Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 161898 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Kamelia Ramandha
"Dewasa muda menggunakan teknologi komunikasi dalam kehidupan sehari-hari, termasuk untuk menjalin hubungan romantisnya. Namun, teknologi digital kemudian berpotensi menjadi sebuah wadah untuk melakukan kekerasan terhadap pasangan, dikenal sebagai cyber intimate partner aggression (CIPA). Berdasarkan penelitian sebelumnya, CIPA dapat diprediksi oleh adverse childhood experience (ACE). ACE dipercaya berpotensi memunculkan early maladaptive schema (EMS) pada individu yang kemudian meningkatkan kemungkinan melakukan CIPA. Penelitian sebelumnya menemukan bahwa skema domain yang paling berpengaruh antara hubungan ACE dan CIPA adalah disconnection & rejection. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk melihat peran mediasi domain disconnection & rejection, secara keseluruhan dan masing-masing skema di dalamnya, dalam hubungan antara cyber intimate partner aggression dengan adverse childhood experience. Partisipan pada penelitian ini adalah 941 dewasa muda yang pernah atau sedang menjalani hubungan romantis dan berdomisili di Indonesia. Hasil penelitian mengindikasikan bahwa perilaku cyber intimate partner aggression dapat diprediksi secara signifikan dan positif oleh adverse childhood experience (β=.084, SE=.016 p <.001). Selanjutnya, skema domain disconnection & rejection secara keseluruhan dapat memediasi hubungan tersebut secara signifikan. Dari lima skema yang ada, skema abandonment dan skema mistrust/abuse yang dapat secara signifikan memediasi hubungan yang ada. Implikasi hasil penelitian dibahas lebih lanjut.

Young adults use communication technology in their daily lives, including to establish romantic relationships. However, communication technology potentially creates a new platform for violence against partner, known as cyber intimate partner aggression (CIPA). Based on previous research, CIPA can be predicted by adverse childhood experience (ACE). ACE is believed to have the potential to cause early maladaptive schema (EMS) in individuals which then increases the likelihood of performing CIPA. Previous research found that the most influential domain scheme in the relationship between ACE and CIPA was disconnection & rejection. Therefore, this study was conducted to examine the mediation role of the disconnection & rejection domain, as a whole and separately for each schema in the domain, in the relationship between cyber intimate partner aggression and adverse childhood experience. Participants in this study were 941 young adults who had or are currently in a romantic relationship and domiciled in Indonesia. The results indicate that the behavior of cyber intimate partner aggression can be significantly and positively predicted by adverse childhood experience (β=.084, SE=.016 p <.001). Furthermore, the overall disconnection & rejection domain schema can significantly mediate the relationship. Out of the five existing schemas, the abandonment schema and the mistrust/abuse schema could significantly mediate the existing relationship. Research implications discussed further."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Beviena Mariska WongsaputraGloryka Ednadita, supevisor
"Literatur menunjukkan bahwa kedua bentuk kekerasan hubungan intim, yakni secara langsung yang disebut sebagai in-person intimate partner aggression (IPA) dan secara siber yang disebut sebagai cyber intimate partner aggression (CIPA), kerap kali terjadi pada populasi dewasa muda. Berdasarkan penelitian terdahulu, IPA dan CIPA dapat diprediksi oleh adverse childhood experience (ACE) melalui proses belajar sosial. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk melihat peran ACE dalam memprediksi IPA dan CIPA, serta menguji hubungan antara kedua bentuk kekerasan tersebut. Penelitian ini melibatkan 945 individu dewasa muda di Indonesia yang pernah atau sedang menjalani hubungan romantis. Instrumen-instrumen yang digunakan adalah Revised Conflict Tactics Scales–Short Form (CTS2S; Straus & Douglas, 2004) untuk mengukur tindakan IPA; (2) Cyber Aggression in Relationship Scale (CARS; Watkins dkk., 2018) untuk mengukur tindakan CIPA; dan (3) Childhood Trauma Questionnaire–Short Form (CTQ- SF; Bernstein dkk., 2003) untuk mengukur ACE. Hasil analisis regresi menunjukkan bahwa dimensi physical assault, psychological aggression, dan sexual coercion dari IPA dan perilaku CIPA secara keseluruhan dapat diprediksi secara signifikan dan positif oleh ACE (β=0.005, SE=0.001, p>0.001; β=0.016, SE=0.002, p>0.001; β=0.005, SE=0.001, p>0.001; β=0.085, SE=0.016, p>0.001). Seluruh dimensi IPA ditemukan memiliki hubungan yang positif dan signifikan dengan CIPA (p<0.001). Implikasi hasil penelitian serta saran metodologis dan praktis dibahas lebih lanjut.

