Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 195590 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ananda Putri
"Polusi udara merupakan permasalahan global yang berdampak negatif terhadap makhluk hidup dan lingkungan. Telah diketahui bahwa polusi udara dapat dikurangi dengan upaya bioremediasi, salah satunya dengan memanfaatkan tanaman pohon. Tanaman pohon dapat merespons polusi udara secara fisiologis. Respons fisiologis tersebut dapat diketahui dari nilai indeks air pollution tolerance index (APTI). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat toleransi dan perbedaan respons fisiologis enam spesies tanaman pohon (Mangifera indica, Pterocarpus indicus, Cerbera odollam, Pometia pinnata, Syzygium myrtifolium, dan Swietenia macrophylla) di Kawasan Industri Pulogadung, Jakarta Timur dan Kampus UI Depok terhadap cekaman polusi udara berdasarkan nilai APTI. Pengukuran parameter lingkungan dan nilai APTI dengan parameter relative water content, pH ekstrak daun, kandungan asam askorbat, dan kandungan klorofil total dilakukan pada enam spesies tanaman pohon di kedua lokasi penelitian. Hasil uji APTI menunjukkan tanaman M. indica termasuk ke dalam kategori toleran terhadap polusi udara dengan nilai APTI tertinggi di Kawasan Industri Pulogadung yaitu sebesar 9,79 ± 0,13. Sementara itu, P. indicus termasuk ke dalam kategori sensitif terhadap polusi udara dengan nilai APTI terendah di Kampus UI Depok yaitu sebesar 6,59 ± 0,18. Hasil uji APTI tersebut menunjukkan bahwa spesies yang toleran memiliki nilai RWC dan kandungan asam askorbat yang tinggi, sedangkan spesies yang sensitif memiliki nilai RWC dan kandungan klorofil total yang rendah.

Air pollution is a global problem that negatively affects living things and the environment. It is well known that air pollution can be reduced by bioremediation, one of which is by utilizing tree plants. Tree plants can respond to air pollution physiologically. The physiological response can be known from the value of the air pollution tolerance index (APTI). This study aims to find out the tolerance levels and physiological response differences of six tree plants species (Mangifera indica, Pterocarpus indicus, Cerbera odollam, Pometia pinnata, Syzygium myrtifolium, and Swietenia macrophylla) in Pulogadung Industrial Estate, East Jakarta and UI Campus in Depok towards air pollution based on APTI values. Measurements of environmental parameters and APTI values with relative water content parameters, leaf extract pH, ascorbic acid content, and total chlorophyll content were conducted in six species of tree plants at both research sites. APTI test results showed that M. indica plants fall into the category of air pollution tolerance with the highest APTI value in the Pulogadung Industrial Estate at 9.79 ± 0.13. Meanwhile, P. indicus is included in the category of sensitive to air pollution with the lowest APTI score at UI Depok Campus which is 6.59 ± 0.18. The APTI test results showed that tolerant species had high RWC values and high ascorbic acid content, while sensitive species had low RWC values and low total chlorophyll content."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Retno Dewi Handayani Sujatno
"Kebisingan adalah suara-suara yang tidak dikehendaki. Kebisingan akibat kegiatan industri dan transportasi adalah hal yang lazim ditemukan, oleh karenanya seberapa tinggi nilai kebisingan serta usaha-usaha pencegahan yang berkaitan dengan pengaruh di lingkungan dan tenaga kerja adalah hal yang penting untuk dipantau dan diteliti. Seperti halnya daerah industri lainnya di sekitar Jakarta, daerah Cikampek dan sekitamya adalah daerah dengan perkembangan kawasan industri yang cukup pesat dengan arus transportasi yang cukup padat. Pihak industri di sekitar kawasan tersebut banyak yang telah memanfaatkan vegetasi bambu (Bambusa sp.) dan jati (Tectona grandis) salah satunya sebagai peredam kebisingan.
Berdasarkan uraian di atas, maka timbul suatu pemikiran untuk meneliti apakah vegetasi bambu (Bambusa sp.) dan jati (Tectona grand's) yang ada di sekitar kawasan industri dan tepi jalan tol Jakarta-Cikampek-Sadang dapat mereduksi kebisingan. Lokasi penelitian yang dipilih adalah di sekitar pabrik PT Pupuk Kujang, Cikampek, Jawa Barat Hal ini didasari karena pada lokasi tersebut ditemukan kedua kelompok jenis vegetasi tersebut. Selain hal tersebut di atas diketahui juga bahwa pada umumnya kebisingan di area pabrik PT Pupuk Kujang hampir pada semua titik pemeriksaan ada di atas Nilai Ambang Batas (NAB), yaitu antara 84-113 dB(A), sedangkan pada jalan tol Jakarta-Cikampek di sebelah Seiatan industri PT Pupuk Kujang juga di atas baku mutu yang ditetapkan yaitu tingkat kebisingan pada siang hari 85,9 dB(A) dan pada malam hari 83,5 dB(A) (Widagdo, 1998). Kondisi eksisting letak populasi vegetasi tersebut diharapkan memudahkan penyusunan desain penelitian.
