Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 185392 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Fadhila Hanifatur Ruslana
"Pandemi COVID-19 merupakan tantangan besar yang dihadapi dunia saat ini. Puncak pandemi yang terjadi di Indonesia menjadi tantangan baru dalam tatalaksana pasien COVID-19 di Instalasi Gawat Darurat (IGD) dengan segala keterbatasannya. Modifikasi dilakukan sebagai upaya stabilisasi pasien dengan memperhatikan prinsip penangan oksigenasi pasien COVID-19, yaitu dengan strategi eskalasi dan memaksimalkan penggunaan terapi oksigen non invasif. Studi kasus ini menggambarkan upaya stabilisasi pasien, perempuan berusia 55 tahvun dengan Probable COVID-19 derajat berat yang datang ke IGD dengan saturasi 53% menggunakan simple mask. Berdasarkan hasil pemeriksaan, masalah keperawatan yang diangkat adalah gangguan pertukaran gas. Intervensi keperawatan yang diberikan adalah pemberian terapi oksigen dan pengaturan posisi. Modifikasi dilakukan dengan memberikan terapi oksigen Non-Rebreathing Mask (NRM) dan nasal kanul disertai dengan proning position secara bersamaan. Setelah dilakukan terapi tersebut didapatkan status oksigenasi pasien lebih baik dibandingkan sebelum mendapatkan terapi.

The COVID-19 pandemic is a major chalenge facing the world today. The peak of pandemic that occurred in Indonesia was a new chalenge in the management of COVID- 19 patients in emergency unit with al its limitations. The modification was carried out as an effort to stabilize the patient by paying attention to the oxygenation principes of COVID-19 patients, namely by escalation strategies and maximizing the use of non- invasive oxygen therapy. This case study describes an effort to stabilize the patient, a 55- year-old female with severe COVID-19 who came to the ED with a saturation of 53% using a simple mask. Based on the examination result, the nursing problem which raised was gas exchange disorders. The intervention which given was providing oxygen therapy and positioning. Modifications were carried out by giving Non-Rebreathing Mask (NRM) and nasal cannula accompanied by a proning position simultaneously. After the therapy, the patient's oxygenation status was better than before receiving the therapy."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2021
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Fadhila Hanifatur Ruslana
"Pandemi COVID-19 merupakan tantangan besar yang dihadapi dunia saat ini. Puncak pandemi yang terjadi di Indonesia menjadi tantangan baru dalam tatalaksana pasien COVID-19 di Instalasi Gawat Darurat (IGD) dengan segala keterbatasannya. Modifikasi dilakukan sebagai upaya stabilisasi pasien dengan memperhatikan prinsip penangan oksigenasi pasien COVID-19, yaitu dengan strategi eskalasi dan memaksimalkan penggunaan terapi oksigen non invasif. Studi kasus ini menggambarkan upaya stabilisasi pasien, perempuan berusia 55 tahvun dengan Probable COVID-19 derajat berat yang datang ke IGD dengan saturasi 53% menggunakan simple mask. Berdasarkan hasil pemeriksaan, masalah keperawatan yang diangkat adalah gangguan pertukaran gas.  Intervensi keperawatan yang diberikan adalah pemberian terapi oksigen dan pengaturan posisi. Modifikasi dilakukan dengan memberikan terapi oksigen Non-Rebreathing Mask (NRM) dan nasal kanul disertai dengan proning position secara bersamaan. Setelah dilakukan terapi tersebut didapatkan status oksigenasi pasien lebih baik dibandingkan sebelum mendapatkan terapi.

