Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 198007 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ade Nurmalisa
"Penelitian ini berjutuan untuk menggali keberdayaan perempuan pekerja VCS dalam berelasi dengan klien dan pihak lainnya. Terdapat banyak studi yang membahas bahwa prostitusi online menyediakan ruang yang lebih aman dimana pekerja seks dianggap lebih mampu meminimalisir resiko (Jones, 2016; NSWP, 2016; Cunningham, 2019). Namun studi-studi sebelumnya lebih berfokus pada manfaat internet terhadap profesi pekerja seks ataupun alasan pekerja seks memanfaatkan media sosial. Terdapat hal menarik lain yang dapat diteliti lebih lanjut, yaitu mengenai upaya yang dilakukan oleh pekerja seks dengan memanfaatkan ruang virtual yang tersedia untuk menciptakan posisi yang berdaya selama berelasi dengan pihak lain seperti klien dan mucikari. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode studi kasus terhadap 4 perempuan pekerja VCS yang mempromosikan dirinya melalui media sosial Twitter. Studi ini menggunakan konsep power, otonomi tubuh, dan teori pertukaran sosial sebagai pisau analisis. Temuan studi melalui wawancara mendalam secara virtual kepada ke-4 informan menyimpulkan pekerja VCS mampu untuk memiliki kontrol pada profesinya, kontrol atas tubuhnya, hingga kemampuan menciptakan posisi tawar yang baik. Hal ini menciptakan keberdayaan yang ditunjukan pada beberapa hal, seperti 1) Kemampuan untuk menolak dan menerima klien melalui penseleksian dan penyortiran klien yang mengacu pada kriteria klien serta kesepakatan kerja dengan klien; 2) Kemampuan dalam merespon dan menciptakan strategi untuk terhindar dari resiko capping, doxing, penipuan, online sexual harassement, hingga keberadaan faker; 3) Kemampuan pekerja VCS untuk dapat benegosiasi dengan klien selama proses transaksi seksual. Kemampuan pekerja VCS untuk dapat memproduksi kekuasaan dan menciptakan relasi kerja yang sejajar dengan klien disebabkan karena adanya pengetahuan terkait kondisi kerja, kesadaran kritis, keterampilan digital yang dimiliki, serta kemampuan untuk menciptakan sumberdaya alternatif yang dibutuhkan lainnya, yaitu uang, dengan menjaga dan memperluas pasarnya. Ruang digital juga seakan menjadi tembok pembatas antara pekerja VCS dan klien sehingga memudahkan pekerja VCS untuk menciptakan dan mengunakan kekuasaanya.

This study aims to explore the empowerment of women VCS workers in relating to clients and other parties. There are many studies that discuss that online prostitution provides a safer space where sex workers are considered to be better able to minimize risk (Jones, 2016; NSWP, 2016; Cunningham, 2019). However, previous studies have focused more on the benefits of the internet for the sex worker profession or the reasons sex workers use social media. There is another interesting thing that can be investigated further, namely the efforts made by sex workers by utilizing the available virtual space to create a position of power while dealing with clients. This study uses a qualitative approach with a case study method on 4 female VCS workers who promote themselves through social media Twitter. This study will use the concept of power, body autonomy, and social exchange theory as an analytical knife. The study findings through virtual in-depth interviews with the 4 informants concluded that VCS workers are able to have control over their profession, control over their bodies, to the ability to create a good bargaining position. This can be shown in several things that are done by VCS workers, such as 1) The ability to reject and accept clients through the selection and sorting of clients based on client criteria and work agreements with clients; 2) Ability to respond and create strategies to avoid the risk of capping, doxing, fraud, online sexual harassment, and the presence of fakers; 3) The ability of VCS workers to be able to negotiate with clients during the sexual transaction process. The ability of VCS workers to be able to produce power and create equal working relationships with clients is due to their knowledge of working conditions, critical awareness, digital skills, and the ability to create alternative resources needed, namely money, by maintaining and expanding the market. The digital space also seems to be a dividing wall between VCS workers and clients, making it easier for VCS workers to create and use their power."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hasibah Eka Rosnelly
"Di dalam masyarakat, pekerja seks masih dianggap sebagai penyandang masalah sosial, sehingga dijauhi, bahkan hams diturnpas_ Namun, sebagai manusiag mereka scharusnya dilindungi oleh hukum dan diperlakukan Sesuai dengan amran hak asasi manusia. Dalam kenyataannya., mereka bahkan meugalami berbagai bentuk kekerasan. Unruk memahami masalah itu dan rnencari jalan keluar, penelitian ini mengkaji kasus kekerasan terhadap pekezja seks di kola Banjarmasin.