The literature shows that both direct and online forms of intimate partner aggression, known as in-person intimate partner aggression (IPA) and cyber intimate partner aggression (CIPA), are common in the young adult population. Based on earlier studies, IPA and CIPA can be predicted by adverse childhood experience (ACE) through social learning processes. Therefore, this study was conducted to examine the role of ACE in predicting IPA and CIPA, as well as the relationship between the two forms of intimate partner aggression. This study involved 945 young adults in Indonesia who were or are currently in a romantic relationship. The instruments used were Revised Conflict Tactics Scales–Short Form (CTS2S; Straus & Douglas, 2004) to measure IPA; (2) Cyber Aggression in Relationship Scale (CARS; Watkins et al., 2018) to measure CIPA; and (3) the Childhood Trauma Questionnaire–Short Form (CTQ-SF; Bernstein et al., 2003) to measure ACE. The results of the regression analysis showed that the dimensions of IPA (physical assault, psychological aggression, and sexual coercion) and CIPA can be predicted significantly and positively by ACE (β=0.005, SE=0.001, p>0.001; =0.016, SE=0.002 , p>0.001; =0.005, SE=0.001, p>0.001; =0.085, SE=0.016, p>0.001). All dimensions of IPA were also found to have a positive and significant relationship with CIPA (p<0.001). The implications of the research as well as methodological and practical suggestions are discussed further."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Larissa Amira Giyani
"Menjalin hubungan romantis adalah salah satu tugas perkembangan yang khas dari
dewasa muda. Hubungan romantis yang memuaskan, berkaitan dengan berbagai dampak
positif dan dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya pola attachment. Berbagai
penelitian sebelumnya telah dilakukan untuk menjelaskan mekanisme yang mendasari
hubungan yang kuat antara pola attachment dan kepuasan hubungan. Selain dipengaruhi
oleh attachment, kepuasan hubungan juga dipengaruhi oleh self-compassion yang dapat
memfasilitasi individu untuk bersikap positif di dalam hubungan romantisnya. Tujuan
penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah self-compassion memediasi hubungan
antara pola attachment (avoidant dan anxious attachment) dengan kepuasan hubungan
romantis pada dewasa muda yang berpacaran. Penelitian kuantitatif ini memiliki sampel
partisipan sebanyak 441 dewasa muda (18-30 tahun). Pola attachment diukur
menggunakan Experiences in Close Relationships-Revised; self-compassion dengan Self-
Compassion Scale; dan kepuasan hubungan dengan Relationship Assessment Scale. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa self-compassion berperan sebagai mediator bagi
hubungan antara avoidant attachment dan kepuasan hubungan, namun bukan sebagai
mediator antara anxious attachment dan kepuasan hubungan. Implikasi penelitian ini
adalah pola insecure attachment memiliki dampak yang kuat pada rendahnya kepuasan
hubungan romantis.