Melanjutkan uraian di atas maka rumusan permasalahan yang dapat disusun adalah:
1. Kelompok vegetasi rumpun bambu di sekitar pabrik PT Pupuk Kujang dapat mereduksi kebisingan yang bersumber dari pabrik PT Pupuk Kujang.
2. Kelompok vegetasi jati di sekitar pabrik PT Pupuk Kujang dapat mereduksi keblsingan yang bersumber dari aktivitas jalan tol Jakarta-Cikampek di sebelah Selatan industri PT Pupuk Kujang.
Tujuan penelitian dapat dibagi menjadi 2 golongan yaitu:
1. Tujuan Umum:
Pemakaian vegetasi untuk meredam kebisingan.
2. Tujuan Khusus:
a. Diketahuinya seberapa besar pengaruh kelompok vegetasi rumpun bambu di sekitar pabrik PT Pupuk Kujang daiam mereduksi kebisingan yang bersumber dari pabrik PT Pupuk Kujang.
b. Diketahuinya seberapa besar pengaruh kelompok vegetasi jati di sekitar pabrik PT Pupuk Kujang dalam mereduksi kebisingan yang bersumber dari aktivitas jalan tol Jakarta-Cikampek di sebelah Selatan industri PT Pupuk Kujang.
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah kelompok vegetasi rumpun bambu (Bambusa sp.) dan jati (Tectona grandls) di sekitar pabrik PT Pupuk Kujang dapat mereduksi kebisingan sebesar ±3-18%. Janis penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif dengan metode survey. Desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional.
Hasil uji t untuk tingkat reduksi kebisingan pada bambu temyata mernperlihatkan penurunan kebisingan yang signifikan (p<0,05), dengan nilai signifikansi sebesar 0,019, sedangkan pada jati temyata memperlihatkan penurunan kebisingan yang tidak signifikan (p>0,05), dengan nilai signifikansi sebesar 0,059. Seiain itu berdasarkan uji korelasi tebal kelompok vegetasi rumpun bambu dan jati pada efektivitas reduksi kebisingan memperlihatkan hasil yang sangat kuat, dengan koefisien korelasi bambu 0,975 dan koefisien korelasi jati 0,840. Hasil pengukuran kebisingan di Dusun Poponcol (Desa Dawuan Tengah) yang berjarak 180 m dari pabrik tingkat kebisingannya 57,80 dB(A), sedangkan dipermukiman karyawan yang berjarak 480 m dari pabrik tingkat kebisingannya 48,20 dB(A).
Berdasarkan hasil dan pembahasan maka kesimpulan yang diperoleh adalah:
1. Kelompok vegetasi rumpun bambu di sekitar pabrik PT Pupuk Kujang dapat mereduksi kebisingan yang bersumber dari pabrik PT Pupuk Kujang. Semakin tebal kelompok vegetasi rumpun bambu, semakin tinggi persentase efektivitas reduksi kebisingannya.
2. Kelompok vegetasi jati di sekitar pabrik PT Pupuk Kujang dapat mereduksi keblsingan yang bersumber dari aktivitas jalan tol Jakarta Cikampek di sebelah Selatan industri PT Pupuk Kujang. Namun secara statistik reduksi kebisingan tersebut tidak signifikan.

Noise is an unwanted sounds. It has been commonly founded in industrial area and transportation, hence it is still important to be observed and researched on how high the noise level is and how to find efforts in avoiding the noise effect on environment and workers. Likely other industrial area surrounding Jakarta, Cikampek and its neighbourhood areas have become developed industrial areas with a traffic transportation flow. The industry players nearby have utilized vegetation bamboo (Bambusa sp.) and teak wood (Tectona grandis) as means of noise soundproof surrounding the area.
A thought then occurs whether natural vegetation of bamboo (Bambusa sp.) and teak wood (Tectona glandis) surrounding Cikampek industrial areas and along Jakarta-Cikampek-Sadang highways can reduce the noise or not. Location chosen is industrial area of PT Pupuk Kujang, Cikampek, West Java. Based on the existence of both vegetation bamboo and teak wood nearby location. Based on some e)aminations, it is almost found that noise level around factory area is categorized above Critical Value, which ranges between 83-113 dB(A), meanwhile, in the southern industrial area of PT Pupuk Kujang and along Jakarta-Cikampek highway, the same case is found which is both noise levels in afternoons and at nights are categorized above the normal range, each ranges 85,9 dB(A) in afternoons and 83,5 dB(A) at nights (Widagdo, 1998).The condition of where the vegetation populations are will be expected to determine research design more easily.
Some problems measured are :
1. Bamboo vegetation surrounding industrial area of PT Pupuk Kujang is able to reduce noise from PT Pupuk Kujang factory.
2. Teak wood vegetation surrounding industrial area of PT Pupuk Kujang is able to reduce noise from Jakarta-Cikampek highway in the southern part of PT Pupuk Kujang industrial area.
The objectives consist of 2 groups:
1. General Objective:
Vegetation utilization to soundproof noise.
