Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 197787 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Harun Al Rosyid
"Remaja merupakan fase lanjutan dari fase kanak-kanak sebelum menuju dewasa dengan pertumbuhan dan perkembangan pada aspek biologis, kognitif, psikososial, dan emosional. Pada fase tersebut, remaja memiliki rasa ingin tahu yang tinggi untuk mencoba hal-hal baru termasuk terkait perilaku seksual berisiko pada remaja. Berdasarkan laporan SDKI Kesehatan Reproduksi Remaja (KRR) tahun 2017 bahwa remaja pria maupun wanita mencoba melakukan hubungan seksual pranikah pertama kali di usia 15-19 tahun dengan proporsi sebesar 8 persen untuk pria dan 2 persen untuk wanita. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui korelasi antara pendidikan kesehatan reproduksi yang diterima pertama kali di sekolah terhadap perilaku seksual pranikah para remaja pria 15-19 tahun di Indonesia. Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data SDKI KRR tahun 2017 dengan jumlah total sampel sebanyak 7.345 remaja yang sudah disesuaikan berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi penelitian. Penelitian ini menggunakan desain studi cross sectional. Hasil dari penelitian ini adalah tercatat sebanyak 6.966 (94.8%) remaja laki-laki usia 15-19 tahun yang sudah pernah melakukan hubungan seksual pranikah sedangkan remaja yang tidak pernah melakukan hanya sebanyak 379 (5.2%) remaja. Berdasarkan hasil bivariat didapatkan bahwa variabel pendidikan kesehatan reproduksi tentang sistem reproduksi manusia (p = 0.000), keluarga berencana (p = 0.000) dan HIV/AIDS (p = 0.002) memiliki hubungan yang signifikan dengan perilaku seksual pranikah remaja. Selain itu, variabel yang berhubungan dengan perilaku seksual pranikah remaja adalah komunikasi dengan guru (p = 0.004) dan tingkat pendidikan (p = 0.000 dan 0.008). Sedangkan variabel tempat tinggal tidak memiliki hubungan yang signifikan (p = 0.095).

Adolescence is an advanced phase from childhood before heading to adulthood with growth and development in biological, cognitive, psychosocial, and emotional aspects. Within the phase, adolescents have a high curiosity to try or explore new things, including risky sexual behavior in adolescents. Therefore, based on the IDHS report of 2017 on Adolescent Reproductive Health (KRR) that male and female adolescents tried to have premarital sex for the first time at the age of 15-19 years with a percentage of 8 percent for men and 2 percent for women. This study aims to determine the relationship between reproductive health education that received for the first time at school to the premarital sexual behavior of male adolescents aged 15-19 years in Indonesia. The data used in this study is IDHS data for the 2017 KRR with a total sample of 7.345 adolescents who have been adjusted by both of the inclusion and exclusion criteria of the study. This study used a cross sectional study design. The results of this study are there were 6,966 (94.8%) teenage boys aged 15-19 years who had premarital sexual intercourse, while only 379 (5.2%) teenagers who had not. Based on bivariate analysis, It was found that the variables of reproductive health education about the human reproductive system (p=0.000), family planning (p=0.000) and HIV/AIDS (p=0.002) had a significant relationship with adolescent premarital sexual behavior. In addition, variables related to adolescent premarital sexual behavior are communication with teachers (p = 0.004) and education level (p = 0.000 and 0.008). While the variable of residence did not have a significant correlation (p = 0.095)."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Noerachma Indah Amalia
"ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku hubungan seksual pranikah pada remaja di Indonesia menggunakan pendekatan kuantitatif dengan desain potong lintang (cross-sectional). Data yang digunakan merupakan data SDKI Kesehatan Reproduksi Remaja Tahun 2017 dengan sampel sebanyak 22.986 remaja belum menikah usia 15-24 tahun yang sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi penelitian. Sebanyak 6,5% remaja mengaku pernah melakukan hubungan seksual pranikah. Hasil penelitian multivariat menggunakan uji regresi logistik menunjukkan bahwa umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, status ekonomi keluarga, daerah tempat, sikap terhadap hubungan seksual pranikah, pengaruh teman, pengalaman konsumsi alkohol, perilaku pacaran berisiko, dan perilaku merokok berhubungan signifikan dengan perilaku hubungan seksual pranikah pada remaja di Indonesia. Faktor paling dominan adalah perilaku pacaran berisiko, yaitu dengan nilai p = 0,000 dan aOR = 27,236 (95% CI: 19,979-37,129).