Having a romantic relationship is one of the developmental task characteristics of young
adults. Forming a satisfying romantic relationship is related to numerous positive effects
and influence by several factors, one of them is attachment style. Previous studies have
investigated the underlying mechanism between the strong association of attachment and
relationship satisfaction. Apart from being influenced by attachment, relationship
satisfaction is also influenced by self-compassion, which facilitates individuals to act
positively in their romantic relationships. The purpose of this study is to investigate
whether self-compassion mediates the association between attachment style (avoidant
and anxious attachment) and romantic relationship satisfaction among dating young
adults. This quantitative research has 441 sample of young adults age 18-30. Attachment
style is measured with Experiences in Close Relationships-Revised; self-compassion with
Self-Compassion Scale; and relationship satisfaction with Relationship Assessment
Scale. The result of this study shows that self-compassion act as a mediator for the
association between avoidant attachment and relationship satisfaction, while not as a
mediator between anxious attachment and relationship satisfaction. The implication of
this study is that insecure attachment style has a strong negative effect towards
relationship satisfaction
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ulfa Nurida
"Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh kecerdasan emosi terhadap efikasi diri dalam keputusan karier yang dimoderasi oleh harapan orang tua. Menurut teori perkembangan karier, siswa SMA yang berusia 14-18 tahun berada pada tahap eksplorasi. Dalam tahapan ini, siswa dituntut untuk menilai kapasitas diri mereka dalam menghadapi tantangan di masa depan. Padahal, siswa SMA masih ditemukan belum dapat memutuskan masa depan mereka sepenuhnya secara mandiri. Adanya peran orang tua yang termanifestasikan melalui harapan orang tua pun membentuk persepsi bagi anak-anaknya. Penelitian ini dilakukan terhadap 785 siswa SMA di enam sekolah wilayah Jabodetabek dengan menggunakan metode convenience sampling. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini yaitu, career decisions self-efficacy scale short form (CDSE-SF) untuk efikasi diri dalam keputusan karier, wong and law emotional intelligence scale (WLEIS) untuk kecerdasan emosi, dan parental expectation scale (PES) untuk harapan orang tua. Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis moderasi melalui PROCESS oleh Hayes. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat pengaruh kecerdasan emosi terhadap efikasi diri dalam keputusan karier yang dimoderasi oleh harapan orang tua, b= 0,006 p<0.05. Keterbatasan penelitian yang berkaitan dengan alat ukur membuat perlunya dilakukan perbaikan oada beberapa aitem alat ukur CDSE-SF, serta memberitahukan pada partisipan agar saat menjawab pertanyaan mengenai harapan orang tua perlu membayangkan salah satu orang tua mereka. Implikasi penelitian ini bagi pihak sekolah dan psikolog sekolah dapat merancang program bimbingan karier bagi siswa agar siswa lebih yakin dalam menjalani tugas-tugas yang berkaitan dengan keputusan karier. Selain itu, psikolog sekolah juga dapat memberikan pemahaman bagi orang tua mengenai peran harapan orang tua terhadap keputusan karier anak-anaknya.

The present study examined the effect of emotional intelligence on career decision self-efficacy with parental expectation as a moderating variable. Career development theory states that students aged 14–18 years are in the exploration stage of life. Students are thus required to assess themselves, especially their capability to face future challenges. However, the role of parents remains relatively crucial during this stage because adolescents are still unable to fully make decisions about their future. In addition, parents expect the continuation of their children’s studies. This case is especially true in Asian culture, which illustrates the major role that parents play in their children’s lives. A total of 785 high-school students from Jabodetabek, Indonesia, were recruited using the convenience sampling method. Instruments used in this study were Career Decisions Self-Efficacy Short Form (CDSE-SF) for career decisions self-efficacy, Wong and Law Emotional Intelligence Scale (WLEIS) for emotional intelligence, and Parental Expectation Scale (PES) for parental expectation. Moderation analysis was used as the data analysis technique through PROCESS. Results confirmed the moderating role of parental expectations on emotional intelligence and career decision self-efficacy b= 0,006 p<0.05. Limitations in this study that researchers also did not revise several items on the CDSE-SF. In addition, researcher could give instructions for participants to imagined one of their parents when they were filled out parental expectations scale. This limitations could be a concern for future study. Implications for school and school psychologist could create career guidance programs for students based on competence in career decisions. Implications for school and school psychologist could create career guidance programs for students based on competence in career decisions. School psychologist could also provided the understanding for parent about the role of parental expectations in their children’s career decisions."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia , 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Murniati
"Guru-guru di Indonesia banyak yang belum memiliki dedikasi tinggi terhadap profesinya. Mulai dari ketidaktaatan terhadap tata tertib yang berlaku (intra-role) sampai keengganan melakukan hal-hal yang diluar atau tidak terdapat dalam peraturan sekolah (extra-role), padahal prilaku extra-role guru dapat meningkatkan keefektifan dan keefisienan kegiatan di sekolah.