The COVID-19 pandemic is a major chalenge facing the world today. The peak of pandemic that occurred in Indonesia was a new chalenge in the management of COVID-19 patients in emergency unit  with al its limitations. The modification was carried out as an effort to stabilize the patient by paying attention  to the oxygenation principes of COVID-19 patients, namely by escalation strategies and maximizing the use of non-invasive oxygen therapy. This case study describes an effort to stabilize the patient, a 55-year-old female with severe COVID-19 who came to the ED with a saturation of 53% using a simple mask. Based on the examination result, the nursing problem which raised was gas exchange disorders. The intervention which given was providing oxygen therapy and positioning. Modifications were carried out by giving Non-Rebreathing Mask (NRM) and nasal cannula accompanied by a proning position simultaneously. After the therapy, the patient's oxygenation status was better than before receiving the therapy. "
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2021
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Khadijah
"Peningkatan kasus Coronavirus Disease (COVID 19) tidak hanya terjadi di dunia, tapi juga di Indonesia dalam dua bulan terakhir. COVID 19 menjadi penyebab masalah pernapasan akut pada tubuh yang apabila tidak ditangani dengan cepat dapat menyebabkan kematian. Laporan kasus ini melaporkan tentang analisis terhadap pemberian intervensi keperawatan pendukung terapi oksigen dengan nasal kanul dan posisi semi-fowler pada pasien COVID 19 yang secara standar mendapat terapi oksigen dengan non-rebreathing mask. Laporan kasus ini menggunakan metode case report dan dievaluasi melalui hasil pengukuran saturasi oksigen, frekuensi napas, dan keberadaan work of breathing pada pasien COVID 19 derajat sedang-berat-kritis. Intervensi yang diberikan adalah pemberian intervensi keperawatan berupa terapi oksigen dengan non-rebreathing mask, nasal kanul, dan pemberian posisi semi-fowler. Intervensi dilakukan dalam satu kali shift dengan observasi setiap 15 menit dalam 1 jam pertama pada tiga partisipan. Hasil evaluasi pada laporan kasus ini yaitu intervensi terbukti mampu meningkatkan oksigenasi pada pasien COVID 19. Akan tetapi, intervensi ini belum dapat mengatasi masalah keperawatan gangguan pertukaran gas pada pasien COVID 19. Saturasi oksigen dan frekuensi pernapasan mengalami perbaikan, namun frekuensi napas dan work of breathing masih menunjukkan angka yang tinggi. Perawat perlu mencari modifikasi intervensi lain yang dapat meningkatkan perbaikan pada pasien yang mengalami gangguan pertukaran gas fase akut.

The increase in cases of Coronavirus Disease (COVID 19) has occurred in the world and Indonesia in the last two months. COVID 19 is the cause of acute respiratory problems in the body, which if not treated quickly, can lead to death. This case report analyzes the provision of nursing interventions to support oxygen therapy with a nasal cannula and semi-Fowler's position in COVID-19 patients who are standardly receiving oxygen therapy with a non-rebreathing mask. This case report uses the case report method and is evaluated by measuring oxygen saturation, respiratory rate, and the presence of work of breathing in moderate-severe-critical COVID-19 patients. The intervention provided was the provision of nursing interventions in the form of oxygen therapy with a non-rebreathing mask, nasal cannula, and the provision of a semi-Fowler position. The intervention was carried out in one shift with observations every 15 minutes in the first hour on three participants. The evaluation results in this case report are that the intervention was proven to be able to increase oxygenation in COVID 19 patients. However, this intervention has not overcome the nursing problem of gas exchange disorders in COVID 19 patients. Oxygen saturation and respiratory rate have improved, but the respiratory rate and breathing work still show high numbers. Nurses need to look for other intervention modifications to improve patients with acute-phase gas exchange disorders."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2021
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Dzaky Abdillah
"Latar Belakang
Pandemi COVID-19 merupakan kejadian luar biasa yang berdampak secara global. Pandemi ini sudah banyak memakan korban terutama pada pasien yang memiliki komorbiditas. Salah satu komorbiditas tersering adalah diabetes melitus tipe 2 (DMT2). Kondisi hiperglikemia pada pasien DMT2 akan meningkatkan tingkat mortalitas pasien sehingga diperlukan suatu tatalaksana, yaitu insulin. Namun, beberapa studi melaporkan bahwa insulin ternyata berkaitan dengan meningkatnya angka mortalitas pada pasien yang mendapatkannya, tetapi masih banyak perselisihan mengenai efek dari insulin ini sendiri. Salah satu penyebab yang diduga adalah penggunaan insulin sebelum dirawat. Dalam penelitian ini, penulis secara khusus ingin melihat hubungan penggunaan insulin sebelum dirawat dengan perburukan klinis pasien DMT2 yang terinfeksi COVID-19 dan mendapatkan terapi insulin selama rawatan.
Metode
Studi kasus kontrol dengan total subjek penelitian 270 pasien yang mengalami DMT2 dan COVID-19 yang diberikan insulin. 110 subjek mengalami perburukan klinis dan 160 lainnya tidak mengalami perburukan klinis. Studi dilakukan dengan menggunakan data sekunder yang berasal dari data rekam medis pasien di RSCM Jakarta pada periode Maret 2020 – Maret 2023.
