Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 230249 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Vebry Widya Puspitasari
"Jembatan khusus merupakan salah satu infrastruktur untuk konektivitas darat yang membutuhkan penanganan khusus dalam pemeliharaannya, salah satunya dengan structural health monitoring system (SHMS) untuk meningkatkan pemantauan terhadap jembatan khusus pada masa layan/fungsional (operasional dan pemeliharaan/preservasi). Jumlah jembatan khusus dalam masa layan adalah lebih dari 200 jembatan. Selama masa operasional dan pemeliharaan jembatan, Pengelola Jembatan harus melakukan pemeliharaan dan pemantauan jembatan kemudian menyampaikan hasilnya kepada Komisi Keamanan Jembatan dan Terowongan Jalan (KKJTJ) melalui Balai Jembatan dalam bentuk Laporan Tahunan sesuai Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 41/PRT/M/2015 tentang Penyelenggaraan Keamanan Jembatan dan Terowongan Jalan. Laporan tahunan tersebut dapat diambil dari hasil SHMS. Beberapa tahun terakhir ini terdapat beberapa jembatan khusus yang telah terpasang SHMS seperti Jembatan Suramadu, Jembatan Merah Putih, dan lain-lain. Permasalahannya SHMS di jembatan tersebut (SHMS Lokal) tidak berjalan dengan baik, begitupun sistem integrasi SHMS di Pusat sehingga perlu dilakukan analisa parameter atau komponen untuk pengembangan sistem integrasi SHMS serta mengembangkan manajemen dalam pengelolaan SHMS lokal maupun Pusat. Metode yang dilakukan adalah pengumpulan data-data yang berhubungan sistem monitoring kesehatan struktur jembatan (SHMS) dengan analisis studi literatur dan studi kasus di jembatan yang telah terpasang SHMS dan sistem integrasi eksisting, terutama terkait manajemen pengelolaan SHMS agar SHMS dapat berjalan dan terlapor dengan baik. Dengan adanya sistem ini, kondisi jembatan dapat dimonitor setiap saat (realtime) dan dijadikan sebagai salah satu pengambil keputusan oleh pemangku kepentingan untuk penanganan pemeliharaan atau perbaikan jika terdapat kerusakan atau kejadian seperti bencana alam (force majeur) atau unforeseen condition. Sehingga, monitoring jembatan dapat ditingkatkan dilihat dari segi waktu karena bisa diketahui data kondisi jembatan lebih cepat.

Special bridges are infrastructures for land connectivity that require special treatment in their maintenance, to improve monitoring towards the bridges during operational services and preservation period by Structural Health Monitoring System (SHMS). The number of bridges in operational services period is more tahan 200 bridges. During the operation and maintenance, bridge the bridge shall keep of monitoring and bridge then informed the Komisi Keamanan Jembatan dan Terowongan Jalan (KKJTJ) by Balai Jembatan in form the annual report based on Minesterail Regulation of Minister of Public Works and Housing Number 41/PRT/M /2015. The annual report can be taken from the SHMS. In recent years, there has been several Special Bridges with SHMS, such as Suramadu bridge and Merah Putih bridge. Unfortunately, on those bridges the local SHMS are not functioning well, likewise with the integrated central SHMS. Therefore, there is a need to conduct, first, parameter or component analysis that is necessary for the development of integrated SHMS, and second, development of management of local and central SHMS. This research applies documentary analysis of literatures and case study of bridges with existing and integrated SHMS to collect data related to SHMS monitoring system, particularly relating to the management of SHMS that SHMS viable and well. With the working system, the bridges’ condition can be monitored at real-time and can become the basis for decision making by stakeholders to conduct maintenance or repair when there are damages or accidents or any force majeure and unforeseen condition. So, monitoring the bridge can be improved viewed from the perspective of time because conditions could be known data bridge faster."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gusti Ayu Made Irenee Sarasvati
"Tulisan ini menganalisis bagaimana pentingnya penerapan mekanisme pemberitahuan (notifikasi) keadaan kahar pada praktik kontrak dewasa ini, khususnya terhadap kebijakan dan implementasinya di Indonesia dan Belanda. Tulisan ini disusun dengan menggunakan metode penelitian doktrinal. Dalam hal prestasi tidak dapat dilaksanakan karena suatu peristiwa yang berada di luar kontrol debitur, maka debitur dapat mendalilkan keadaan kahar sebagai dasar untuk mengurangi atau membebaskan debitur dari tanggung jawab atas biaya, ganti rugi, maupun bunga terhadap tuntutan wanprestasi. Dalam praktiknya, selalu ada kemungkinan dimana debitur mendalilkan keadaan kahar atas itikad buruk, misalnya dengan menggunakan keadaan kahar sebagai alasan yang mengakibatkan tidak terlaksananya suatu prestasi padahal wanprestasi terjadi karena kelalaiannya sendiri, atau debitur yang tidak mematuhi persyaratan prosedural dalam kontrak seperti ketentuan untuk memberikan notifikasi tertulis atas keadaan kahar yang menimpanya segera setelah keadaan tersebut terjadi. Maka dari itu, demi memberikan perlindungan kepada kreditur dari tindakan-tindakan demikian, penting bagi Indonesia untuk memiliki kepastian hukum mengenai ketentuan mekanisme pemberitahuan/notifikasi keadaan kahar sebagai syarat prosedural debitur yang mendalilkan keadaan kahar, berikut dengan implikasi hukum apabila gagal melakukannya. Berbeda dengan Indonesia, Belanda sebagai negara pembanding telah mengenali pentingnya mekanisme ini dalam doktrin, praktik kontrak, serta per timbangan Hakim dalam kasus hukum konkret.