Organizational Citizenship Behavior (OCB) adalah prilaku individu yang bebas, tidak secara langsung atau eksplisit diakui dalam sistem pemberian penghargaan formal, dan dalam mempromosikan fungsi yang efisien dan efektif untuk organisasi.
Kecerdasan emosi adalah kemampuan utuk memotivasi diri sendiri dan berusaha menghadapi frustasi, mengendalikan dorongan hati dan tidak melebih-lebihkan kesenangan, mengatur suasana hati dan menjaga agar beban stres tidak melumpuhkan kemampuan berpikir, berempati dan berdoa.
Syukur adalah dapat memanfaatkan penciptaan dirinya dan penciptaan alam semesta dalam rangka ketaatan kepada Allah SWT.
Penelitian ini dilakukan pada 184 guru-guru di enam SDIT yang berlokasi di wilayah Jakarta Selatan. Hasil penelitian ini diolah menggunakan SPSS 10.0.Adapun penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh antara dimensi-dimensi kecerdasan emosi dan syukur terhadap organizational citizenship behavor (ocb). Pada penelitian ini independent variable (IV) terdiri dari 8 dimensi dan ocb sebagai dependent variable (DV). Data penelitian ini diolah menggunakan metode multiregresi linear dengan taraf signifikansi 0,05. Hasil dan kesimpulan penelitian ini membuktikan bahwa ada pengaruh antara dimensi-dimensi kecerdasan emosi dan syukur terhadap ocb (r=0,650) dan signifikan (sig. 0,000). Nilai R² dari seluruh variabel yang diujikan sebesar 0,422 atau setara dengan 42,2%. Dimensi empati (sig. 0,001, R²= 0,375) dan dimensi membina hubungan (sig. 0,001, R²= 0,417) pada variabel kecerdasan emosi menjadi variabel bebas yang terbukti berpengaruh positif dan signifikan dengan ocb guru.

Most Indonesian teachers do not have a lot of dedication to their profession. Ranging from their disobey to applicable rules (intra-role), behavior teachers can improve the effectiveness and efficiency of the activities in the school.
OCB is a behavior free of individual, not directly or explicity recognized in a formal award system and in promoting the efficient and affective functioning of the organizationing.Emotional Inteliigence is the ability to motivate yourself and try to face the frustation, impulse control and not exaggerate the pleassure, set the mood and keep the load stress does not cripple the ability to think, empathite and pray.Gratitude is able to utilite his creation and the creation of the universe in the context of obedience to Allah.
This study conducted on 184 teachers in six SDIT located in South Jakarta area. This reseach analysed using spss 10,0. As for this study aims to examine the influence of OCB.
From this research, the independent variable has eight dimentionsan OCB as dependent variable (DV). The research data is processed using a linear multiple regresion method with a significant 0,05 level. Result and conclusion from this research said that there’s influence between the dimention of emotional intelligence ang gratitude of OCB (r=0,650) and significance (sig. 0,000). Value R² from all variable test is 0,422 or equal 42,2%. Dimention of emphatize (sig. 0,001, R² = 0,375) and dimention of keeping relationship (sig. 0,001, R² = 0,417) on emotional intelligence variable to independent variable and approved by positive influence and significant with teachers OCB.