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ayu Amalia Rahmi
"Tingginya angka perilaku seksual pranikah pada remaja pria di Indonesia berisiko terhadap masalah kesehatan. Keluarga khususnya orangtua ikut berperan dalam upaya mencegah hubungan seksual pranikah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran informasi kesehatan reproduksi (kespro) dari keluarga terhadap perilaku seksual pranikah remaja pria umur 15-24 tahun di Indonesia. Penelitian ini merupakananalisis lanjut data SDKI-KRR tahun 2017 yangmenggunakan desain cross sectional dengan sampel sebanyak 7.030 remajapria yang memenuhi kriteria: remaja pria berumur 15-24 tahun dan belum kawin.Hasil penelitian menunjukkan sebanyak 11% remaja pria pernah melakukan hubungan seksual pranikah, sedangkan yang pernah mendapatkan informasi kespro dari keluarga hanya sebesar 19,5%.Informasi kesprodari keluarga berperan terhadap perilaku seksual pranikah remaja pria di Indonesia setelah dikontrol oleh tingkat pendidikan dan diskusi kespro dengan guru. Remaja yang tidak mendapatkan informasi kespro dari keluarga dan berpendidikan rendah berpeluang hampir 4kali untuk melakukan hubungan seksual pranikah dibandingkan remaja yang mendapatkan informasi kespro dari keluarga, sedangkan remaja yang tidak mendapatkan informasi kespro dari keluarga dan berpendidikan tinggi berpeluang 3,5kali untuk melakukan hubungan seksual pranikah dibandingkan remaja yang mendapatkan informasi kespro dari keluarga. Remaja yang tidak mendapatkan informasi kespro dari keluarga dan tidak pernah berdiskusi dengan guru mengenai kesproberpeluang hampir 4 kali untuk melakukan hubungan seksual pranikah dibandingkan remaja yang mendapatkan informasi kespro dari keluarga, sedangkan remaja yang tidak mendapatkan informasi kespro dari keluarga dan pernah berdiskusi dengan guru mengenai kespro berpeluang 3,3 kaliuntuk melakukan hubungan seksual pranikah dibandingkan remaja yang mendapatkan informasi kespro dari keluarga. Harapannya, BKKBN melalui program GenRe (PIK R/M, dan BKR) dapat lebih ditingkatkan pemanfaatannya oleh remaja pria dan orang tua remaja terutama ayah, sedangkan program PKPR, Kemenkes perlu lebih banyak menjangkau remaja pria di Indonesia sehingga dapat membantu penurunan angka perilaku seksual pada remaja pria di Indonesia.

The high rate of premarital sexual behavior in male adolescents in Indonesia at risk for health problems. Families, especially parents, play a role in preventing premarital sexual intercouse. This study aims to determine the role of reproductive health information from families on premarital sexual behavior of male adolescents aged 15-24 years in Indonesia. This study is a further analysis of the 2017 IDHS-KRR data using a cross sectional design with a sample of 7,030 male adolescents who meet the criteria: male adolescents aged 15-24 years and unmarried. The results showed that about 11% of male adolescents had premarital sexual intercourse, while only 19.5% had received information on health issues from their families. Reproductive health information from family contribute to adolescent premarital sexual intercouse of male adolescents in Indonesia after being controlled by the level of education and reproductive health discussions with teachers. Adolescents who do not get reproductive health information from their families and have low education are nearly 4 times more likely to have premarital sexual intercourse compared to adolescents who get reproductive health information from their families, while adolescents who do not get reproductive health information from their families and are highly educated are 3.5 times more likely to have premarital sexual intercouse compared adolescents who get reproductive health information from their families. Adolescents who do not get information on reproductive health from their families and have never discussed with the teacher about reproductive health are nearly 4 times more likely to have premarital sexual intercourse than adolescents who get information on health care from their families, while adolescents who do not get information on reproductive health from their families and have had discussions with teachers about reproductive health have the opportunity 3.3 times for having premarital sexual intercourse compared to adolescents who get reproductive health information from their families. The hope is that the BKKBN through the GenRe program (PIK R / M, and BKR) can be further utilized by young men and teenage parents, especially fathers, while the PKPR program, the Ministry of Health needs to reach more young men in Indonesia so that it can help reduce the number of sexual behavior young men in Indonesia."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yunita Rina Sari S.
"Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitik yang menggunakanpendekatan kuantitatif dengan desain cross sectional dari data Survei RencanaPembangunan Jangka Menengah 2017. Sampel adalah remaja umur 15-24 tahun diIndonesia dengan total sampel 23.821 responden. Tujuan penelitian adalah untukmengetahui gambaran perilaku hubungan seksual pranikah pada remaja 15-24 tahun diIndonesia dan faktor-faktor mempengaruhinya. Hasil penelitian menunjukkan bahwasebanyak 3,7 responden mengaku telah melakukan hubungan seksual pranikah.Analisis Bivariat diperoleh semua faktor predisposisi berhubungan dengan perilakuhubungan seksual pranikah yaitu umur, jenis kelamin, tempat tinggal, pengetahuankontrasepsi, pengetahuan KRR dan sikap penerimaan terhadap perilaku hubunganseksual pranikah , semua faktor pemungkin tidak ada yang menunjukkan hubungandengan perilaku seksual pranikah, faktor penguat yang berhubungan dengan perilakuhubungan seksual yaitu pengalaman berpacaran. Hasil analisis multivariat didapatkanbahwa variabel yang paling dominan yang berhubungan dengan perilaku seksualpranikah adalah pengalaman berpacaran dengan OR sebesar 42,67 95 CI = 34,9152,15 .
This study is an analytical descriptive research using a quantitative approachwith Cross Sectional design that analyzes secondary data of RPJMN Survey in 15 24years old adolescents in Indonesia with a total sample of 23,821 respondents. The aimsof this study were to determine premarital sexual behavior in adolescents 15 24 years inIndonesia and influencing factors based on the data of RPJMN Survey 2017. Findingsthat 3.7 of respondents claimed to have premarital sexual intercourse. Bivariateanalysis results in all predisposing factors related to premarital sexual behavior ie age,sex, shelter, contraceptive knowledge, adolescent reproductive health knowledge andattitudes of premarital sexual behavior , all enabling factors unrelated to premaritalsexual behavior, reinforcing factors related to the behavior of sexual relations is theexperience of dating. Multivariate analysis showed that the most dominant variableassociated with premarital sexual behavior was the experience of dating with OR of42.67 95 CI 34.91 52.15 . "
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2018
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ayu Khoirotul Umaroh
"Proporsi perilaku seksual intercourse remaja perempuan 15-19 tahun 0,9% dan 20-24 tahun 2,6%. Sementara remaja laki-laki 15-19 tahun 3,6% dan 20-24 tahun 14%. Faktor enabling yang berhubungan dengan perilaku adalah media informasi. Tujuan penelitian untuk membuktikan ada hubungan antara keterpaparan informasi kesehatan reproduksi dengan perilaku seksual intercourse remaja dengan Cross Sectional menggunakan data SDKI 2017.
Sebanyak 23.351 responden terpapar televisi (97,2%), media cetak (56,1%), dan radio (50,1%). Keterpaparan informasi kesehatan reproduksi paling banyak adalah HIV AIDS, IMS, iklan kondom, dan informasi ketiganya. Sebanyak 6,6% pernah melakukan perilaku seksual intercourse. Hasil regresi logistik pada media cetak (p-value 0,001; POR 0,6), radio (p-value 0,001; POR 0,460), dan televisi (p-value 0,001; POR 0,767). Jenis kelamin menjadi variabel interaksi pada media cetak (POR perempuan 15,784; POR laki-laki 1,822) dan radio (POR perempuan 48,72; POR laki-laki 1,584).
