Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 161617 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Tasya Kartika
"Latar Belakang: Indonesia merupakan negara tropis dan daerah endemik nyamuk Aedes aegypti. Meskipun program pencegahan dan kontrol infeksi dengue menyebabkan jumlah kasus infeksi dengue di Indonesia mengalami penurunan, namun jumlah kasus di Kota Depok mengalami peningkatan. Salah satu faktor yang mempengaruhi adalah faktor iklim (kelembapan udara). Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui data kelembapan udara, angka kejadian dengue, serta hubungan antara keduanya di Kota Depok selama tahun 2018- 2020. Metode: Penelitian ini menggunakan desain penelitian kuantitatif dengan metode observasional deskriptif, yaitu studi ekologi kedokteran. Teknik pengambilan sampel adalah dengan teknik total sampling. Data sekunder yang digunakan berasal dari Dinas Kesehatan Kota Depok dan Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG). Hasil: Studi ini menunjukkan jumlah kasus demam berdarah dengue (DBD) di Kota Depok tahun 2018- 2020 adalah 5.226 kejadian, rerata kelembapan udara di Kota Depok tahun 2018-2020 adalah 71,03%, serta terdapat korelasi positif (r = 0,182) yang tidak signifikan (p = 0,289) antara keduanya di Kota Depok tahun 2018- 2020. Kesimpulan: Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara kelembapan udara dengan angka kejadian DBD di Kota Depok pada tahun 2018-2020.

Introduction: Indonesia is a tropical country and endemic area for Aedes aegypti mosquito. Although the dengue infection prevention and control program caused the number of dengue infection cases in Indonesia to decrease, the number of cases in Depok City has increased. One of the affecting factors is climatic factors (humidity). Objectives: This study aims to determine air humidity data, incidence of dengue, and the correlation between the two in Depok City during 2018-2020. Method: This study uses quantitative research design with descriptive observational methods, namely the study of medical ecology. The sampling technique used is the total sampling technique. The secondary data used is obtained from Depok City Public Health Office and Meteorology, Climatology and Geophysics Agency. Result: This study shows that the total number of dengue hemorrhagic fever (DHF) cases in Depok City during 2018-2020 was 5226 events, the average humidity in Depok City during 2018- 2020 was 71.03%, and there was a positive correlation (r = 0.182) with no significant relationship (p = 0.289) between the two in Depok City during 2018-2020. Conclusion: There is no significant relationship between air humidity and the incidence of DHF in Depok City during 2018-2020."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kezia Rachel
"Latar belakang: Indonesia merupakan daerah endemis dengue, Pada tahun 2017, kasus demam berdarah dengue terbanyak di Indonesia terdapat di provinsi Jawa Barat. Salah satu factor yang mempengaruhi meningkatnya kasus dengue adalah faktor iklim, yaitu suhu udara. Perubahan suhu tersebut dapat mempengaruhi bionomic nyamuk. Belum terdapat data terbaru mengenai korelasi variabilitas suhu udara dengan angka kejadian. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui data suhu udara, angka kejadian dengue dan korelasi variabilitas suhu udara dengan angka kejadian dengue di kota Depok tahun 2018-2020.
Metode: Penelitian ini menggunakan desain penelitian kuantitatif dengan studi ekologi kedokteran. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dari Dinas Kesehatan Kota Depok dan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika. Data dikorelasikan menggunakan uji korelasi Spearman.
Hasil: Angka kejadian dengue di Depok pada tahun 2018-2020 tercatat 5226 kejadian. Data suhu udara di kota Depok pada tahun 2018-2020 memiliki rata rata 28.8707°C. Uji korelasi antara suhu udara dan angka kejadian dengue memiliki hasil korelasi positif sangat lemah (r = 0.001) dan tidak signifikan (p = 0.994). Uji korelasi antara median rerata suhu memiliki hasil korelasi positif sangat lemah (r = 0.024) dan tidak signifikan(p = 0.888). Uji korelasi antara rerata suhu maksimum memiliki hasil korelasi negative sangat lemah (r = -0.099) dan tidak signifikan (p = 0.564). Uji korelasi rerata suhu minimum memiliki korelasi positif lemah (r = 0.359) dan hubungan bermakna (p = 0.032).