This paper analyzes the importance of the application of force majeure notification mechanism in recent contract practices, especially on its policy and implementation in Indonesia and the Netherlands. This paper is prepared using doctrinal research method. In the event that the performance cannot be fulfilled due to an event that is beyond the debtor's control, the debtor can claim force majeure as a basis for reducing or relieving the debtor from liability for costs, damages, and interest on the default claim. In practice, there is always the possibility that the debtor may argue force majeure in bad faith, for example by using force majeure as an excuse that results in the non-performance of a performance when the default occurred due to his own negligence, or a debtor who does not comply with procedural requirements in the contract such as the provision to provide written notification of force majeure as soon as it occurs. Therefore, in order to provide protection to creditors from such actions, it is important for Indonesia to have legal certainty regarding the provisions of the force majeure notification mechanism as a procedural requirement for debtors who postulate force majeure, along with the legal implications of failing to do so. As opposed to Indonesia, the Netherlands as a comparative country has recognized the importance of this mechanism in doctrine, contractual practice, as well as the consideration of Judges in concrete legal cases."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dahlia Hajariana
"ABSTRAK
Pada dasarnya perjanjian mengikat para pihak layaknya seperti undang-undang. Namun, terdapat hal-hal yang memungkinkan para pihak untuk terbebas dari kewajibannya yakni force majeure. Penelitian ini mengangkat permasalahan apakah kondisi kritis hingga wafatnya orang tua dapat dijadikan force majeure atau tidak. Metode yang digunakan dalam penelitian ini ialah yuridis-normatif. Analisis dilakukan terhadap kasus mengenai penyanyi terkenal yang membatalkan pertunjukkan lantaran ayahnya yang kritis. Terdapat putusan pengadilan tingkat pertama dan pengadilan tingkat banding di mana yang terakhir ini telah berkekuatan hukum tetap. Kondisi kritis hingga wafatnya orang tua ini dapat dijadikan alasan force majeure dengan syarat unsur force majeure dalam KUHPerdata terpenuhi. Peristiwa ini relevan dengan ketidakmungkinan moral dan itikad baik. Penelitian ini menyarankan bahwa tidak hanya hakim harus memperhatikan fakta dan alat bukti yang ada, namun turut menjunjung tinggi rasa keadilan.

ABSTRACT
Basically, contract is binding to the parties like statute power. However, there is a thing that accuses the parties of failing to perform obligations, called force majeure. This research points out issue whether serious health condition and the death of a family member can be force majeure or not. The method in this research is juridical normative. Analysis is done toward case about well-known singer who cancelled performance because of her father critical condition. There are decree from district court and appeal court which the second one is already legal binding. The serious health condition and death of a family member can be force majeure with requirement of force majeure elements in Indonesian Civil Code fulfilled. This event is relevant to moral impossibility and good faith. This research suggests that not only judges must notice facts and evidences, but also uphold sense of justice.