Saran untuk pemerintah yakni memberikan remaja laki-laki materi tentang dampak perilaku seksual intercourse dari perspektif laki-laki harapannya lebih efektif mencegah perilaku seksual intercourse serta memperluas jangkauan remaja yang terpapar informasi kesehatan reproduksi dari media massa dengan kerjasama lintas sektor. Pemerintah atau akademisi dapat merumuskan penelitian longitudinal kesehatan remaja dan meneliti efek dari media terhadap perubahan perilaku seksual intercourse dengan menggunakan teori efek media Use and Gratifications Theory.

The proportion of sexual behavior of female adolescent 15-19 years was 0,9% and 20-24 years was 2,6%. Meanwhile, male adolescent 15-19 years old was 3,6% and 20-24 years old was 14%. The enabling factor related to behavior is the information media. The purpose of the study was to prove the relationship between exposure to reproductive health information and adolescent sexual behavior with a Cross Sectional using the 2017 IDHS data.
A total of 23.351 respondents were exposed to television (97,2%), print media (56,1%), and radio (50,1%). The most exposure to reproductive health information was HIV AIDS, STIs, condom advertisements, and information on all three. As many as 6.6% have had sexual behavior. The results of logistic regression on print media (p-value 0,001; POR 0,6), radio (p-value 0,001; POR 0,460), and television (p-value 0,001; POR 0,767). Gender was an interaction variable on print media (POR 15,784 on female; POR 1,822 on male) and radio (POR 48,72 on female; POR 1,584 on male).
Suggestions for the government, to provide male adolescents with material on the impact of sexual intercourse from a male perspective, are expected to be more effective in preventing sexual behavior and to reach expanding of reproductive health information from the mass media with cross-sectoral collaboration. The government or academics can formulate longitudinal research on adolescent health and examine the effects of media on changes in social behavior using the Use and Gratifications Theory of media effects.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nita Octarina
"ABSTRAK
Tesis ini membahas remaja Indonesia yang saat ini sedang mengalami perubahan sosial
yang cepat dari masyarakat tradisional menuju masyarakat modern, yang juga
mengubah norma-norma, nilai-nilai dan gaya hidup mereka. Perilaku seksual di
kalangan remaja yang belum menikah cenderung meningkat. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui adakah hubungan pengetahuan agama dengan perilaku seks pranikah
remaja sekolah menengah (MAN 2 dan MAS Darussalam) di kota Bengkulu tahun
2018.
Desain penelitian ini adalah cross sectional. Populasinya adalah Remaja kelas X dan XI
di MAN 2 dan MAS Darussalam Kota Bengkulu, besar sampel 135 responden yang
diambil dengan menggunakan purposive sampling. Variabel independen adalah
pengetahuan agama dan variabel dependennya adalah perilaku seks pranikah remaja.
Instrumen pada penelitian ini menggunakan kuesioner dan dianalisa dengan uji chi
square dengan tingkat kesalahan p value < 0,05
Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar pengetahuan agama adalah kategori tinggi
MAN 2 78,6% dan MAS Darussalam 84,6% dan sebagian kecil perilaku seks pranikah
pada remaja adalah kategori beresiko( MAN 2 21,4% dan MAS Darussalam 30,8%).
Setelah dilakukan uji statistik chi square nilai p value= 0,002 (MAN 2) dan p
value=0,001 (MAS Darussalam) yang artinya ada hubungan antara pengetahuan agama
dengan perilaku seks pranikah pada remaja. Pada model akhir, pengaruh teman sebaya
(p value= 0,022) dan paparan media pornografi (p value=0,001) berhubungan dengan
perilaku seks pranikah remaja (MAN 2) dan paparan media pornografi (p value=0,019)
di MAS Darussalam.
Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah ada hubungan pengetahuan
agama dengan perilaku seks pranikah pada remaja. Melihat hasil penelitian ini maka
pengetahuan agama sangat penting untuk mengurangi perilaku seks pranikah tersebut.