Hasil
Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara penggunaan insulin sebelum dirawat dengan perburukan profil klinis pasien (p = 0,517) dengan nilai OR 0,839 (0,493 – 1,428). Kesimpulan
Penggunaan insulin sebelum dirawat tidak berhubungan dengan perburukan klinis pada pasien DMT2 dengan infeksi COVID-19.

Introduction
The COVID-19 pandemic is a remarkable occurrence with worldwide implications. Numerous people have died as a result of this pandemic, particularly patients with comorbidities. One of the most common comorbidities is type 2 diabetes mellitus (T2DM). The high mortality risk associated with hyperglycemia in T2DM patients necessitates the use of insulin as a treatment. However, several studies indicate that insulin use is linked to higher patient death rates, yet, there is still some disagreement over the effects of insulin itself. Insulin before treatment is one of the possible causes. The study aimed to examine the link between preadmission use of insulin and clinical deterioration in T2DM patients who have COVID-19 infection and are getting insulin therapy during treatment.
Method
A case-control study included 270 research participants with COVID-19 and T2DM who received insulin. 160 patients did not have clinical deterioration, while 110 subjects did. The study was conducted using secondary data originating from patient medical records at RSCM Jakarta from March 2020 – March 2023.
Results
There was no significant relationship between insulin use before treatment and the worsening of the patient’s clinical profile (p = 0,517) with an OR value of 0,839 (0,493 – 1,428).
Conclusion
Preadmission use of insulin did not associate with clinical deterioration in T2DM patients with COVID-19 infection.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sidharta Kusuma Manggala
"Pembedahan abdomen atas berkaitan disfungsi diafragma. Disfungsi diafragma merupakan penyebab PPC (postoperative pulmonary complication). Terapi oksigen konvensional (TOK) merupakan terapi standar pada pasien pasca pembedahan abdomen atas. Terapi HFNC (high-flow nasal cannula) memiliki berbagai mekanisme yang berbeda dengan TOK dan dipikirkan dapat membantu fungsi diafragma pascapembedahan abdomen atas. Studi ini bertujuan untuk membandingkan kemampuan HFNC terhadap TOK dalam mempertahankan fungsi diafragma pascapembedahan abdomen atas. Studi ini dilakukan di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo dari November 2018 – September 2019. Tujuh puluh satu pasien dibagi secara acak menjadi dua kelompok: kelompok TOK dan HFNC. Enam puluh enam pasien mendapat intervensi setelah ekstubasi di ICU (intensive care unit). Seluruh subjek dilakukan pencatatan nilai DTF (diaphragm thickening fraction) menggunakan ultrasonografi, ΔTIV (perubahan tidal impedance variance), ΔEELI-G dan ΔEELI-ROI (perubahan end expiratory lung impedance global dan region of interest) menggunakan EIT (electrical impedance tomography), PaO2 dan PaCO2 (tekanan parsial oksigen dan karbon dioksida arteri) secara berkala pada dua seri. Efek samping dan keluhan yang muncul dicatat dan ditatalaksana. Total 66 subjek disertakan dalam bivariat menggunakan t-test dan mann whitney, sedangkan analisis tren menggunakan general linear model atau generalized estimating equation. Durasi ventilasi mekanik di ICU, persentase prediksi mortalitas dan skor P-POSSUM antara kedua kelompok berbeda signifikan (p=0,003; 0,001; dan 0,019, secara berurutan). Tidak ada perbedaan tren yang ditemukan antarkelompok pada seri pertama parameter DTF, ΔTIV, ΔEELI-G, ΔEELI-ROI dan PaCO2 (p=0,951; 0,100; 0,935; 0,446; dan 0,705, secara berurutan) maupun pada seri kedua (p=0,556; 0,091; 0,429; 0,423; dan 0,687, secara berurutan). Tren PaO2 pada seri pertama dan kedua berbeda sangat signifikan (p<0,001) karena protokol pengaturan fraksi oksigen yang lebih tinggi pada kelompok TOK. Penggunaan HFNC tidak lebih baik daripada TOK dalam membantu mempertahankan fungsi diafragma pascapembedahan abdomen atas.