Kesimpulan: Rerata suhu minimum memiliki korelasi lemah positif dan hubungan bermakna terhadap angka kejadian dengue di Kota Depok pada tahun 2018-2020. Tidak terdapat hubungan bermakna antara angka kejadian dengue dengan suhu rata rata, rerata median suhu dan rerata suhu maksimum.

Introduction: Indonesia is a dengue-endemic region. In 2017, the province of West Java had the highest number of cases throughout Indonesia. One of the factors that influence the increase in dengue cases is climatic factors, namely air temperature. Temperature changes can affect the bionomics of mosquitos. There are no recent data regarding the correlation of air temperature variability with the incidence rate. Therefore, this study aims to determine the temperature variability, dengue incidence and the correlation between temperature variability and dengue incidence in Depok City during the period of 2018-2020.
Method: This study used quantitative research methods. The data used in this study is secondary data obtained from the Depok City Health Service and the Meteorology, Climatology, and Geophysics Agency. The data were analyzed using Spearman correlation test.
Result: There were 5226 case of dengue hemorrhagic fever in Depok city during the period of 2018-2020. The average air temperature of Depok City during the period was 28.8707°C. The correlation test between air temperature and the number of dengue cases has an insignificant positive correlation (r = 0.001, p = 0.994). The correlation test of the median daily mean temperature also has an insignificant positive correlation (r = 0.024, p = 0.888). The correlation test of the mean maximum daily temperature has an insignificant negative correlation (r = -0.099, p = 0.564). The correlation test of the mean minimum daily temperature has a significant positive correlation (r = 0.359, p = 0.032).
Conclusion: There is significant correlation between dengue incidences and mean of minimum temperature. There are no significant correlations between the number of dengue cases with either the mean temperature, the median of mean temperature, or the mean maximum temperature.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lisa Dea Plasenta
"Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit demam akut dengan pendarahan minor atau mayor, trombositopenia, dan kebocoran plasma yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan oleh vektor nyamuk Aedes aegypti. WHO mencatat sejak tahun 1968-2009, Indonesia menjadi negara urutan pertama di Asia Tenggara dengan kasus DBD terbanyak dan urutan kedua di dunia. Di tahun 2015, Kemenkes RI telah mencatat peningkatan jumlah Kabupaten/Kota yang terjangkit DBD di Indonesia. Dari 384 Kabupaten dan Kota meningkat menjadi 446 Kabupaten dan Kota. Salah satu Kabupaten/Kota dengan kasus DBD yang tinggi adalah Kota Tangerang Selatan. Bahkan, pada tahun 2014, Kota Tangerang Selatan menjadi penyumbang kasus DBD terbanyak di Provinsi Banten dengan 768 kasus. Terdapat faktor-faktor yang dapat menjadi penyebab tingginya kasus DBD, yaitu faktor iklim, kepadatan penduduk, dan populasi nyamuk. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara faktor iklim, kepadatan penduduk, dan Angka Bebas Jentik (ABJ) dengan kejadian DBD di Kota Tangerang Selatan tahun 2016-2021. Penelitian ini menggunakan desain studi ecological time series dengan metode kuantitatif dan analisis korelasi dan regresi linear ganda. Penelitian ini menggunakan data sekunder yang berasal dari Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan; Badan Pusat Statistik Kota Tangerang Selatan; dan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG). Hasil dari penelitian ini adalah terdapat hubungan yang signifikan antara suhu, kelembaban, dan ABJ dengan kejadian DBD di Kota Tangerang Selatan tahun 2016-2021 (p = 0,016; r = -0,282) (p = 0,000; r = 0,506) (p = 0,000; r = -0,558), sementara untuk curah hujan dan kepadatan penduduk menunjukkan hasil tidak signifikan dengan kejadian DBD di Kota Tangerang Selatan tahun 2016-2021 (p = 0,064; r = 0,220) (p = 0,759; r = -0,037). Dari hasil regresi linear ganda, didapatkan hasil bahwa variabel yang masuk model akhir adalah variabel kelembaban dan ABJ dan dapat menjelaskan 39,9% variasi variabel dependen kejadian DBD (R square = 0,399). Variabel yang paling berpengaruh terhadap kejadian DBD di Kota Tangerang Selatan tahun 2016-2021 adalah variabel kelembaban.

Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) is an acute febrile disease with minor or major bleeding, thrombocytopenia, and plasma leakage caused by the dengue virus and transmitted by the Aedes aegypti mosquito vector. WHO noted that from 1968-2009, Indonesia became the first country in Southeast Asia with the most dengue cases and the second in the world. In 2015, the Indonesian Ministry of Health has recorded an increase in the number of districts/cities infected with dengue fever in Indonesia. From 384 regencies and cities, it increased to 446 regencies and cities. One of the districts/cities with high dengue cases is South Tangerang City. In 2014, South Tangerang City became the largest contributor to DHF cases in Banten Province with 768 cases. There are factors that can be the cause of high dengue cases, namely climate factors, population density, and mosquito populations. The purpose of this study was to determine the relationship between climatic factors, population density, and larval free rate (LFR) with the incidence of DHF in South Tangerang City in 2016-2021. This research uses an ecological time series design study with quantitative methods and correlation analysis and multiple linear regression. This study uses secondary data from the South Tangerang City Health Office; Central Bureau of Statistics of South Tangerang City; and the Meteorology, Climatology and Geophysics Agency (BMKG). The results of this study are that there is a significant relationship between temperature, humidity, and LFR with the incidence of DHF in South Tangerang City in 2016-2021 (p = 0.016; r = -0.282) (p = 0.000; r = 0.506) (p = 0.000 ; r = -0.558), while rainfall and population density showed insignificant results with the incidence of DHF in South Tangerang City in 2016-2021 (p = 0.064; r = 0.220) (p = 0.759; r = -0.037). From the results of multiple linear regression, it was found that the variables that entered the final model were humidity and LFR variables and could explain 39.9% of the variation in the dependent variable of DHF incidence (R square = 0.399). The most influential variable on the incidence of DHF in South Tangerang City in 2016- 2021 is the humidity variable."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2022
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Farhan Adrian
"Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit yang seringkali melanda Indonesia dan disebabkan oleh virus dengue dari nyamuk Aedes aegypti yang terinfeksi. Iklim merupakan salah satu faktor yang diketahui dapat mempengaruhi kejadian DBD. Selama tahun 2014-2020, Kabupaten Bogor menjadi wilayah dengan jumlah kasus meninggal akibat DBD tertinggi di Jawa Barat. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor iklim dengan kejadian DBD di Kabupaten Bogor pada tahun 2017-2021 dengan desain studi ekologi. Hasil penelitian dengan uji korelasi Spearman menunjukkan bahwa faktor kelembaban (r=0,351; p=0,006) dan curah hujan (r=0,258; p=0,046) memiliki hubungan berkekuatan sedang dengan kejadian DBD, sedangkan suhu tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan kejadian DBD (p>0,05).