Remaja diharapkan agar lebih meningkatkan pengetahuan tentang keagamaannya dalam
menjalankan kehidupan agar terhindar dari perilaku yang tidak sesuai dengan agama
seperti perilaku seksual pranikah.

ABSTRACT
This thesis discusses Indonesian adolescents who are currently experiencing rapid social
change from traditional societies to modern societies, which also change their norms,
values and lifestyles. Sexual behavior among unmarried teenagers tends to increase.
This study aims to determine whether there is a relationship between religious
knowledge with premarital sexual behavior of middle school adolescents (MAN 2 and
MAS Darussalam) in the city of Bengkulu in 2018.
The design of this study was cross sectional. The population is Adolescents of class X
and XI in MAN 2 and MAS Darussalam in the City of Bengkulu, a sample of 135
respondents taken using purposive sampling. The independent variable is religious
knowledge and the dependent variable is premarital sexual behavior of adolescents. The
instrument in this study used a questionnaire and was analyzed by the chi square test
with an error rate of p value <0.05
The results showed that the majority of religious knowledge was in the high category of
MAN 2 78.6% and MAS Darussalam 84.6% and a small proportion of premarital sex in
adolescents was at risk category (MAN 2 21.4% and MAS Darussalam 30.8%). After
chi square statistical tests, the value of p value = 0.002 (MAN 2) and p value = 0.001
(MAS Darussalam), which means there is a relationship between religious knowledge
and premarital sexual behavior in adolescents.
The conclusion that can be drawn from this study is that there is a relationship between
religious knowledge and premarital sexual behavior in adolescents. Seeing the results of
this study, religious knowledge is very important to reduce premarital sexual behavior.
Adolescents are expected to increase their knowledge of religion in carrying out life in
order to avoid behavior that is not in accordance with religion such as premarital sexual
behavior."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2019
T52488
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ratna Wulan
"Nama : Widya Ratna WulanProgram Studi : Ilmu Kesehatan MasyarakatJudul : Determinan Perilaku Seksual Berisiko Pada Remaja Tunagrahitadi Sekolah Luar Biasa Kabupaten Semarang Tahun 2018Pembimbing : Dr. Dian Ayubi S.KM, M.QIHKehamilan tidak diinginkan dan pelecehan seksual pada remaja tunagrahita akibatperilaku seksual berisiko dilaporkan masih terjadi di Kabupaten Semarang sebesar55,6 . Sekitar 25 penduduk Kabupaten Semarang adalah remaja usia 10-24 tahundengan jenis ketunaan terbesar adalah tunagrahita sehingga mempengaruhi risikotingginya perilaku seksual berisiko pada remaja tunagrahita.Tujuan penelitian ini adalahmengetahui determinan perilaku seksual berisiko pada remaja tunagrahita di SekolahLuar Biasa Kabupaten Semarang Tahun 2018. Penelitian ini merupakan penelitiankuantitatif dengan desain cross sectiona lyang dilakukan di Kabupaten Semarang. Datadikumpulkan dengan cara wawancara menggunakan kuesioner pada 82 siswa-siswiremaja tunagrahita di 5 sekolah luar biasa tunagrahita. Data dianalisis menggunakan ujiregresi logistik sederhana dan regresi logistik ganda. Hasil penelitian menemukan43,9 siswa-siswi memiliki perilaku seksual berisiko tinggi dengan nilai median 80,0 skala 100 . Variabel pengetahuan p=0,001 , peran guru p=0,001 , dan self-efficacy p=0,017 dengan p-value

ABSTRACTName Widya Ratna WulanStudy Program Public Health ScienceTitle Determinant of Sexual Behavior Among Intellectual DisabilityAdolescents in Special School, Semarang Regency, 2018Counsellor Dr. Dian Ayubi S.KM, M.QIHThe sexual behavior that leads to unwanted pregnancy and sexual abuse amongintellectual disability adolescents occured in Semarang Regency of 55.6 due to lack ofsexual health knowledge and information. Approximately 25 of Semarang Regencypopulation is adolescents aged 10 24 years with the largest intellectual disability so thataffect the high risk sexual behavior among intellectual disability adolescents. This studyaimed to determine the determinant of sexual behavior among intellectual disabilityadolescents in Special School Semarang Regency 2018. This study was a quantitativestudy with cross sectional design conducted in Semarang regency. Data were collectedby interview using questionnaires on 82 intellectual disability adolescent students in 5special schools. Data were analyzed using simple logistic regression and multiplelogistic regression test. The results found 43.9 of students who had high risk sexualbehavior with a median value of 80.0 scale 100 . The analysis result proved thatknowledge p 0,001 , teacher role p 0,001 , and self efficacy p 0,017 yieldingp value.