Upper abdominal surgery is related to diaphragmatic dysfunction. Diaphragmatic dysfunction is the main factors causing postoperative pulmonary complication (PPC). Conventional oxygen therapy (TOK) in the form of nasal cannula, is a standard therapy in post upper abdominal surgery patients. High-flow nasal cannula (HFNC) therapy has a variety of mechanisms that differ from TOK and is thought to be able to maintain diaphragm function in post upper abdominal surgery patients. This study aims to compare the ability of HFNC vs TOK in maintaining diaphragm function for post upper abdominal surgery patients. This study was conducted at RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo from November 2018 - September 2019. Seventy-one patients were randomly divided into two groups: TOK and HFNC groups. Sixty-six patients received intervention after extubation in the intensive care unit (ICU). This given data were all collected periodically in 2 series; diaphragm thickening fraction (DTF) values using ultrasonography, changes in tidal impedance variance (ΔTIV), changes in global end expiratory lung impedance and region of interest (ΔEELI-G and ΔEELI-ROI) using electrical impedance tomography, arterial oxygen and carbon dioxide partial pressure (PaO2 and PaCO2). Side effects and complaints that arise were collected and managed. A total of 66 subjects were included in the bivariate using t-test and mann whitney test, while trends were analyzed by general linear models or generalized estimating equations. The baseline characteristics of mechanical ventilation duration in the ICU, the predicted mortality rate and P-POSSUM score between the two groups were significantly different (p = 0.003; 0.001; and 0.019, respectively). No trend differences were found between groups in the first series of DTF, ΔTIV, ΔEELI-G, ΔEELI-ROI and PaCO2 parameters (p = 0.951; 0.100; 0.935; 0.446; and 0.705, respectively) and in the second series (p = 0.556, 0.091, 0.429, 0.423 and 0.687, respectively). The PaO2 trends in the first and second series differed very significantly (p<0.001) due to the higher oxygen fraction regulation protocol in the COT group. The use of HFNC is no better than COT in maintaining diaphragm function for post upper abdominal surgery patients.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Luki Sumaratih
"Latar Belakang. Selama ini pemberian oksigen dengan nasal kanul, sungkup hidung dan wajah merupakan tatalaksana pertama untuk gagal nafas hipoksemia. Alat high flow nasal cannula (HFNC) merupakan alternatif terapi oksigen yang lebih baik dari nasal kanul, karena dapat mengalirkan oksigen hingga 60 L/menit, FiO2 21% hingga 100% yang dilengkapi penghangat serta pelembab udara. Alat tersebut dapat menurunkan kerja otot- otot pernafasan dengan mekanisme menurunkan tekanan jalan nafas positif dan tahanan jalan nafas, meningkatkan oksigenasi, serta menghilangkan ruang rugi nasofaring. Penelitian ini bertujuan membandingkan HFNC dengan terapi oksigen konvensional (TOK) terhadap profil hemodinamik dan mikrosirkulasi pada pasien pascabedah.
Metodologi. Penelitian ini merupakan uji acak terkendali yang dilakukan di RSUPN Cipto Mangunkusumo bulan Februari hingga Juli 2019. Sebanyak 40 subjek terbagi ke dalam dua kelompok yaitu kelompok HFNC (n=20) dan kelompok terapi oksigen konvensional (TOK) (n=20). Pengambilan data dilakukan pada menit ke-0, 30, 60, jam ke-3 dan ke-24 setelah prosedur ekstubasi. Pengambilan data dilakukan menggunakan kateter vena sentral yang tertera di monitor, pengambilan darah dari kateter vena sentral, serta pengukuran hemodinamik dengan ICON® dari Ospyka. Uji kemaknaan dilakukan dengan uji-t tidak berpasangan dan generalize estimating equation (GEE) dengan SPSS versi 23.
Hasil. Hasil uji kemaknaan menunjukkan tidak didapatkan perbedaan bermakna antara kelompok HFNC dengan kelompok TOK untuk seluruh luaran hemodinamik (p>0,05). Terdapat perbedaan bermakna untuk luaran kadar laktat pada uji GEE dengan perbedaan rerata sekitar 0,78 mmol/L (nilai p=0,049), namun secara klinis tidak berbeda bermakna. Hal ini disebabkan tidak ada subyek kami yang mengalami hipoksemia maupun gangguan hemodinamik perioperatif.
Kesimpulan. Penggunaan alat HFNC tidak lebih baik dibandingkan nasal kanul pada pasien pascabedah laparotomi abdomen atas di ICU.