2. Particular Objective:
a. To measure the effectiveness of bamboo vegetation surrounding industrial area of PT Pupuk Kujang in reducing noise from PT Pupuk Kujang factory.
b. To measure the effectiveness of teak wood vegetation surrounding industrial area of PT Pupuk Kujang in reducing noise from Jakarta-Cikampek highway which is located in the southern part of PT Pupuk Kujang industrial area.
Hypothesis proposed in research is bamboo (Barnbusa sp.) and teak wood (Tectona grandis) vegetation surrounding factory of PT Pupuk Kujang are able to reduce noise of t3-18%. Research type is descriptive quantitative with survey method. The design used Is cross sectional.
T -test on noise reduction level of bamboo vegetation shows the significaint noise reduction (p<0,05) with significant value of 0,019, meanwhile noise reduction level of teak wood vegetation shows the insignificant noise reduction (p>0,05), with significant value of 0,059. Correlation test on thickness of bamboo and teak wood vegetation to noise reduction effectivity shows a very strong correlation with bamboo coefficient of 0,975 and teak wood coefficient of 0,840. Noise measurement result in Dusun Poponcol (Dena Dawuan Tengah) on distance of 180 m from factory has noise level of 57,80 dB(A), meanwhile in worker residences on distance of 480 m from factory has noise level of 48,20 dB(A).
This research concludes some points, which are:
1. Bamboo vegetation surrounding PT Pupuk Kujang area is able to reduce noise sourced from PT Pupuk Kujang factory. The more thick the bamboo vegetation is, the more higher is the percentage effectivity of noise reduction.
2. Teak wood vegetation surrounding PT Pupuk Kujang area is able to reduce noise sourced from JakarEa-akampek highway in the southern part of PT Pupuk Kujang area. Statistically, noise reduction is not significant.
"
Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2004
T14929
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anita Dwi Puspitasari
"Tujuan yaitu untuk mengetahui pola spasial pencemaran udara yang diakibatkan oleh PLTU dan PLTGU Muara Karang. Analisis yang digunakan adalah analisis keruangan hasil perhitungan Model Dispersi Gaussian untuk mengetahui semburan emisi PLTGU dan PLTU masing-masing parameter yaitu debu, NO2 dan SO2 pada enam hari pada bulan Juni dan Desember, selanjutnya hasil perhitungan tersebut ditampilkan dalam bentuk peta untuk mengetahui pola spasial pencemaran udara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pola pencemaran udara dari sumber PLTU dan PLTGU Muara Karang menunjukkan jangkauan dan nilai konsentrasi tiap parameter, berbeda-beda sesuai arah anginnya. Dalam kondisi atmosfer stabil, jangkauan emisi dari kedua sumber pencemar tersebut lebih jauh dibandingkan dalam kondisi atmosfer tidak stabil. Hasil analisis yaitu konsentrasi pencemar menurun sesuai dengan jaraknya. Kecamatan Taman Sari, Sawah Besar, Kemayoran, dan Tambora memiliki resiko paling tinggi terkena dampak pencemaran udara dari sumber PLTU dan PLTGU Muara Karang.

The objective of the study are to determines the spatial patterns of air pollution caused by Muara Karang Power Plant and Combined Cycle Power Plant. The analysis which used is spatial analysis of the calculated Gaussian Dispersion Model to find out bursts emissions of Combined Cycle Power Plant and power plant of each parameter that is dust, NO2 and SO2 on six days in June and December, then the calculation results are displayed in the form of a map to determine the spatial pattern of air pollution. The results showed that the pattern of air pollution from Muara Karang Power Plant and Combined Cycle Power Plant shows the range and concentration values of each parameter, varies according to wind direction. In stable atmospheric conditions, the range of pollutant emissions from both sources are more distant than in the unstable atmospheric conditions. The results of the analysis that pollutant concentration will be change in the air. Taman Sari, Sawah Besar, Kemayoran, and Tambora has a highest risk area affected by air pollution from Muara Karang Power Plant and Combined Cycle Power Plant."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2011
S78
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Cecep Aminudin
"Pencemaran udara dapat disebabkan oleh berbagai sumber, antara lain dari aktifitas industri. Untuk mengatasi persoalan pencemaran udara, termasuk dari industri, pemerintah di berbagai negara, termasuk di Indonesia, mengeluarkan berbagai macam kebijakan untuk mengendalikannya. Namun demikian, penelitian mengenai efektivitas dari kebijakan yang telah ditetapkan masih sangat kurang dilakukan. Oleh karena itu, tujuan dari penelitian ini adalah berusaha untuk: (1) mengetahui efektivitas kebijakan pengendalian pencemaran udara industri di DKI Jakarta, Indonesia, (2) mengetahui efektivitas kebijakan pengendalian pencemaran udara industri di NSW, Australia. (3)mengetahui perbandingan efektivitas kebijakan pengendalian pencemaran udara industri di DKI Jakarta dengan di New South Wales.