Penelirizm ini, yang mengglmakan rancangan kualitatif berperspektif feminis mengungkap bahwa pekclja scks mengalami kekerasan di sepanjang hidupnya, sebelum, dan selama menjadi pekerja seks. Tiga orang peke1ja seks menceritakan pcngalaman mereka yang membeherkan bentuk kekerasan yang sangat beragam. Mereka pemah mengalami kekerasan Gsik, psikologis, verbal, seksual, spdtual, bahkan yang berdimensi finansial seperti pemerasan, pcnyckapan, penangkapan dan dimanfaatkan oleh aparat negara untuk kcpcntingan terteutu. Akibamya timbul penderitaan iisik: Iuka-Iuka dau memar, gangguan pendengaran, gangguan organ dan fungsi reproduksi. Sementara itu penderitaan psikologisz perasaan takut dan cemas, menyalahkan diri sendiri, rendah diri, perasaan terluka yang mendalam, tidak bcrdaya dan putus asa, serta ketidakmampuan menikmati hubungan seks secara wajar. Namun mereka bertahan hidup karena stralegi tertentu dalam menghadapi kekerasan: melawan, memutuskan hubungan dengau sumber kckerasan, bersikap pasrah alau lcompromistis.

Abstract
In our society, sex workers are still regarded in those who cause social problems, thus they are isolated, even shall be annihilated. As human being, however, they shall have to be protected by the law and treated in accordance to principles of htunan rights. As a matter of fact, they even experience many kinds of violence. ln order to understand the matter and 'rind out the solution, this research studies the violence case against sex workers in Banjannasin city. This research which applies the feminism perspective based qualitative design reveals that sex workers experience violence dtuing their period of life, before and when making their life as sex workers. Three sex workers tell their experience specifying various types of violence. They ever experience physical, psychological, verbal, sexual, spiritual violence, and even linaneial violence such as squeezing, locking-up, arrest and made a better use by authority for cenain interest. As a result, they experience physical torture: wound and bmise, hearing defect, and reproductive health disorder. As psyeholical torture: fear and apprehensive, low self esteem, self blame, hopeless, and inability to enjoy a proper sexual intercourse. Nevertheless, they ny to survive their life because they use coping strategies: to resist their violence, to defend, to avoid the source of violence, submit their own fate or establish a compromise.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2001
T6319
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Riska Risdiani
"Pendidikan seks di Belanda telah diberikan kepada anak-anak sejak usia dini melalui berbagai jenis media sebagai sarana pembelajaran untuk memfasilitasi rasa keingintahuan anak-anak di Belanda. Tujuan utama penelitian kualitatif ini adalah untuk memaparkan diksi dan gaya bahasa yang digunakan dalam buku cerita bergambar berjudul Het ei van mama, Allereerste infoboek - Seksuele voorlichting dan artikel pada laman internet Rutgers WPF. Berdasarkan hasil analisis dapat disimpulkan bahwa diksi yang terdapat pada media-media tersebut seperti denotasi, konotasi dan gaya bahasa digunakan untuk memberikan nuansa dan penekanan tertentu dalam memberikan informasi kepada anak-anak. Gaya bahasa yang digunakan memiliki kecenderungan terhadap gaya bahasa yang memiliki karakteristik mudah dipahami oleh anak-anak seperti gaya bahasa personifikasi, metafora dan eufemisme. Tidak semua jenis gaya bahasa dapat digunakan dalam media pembelajaran untuk anak-anak.