"
Depok: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2013
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mohammad Hatta, 1902-1980
Jogjakarta: Jajasan Pendidikan Kooperasi, 1958
334 MOH p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Martha Margaretha
"Kekerasan berpacaran merupakan kekerasan yang paling banyak ditemui pada dewasa muda di Indonesia pada tahun 2019. Pengalaman masa kecil yang buruk merupakan faktor risiko yang mempengaruhi terjadinya kekerasan dalam berpacaran. Salah satu yang diduga menjembatani kedua varibel ini adalah anxious attachment. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui apakah anxious attachment memediasi pengalaman masa kecil yang buruk dengan kekerasan dalam berpacaran pada dewasa muda. Partisipan dalam penelitian  ini berjumlah 345 orang dengan rata-rata usia 21.56 tahun. Pengalaman masa kecil yang buruk diukur dengan Childhood Trauma Questionnaire Short Form, kekerasan dalam berpacaran diukur dengan Conflict Tactics Scales Revised Short Form dan anxious attachment diukur dengan Short Form Experience in Close Relationships- Revised. Hasil analisis menggunakan analisis mediasi menjelaskan bahwa anxious attachment memediasi hubungan antara pengalaman masa kecil yang buruk dengan kekerasan dalam berpacaran subskala injury pada dewasa muda (ab=0.0069,SE=0.0,99%, CI[0.0024, 0.0134]). Anxious attachment tidak memediasi pengalaman masa kecil yang buruk dengan kekerasan dalam berpacaran subskala psychological aggression, sexual coercion, physical assault dan negotiation. Kesimpulan penelitian menjelaskan bahwa semakin sering pengalaman masa kecil yang buruk dialami seseorang, semakin tinggi anxious attachment seseorang yang kemudian mengarahkan pada meningkatnya kekerasan dalam berpacaran subskala injury pada dewasa muda. Penelitian selanjutnya diharapkan dapat menggunakan instrumen tambahan seperti wawancara.

Dating violence was the most common type of violence happened to young adult in Indonesia in 2019. Adverse Childhood Experience is a risk factor that influence the development dating violence. Anxious attachment is postulated to mediate these two variables. The purpose of this study was to examinate whether anxious attachment mediates the relationship between adverse childhood experience and dating violence in young adulthood. The study was conducted on 345 participants with average age 21.56. Adverse Childhood Experience measured by Childhood Trauma Questionnaire Short Form, dating violence were measured by Conflict Tactics Scales Revised Short Form and anxious attachment measured by Short Form Experience in Close Relationships-Revised. The result  analysis using mediation analysis showed that anxious attachment significantly mediated the relationship between Adverse Childhood Experience and dating violence subscale injury in young adulthood (ab=0.0069,SE=0.0,99%, CI[0.0024, 0.0134]). Anxious attachment not mediate dating violence subscale  psychological aggression, sexual coercion, physical assault and negotiation. The research conclusion proves that the more often Adverse Childhood Experience happened, the higher the anxious attachment, which leads to increased dating violence subscale injury in young adulthood. Future research are suggested to add additional instrument such as interviews.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ranindya Pramudita Aranira
"Jumlah warga Negara Indonesia yang melakukan bunuh diri adalah sebesar 11 juta orang dengan memiliki latar belakang depresi. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa sebanyak 50% orang yang mengalami adverse childhood experience akan berakhir memiliki gejala depresi di masa dewasa. Jenis attachment style di masa dewasa juga berhubungan dengan adverse childhood experience dan berkontribusi dalam memunculkan gejala depresi. Penelitian kali ini mencoba melihat hubungan antara adverse childhood experience, jenis attachment style di masa dewasa, dan gejala depresi. Gejala depresi diukur menggunakan Beck Depression Inventory-II (BDI-II), adverse childhood experience diukur dengan menggunakan Adverse Childhood Experience Questionnaire (ACE), dan attachment style di masa dewasa diukur dengan menggunakan Adult Attachment Scale (AAS). Penelitian kali ini dilakukan terhadap 482 orang dewasa muda di jabodetabek. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif dan signifikan antara adverse childhood experience (r = 0,388, n = 482, p < 0,01). Adverse childhood experience memiliki hubungan yang signifikan dan paling besar dengan anxious attachment style di masa dewasa dibandingkan dengan jenis attachment lain (r = 0,271, n = 482, p < 0,01). Anxious attachment style di masa dewasa juga memiliki hubungan yang signifikan dan paling tinggi dengan gejala depresi dibandingkan dengan jenis attachment lainnya (r = 0,486, n = 482, p < 0,01). Penelitian ini memiliki limitasi yakni kriteria partisipan yang kurang terfokus terhadap orang-orang yang pernah mengalami adverse childhood experience dan proporsi sampel yang kurang merata.