Background. Conventional oxygen therapy (COT) with nasal cannula, simple mask or face mask remains as the first line therapy for hypoxemic respiratory failure. High flow nasal cannula (HFNC) serves as an alternative oxygen therapy which can deliver oxygen at the flow up to 60 L/min and FiO2 ranging from 21% to 100% via warm and humid air based on human's physiology. This device can decrease the workload of respiratory muscles by reducing positive airway pressure and airway resistances, improving oxygenation and washing out airways' dead space. This research was conducted to study the comparison between HFNC and COT on hemodynamic profile and microcirculation in post-upper abdominal patients.
Methods. This was an open label randomized controlled trial (RCT) at National Cipto Mangunkusumo between February to July 2019. Forty patients were recruited and divided into HFNC group (n=20) and COT group (n=20). Hemodynamic parameters were recorded using the bedside monitor (heart rate, respiratory rate, and mean arterial pressure) as well as the electrical cardiometry using ICON® measurements (stroke volume index, cardiac index and systemic vascular resistance index); laboratory parameters were ScvO2 and lactate serum collected via central venous catheter. Data were collected at 0, 30 minutes, 60 minutes, 3 hours and 24 hours after extubation. Statistic analysis were conducted using independent sample T-test and generating estimating equations (GEE) with SPSS 23.
Results. All analysis showed no statistically significant difference between HFNC and COT group for all hemodynamic parameters (p>0.05). There was a significant mean difference for 0.78 mmol/L of serum lactate level according to GEE analysis in HFNC group (p=0.049), whereas this difference is not clinically significant. This results are caused by relatively stable subjects condition without the occurrence of perioperative hypoxemia or hemodynamic disturbances.
Conclusion. In post-upper abdominal surgery patients, HFNC is not superior compared to COT on improving hemodynamic and microcirculation outcomes.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Untuk mengetahui adanya tingkai nyeri dadn pada klien IMA sebelum dan sesudah pemberian terapi oksigen dengan konsentasi rendah (nasal/Kanula), dilakukan penelitian desikriptif perbandingan terhadap 20 klien yang dilaksanakan di RS Pondok Indah dari 10 Oktober sampai dengan 6 Desember 2001.
Hasil penelitian menunjukan bahwa tidak ada perbedaan bermakna pada tingkat nyeri dada klien IMA sebelum dan se-sudah pemberian terapi oksigen dengan konsenterasi rendah (nasal/Kanula)."
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2002
TA5405
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Enjelita Karujan
"Gangguan oksigenasi merupakan masalah yang sering dialami oleh pasien yang dirawat di ruang perawatan intensif anak. Oksigen merupakan kemponen yang penting dalam pembentukan energi sehingga gangguan oksigenasi dapat memengaruhi keseimbangan energi. Teori Konservasi Levine bertujuan untuk mempertahankan keutuhan pasien melalui empat prinsip konservasi yaitu konservasi energi, konservasi integritas strukrutal, konservasi integritas personal dan konservasi integritas sosial sehingga dapat diaplikasikan pada anak dengan gangguan oksigenasi. Salah satu intervensi keperawatan yang sesuai dengan prinsip konservasi energi pada pasien dengan masalah oksigenasi adalah pengaturan posisi lateral kanan. Tujuan dari karya ilmiah ini adalah memberikan gambaran mengenai aplikasi teori Konservasi Levine dalam pemenuhan kebutuhan oksigenasi dan pengaruh pengaturan posisi lateral kanan pada anak yang dirawat di ruang perawatan intensif. Asuhan keperawatan dengan pendekatan teori Konservasi Levine diberikan kepada lima anak yang terpasang ventilator. Proses keperawatan mulai dari pengkajian sampai evaluasi dilakukan berdasarkan empat prinsip konservasi. Evaluasi keperawatan menunjukkan adanya perbaikan kondisi pada beberapa pasien. Demikian halnya dengan pengaturan posisi lateral kanan dengan kemiringan 30° terbukti efektif meningkatkan saturasi oksigen pada anak yang terpasang ventilasi mekanik. Penulis merekomendasikan penggunaan teori Konservasi Levine dalam memberikan asuhan keperawatan kepada anak dengan gangguan oksigenasi di ruang perawatan intensif. Selain itu penulis merekomendasikan pengaturan posisi lateral kanan dengan kemiringan 30° untuk dapat diaplikasikan di ruang perawatan intensif anak serta dilakukan uji klinik lebih lanjut dengan sampel yang lebih besar sehingga dapat dijadikan dasar penyusunan standar operasional prosedur.