Sex education in Dutch society was taught from their early time of the children's lifetime through medias to facilitate the infants curiousity. This is a qualitative descriptive study which aims to describe the dictions and style of language in the children graphic books entitled Het ei van mama, Allereerste infoboek - Seksuele voorlichting and an online article on Rutgers WPF. The analysis shows that diction that used on the media such as denotation, conotation and style gave a specific nuance. The style used a language with the characteristic that reasonably understandable for children such as personifications, metaphor and euphemism. Not all of language style that could be implemented for infants learning.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2014
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Resna Anggria Putri
"Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran mengenai feminisasi kemiskinan yang dihadapi oleh perempuan usia produktif yang terpaksa kembali bekerja sebagai pekerja seks komersial di Kabupaten Indramayu. Data kualitatif yang diperoleh dikumpulkan melalui observasi dan wawancara mendalam. Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa feminisasi kemiskinan tersebut dapat terlihat dari subordinasi dan marginalisasi yang dihadapi perempuan usia produktif yang menyebabkan mereka terpaksa kembali bekerja sebagai PSK. Subordinasi dan marginalisasi tersebut terjadi di bidang pendidikan dan pekerjaan dalam kurun waktu tertentu.

This study was carried out to obtain the description of feminization of poverty faced by productive-aged women who are forced to return to work as commercial sex workers in Indramayu Regency. The qualitative data were collected by conducting direct observation and in-depth interview. Based on the result of this study, the feminization of poverty could be seen from subordination and marginalization faced by women that caused them to return to work as sex workers. The subordination and marginalization occured in education and work sectors within a certain time."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
S46566
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indira Sukmariana
"Stigma yang melekat pada perempuan pekerja seks dan perempuan yang dilacurkan tidak lepas dari norma yang ada di masyarakat patrarki yang menggunakan seksualitas sebagai alat dominasi dan kapitalisme yang seringkali mendorong perempuan pada prostitusi maupun menjadi korban trafficking Skripsi ini bertujuan untuk menjelaskan resistensi melawan stigma yang dilakukan melalui organisasi. Terdapat 3 (tiga) organisasi yang dijadikan studi kasus: OPSI, KPI, dan Yayasan Bandungwangi. Metode penelitian yang digunakan adalah wawancara mendalam, observasi partisipan, dan studi dokumen. Teori feminis radikal dan feminis posmodern digunakan, dengan analisis feminis naratif. Hasil penelitian menunjukan bahwa kekerasan dan stigma yang dialami pekerja seks menghasilkan upaya resistensi kolektif yang didasari atas kesadaran akan viktimisasi yang terjadi, hak asasi manusia, dan kesehatan reproduksi. Tiap organisasi yang hadir menjawab kebutuhan yang berbeda dari tiap kelompok perempuan pekerja seks dan pedila, dan didasari oleh perspektif terhadap prostitusi dan sex work yang berbeda. Bentuk resistensi organisasi tidak hanya didasari oleh perspektif yang mendasari, namun juga sumber daya dan jangkauan organisasi. Resistensi ini berdampak pada penyusunan kebijakan yang memihak, akses pelayanan kesehatan dan administratif, pendampingan hukum, dan pada stigma diri. Dengan demikian, perempuan pekerja seks dan pedila membangun kesadaran dan mengambilalih agensi diri sebagai kelompok terpenting dalam diskursus tentang prostitusi.