Dengue haemorrhagic fever (DHF) is a disease that frequently affects Indonesia and caused by the dengue virus from infected Aedes aegypti mosquitoes. Climatic factors are known to affect DHF incidence. In 2014-2020, Bogor Regency became the region with the highest DHF deaths in West Java. This study aims to analyze several climatic factors with DHF incidence in Bogor Regency in 2017-2021 using an ecological study design. Using Spearman’s rank correlation coefficient, the results indicate that humidity (r=0,351; p=0,006) and rainfall (r=0,258; p=0,046) have a moderate effect on DHF incidence, while temperature has no effect on DHF incidence (p>0,05)."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2022
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Khalisa Zahra Khairunnisa
"Latar Belakang: Demam Berdarah Dengua (DBD) adalah infeksi virus yang ditularkan ke manusia melalui gigitan nyamuk yang terinfeksi. Vektor utama yang menularkan virus Dengue adalah Aedes aegypti, dan Aedes albopictus. Kota dengan jumlah kejadian DBD tertinggi di Indonesia pada tahun 2021 adalah Kota Depok sebesar 3.155 kasus dengan angka Incidence Rate (IR) 151,2 kasus per 100.000 penduduk. Selama 10 tahun terakhir sejak tahun 2012-2020, trend kasus DBD di Kota Depok cenderung meningkat. Tujuan: Mengetahui hubungan antara faktor iklim dan kepadatan penduduk dengan kejadian DBD di Kota Depok tahun 2012-2021. Metode: Penelitian ini menggunakan studi ekologi dengan analisis korelasi untuk melihat hubungan antara faktor iklim (suhu, kelembaban, dan curah hujan) pada bulan yang sama (non-time lag), faktor iklim dengan jeda 1 bulan (time lag 1), dan kepadatan penduduk dengan Incidence Rate DBD. Hasil: Hasil analisis korelasi menujukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara kelembaban non time lag dan kelembaban time lag 1 dengan Incidence Rate DBD (p=0,000 dan p=0,000) dengan kekuatan hubungan sedang berpola positif (r=0,332 dan r-0,451). Hasil uji regresi linear ganda menghasilkan bentuk model prediksi dengan persamaan IR DBD = -47.353 + 0.784 (Suhu) + 0.394 (Kelembapan) + 0.023 (Curah Hujan). Berdasarkan hasil persamaan regresi, jika disimulasikan dengan kombinasi suhu 26,1 oC, kelembaban 82,9%, dan curah hujan 14,9 mm, maka akan terjadi peningkatan IR DBD sebanyak 10 kasus per 100.000 penduduk.

Background: Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) is a viral infection transmitted to humans through the bite of an infected mosquito. The main vectors that transmit the dengue virus are Aedes aegypti and Aedes albopictus. The city with the highest number of dengue cases in Indonesia in 2021 is Depok City with 3,155 cases with an Incidence Rate (IR) of 151.2 cases per 100,000 population. During the last 10 years from 2012- 2020, the trend of dengue cases in Depok City tends to increase. Objective: To determine the relationship between climatic factors and population density with the incidence of DHF in Depok City in 2012-2021. Methods: This study uses an ecological study with correlation analysis to see the relationship between climatic factors (temperature, humidity, and rainfall) in the same month (non-time lag), climatic factors with a 1-month lag (time lag 1), and density population with DHF Incidence Rate. Results: The correlation analysis results showed a significant relationship between non-time lag humidity and time lag 1 humidity with DHF Incidence Rate (p = 0.000 and p = 0.000) with the strength of the relationship being positive (r = 0.332 and r-0.451). The results of the multiple linear regression test produce a predictive model with the equation IR DBD = -47.353 + 0.784 (Temperature) + 0.394 (Relative Humidity) + 0.023 (Rainfall). Based on the results of the regression equation, if it is simulated with a combination of the temperature of 26,1oC, humidity of 82.9%, and rainfall of 14.9 mm, there will be an increase in IR of DHF by 10 cases per 100,000 population."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2022
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Leticia Maria
"Latar belakang: Penyakit demam berdarah dengue (DBD) merupakan salah satu masalah yang kronik di Indonesia dan khususnya di kota Depok menunjukkan pola menaik setiap tahun. Kejadian demam berdarah dengue dipengaruhi oleh perubahan iklim yang meningkatkan risiko penularan dan mempengaruhi pola penyebaran infeksi, termasuk curah hujan, yang merupakan suatu fenomena tahunan di Indonesia. Belum terdapat penelitian terbaru mengenai hubungan faktor iklim dengan angka kejadian demam berdarah dengue terutama di masa pandemi covid-19 sehingga penelitian ini dilakukan untuk melihat korelasi antara curah hujan dengan angka kejadian demam berdarah dengue di kota Depok tahun 2018-2020.