Oxygenation impairment is one of the problems that is often experienced by patients treated in pediatric intensive care units. Oxygen is an important component in energy formation.  Oxygenation impairment can affect energy balance. Levine's Conservation theory focuses on maintaining patient wholeness through four conservation principles, namely conservation of energy, conservation of structural integrity, conservation of personal integrity, and conservation of social integrity so that it can be applied to children with oxygenation impairment. One of the nursing interventions that relate to the conservation of energy in patients with oxygenation impairment is the positioning with the right lateral position. The purpose of this scientific paper is to provide an overview of the application of Levine's Conservation theory in meeting oxygenation needs and the effect of right lateral position in children treated in intensive care units. Nursing care with the application Levine Conservation theory was given to five children who were on ventilators. The nursing process from assessment to evaluation was carried out based on four conservation principles. Nursing evaluation showed an improvement in the condition of several patients. Likewise, the right lateral position setting with a 30° tilt has shown to be effective in increasing oxygen saturation in children who are on mechanical ventilation. The author recommends the use of Levine's Conservation theory in providing nursing care to children with impaired oxygenation in intensive care units. In addition, the author recommends setting the right lateral position with a 30° tilt to be applied in the pediatric intensive care room and conducting further clinical trials with larger samples so that it can be used as a basis for compiling standard operating procedures."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Bintang Heiza Yudistira
"Latar Belakang
Pandemi COVID-19, yang disebabkan oleh SARS-CoV-2, berdampak global, termasuk di Indonesia, dengan komplikasi utama seperti trombosis terkait peningkatan kadar D- dimer, biomarker pembekuan darah. Kadar D-dimer yang tinggi dikaitkan dengan prognosis buruk, seperti risiko trombosis, lama rawat inap yang lebih lama, dan kematian. Penelitian ini bertujuan mengeksplorasi hubungan antara kadar D-dimer, tingkat keparahan penyakit, dan lama rawat pasien COVID-19 di RSUP Persahabatan.
Metode
Penelitian ini bersifat observasional-analitis dengan desain potong lintang pada pasien COVID-19 derajat sedang, berat, dan kritis di RSUP Persahabatan, Jakarta, selama Januari–Desember 2021. Data dikumpulkan dari rekam medis dan dianalisis dengan metode consecutive sampling, melibatkan 57 sampel. Penelitian mencakup pengukuran kadar D-dimer, tingkat keparahan penyakit, dan lama rawat inap. Analisis data dilakukan menggunakan SPSS 25.0 dengan uji univariat dan bivariat, termasuk uji Chi-square atau Fisher’s exact untuk memeriksa hubungan antarvariabel.
Hasil
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan signifikan antara kadar D- dimer awal dengan tingkat keparahan COVID-19 (p=0,364), meskipun subjek dengan kadar D-dimer ≥500 ng/mL lebih banyak mengalami kondisi sedang dan berat. Di sisi lain, kadar D-dimer yang lebih tinggi (≥500 ng/mL) berhubungan dengan durasi rawat inap yang lebih lama (≥14 hari) dengan p=0,044, menunjukkan perbedaan signifikan antara kadar D-dimer dan lama rawat inap pasien COVID-19.
Kesimpulan
Penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan signifikan antara kadar D-dimer awal dengan tingkat keparahan COVID-19 (p=0,364), namun kadar D-dimer ≥500 ng/mL berhubungan dengan durasi rawat inap yang lebih lama (≥14 hari) (p=0,044).

Introduction
The COVID-19 pandemic, caused by SARS-CoV-2, has had a global impact, including in Indonesia, with major complications such as thrombosis associated with elevated D- dimer levels, a biomarker of blood coagulation. High D-dimer levels are linked to poor prognosis, including the risk of thrombosis, prolonged hospital stays, and mortality. This study aims to explore the relationship between D-dimer levels, disease severity, and length of hospitalization in COVID-19 patients at RSUP Persahabatan.