Stigma forced upon female sex workers and the prostituted came from patriarchal societal norms that uses sexuality to dominate women and capitalism that often pushes women into prostitution and trafficking victims. This thesis aims to elaborate on their resistance to stigma through sex worker’s organization and prostitute-serving organization. 3 (three) organizations are studied: OPSI, KPI, and Yayasan Bandungwangi. This research uses in-depth interview, participatory observation, and document studies to gain relevant data. The radical and postmodern feminist theories are used along with a feminist narrative descriptive analysis technique. Results show that violence experienced by female sex workers and the prostituted resulted in resistance efforts, one of them is to organize, pushed by the consciousness of their victimization, human rights, and reproductive health. Each organizations address the different needs of different groups of female sex workers and the prostituted, based on their different perspectives on prostitution and sex work. Resistance strategies chosen are closely linked organization’s resources and reach. Resistance efforts have impacted regulations, healthcare and administrative services access, legal assistance, and self-stigma amongst sex workers and the prostituted. Therefore, female sex workers and the prostituted built their conscience and reclaimed their agency as the most integral group of prostitution discourse. "
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yogyakarta: B2P3KS Press, 2009
331.554 PEN
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Panjaitan, Meisan
"ABSTRAK
Perkembangan teknologi komunikasi telah memudahkan individu untuk
mengekspresikan hal-hal yang dianggap tabu oleh masyarakat timur termasuk
bidang seks yang biasanya tidak pernah bisa diungkapkan secara gamblang lewat
real life.Salah satunya ialah melalui forum online Krucil.net lewat section Adult
Corner di dalamnya.
Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan budaya seks yang sudah
menghegemoni budaya para pengguna forum online lewat social media.
Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode Critical Discourse Analyis
model Norman Fairclough, melalui pendekatan kualitatif, strategi virtual
ethnography, dan sifat deskriptif.
Hasil penelitian menemukan bahwa wacana mengenai seks sudah meluas
melampaui ikatan perkawinan dan dikonsumsi serta didistribusikan bersama di
ruang publik, boleh dikatakan bahwa adanya teknologi social media, seks menjadi
hegemoni budaya bagi masyarakat dan sudah menjadi bagian dari kehidupan
keseharian mereka.

Abstract
xpress things that are considered taboo especially by eastern society, including
sex which normally can never be expressed explicitly through real life. One of
many media serving it is online forum Krucil.net through its section called Adult
Corner.
This study aims to describe the sex culture that has been hegemony in
online forum users? culture through social media. Research carried out by using
the method of Critical Discourse Analysis by Norman Fairclough, through a
qualitative approach and virtual ethnography strategy.
The study found that public discourse on sex has been expanded beyond
the bonds of marriage and consumed and distributed together in public spaces. It
may be said that because of the existence of social media technology, sex
becomes a cultural hegemony for the community and have become part of their
daily lives."
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Martina Pinastika Daneswari
"Di Indonesia saat ini penyakit menular terutama Infeksi Menular Seksual (IMS) masih menjadi masalah utama. Infeksi T. vaginalis melalui hubungan seksual terutama pada PSK yang berganti-ganti pasangan mempunyai angka yang tinggi dan saat ini pengobatan utama adalah dengan menggunakan amebisid metronidazole.
Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui apakah pengobatan dengan metronidazole pada waktu dan dosis yang sesuai masih bersifat amebisid yang ampuh terutama pada populasi PSK yang rentan koinfeksi.
Desain penelitian ini menggunakan studi eksperimental dengan desain satu grup pretest-post test dengan pengambilan data melalui sekret vagina PSK sebelum dan sesudah pengobatan metronidazole dan diwarnai larutan giemsa kemudian dilihat dibawah mikroskop.
Responden penelitian ini adalah PSK yang terinfeksi T. vaginalis sebanyak 100 orang di daerah Tangerang, Banten. Didapatkan sebelum pengobatan metronidazole terdapat 16 responden (16%) dengan infeksi kurang dari 10 T. vaginalis dan terdapat 84 responden (84%) dengan infeksi lebih dari 10 T. vaginalis.
Setelah pengobatan dengan metronidazole didapatkan 56 responden (56%) yang sudah tidak terinfeksi, 43 responden (43%) yang terinfeksi kurang dari 10 T. vaginalis, dan 1 responden (1%) dengan infeksi lebih dari 10 T. vaginalis. Dari penelitian ini menunjukan hasil bahwa PSK dengan frekuensi berhubungan seksual sering sampai sangat sering masih efektif untuk diobati dengan metronidazole.