Metode: Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan metode observasional yaitu studi ekologi kedokteran. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah total sampling. Data yang diperoleh dalam penelitian ini adalah data sekunder dari Dinas Kesehatan Kota Depok dan Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG). Analisa data pada penelitian ini menggunakan uji korelasi Pearson dan uji korelasi Spearman.
Hasil: Angka kejadian demam berdarah dengue di Kota Depok tahun 2018-2020 menunjukkan tren meningkat dengan median 80.0 kejadian. Pola curah hujan di Kota Depok tahun 2018-2020 memiliki rata-rata 221,76 mm dengan tren meningkat pada bulan Oktober hingga Maret. Hasil analisis menyatakan bahwa terdapat korelasi lemah positif (r=0,20) yang tidak signifikan (p=0,24) antara curah hujan dengan angka kejadian demam berdarah dengue di Kota Depok pada tahun 2018-2020. Tidak terdapat hubungan yang bermakna pada analisis yang dilakukan pada masing-masing tahun. Namun terdapat tren meningkat pada tahun 2018 dan 2019, serta tren menurun pada tahun 2020.
Kesimpulan: Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara curah hujan dengan angka kejadian demam berdarah dengue di Kota Depok pada periode 2018 hingga 2020.

Introduction: Dengue hemorrhagic fever (DHF) is one of the chronic problems in Indonesia and especially in the city of Depok, which shows an increasing pattern every year. The incidence of dengue hemorrhagic fever is influenced by climate change which increases the risk of transmission and affects the pattern of spread of infection, including rainfall, which is an annual phenomenon in Indonesia. There has been no recent research on the relationship between climate factors and the incidence of dengue hemorrhagic fever, especially during the covid-19 pandemic, so this study was conducted to see the correlation between rainfall and the incidence of dengue hemorrhagic fever in the city of Depok in 2018-2020.
Method: This research is a quantitative study with an observational method, also named the study of medical ecology. The sampling technique used in this research is total sampling. The data obtained in this study is secondary data from Dinas Kesehatan Kota Depok and Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG). Data analysis in this study used the Pearson correlation test and the Spearman correlation test.
Result: The incidence of dengue hemorrhagic fever in Depok City in 2018-2020 showed an increasing trend with a median of 80,0 events. The rainfall pattern in Depok City in 2018-2020 has an average of 221,76 mm with an increasing trend from October to March. The analysis results stated that there was a weak positive correlation (r=0.20) which was not significant (p=0,24) between rainfall and the incidence of dengue hemorrhagic fever in Depok City in 2018-2020. There is no significant relationship in the analysis conducted in each year. However, there was an increasing trend in 2018 and 2019, as well as a downward trend in 2020.
Conclusion: There is no significant relationship between rainfall and the incidence of dengue hemorrhagic fever in Depok City in the period 2018 to 2020.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Putri Rizki Amelia
"Latar Belakang: Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit endemik di seluruh wilayah tropis dan sebagian wilayah subtropic yang disebabkan oleh virus dengue. Penyakit DBD juga merupakan salah satu masalah utama kesehatan masyarakat di Indonesia dan Jakarta barat memiliki jumlah kasus tertinggi pertama dan kedua di Provinsi DKI Jakarta pada beberapa tahun terakhir.
Tujuan: Menganalisis hubungan faktor iklim (curah hujan, suhu udara, dan kelembaban udara), kepadatan penduduk, dan angka bebas jentik dengan incidence rate DBD di Kota Administrasi Jakarta Barat tahun 2013-2022.
Metode: Penelitian ini menggunakan desain studi ekologi dengan analisis korelasi untuk melihat hubungan antara faktor iklim yang meliputi curah hujan, suhu udara, kelembaban udara pada time lag 1 dan time lag 2 serta kepadatan penduduk dengan Incidence Rate DBD.