Penelitian ini menggunakan pendekatan expost facto terhadap data sekunder berupa laporan-laporan badan-badan pemerintah di kedua negara yang diterbitkan antara tahun 1990 - 2006 dan hasil-hasil penelitian lain yang relevan. Analisa dilakukan secara kuantitatif dan kualitatif untuk menentukan nilai (1-5) dari masing-masing parameter efektivitas kebijakan pengendalian pencemaran udara industri. Parameter untuk mengukur efektivitas kebijakan terdiri dari parameter produk kebijakan (policy output), parameter hasil antara kebijakan (intermediate outcomes) dan parameter hasil akhir kebijakan (end outcomes). Nilai rata-rata dari semua parameter kemudian dimasukan dalam skala efektivitas untuk mengetahui tingkat efektivitas kebijakan pengendalian pencemaran udara industri dan masingmasing lokasi penelitian. Kategori tingkat efektivitas yang ditetapkan dalam penelitian ini, mulai dari yang terendah, adalah: tidak efektif, belum efektif, potensial efektif, cukup efektif, sangat efektif.
Dengan sistem negara Indonesia yang berbentuk kesatuan, kebijakan pengendalian pencemaran udara industri yang berlaku di Jakarta berada pada level nasional dan level daerah. Kebijakan pengendalian pencemaran, termasuk pencemaran udara industri, dimulai pada tahun 1980-an. Instrumen kebijakan pengendalian pencemaran udara industri di tingkat nasional maupun di tingkat daerah hampir lama dan lebih menitikberatkan pada pendekatan atur dan awasi atau command and control. Sementara itu, pendekatan ekonomi belum banyak dikembangkan baik di level nasional maupun di level daerah. Evolusi pengaturan pencemaran di Indonesia bergerak ke arah desentralisasi dengan penguatan peran pemerintah daerah dalam pengendalian pencemaran danpenjabaran kebijakan pengendalian pencemaran untuk berbagai macam media termasuk udara.
Sementara itu, dengan sistem negara Australia yang berbentuk federal, di NSW kebijakan pengendalian pencemaran udara industri lebih banyak berada di tangan negara bagian. Sedangkan pemerintah federal hanya mengembangkan kebijakan umum seperti ketentuan tentang baku mutu udara ambien. Kebijakan pengendalian pencemaran udara, termasuk dari sumber industri, dimulai pada tahun 1960-an. Selain itu, instrumen ekonomi dalam bentuk load based licensing juga sudah mulai dikembangkan di tingkat negara bagian NSW disamping penyempurnaan pada pendekatan command and control. Evolusi pengaturan pencemaran udara industri di Australia, khususnya di NSW bergerak ke arah integrasi pengendalian pencemaran antara sate jenis media dengan media lainnya, dan mulai berperannya pemerintah federal dalam upaya pengendalian pencemaran.
Terkait dengan tujuan penelitian, dari studi ini diketahui bahwa di DKI Jakarta produk kebijakan (policy output) berupa pendayagunaan berbagai macam instnunen kebijakan (mixed policy instrument) masih lemah, kondisi basil antara kebijakan (intermediate outcomes) berupa perilaku penaatan industri terhadap kebijakan masih rendah dan hasil akhir kebijakan (end outcomes) berupa beban emisi dari industri dan kualitas udara ambien di daerah industri juga masih belum baik. Sedangkan di New South Wales, produk kebijakan (policy output) berupa pendayagunaan berbagai macam instrumen kebijakan (mixed policy instrument) cukup kuat, kondisi hasiI antara kebijakan (intermediate outcomes) berupa perilaku industri terhadap kebijakan cukup tinggi dan hasil akhir kebijakan (end outcomes) berupa beban emisi dari industri dan kualitas udara ambien juga cukup baik.
Dari hasil penelitian ini dapat diambil kesimpulan: (1)kebijakan pengendalian pencemaran udara industri di DKI Jakarta termasuk dalam kategori belum efektif (2)kebijakan pengendalian pencemaran udara industri di New South Wales termasuk kategori potensial efektif. (3)kebijakan pengendalian penemaran udara industri di New South Wales lebih efektif dibanding kebijakan pengendalian pencemaran udara industri di DKI Jakarta.
Untuk mengurangi kesenjangan tingkat efektivitas di Jakarta dibandingkan di New South Wales perlu dilakukan perbaikan strategi kebijakan, penguatan kapasitas kelembagaan pemerintah, penguatan upaya penegakan hukum, serta perhatian politik yang cukup dari penentu kebijakan.

The main sources of urban air pollution are come from transportation and industrial activity. To overcome the problem, the governments in the world are trying to formulate and implement policy to control industrial air pollution in various policy approaches. However, the research about the effectiveness of that policy is still rare. The aims of this research are: (1) To know about the effectiveness of industrial air pollution control policy in Jakarta, Indonesia, (2) To know about the effectiveness of industrial air pollution control policy in New South Wales, Australia. (3) To compare the effectiveness of industrial air pollution control policy in Jakarta and New South Wales.
This research is based on ex-post facto approach which uses secondary data from the report of government agency in bath countries that issued between 1990 - 2006 and another research report which are relevant with this thesis. The analysis is based on quantitative and qualitative method to find the value for each research indicator in 1-5 scale. The average value fromall indicator then classified into the effectiveness scale index to know the degree of the effectiveness. This research divide the effectiveness scale, from lower to higher, are: not effective, not yet effective, potentially effective, sufficiently effective and very effective.