"
Universitas Indonesia, 2016
S62466
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Luthfan Haqi
"Artikel ini membahas operasi Angkatan Udara Revolusioner (AUREV) PRRI di Indonesia timur pada April hingga Mei 1958. Didirikan pada 18 Maret 1958, AUREV didukung Amerika Serikat melalui Operasi HAIK dengan pesawat, pilot, serta krunya. Selain AS, AUREV juga didukung pemerintah Filipina dan Taiwan. Dengan bantuan ini, pada April-Mei 1958, AUREV gencar melakukan pengeboman ke Ambon, Balikpapan, Donggala, Jailolo, Palu, Ternate, Makassar, dan Morotai. Pengeboman menyasar berbagai target vital, antara lain kapal pengangkut dan tanker, landasan udara, pesawat, dan berbagai infrastruktur milik Angkatan Perang Republik Indonesia (APRI). Operasi AUREV kemudian terhenti mendadak setelah satu bulan berjalan. Hasil penelitian artikel ini menunjukkan bahwa faktor penyebab singkatnya operasi AUREV adalah terhentinya bantuan AS yang dilatarbelakangi tiga faktor utama, yakni serangan balik APRI, tertangkapnya Allen Pope, dan perubahan kebijakan AS itu sendiri. Serangan balik APRI pada 15 Mei 1958 menghancurkan nyaris seluruh armada AUREV. Tiga hari setelahnya, pada 18 Mei 1958, pilot sewaan asal AS, Allen Pope, berhasil ditangkap kala pesawatnya ditembak jatuh. Di saat yang bersamaan, ada perubahan kebijakan AS yang muncul seiring dengan kedua faktor sebelumnya dan faktor lainnya, seperti kegagalan meredam pengaruh komunisme. Akibat kombinasi ketiga faktor ini, AS memutuskan untuk menghentikan bantuan kepada PRRI, dan AUREV. Artikel ditulis dengan metode sejarah dengan sumber berupa surat kabar sezaman, buku, skripsi, tesis, dan artikel jurnal.

This article discusses the operations of the PRRI’s Revolutionary Air Force (AUREV) in eastern Indonesia from April to May 1958. Founded on March 18, 1958, AUREV was supported by the United States through Operation HAIK with aircrafts, pilots and crews. Apart from the US, AUREV was also supported by the governments of the Philippines and Taiwan. With this assistance, in April-May 1958, AUREV intensively bombed Ambon, Balikpapan, Donggala, Jailolo, Palu, Ternate, Makassar, dan Morotai. The bombings targeted various vital targets, including transport ships and tankers, airfields, aircrafts and various infrastructure belonging to the Republic of Indonesia War Forces (APRI). AUREV's operation was then suddenly stopped after one month. The results of this research indicates that the factor causing the short period of AUREV’s operation was the cessation of American aid due to three main factors, namely APRI's counterattack, the capture of Allen Pope, and changes in American policy to PRRI. An APRI counterattack on 15 May 1958 nearly destroyed all of AUREV’s fleet. Three days later, on May 18, 1958, a chartered pilot from the US, Allen Pope, was caught by the Indonesian Army after his plane was shot down over Ambon. And at that time, there were major changes in American policy to PRRI due to the previous two factors and failure to curb communist influence. With these factors, the US decided to entirely abandon PRRI, with AUREV included. This article is written using the historical method with sources in the form of newspapers, books, theses, and article."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Tri Anjung Wulandari
"Penelitian ini menganalisis hubungan pendidikan dan partisipasi tenaga kerja perempuan di Jawa Barat. Penulis menemukan bahwa pendidikan berdampak negatif dengan signifikansi 1% terhadap partisipasi tenaga kerja perempuan di Jawa Barat. Hasil survei Angkatan Kerja Nasional Tahun 2018–2022 digunakan untuk metode kuantitatif yang menerapkan model Binary Logistic Regression. Selain itu, status pernikahan dan status KRT berdampak positif pada partisipasi tenaga kerja perempuan di Jawa Barat. Penulis juga menemukan bahwa faktor-faktor seperti jenis instansi dan gaji berdampak pada partisipasi tenaga kerja perempuan. Untuk mendukung temuan kuantitatif, penulis menggunakan analisis kualitatif yang mencakup survei kuesioner dan wawancara mendalam.

This study analyses the relationship between education and female labour force participation in West Java. The author found that education has a negative impact with 1% significance on female labour force participation in West Java. The results of the 2018-2022 National Labour Force survey were used for the quantitative method that applied the Binary Logistic Regression model. In addition, marital status and household head status have a positive impact on female labour force participation in West Java. The authors also found that factors such as agency type and salary have an impact on female labour force participation. To support the quantitative findings, the authors used qualitative analysis that included a questionnaire survey and in-depth interviews."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1985
S17505
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Iman Ramang
"Dalam pengoperasian motor induksi 3 fasa tipe squirrel cage dengan kapasitas besar perlu diketahui parameter utama agar dapat memprediksi kondisi pengoperasian itu sendiri. Gejala umum dalam kondisi pengoperasian adalah suplai tegangan tak seimbang, arus lebih yang menyebabkan panas lebih. Suplai tegangan tak seimbang akan menyebabkan penurunan kinerja motor induksi. Parameter yang dilihat adalah efisiensi dan derating factor. Kemudian dalam skripsi melihat perbandingan standar antara NEMA, IEEE dan IEC dalam menganalisa kinerja motor induksi. Secara umum metode ini berupa metode non destruktif dengan memakai simulink MATLAB, karena tidak langsung menggunakan peralatan. Hasil simulasi ini memudahkan untuk proses pengoperasian seperti misalnya pemeliharaan, kondisi tegangan lebih, proses starting dan stopping motor induksi.