The number of Indonesian citizens who commit suicide is 11 million people with a background of depression. Previous research has shown that as many as 50% of people who experience bad childhood experiences end up with depressive symptoms in adulthood. This type of stylistic attachment in adulthood is also associated with adverse childhood experiences and contributes to depressive symptoms. The current study looks at the relationship between adverse childhood experiences, types of attachment styles in adulthood, and symptoms of depression. Depressive symptoms were measured using the Beck Depression Inventory-II (BDI-II), adverse childhood experiences as measured using the Adverse Childhood Experience Questionnaire (ACE), and attachment style in adulthood measured using the Adult Attachment Scale (AAS). The current research was conducted on 482 young adults in Jabodetabek. The results showed that there was a positive and significant relationship between bad experiences during childhood (r = 0.388, n = 482, p <0.01). Adverse childhood experiences had a significant and greatest association with anxious attachment style in adulthood compared with other attachment types (r = 0.271, n = 482, p <0.01). Anxious attachment style in adulthood also had a significant and highest association with depressive symptoms compared to other types of attachments (r = 0.486, n = 482, p <0.01). The limitations of this study are, the criteria of participants are less focused on people who have experienced adverse childhood experience and the proportion of the sample is not evenly distributed."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ida Kintamani Dewi Hermawan
"Tujuan penulisan ini adalah untuk mengkaji kebutuhan guru pendidikan dasar dan menengah (dikdasmen), kekurangan dan kelebihan guru dikdasmen, serta rasio siswa per guru dikdasmen. metode yang digunakan adalah studi dokumentasi atau kepustakaan. hasilnya menunjukkan bahwa kebutuhan guru dikdasmen sebesar 2.865.116 orang, sehingga masih terjadi kekurangan guru sebesar 126.522 orang. berdasarkan rasio siswa dan guru menurut kebutuhan dan yang ada untuk SD, SLB, dan SMK maka terjadi kekurangan karena untuk SD adalah 14,78 dan 15,91, untuk SLB adalah 3,39 dan 5,21, untuk SMK adalah 16,74 dan 22,43. sebaliknya, untuk SMP dan SMA terjadi kelebihan guru karena untuk SMP adalah 18,41 dan 16.43 dan untuk SMA adalah 16,90 dan 16,18. simpulannya, untuk guru dikdasmen masih terjadi kekurangan guru tetapi SMP dan SMA telah kelebihan guru. sarannya, kekurangan guru supaya dipenuhi melalui pengadaan guru baru, kelebihan guru supaya disalurkan ke mata pelajaran serumpun, dan lulusan BP/BK supaya segera disalurkan ke sekolah-sekolah yang memerlukan."
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2014
507 JDSP 2:1 (2014)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"Dalam dunia pendidikan terdapat bermacam-macam data yang dapat dianalisis dengan berbagai metode statistik seperti misalanya dta yang berkaitan dengan prestasi belajar peserta didik, yang berkaitan dengan status dan jenjang pendidikan peserta dididk, yang berkaitan dengan pendidik dan tenaga pendidikan, yang berkaitan dengan satuan pendidikan berbagai jenjang pendidikan, yang berkaitan dengan peserta didik dan nilai ujian serta rapor, dan sebagainya. Prinsip pertama yang dipegang dalam pengumpulan data-data tersebut diatas diupayakan untuk menghimpun data yang sahih, berkualitas, lengkap dan cukup representatif, sebab data yang banyak belum merupakan jaminan bahwa data tersebut mempunyai makna yang berarti atau memberikan kesimpulan penting. Salah satunya ialah bagaimana data-data pendidikan tersebut mendayagunakan data-data dan analisis statistiknya untuk memberikan informasi berharga kepada para pengambil keputusan mengenai kebijakan-kebijakan yang harus diputuskan berkaiatan dengan suatu program dan perencanaan program pembangunan pendidikan berdasarkan data riil."
Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, {s.a.}
507 JDSP
Majalah, Jurnal, Buletin  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>