With the Indonesian unitary state system, the air pollution control policy is on the hand of local as well as the central government. The pollution control policy, including pollution from industry, was begin in 1980-s. The policy instrument that had been applied in national and local level are very similar and give more emphasize on command and control approach. Meanwhile, the economic instrument are still under developed. The evolution of pollution control in Indonesia are moving from centralized to decentralized system and the empowering of local government role in protecting environment Indonesia also at the stage of elaborating the environment protection policy in various kind of pollution media, including air pollution, from general principle and regulation of environmental protection.
Meanwhile, with the Australian federal system of the state, air pollution control policy in NSW is heavily on the hand of the state. While the federal government only developing general policy such as ambient air quality standard. The air pollution control policy in Australia was begin in 1960-s. The economic instrument in the form of load based licensing are developed in NSW since 1997 beside the reformation of the enforcement system. The evolution of pollution control in Australia, especially in NSW, are moving from media specific to more integrated and multimedia approach. Australia also at the stage of empowering the federal government to take responsibility for controlling pollution especially on national significant pollution issues.
Related with the objective of the research, this study found that, in Jakarta, the utilization of mixed policy instrument as a policy output are weak, the condition of the compliance behavior of industry as an intermediate policy outcome is low and the emission load and the ambient air quality in industrial area as end policy outcomes is not so good. Meanwhile, in New South Wales, the utilization of mixed policy instrument as a policy output are strong, the condition of the compliance behavior of industry as an intermediate policy outcome is high and the emission load and the ambient air quality in industrial area as end policy outcomes are relatively better than in Jakarta.
The conclusion of this research are, generally the effectiveness level of industrial air pollution control policy in Jakarta are not yet effective, while the effectiveness level of industrial air pollution control policy in New South Wales are potentially effective. So the effectiveness of industrial air pollution control policy in New South Wales is one level higher than in Jakarta.
To fill the effectiveness gap in Jakarta which is lower than in New South Wales, it is a need to reform the policy strategy, strengthening institutional capacity, strengthening law enforcement efforts, and adequate political support from the policy makers."
Depok: 2006
T17904
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tamie Widjaya
"

Polusi udara dan kemacetan merupakan salah satu masalah umum yang dapat ditemui di Indonesia, khususnya di DKI Jakarta. Hal tersebut dikarenakan meningkatnya jumlah kendaraan pribadi dari tahun ke tahun, tidak hanya hal ini menimbulkan kemacetan, tetapi juga masalah lingkungan dan bahaya kesehatan yang diakibatkan oleh emisinya. Pihak berwajib di bidang transportasi selalu berusaha untuk mencari jalan dalam mengurangi jumlah kendaraan pribadi. Tujuan dari penelitian ini ialah untuk mengetahui faktor-faktor yang dapat mendorong niat berperilaku penggunaan transportasi publik dari Generasi X dan Y (millennial) lalu, faktor-faktor tersebut dikembangkan menjadi program-program yang dapat menarik minat kedua generasi dalam menggunakan transportasi publik. Penelitian ini menggunakan model yang mengintegrasikan Theory of Planned Behavior (TPB), Technology Acceptance Model (TAM), Environmental Concern dan Demographics. Model ini divalidiasi oleh para ahli transportasi melalui wawancara dan kuesioner. Setelah kuesioner publik disebarkan, hasilnya diolah melalui Structural Equation Modelling (SEM) dan pembuatan program dilakukan melalui wawancara para ahli. Hasilnya memperlihatkan bahwa hanya variabel Environmental Concern yang berpengaruh pada niat berperilaku pada Generasi X, sedangkan untuk Generasi Y ialah variabel Perceived Ease of Use, Perceived Usefulness, Subjective Norm, dan Environmental Concern. Selain itu, hasilnya juga memperlihatkan melalui perbandingan variabel TAM, Perceived Ease of Use pada Generasi X akan lebih mempengaruhi Attitude toward Public Transportation dibandingkan Generasi Y. Adapun program-program yang direkomendasikan ialah penggantian moda transportasi publik yang lebih ramah lingkungan, peningkatan aksesabilitas inklusif, penggunaan Near Field Communication (NFC), pengintegrasian moda transportasi, dan pemanfaatan influencer dan pejabat publik untuk menggunakan transportasi publik dan transparansi informasi. 

 


Air pollution and traffic congestion are common problems in Indonesia, especially in Jakarta. Mainly because the number of private vehicles increased rapidly in recent years, not only it resulted in traffic congestion, but also environmental problems and human health hazards because of its emissions. Transportation authorities have always been trying to find a way to reduce private vehicles and to encourage using public transportation. The purpose of this work is to understand factors that could encourage behavioral intention to use public transportation from Generation X and Y. Also, these factors are developed into programs that could attract the interest of both generations in using public transportation. This research used a model that integrates Theory of Planned Behavior (TPB), Technology Acceptance Model (TAM), environmental concern and demographics. Transportation experts validated the research model through semi-structured interviews and questionnaires. After distributing the public questionnaires, the results were processed through Structural Equation Modelling (SEM) and the programs were created through expert interviews. The results show only environmental concern that influence behaviour intention in Generation X, meanwhile for Generation Y are perceived ease of use, perceived usefulness, subjective norm and environmental concern variables. On top of that, the results also show through comparison of the TAM variable, perceived ease of use in Generation X will affect attitude toward public transportation more than Generation Y. Therefore, the recommended programs are the replacement of more environmentally friendly public transportation modes, increased inclusive accessibility, the use of Near Field Communication (NFC), the integration of public transportation modes, and the utilization of influencers and public officials to use public transportation and information transparency.

