topography and sediment effects with different spectrum decomposition to get gravity maps with different depths. Based on the Tzz analysis, the maximal slip of the earthquake rupture is correlated with the minimal Tzz pattern and low-density contrast. In contrast, the rupture ends at the maximum Tzz pattern and high-density contrast. Tzz pattern and Gravity disturbance can describe the barrier position and asperity of Sumatra subduction zone. The schematic map succeeds in portraying the seismic segmentation of Sumatra Subduction which have asperities zone along the subduction strike associated with the minimal Tzz and associated with the forearc zone, as well as the barrier related to the maximum Tzz which is a manifestation of structures (fracture zone and seamount) that are subducted to the oceanic plate."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rikitake, Tsuneji
Amsterdam: Elsevier, 1976
551.22 TSU e (1)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
"Makalah ini memaparkan hasil pengembangan beberapa model acuan un
tuk menentukan jumlah stasiun pencatat percepatan gempabumi kuat pada tingkatan negara berdasarkan kondisi geografis, demografis, dan sosial-ekonomi. Beberapa model ini dapat digunakan dalam pengembangan lebih lanjut sistem pencatat gempa bumi kuat Indonesia. Dasar pengembangan model adalah sistem serupa di Selandia Baru, Jepang, Taiwan, Iran, Turki, dan Italia. Parameter jumlah
stasiun pencatat yang diusulkan adalah jumlah stasiun per 1000 km2
luas daratan, dan tiga buah model regresi eksponensial telah dikembangkan berdasarkan fungsi kepadatan penduduk negara, fungsi
Produk Domestik Bruto (PDB) per kapita, dan fungsi Indeks Daya-Saing Global (GCI) kelompok Persyaratan Dasar. Berdasarkan tiga model
ini, jumlah minimum stasiun pencatat yang dibutuhkan adalah sekitar 750 stasiun.

Abstract
An empirical study to develop benchmark models at country-level to assess the suggested number of earthquake strong-motion stations based on a framework encompassing geographic, demographic, and socio-economic parameters is reported. The models are to provide a working estimate of the required number of stations for improving the strong-motion instrumentation program of Indonesia. National earthquake strong-motion networks of New Zealand, Japan,
Taiwan, Iran, Turkey, and Italy were used as the references.
The parameter proposed is the number of stations in land area of 1,000 km2, and three models based on the exponential regression analysis are presented as functions of population density, Gross Domestic Product (GDP) per capita, and the Global Competitiveness Index (GCI) Basic Requirements Index. Using the models, it is suggested that Indonesia would require at least 750 stations."
[Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat Universitas Indonesia, Fakultas Teknik Universitas Indonesia], 2012
pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Nottingham: Wiley InterScience,
551 EESD
Majalah, Jurnal, Buletin  Universitas Indonesia Library
cover
Samsul Arifin
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1993
S27957
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Robiatul Adawiyah
"Gempabumi yang terjadi di Yogyakarta 27 Mei 2006 merupakan gempabumi besar dengan kekuatan Mw : 6, 2. Selain menyebabkan kematian sekitar 5000-an jiwa, juga mneyebabkan kerusakan infrastruktur serta mengakibatkan kerusakan geologi berupa hilangnya kekuatan tanah atau likuifaksi. Penelitian ini ingin mengungkapkan kaitan kejadian likuifaksi dengan geologi dan indeks keburukan likuifaksi serta pola wilayah bahaya likuifaksi di Daerah Istimewa Yogyakarta menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan spasial (keruangan). Hasil penelitian menunjukkan sebaran titik kejadian likuifaksi cenderung mengelompok di tengah wilayah penelitian, sebarannya mengikuti : sebaran jenis batuan endapan Gunungapi Merapi muda, sebaran umur batuan kuarter. Seluruh titik kejadian likuifaksi dijumpai pada jarak kurang dari enam kilometer dari sesar utama dan sesar minor. Sebaran kejadian likuifaksi tidak selalu dijumpai pada wilayah dengan nilai LSI yang besar. Wilayah bahaya likuifaksi terbagi menjadi : wilayah bahaya likuifaksi sangat tidak aman, tidak aman, dan wilayah aman.

The Yogyakarta earthquake of May 27, 2006 has magnitude Mw : 6,2. This earthquake caused about 5000 died people and destroyed infrastructures also liquefaction. Focus of this study is interrelation between liquefaction occurance and geological condition and liquefaction severity index (LSI). This research is descriptive and spatial approach. The research shows that distribution of liquefaction occurrence is clustered in the centre part of Yogyakarta Special Province, it is related to young volcanic deposits of Merapi Volcano distribution and Quarternary deposits distribution. Liquefaction occurance is situated within 6 km distance from the major and minor fault zone.The distribution of liquefaction occurance it isn?t related to liquefaction severity index (LSI)."
2008
S34215
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ida Bagus Krishna Yoga Utama
"Convolutional Neural Network (CNN) banyak digunakan untuk menyelesaikan masalah klasifikasi gambar karena kinerjanya yang baik, namun untuk masalah klasifikasi berbasis vektor yang menggunakan jaringan saraf convolutional jarang digunakan. Para peneliti cenderung menggunakan metode lain dari jaringan saraf tiruan, seperti jaringan saraf Backpropagation (BPNN), probabilitas jaringan saraf (PNN), sebagai pengklasifikasi untuk masalah klasifikasi berbasis vektor.
Dalam penelitian ini, digunakan Vector-based CNN untuk mengklasifikasi masalah 6 kelas, 12 kelas, dan 18 kelas dari tiga campuran aroma menggunakan 4, 6, 8, dan 16 buah sensor. Untuk membandingkan kinerja Vector-based CNN, Backpropagation Neural Network juga digunakan untuk mengklasifikasikan masalah klasifikasi aroma yang sama.
Hasil percobaan menunjukkan bahwa Vector-based CNN menghasilkan tingkat pengenalan yang cukup tinggi dibandingkan dengan Backpropagation neural network.

Convolutional Neural Network (CNN) is widely used in image classification problems because of its good performance, however, Vector-based classification using a convolutional neural network is rarely utilized. Researchers tend to use another method of artificial neural networks, such as Backpropagation neural network, probability neural networks, as the classifier for Vector-based classification problems.
In this paper, we would like to use a CNN classifier in the problems of 6,12, and 18 classes of three mixture of odor using 4, 6, 8, and 16 channels of sensors. In order to compare the performance of the Vector-based Convolutional Neural Network, Backpropagation Neural Network is also used to classify the same Vector-based odor classification problems.
The Experiment results show that Vector-based convolutional neural network yields a quite high recognition rate compare with that of Backpropagation neural network.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>