In the operation of three phases induction motor whose type is squirrel cage with large capacity, main parameters are needed to be known in order to predict the operating conditions. Common indications in operating conditions such us; unbalance supply voltage, over current, which cause overheating. Unbalance voltage supply will cause derating performance of induction motor. The parameters which will be analyzed are efficiency and derating factor. Then, in this final project show the comparation of NEMA, IEEE and IEC to analyze performance of induction motor. Generally, this method is a non destructive method using MATLAB Simulink, since it does not use the equipment directly. The result of simulation abridges to process such as maintenance operation, overvoltage conditions, the process of starting and stopping the induction motor."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2014
S54979
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dyckman, Thomas R.
London: Macmillan, 1969
658 DYC m
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Agus Munawar
"Situasi krisis moneter disusul krisis ekonomi dan akhirnya berubah menjadi krisis politik yang bermula pada tahun 1997 dan berlanjut pada tahun 1998 telah menyebabkan banyaknya tekanan yang dialamatkan kepada pemerintah. Salah satu institusi pemerintah yang paling banyak disorot adalah Polri. Masyarakat telah kehilangan kepercayaan pada Polri sebagai institusi yang seharusnya mampu memberikan public service. Dalam hal ini ketidakpercayaan masyarakat terhadap Polri telah demikian besarnya akibat akumulasi kesalahan dan disorientasi tujuan organisasi Polri. Ini ditandai dengan makin bencinya masyarakat terhadap personil polisi yakni dengan berbagi penyerangan-penyerangan yang dilakukan baik terhadap individu maupun kantor-kantor polisi. Untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap Polri maka mau tidak mau Polri harus memperbaiki kualitas pelayanannya dan mengganti metode dan pendekatan yang sering digunakan selama ini yaitu pendekatan represif dengan pendekatan pelayanan. Pada tanggal 1 April 1999 salah satu perubahan besar yang dilakukan oleh pemerintah adalah dengan dikeluarkannya Polri dari tubuh ABRI. Hal tersebut merupakan langkah awal untuk menyikapi tuntutan perbaikan pelayanan atas jasa atau public goods yang disediakan oleh pemerintah. Terutama jasa pelayanan keamanan yang telah menjadi tugas dan tanggung jawab Polri untuk menyediakannnya. Selama ini dirasalcan bahwa Polri tidak memberikan pelayanan (public service) terbaiknya kepada masyarakat. Polri tidak berlaku sebagai `public servant' sebagaimana layaknya anggota-anggota polisi di negara-negara yang memiliki kepolisian terbaik seperti Jepang, Inggris, Singapura, AS dan sebagainya. Pelayanan oleh Polri sering dijumpai sangat lamban. Baik ketika terjadi suatu kasus, proses penyidikan, maupun dalam melayani masyarakat di tempat-tempat umum atau di kantor-kantor polisi. Belum lagi perilaku oknum (kalau tidak ingin dikatakan sebagian besar) aparat Polri yang sering kurang menghargai masyarakat, sewenang-wenang, kasar, arogan, perilaku yang koruptif, identik dengan pungli, ataupun seringnya dijumpai petugas Polri yang justru penyalahgunaan wewenang (abusive police power). Sehingga timbul praktik-praktik pungli, beking, ataupun anggota Polri yang justru menjadi pelaku kejahatan. Dalam hal ini etika profesi kepolisian perlu ditegakkan secara konsekuen, sebagai salah satu instrumen standar nilai dan norma. Untuk mengembangkan orientasi pelanggan/masyarakat maka mutlak diperlukan sebuah upaya social marketing, dengan bekerja sama dengan pekerja sosial, LSM, universitas dan anggota masyarakat lainnya untuk menggali lebih dalam input-input yang diperlukan bagi perbaikan di tubuh Polri, serta perbaikan sistem pemolisian masyarakat. Disamping merupakan upaya melibatkan masyarakat agar turut bertanggung jawab di dalam perbaikan Polri. Upaya pemasaran jangan hanya yang bersifat humas (public relation) saja. Sebab tidak akan berhasil dan efektif mencapai tujuan yaitu mengembalikan citra positif Polri, tanpa melakukan perbaikan internal organisasi terlebih dahulu. Dan akhirnya Polri dapt mejadikan model Inggris dan Jepang sebagai contoh sistem kepolisian yang terbaik dan mapan, modern, dengan ciri pendekatan yang humanistic dan kekeluargaan. Saat ini Polri telah berupaya mengarahkan sistem pemolisiannya kearah pemolisian yang bersifat community approach."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2000
S19209
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Glover, John D.
Boston : Harvard University, Division of Research, Graduate School of Business Administration, 1960
358.4 GLO c
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>