Hasil: Hasil analisis bivariat dengan uji korelasi menunjukkan bahwa hubungan yang signifikan lebih berpengaruh pada curah hujan time lag 2, suhu udara time lag 2 dan kelembaban time lag 2. Variabel lainnya yaitu kepadatan penduduk memiliki hubungan signifikan pada tahun 2014, 2015, 2017, 2019, 2020, dan 2021. Hasil uji regresi linear ganda menghasilkan bentuk model prediksi dengan persamaan IR DBD = -160,665 + 3,763 (suhu) + 1, 033 (kelembaman) - 0,102 (curah hujan) - 0,001 (kepadatan penduduk). jika disimulasikan dengan kombinasi suhu sebesar 26,1°C, kelembaman 82,9%, curah hujan 14,9 mm, dan kepadatan penduduk sebesar 20.000 maka kejadian IR DBD akan muncul sebanyak 2,39 kasus per 100.000 penduduk.

Background: Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) is an endemic disease throughout the tropics and parts of the subtropics caused by the dengue virus. Dengue fever is also one of the main public health problems in Indonesia and West Jakarta has the first and second highest number of cases in DKI Jakarta Province in recent years.
Objective: Analyzing the relationship between climate factors (rainfall, air temperature, and humidity), population density, and larvae-free rates with DHF incidence rates in West Jakarta Administrative City in 2013-2022.
Methods: This study uses an ecological study design with correlation analysis to see the relationship between climatic factors which include rainfall, air temperature, air humidity in time lag 1 and time lag 2 and population density with DHF Incidence Rate. Results: The results of the bivariate analysis with the correlation test show that a significant relationship has more influence on rainfall time lag 2, air temperature time lag 2 and humidity time lag 2. Another variable, namely population density, has a significant relationship in 2014, 2015, 2017, 2019, 2020, and 2021. The results of the multiple linear regression test produce a predictive model with the DHF IR equation = -160.665 + 3.763 (temperature) + 1.033 (inertia) - 0.102 (rainfall) - 0.001 (population density). if simulated with a combination of temperature of 26.1°C, humidity of 82.9%, rainfall of 14.9 mm, and a population density of 20,000, the incidence of IR DHF will occur as many as 2.39 cases per 100,000 population.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cindy Alicia
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2010
S26532
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ginting, Desi Ermaleni Br
"Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) yang ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti sangat peka terhadap faktor iklim, khususnya curah hujan, suhu, dan kelembaban. Curah hujan di Kota Yogyakarta dengan intensitas yang tidak terlalu tinggi antara 1.660-2.500 milimeter per tahun mendukung ketersediaan habitat nyamuk. Suhu dan kelembaban di Kota Yogyakarta berada pada rentang suhu dan kelembaban optimum nyamuk untuk bertumbuh dengan baik yaitu pada suhu 25-27°C dan kelembaban antara 60-80%. Sehingga Insiden DBD di Kota Yogyakarta masih tinggi. Tujuan penelitian ini untuk menganalisis hubungan iklim terhadap insiden DBD. Studi ekologi dilakukan selama 3 bulan menggunakan data skunder. Unit analisis yang digunakan adalah bulan Januari-Desember dari tahun 2004-2013. Selanjutnya akan dianalisis secara statistik dan grafik. Curah hujan dengan insiden DBD tahun 2004-2013 memiliki r sebesar 0,333 dengan korelasi sedang dan pola positif dan nilai p sebesar 0,002. Suhu dengan insiden DBD memiliki r sebesar 0,186 dengan korelasi lemah dan nilai p sebesar 0,051. Kelembaban dengan insiden DBD memiliki r sebesar 0,571 dengan korelasi kuat dan pola positif dan nilai p sebesar 0,000. Curah hujan dan kelembaban tahun 2004-2013 memiliki hubungan yang signifikan dengan insiden DBD. Sedangkan suhu tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan insiden DBD.