"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi di masyarakat, maka kebutuhan akan mobilitas meningkat. Hal yang paling dipertukan untuk mobilitas adalah suatu sistem transportasi dimana kendaraan bermotor merupakan salah satu komponen utamanya. Dewasa ini kendaraan bermotor sedemikian banyaknya hingga kapasitas jalan yang tersedia di Jakarta sudah tidak bisa memenuhi semua kebutuhan pengguna jalan. Dampak samping akibat kendaraan bermotor adalah emisi gas buang yang mencemari kualitas udara. Saat ini sebagai penyumbang terbesar untuk pencemaran udara di Jakarta adalah sektor transportasi. Dan bila hal ini tidak ditangani secara serius maka kualitas udara di Jakarta akan semakin parah kerusakannya. Zat polutan yang disebabkan emisi gas buang kendaraan bermotor akan masuk ke tubuh manusia bersamaan dengan udara yang kita hirup. Analisa mengenai dampak pencemaran udara akibat kendaraan bermotor perlu dikaji. Analisa tersebut dibandingkan antara baku mutu lingkungan yang telah ditetapkan dengan konsentrasi udara dalam kondisi eksisting. Penelitian kualitas udara dilakukan di bundara hotel Indonesia Jakarta Pusat pada tanggal 21 dan 26 September 2003 untuk mendapatkan sebuah persamaan hubungan antara dampak pencemaran udara akibat emisi kendaraan bermotor. Konsentrasi pencemar polutan yang melebihi ambang baku mutu yang telah ditetapkan pemerintah adalah gas N02. Sedangkan gas pencemar lain yang ditinjau yaitu pencemar CO, SO2, dan PM10 masih dibawah ambang batas. Persamaan regresi linear hubungan antara jumlah kendaraan yang melintas (smp) dan konsentrasi pencemar yang terdapat dalam udara pada saat penelitian belangsung, persamaan tersebut menunjukkan bahwa jumlah smp kendaraan yang melintas mempengaruhi kadar pencemar yang terkandung dalam udara."
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2005
S35121
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ade Fadli
"ABSTRAK
Selama mengikuti kuliah di arsitektur, saya sering mendengar bahwa
masyarakat tradisional lebih baik dalam menyelesaikan masalah ruang hidupnya daripada
masyarakat modern. Untuk mengetahui kebenarannya, saya menganalisa dan
membandingkan hasil pengamatan langsung dan studi pustaka mengenai efisiensi
penyelesaian masalah pengudaraan pada bangunan vernakular dan modern. Hasil
penelitian sederhana ini menunjukkan arsitektur modern lebih baik dalam
mengatur pengudaraan di dalam namun lebih buruk dalam mempertahankan
kebersihan udara luar bangunan dari arsitektur vernakular. Arsitektur modern
tengah membenahi masalahnya dengan alam dan manusia, sebagai pemegang
keputusan, perlu melakukan hal yang sama demi menciptakan lingkungan yang
sehat bagi makhluk hidup di dunia.

Abstract
During my study of arhitecture, I often heard traditional people solve
their environment problem better than modern people. To prove that, I analyze
and compare the results of my observation and research about vernacular and
modern building effectiveness in airing. This research show that modern
architechture can control indoor air health better but much worse in keeping the
outdoor air health than vernacular architecture. Modern architecture still in
process to correct its relationship with nature and human, as a decision maker,
need to do the same thing to create a better world for all living being."
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2012
S43629
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ann Arbor, Mich.: Ann Anbor Science, 1975
614.71 NOL i
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Cheryl Khairunnisa Miyanda
"Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan tingkat kebisingan di lingkungan kerja, faktor karakteristik pekerja (umur, masa kerja, durasi kerja, riwayat keturunan, dan IMT), serta perilaku pekerja (pemakaian APT, perilaku merokok, dan aktivitas fisik) dengan tekanan darah pada pekerja di Unit Utilities dan Oil Movement PT Pertamina (Persero) Refinery Unit VI Balongan tahun 2020. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif dengan desain studi cross sectioal. Jumlah sampel penelitian ini sebanyak 72 pekerja pada unit Utilities dan Oil Movement. Data kebisingan didapatkan dari pengukuran langsung menggunakan sound level meter. Data tekanan darah pekerja didapatkan melalui pengukuran langsung menggunakan sphymomanometer digital. Berdasarkan uji chi-square, terdapat hubungan yang signifikan antara kebisingan > 85 dBA dengan tekanan darah tinggi pada pekerja (p-value=0,011, OR=4,474). Terdapat pula hubungan yang signifikan antara variabel umur (pvalue=0,001, OR=7,048), masa kerja (p-value=0,019, OR=6,650), durasi kerja (p-value=0,012, OR=4,250), riwayat keturunan (p-value=0,021, OR=4,607), indeks masa tubuh (p-value=0,002, OR=5,714), penggunaan APT (p-value=0,011, OR=0,208) dan aktivitas fisik (p-value=0,004, OR=6.333). Sedangkan variabel merokok tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan tekanan darah pekerja (p-value=0,660, OR=1,477).