Method
This study is an observational-analytical research with a cross-sectional design conducted on COVID-19 patients with moderate, severe, and critical conditions at RSUP Persahabatan, Jakarta, from January to December 2021. Data were collected from medical records and analyzed using consecutive sampling methods, involving 57 samples. The study includes measurements of D-dimer levels, disease severity, and length of hospitalization. Data analysis was performed using SPSS 25.0 with univariate and bivariate tests, including Chi-square or Fisher’s exact tests to examine the relationships between variables.
Results
The results of this study indicate that there is no significant relationship between initial D-dimer levels and the severity of COVID-19 (p=0.364), although subjects with D-dimer levels ≥500 ng/mL were more likely to experience moderate and severe conditions. On the other hand, higher D-dimer levels (≥500 ng/mL) are associated with longer hospital stays (≥14 days) with a p-value of 0.044, indicating a significant difference between D- dimer levels and the duration of hospitalization in COVID-19 patients.
Conclusion
This study shows that there is no significant relationship between initial D-dimer levels and COVID-19 severity (p=0.364), but D-dimer levels ≥500 ng/mL are associated with longer hospital stays (≥14 days) (p=0.044).
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abu Bakar
"ABSTRAK
Keberhasilan pelayanan keperawatan yang bermutu dipengaruhi oleh tingkat kepuasan kerja perawat. Kepuasan kerja perawat dapat diupayakan melalui MPKP Jiwa modifikasi pendekatan manajemen fungsi pengarahan, namun kegiatan MPKP dan fungsi pengarahan belum dijalankan secara konsisten. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui pengaruh fungsi pengarahan kepala ruang dan ketua tim terhadap kepuasan kerja perawat pelaksana di unit rawat inap RSUD Blambangan Banyuwangi. Penelitian ini menggunakan metode quasi experiment dengan desain pre-post test with control group, dan pelatihan serta bimbingan fungsi pengarahan (operan, pre conference, post conference, iklim motivasi, supervisi dan delegasi) pada kepala ruang dan ketua tim di kelompok intervensi. Sampel penelitian diperoleh secara purposive sampling, terdiri dari 35 perawat pelaksana RSUD Blambangan Banyuwangi sebagai kelompok intervensi dan 40 perawat pelaksana di RSUD dr. Haryoto Lumajang sebagai kelompok kontrol. Instrumen yang digunakan untuk mengukur kepuasan kerja diambil dari Minnesota Satisfaction Questionnaire. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kepuasan kerja perawat pelaksana yang mendapat pengarahan dari kepala ruang dan ketua tim yang sudah memperoleh pelatihan, bimbingan dan pendampingan fungsi pengarahan meningkat lebih tinggi secara bermakna dibandingkan dengan kepuasan kerja perawat pelaksana yang mendapat pengarahan dari kepala ruang dan ketua tim yang tidak dilatih fungsi pengarahan. Fungsi pengarahan bila dilaksanakan secara konsisten oleh kepala ruang dan ketua tim, berpeluang meningkatkan kepuasan kerja sebesar 67,40%. RSUD Blambangan Banyuwangi dan RSUD dr. Haryoto Lumajang dapat mengupayakan dan meningkatkan kepuasan kerja perawat pelaksana secara berkelanjutan dengan mengimplementasikan fungsi pengarahan dari MPKP Jiwa Modifikasi umum.

ABSTRACT
Humidifier is a device for delivering oxygen to the patients. Before using it, the humidifier tube should fill with sterile water. There was a recent study that administering oxygen less than five liter per minutes, the tube was not load with the sterile water. Aim: The research aim was to describe the difference between bacterial growth in the humidifier and non humidifier at the patient who got oxygen therapy. Design: The design was the analytic survey with purposive sampling method. The samples were 24 patients. They were divided into two groups. Group one, consisted of 12 patients with humidifier and the others with non humidifier. The instrument was culture equipments diagnostic test and observation guidance. Hypothesis: The hypothesis was there was no difference bacterial growth existence in humidifier and non humidifier at the patient who got oxygen therapy. Results: The results showed that there was no significance difference of bacterial growth at time of zero hour (p=
0.131). Meanwhile, there was significance different of bacterial growth at time of 12 hour (p= 0,046), and time of 24 hour(p= 0,046). There was also significance different between bacterial growth in humidifier and non humidifier at the patient who got oxygen therapy (p= 0.010). Conclusion: The conclusion is a non humidifier device could prevent bacterial and reduce nosocomial infection. Recommends: It was recommended that hospital should use non humidifier and the humidifier had to disinfect and change the water every 12 hours."
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2009
T-Pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>