Infectious diseases, especially Sexually Transmitted Disease (STDs) is still one of the main health problem in Indonesia. There is a high prevalence rate for Trichomonas vaginalis infection through sexual intercourse, especially in commercial sex workers who have multiple sex partners. Amebisid Metronidazole is the drug of choice for this infection.
The goal of this research is to identify if metronidazole treatment is still effective especially in the commercial sex workers population, who is vulnerable to coinfection.
Experimental study design is used in this research, using pretestposttest method and data sampling from vaginal discharge before and after metronidazole treatment and then inspected using a microscope with giemsa staining.
Responden for this research is 100 commercial sex workers who is infected with Trichomonas vaginalis at Tangerang, Banten. Obtained before treatment metronidazole are 16 respondents (16%) with number of infection T. vaginalis is less than 10 and there are 84 respondents (84%) with number of infection more than 10 T. vaginalis.
After treatment with metronidazole obtained 56 respondents (56%) who are not infected, 43 respondents (43%) were infected with T. vaginalis is less than 10, and 1 respondent (1%) with number of infection more than 10 T. vaginalis. This findings shows that treatment with metronidazole is still effective in commercial sex workers with frequent sexual intercourse.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Santoso Tri Raharjo
"Perkembangan organisasi pelayanan sosial dalam masyarakat Indonesia, tidak terlepas dari sifat kesukarelaan anggota masyarakat untuk membantu sesama. Sifat 'gotong royong', 'gugur gunung', 'rawe-rawe rantas' dan nama-nama lain yang berbeda-beda di setiap daerah merupakan wujud dari kepedulian dari sebagian warga masyarakat untuk membantu warga masyarakat lainnya yang mengalami kesusahan. Merekalah yang kemudian dikenal sebagai volunteers (relawan) yang secara sukarela menyumbangkan tenaga, pemikiran dan materinya tanpa mempertimbangkan imbalan. Dalam perkembangan selanjutnya, permasalahan sosial makin beragam, sehingga membutuhkan keahlian dan mekanisme penanganan yang lebih terorganisir.
Relawan sosial sebagai salah satu ujung tombak kegiatan pelayanan sosial menjadi penting untuk diperhatikan, khususnya berkaitan dengan kemampuan dan keterampilan mereka dalam kegiatan pelayanan. Selain itu para relawanlah yang menjadi pelaksana operasional kegiatan di lapangan; merekalah sebenarnya pekerja garis depan dari suatu organisasi pelayanan sosial. Namun demikian pada umumnya para relawan sulit dikendalikan dibandingkan dengan staf, dan terkadang mereka tidak memiliki kebutuhan secara ekonomis atas pekerjaan yang dia lakukan dalam suatu organisasi, sehingga ketika ia merasa tidak nyaman atau tidak betah dia akan pergi begitu saja. Latar belakang relawan yang berbeda baik persepsi dan motivasi yang mereka miliki memerlukan perhatian khusus dari para pengurus organisasi pelayanan sosial.
Pendidikan dan pelatihan relawan merupakan salah satu upaya pengembangan sumber daya relawan sebagai bagian dari manajemen sumber daya manusia perlu dikaji dan dikembangkan dalam upaya efektivitas pelayanan sosial. Hal yang mendasari secara akademis perlunya kajian ini adalah untuk memperkaya telaah mengenai kerelawanan dan khususnya memperoleh pemahaman secara mendalam mengenai proses pendidikan dan pelatihan yang diselenggarakan.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengembangan sumber daya relawan melalul pendidikan dan pelatihan relawan di Mitra Citra Remaja (MCR) PKBI Jawa Barat. Kemudian secara khusus pula ingin mengetahui mengenai Informasi dan motivasi relawan masuk ke MCR-PKBI, jenis pelatihan, tujuan, fasilitator, metode, waktu, sarana dan prasarana pendidikan dan pelatihan, dan manfaat pendidikan dan pelatihan relawan dalam kegiatan pelayanan di Mitra Citra Remaja Bandung.