This study aims to analyze the relationship of noise levels in the work environment, factors of worker characteristics (age, length of work, duration of work, hereditary history, and BMI), worker behavior (use of PPE, smoking behavior, and physical activity) with blood pressure on workers in Utilities and Oil Movement Units of PT Pertamina (Persero) Refinery Unit VI Balongan in 2020. This study uses quantitative research methods with cross sectional study design. The number of samples of this study are 72 workers in the Utilities and Oil Movement Units. Data of noise is obtained from direct measurements using a sound level meter. Data of worker blood pressure is obtained through direct measurements using a digital sphymomanometer. Based on the chi-square test, there was a significant relationship between noise > 85 dBA and high blood pressure in workers (p-value = 0.011, OR = 4.474). There is also a significant relationship between age variables (p-value = 0.001, OR = 7.048), years of service (p-value = 0.019, OR = 6.650), duration of work (p-value = 0.012, OR = 4,250), hereditary history (pvalue = 0.021, OR = 4.607), body mass index (p-value = 0.002, OR = 5.714), use of PPE (p-value = 0.011, OR = 0.208) and physical activity (p-value = 0.004, OR = 6,333). While the smoking variable does not have a significant relationship with workers' blood pressure (p-value = 0.660, OR = 1.477).
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Darsono
"Kondisi perkotaan dengan ciri pergerakan penduduk yang dinamis antar bagian kota berlangsung secara alamiah mengikuti perkembangan kota itu sendiri. Di sisi Iain wilayah perkotaan memiiiki struktur tersendiri yang bisa saja berbeda antara kota yang satu dengan Iainnya.
Dalam perkembangannya, bagian kota yang tadinya bersifat pedesaan berubah menjadi bersifat kota dengan ciri utama perkembangan pemukiman baik pemukiman penduduk umumnya, maupun karena ada investasi pihak swasta berupa perumahan dan real estate. Perkembangan ini lazim didapatkan pada daerah pinggiran kota. Akan tetapi, di sisi lain kegiatan ekonomi sumber penghasilan penduduk wilayah ini masih terdapat di pusat kota, dan pemenuhan kebutuhan sehari-haripun masih mengandalkan pusat kota sehingga terjadi dinamika penduduk dari wilayah pinggiran ke pusat kota. Implikasi selanjutnya adalah meningkatnya kegiatan transportasi dari pinggiran kota ke pusat kota.
Pergerakan penduduk yang dinamis tersebut baik antar bagian kota maupun antar kota satu dengan lainnya menimbulkan pertumbuhan pada sektor lalu lintas. Pertumbuhan sektor lalu lintas beragam baik kuantitas maupun sarana angkutannya. Besarnya-kecilnya tingkat pertumbuhan sektor lalu-lintas dan jenis kendaraan bermotor yang digunakan dapat menunjukkan besar-kecilnya gas buangan emisi kendaraan bermotor, dan besar-kecilnya jumlah gas buangan emisi itu merupakan potensi pencemaran udara.
Tiap bagian kota menunjukkan pola lalu lintasnya sendiri yang dapat saja berbeda dengan wilayah kota lainnya. Sedangkan di sisi Iain jenis kendaraan dan bahan bakar yang digunakan beragam. Kondisi ini menimbulkan beragam pula potensi pencemaran udara akibat pola lalu lintas masyarakat pada bagian-bagian kota. Dengan demikian tentu berbeda juga kontribusi masyarakat terhadap pencemaran udara akibat kegiatan lalu-Iintasnya pada masing-masing bagian kota tersebut. Akhirnya ada bagian kota dengan kontribusi masyarakat yang tinggi pada pencemaran udara dan ada yang rendah. Kondisi itu diduga berkaitan dengan struktur kota dan kondisi sosial ekonomi masyarakat yang bersangkutan. Penelitian ini akan mengkaji bagaimana pola lalu lintas masyarakat pada masing-masing bagian kota dan bagaimana kontribusi masyarakat pada pencemaran udara akibat pola ilalu lintasnya.
Emisi gas buang kendaraan bermotor terbesar dari hasil penelitian ini adalah gas karbonmonoksida (CO), gas ini lebih mudah berikatan dengan hemoglobin dibanding oksigen sehingga gas ini cukup berbahaya.