Dengue Hemmorhagic Fever (DHF) is spread by Aedes Aegypti is extremely sensitive toward climate, particularly the intensity of rainfall, temperature, and humidity. The intensity of the rainfall which is approximately 1.660-2500 millimeter/year supports the mosquito habitation in Yogyakarta. The temperature and damp in Yogyakarta are in the temperature and humidity optimum where mosquito can grow well; temperature 25-27?C and humidity between 60-80%. Thus, DHF in Yogyakarta is still high. The aim of this research is to analyze the correlation between climate toward DHF incidence.This research uses ecology study and community vulnerability which is done in three months using secondary data. The analisys unit are January-December period 2004-20013. It is analyzed in accordance with statistic and graphic. The intensity of rainfall with DHF incidence in 2004-2013 has r 0,333 with the average correlation and positive pattern and p value 0,002. The temperature with DHF incidence has r 0,186 with weak correlation and positive pattern and p value 0,051. The humidity with the DHF incidence has r 0,571 with a strong correlation and positive pattern and p value 0,000. Rainfall and humidity in 2004-2013 had a significant correlation with the incidence of DHF. While the temperature has no significant correlation with the incidence of DHF."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2015
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ummi Salamah
"Demam berdarah dengue merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus dari genus Flavivirus dan famili Flaviviradae yang disebarkan oleh nyamuk Aedes. Pada tahun 2019 IR DBD di wilayah Kecamatan Kramat Jati mengalami peningkatan yang cukup tinggi dari tahun sebelumnya dengan besar IR yaitu 104,37 per 100.000 penduduk. Lalu, pada tahun 2020, wilayah Kecamatan Kramat Jati masuk ke dalam peringkat ke tiga sebagai wilayah dengan kejadian DBD tertinggi di Jakarta Timur dengan jumlah kasus sebanyak 205 kasus dan nilai IR DBD sebesar 64,53 per 100.000 penduduk. Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan faktor iklim (suhu, kelembapan dan curah hujan), kepadatan vektor (angka ABJ), kepadatan penduduk dengan incidence rate demam berdarah dengue di Kecamatan Kramat Jati Tahun 2011-2020. Penelitian ini menggunakan desain studi ekologi menurut time trend dengan unit analisis per bulan selama 10 tahun (2011-2020) dengan menggunakan data sekunder. Hasil penelitian pada data seluruh tahun (2011-2020) menunjukkan bahwa suhu, kelembaban, curah hujan, kepadatan penduduk dan Angka Bebas Jentik memiliki hubungan signifikan dengan incidence rate DBD di Kecamatan Kramat Jati. Upaya pencegahan dan pengendalian DBD dengan melakukan kegiatan PSN 3M Plus perlu dilakukan dan ditingkatkan oleh pihak puskesmas dan masyarakat. Selain itu, kerja sama lintas sektor antara Dinas Kesehatan Jakarta Timur dan BMKG selaku penyedia data iklim perlu dilakukan sebagai landasan untuk membuat keputusan terkait program pencegahan dan pengendalian DBD dalam bentuk pemberian update informasi terkait iklim.

Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) is a disease caused by a virus belonging to the genus Flavivirus dan family Flaviviridae that is spread by Aedes mosquitoes. In 2019, the incidence rate of DHF in Kramat Jati district has increased from the previous year with an incidence rate of 104.37 per 100.000 population. Then, In 2020 Kramat Jati district became 3rd position with the highest number of dengue cases among 10 districts in East Jakarta with a total of 205 cases and an incidence rate of 64.53 per 100.000 population. The research aims to determine the association between climate factors (temperature, humidity, and rainfall), vector density (ABJ figures), and population density with a DHF incidence rate in Kramat Jati District in 2011-2020. This research is a time-series ecological study with units analysis per month for 10 years (2011-2020) and used secondary data. The results in all years data (2011-2020) showed that temperature, humidity, rainfall, population density, and ABJ had a significant relationship with the incidence rate of DHF in Kramat Jati district. Prevention and control of DHF by doing PSN 3M Plus is necessary to do and must be improved by the public health center and the society. Besides that, the inter-sectoral collaboration between Dinas Kesehatan Jakarta Timur and BMKG as a provider of climate data should be done as a base for making decisions regarding dengue prevention and control programs by doing an information update about climate."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2021
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>