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2018
T49952
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kusuma Dewi Pujianti
"Di Indonesia tahun 2010, remaja yang melakukan hubungan seksual mencapai 32%. Di Kota Semarang 7,6% (2003) remaja melakukan hubungan seksual pranikah . Di Puskesmas Halmahera, lima dari tujuh remaja (71,4%) melakukan seks pra nikah. Penelitian ini bertujuan mengetahui gambaran faktor-faktor risiko perilaku seksual remaja SMA di wilayah kerja Puskesmas Halmahera Kota Semarang tahun 2012. Dengan metode deskriptif, penelitian ini mendapatkan 72,5% remaja berperilaku baik, 41,2% memiliki pengetahuan kurang tentang kesehatan reproduksi, 86,3% memiliki sikap yang baik terhadap perilaku seksual. Untuk meningkatkan pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi dan seksualitas perlu menggalakkan program penyuluhan dan konseling remaja dengan mengikutsertakan orang tua, guru dan masyarakat.

In Indonesia in 2010, teenagers who had sexual intercourse up to 32%. In the city of Semarang is 7.6% (2003) teenagers who had done premarital sexual relationship. On Halmahera health center, five of the seven teenagers (71.4%) had pre-marital sex. This study aims to know the description of risk factors for teenagers? sexual behavior of high school in health center in the region of Halmahera Semarang in 2012. With descriptive methods, this study got 72.5% of teenagers who had good behavior, 41.2% had less knowledge about reproductive health, 86.3% had a good attitude toward sexual behavior. To increase the knowledge of teenagers on reproductive health and sexuality need to promote counseling and teenagers counseling program including parents, teachers and the society."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Intan Kamilia
"ABSTRAK
Perilaku seksual berisiko bukan saja ancaman terbesar bagi kesehatan reproduksi remaja, tapi juga telah menunjukkan ketimpangan dampaknya bagi remaja perdesaan dan perkotaan. Sebagai contoh, data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2017 menunjukkan kejadian kehamilan tidak diinginkan pada remaja wanita di perdesaan hampir 2 kali lebih besar (16%) dibanding remaja wanita di perkotaan (9%). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran dan determinan perilaku seksual berisiko pada remaja perdesaan di Indonesia. Penelitian ini adalah analisis data sekunder dari SDKI 2017 yang menggunakan desain potong lintang. Data dibatasi pada responden yang berusia 15-24 tahun, tinggal di perdesaan dan belum menikah (n=9,992). Analisis data menggunakan uji chi-square dengan tingkat kemaknaan 95%. Hasil analisis menunjukkan lebih dari seperempat (26,7%) responden pernah melakukan perilaku seksual berisiko. Ada hubungan bermakna antara faktor predisposisi, faktor penguat, dan faktor pemungkin dengan perilaku seksual berisiko. Prevalensi perilaku seksual berisiko lebih tinggi pada kelompok usia 20-24 tahun (45,6%), jenis kelamin laki-laki (35%), tingkat pendidikan tinggi (50,7%), tingkat pengetahuan kesehatan reproduksi baik (34,9%), memiliki sikap positif terhadap perilaku seks pranikah (44,9%), lebih terpapar dengan media informasi (30,5), pernah berpacaran (31,7%), pernah mengonsumsi alkohol (53,9%), tidak berkomunikasi mengenai kesehatan reproduksi dengan orang tua (28,2%), dan memiliki teman sebaya yang pernah melakukan perilaku seksual berisiko (41,2%). Program intervensi yang berbasis budaya untuk meningkatkan peran komunikasi orang tua mengenai kesehatan reproduksi remaja dan mengoptimalkan konseling tentang kesehatan reproduksi di institusi pendidikan di perdesaan sangat direkomendasikan.