Dalam penelitian ini didapatkan hasil bahwa semakin tinggi tingkat sosial semakin tinggi pula tingkat emisi yang diberikan, hal ini dapat dilihat dari perbandingan orang-orang yang tinggal di Iingkungan mewah, lingkungan padat teratur, Iingkungan padat tidak teratur dan lingkungan jarang. Orang-orang yang tinggai dilingkungan mewah memberikan kontribusi emisi gas buang yang sangat tinggi, baik untuk kegiatan bekerja, sekolah, belanja dan sosial. Hal ini terjadi karena semakin tinggi tingkat sosialnya semakin besar tingkat kepemilikan kendaraan pribadi dan semakin tinggi pula tingkat pemakaian satu orang satu mobil.
Gender juga mempunyai pengaruh terhadap hasil emisi gas buang kendaraan bermotor, pria lebih banyak memberikan kontribusi emisi gas buang dibanding wanita kecuali orang-orang yang tinggal di lingkungan mewah, yaitu menunjukan ratio yang sama antara pria dan wanita.
Tingkat aksesibilitas juga mempengaruhi jumlahi emisi gas buang kendaraan bermotor, tingkat aksesibilitas dinilai dari hal yaitu tingkat jalan dan jarak pemukiman ke fasilitas kota. Seharusnya semakin dekat suatu pemukiman dengan fasilitas kota dan semakin tinggi tingkat jalannya akan semakin kecil kontribusii emisi gas buangnya, namun di kota Depok yang terjadi adaiah sebaliknya. Orang-orang yang tinggal di pemukiman mewah tetap memberikan kontribusi emisi gas buang yang cukup tinggi untuk keperluan belanja, sekolah, dan sosial, hal ini diperkirakan karena mereka cenderung menggunakan kendaraan pribadi untuk keperluan tersebut.
Secara umum jumlah kontribusi emisi gas buang sangat dipengaruhi oleh:
1) pola berkendaraan
2) pola kegiatan
3) tingkat sosial
4) gender dan
5) aksesibilitas
Hasil penelitian dapat disimpulkan :
1) Kondisi sosial ekonomi sangat menentukan besar kecilnya kontribusi terhadap emisi gas buangan. Semakin tinggi tingkat sosial ekonomi cenderung semakin besar kontribusi emisi gas buangan.
2) Jenis kegiatan masyarakat yang paling besar memberikan kontribusi terhadap emisi gas buangan adalah bekerja.
3) Secara umum laki-Iaki memberikan kontribusi terhadap emisi gas buangan lebih besar dibandingkan perempuan, kecuali di pemukiman mewah relatif seimbang antara laki-Iaki dan perempuan.
4) Pemukiman mewah memberikan kontribusi emisi gas buangan perorang per bulan paling besar, dan pemukiman padat tidak teratur memberikan kontribusi emisi gas buangan paling kecil.
5) Secara umum aksesibilitas kota menentukan besar kecilnya kontribusi emisi gas buang, kecuali di pemukiman mewah dan di beberapa pemukiman padat teratur.
Tingkat kontribusi masyarakat terhadap emisi gas buang berbanding terbalik dengan tingkat aksesibilitas. Terjadi kecenderungan semakin tinggi aksesibilitas kota semakin rendah kontribusi masyarakat terhadap emisi gas buang dan sebaliknya.

Urban condition with the dynamic movement of people within part of the city is following the growth of the city, naturally. On the other hand, each city has its own structure that could be different among the others. In its growth, the part of the city that is in rural can be changed into urban condition, this changes can be happened naturally or caused by a private investment on housing and real estate. This progress can be seen in sub urban side of the city. But, on the other side the main economic activity still on the centre of city and the fulfill of their needs daily still on city centre, and it will makes a people movement from sub urban side to the city. The next impact is, the increase on transportation activitis. This dynamic citizen movement make a traffic type, this traffic case might different in the amount and the vehicles type, the traffic amount will shows the volume of vehicle emission- intensities of the emission related to the air pollution.
Each part of the city has its own traffic type and it can be different with the other part. In the other side the use of fuel can be different, this can make a various adverse impact to air quality in each part of town. With this condition, people contribution to the gas emission can be different. At last, there's a few side of the city gives high contribution and the others not. This condition related to urban structure and social economic level.
The researchs results shown that the biggest emission is carbon monoxide (CO), this kind of gas is dangerous as it's more easier to make the better bonding with hemoglobin then the oxygen.
The result also has shown that the higher social economic level of the people give a high emission level, it can be seen on the comparison of people who lived in luxurous neighborhood, density populated neighborhood, un regulated neighborhood and rare habitation neighborhood. People who lived in luxurous neighborhood gives the highest emission whether it's on working, school shopping and social activity, this condition might happened because in luxurous community each person has one car.
Gender also has influenced to the emission, man generate more emission than woman, except the people who lives in luxurous neighborhood which has the equal ratio among man and woman.
The accessibility level also gives impact to the amount of emission, the accessibility level measured from two kind factors, level of the street and distance the neighborhood to city facility. The closer neighborhood to the city facility should gives a least amount of emission, but in Depok. It's contrary. The people who lived in Iuxurous neighborhood still contribute high emission for the need of shopping, school and social life activity, it happens because they tend to use their private vehicle for those kind activities.
ln general, amount of vehicle emission influenced by:
- traflic type
- activities type
- social level
- gender and
- accessibility"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2003
T11075
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>