ABSTRACT
Risky sexual behavior is not only the biggest threat to adolescent reproductive health, but also revealed inequality outcomes between rural and urban adolescents. Data from the 2017 Indonesia Demographic Health Survey (IDHS) showed that the incidence of unwanted pregnancies among rural female adolescents were almost 2 times greater (16%) than their urban counterpart (9%). This study aimed to describe and determine the determinants of risky sexual behavior among adolescents in rural Indonesia. Data for this study came from the 2017 IDHS, a national wide cross-sectional survey, limiting to those who were 15-24 years old, lived in rural areas, and who were not married (n=9,992). Data were analyzed using the chi-square test with a significance level of 95%. The results showed that more than a quarter (26.7%) of respondents had ever engaged in risky sexual behaviors. The prevalence of risky sexual behavior was higher in the age group of 20-24 years (45.6%), among males (35%), or those with higher educational level (50.7%), have better reproductive health knowledge (34.9% ), have positive attitude towards premarital sex (44.9%), have higher exposure from information media (30.5%), have ever consumed alcohols (53.9%), have ever engaged in a romantic relationship (31.7%), have never talked about health reproductive issues with parents (28.2%), and had peers who engaged in risky sexual behaviors (41.2%). Intervention programs to improve culturally-based parental communication about reproductive health and to optimize health reproductive counselling in rural schools are recommended."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Dahlan Syam
"Masa remaja akan mengalami proses perkembangan fisik, psikologis dan sosial. Pada masa ini remaja mulai melakukan pencarian identitas diri dan cenderung selalu ingin mendapatkan kebebasan sehingga sangat rentang terhadap perilaku-perilaku menyimpang seperti perilaku seksual berisiko. Program inovasi RAISA yang merupakan intervensi keperawatan yang diberikan kepada remaja dengan mengintegrasikan pendidikan kesehatan, pemberdayaan, dan peningkatan kontrol diri melalui terapi spiritual emotional freedom technique (SEFT). Inovasi ini diimplementasikan kepada remaja sebanyak 107 orang selama 45-60 menit/sesi sebanyak masing-masing 10 kali pertemuan di komunitas dan keluarga. Hasil implementasi keluarga didapatkan peningkatan rerata pengetahuan, sikap, keterampilan dan kemampuan komunikasi keluarga. Hasil implementasi di komunitas didapatkan rerata skor pengetahuan meningkat 7.7, rerata skor sikap terhadap perilaku seksual meningkat 5.08, rerata skor keterampilan meningkat 6.89, dan rerata skor kontrol diri remaja terhadap perilaku seksual berisiko meningkat 8.54. Hasil dependent t test didapatkan bahwa program inovasi RAISA berpengaruh terhadap peningkatan pengetahuan, sikap, keterampilan, dan kontrol diri remaja (p<0.05). Program Inovasi RAISA dapat digunakan sebagai pilihan intervensi keperawatan dan direkomendasikan pada individu, kelompok, dan keluarga untuk mencegah terjadi perilaku seksual berisiko pada remaja.

Adolescence involves physical, psychological, and social development. During this period, adolescents begin to search for their identity and tend to seek freedom, making them highly vulnerable to deviant behaviors such as risky sexual behavior. The RAISA program is an innovative nursing intervention designed for adolescents, integrating health education, empowerment, and enhanced self-control through Spiritual Emotional Freedom Technique (SEFT) therapy. This program was implemented with 107 adolescents, with each session lasting 45-60 minutes over ten meetings in community settings. Community implementation results indicated an average knowledge score increase of 7.7, attitude towards sexual behavior increase of 5.08, skills increase of 6.89, and self-control against risky sexual behavior increase of 8.54. The dependent t-test results showed that the RAISA program significantly improved adolescents' knowledge, attitudes, skills, and self-control (p<0.05). The RAISA program can be used as a nursing intervention option and is recommended for individuals, groups, and families to prevent risky sexual behavior in adolescents."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>