Penelitian ini menggunakan tipe penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif dengan mewawancarai 9 (sembilan) orang tenaga relawan dan 6 (enam) orang staf MCR-PKBI Jawa Barat yang diperoleh secara purpossive. Hasil penelitian menunjukkan bahwa informasi teman merupakan informasi pertama sekaligus menjadi daya tank utama mereka aktif di MCR-PKBI Jawa Barat. Berbagai motivasi lain yang mendorong mereka aktif di lembaga ini adalah mengisi waktu luang, mencari pengalaman, memperoleh keterampilan dan pengetahuan barn, serta teman-teman baru.
Pendidikan dan pelatihan relawan di MCR-PKBI Jawa Barat dilaksanakan berdasarkan pola-pola tertentu yang sudah ada dan dilaksanakan secara berkala. Namun dalam pelaksanaan di lapangan telah dilakukan beberapa modifikasi sesuai dengan kebutuhan dan potensi di lembaga MCR-PKBI Jawa Barat itu sendiri. Jenis pelatihan di MCR dilakukan secara berjenjang, yaitu pelatihan dasar, pelatihan lanjutan, pengayaan di masing-masing divisi dan pelatihan khusus. Tujuan utama dan penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan adalah meningkatkan pengetahuan, sikap dan keterampilan peserta untuk dapat berperan sebagai peer educator dan konselor dalam kesehatan reproduksi remaja.
Gaya fasilitator yang disukai oleh peserta atau relawan selain menguasai akan bidangnya adalah yang santai, lugas, tidak kaku dalam penyampaian materinya dan bisa humor. Failitator yang mampu melihat suasana dan mampu menghangatkan suasana pelatihan sehingga peserta tidak bosan. Para fasilitator pelatihan berasal dari dalam yaitu dan MCR PKBI yang kompeten dalam penyampaian materi tertentu. Sedangkan fasilitator yang berasal dan luar adalah mereka yang dikenal dan diketahui ahli dalam bidangnya, baik dari perguruan tinggi atau LSM lain.
Metode dan teknik yang dipergunakan dalam pendidikan dan pelatihan di MCR-PKBI Jawa Barat, antara lain ceramah, diskusi dan tanya jawab (CTJ), juga memanfaatkan permainan peran (role play) dan permainan-permainan (games), simulasi, bahas kasus serta teknik-teknik ice breaking untuk mencairkan suasana. Ketepatan dalam menggunakan berbagai teknik dalam pelatihan juga terkait dengan kamampuan fasilitator dalam menyampaikan materinya.
Waktu penyelenggaraan pelatihan relawan paling tidak satu tahun sekali untuk pelatihan dasar, sedangkan pelatihan lainnya disesuaikan dengan kebutuhan. Sarana dan prasarana pelatihan sebagian besar telah disediakan oleh pihak MCR PKBI sendiri. Untuk mengetahui respon peserta terhadap pelatihan dipergunakan pre-tes dan pos-tes; sedangkan evaluasi menyeluruh mengenai penyelenggaraan pelatihan itu sendiri belum dilakukan.
Rekemondasi berkaitan dengan penyelenggaraan pelatihan di MCR-PKBI Jawa Barat antara lain pencatatan proses penyelenggaraan pelatihan perlu dikembangkan sehingga dapat terlihat efektivitas pelatihan. Perlu kiranya mengadakan pelatihan untuk pelatih (training for trainer) untuk meningkatkan kualitas pelatihan dan serta tersedianya sejumlah pelatih yang berasal MCR-PKBI itu sendiri.
Relawan MCR-PKBI Jawa Barat, walaupun telah memeproleh pendidikan dan pelatihan, kemudian diikat dengan kontrak dan peluang jenjang karier untuk menjadi staf, namun tetap saja tingkat 'tum-over'-nya tinggi. Sehingga diperiukan perhatian khusus berkaitan dengan upaya pmeliharaan dan pengembangan relawan yang sudah terlatih dengan cara yang lain, misalkan dengan mengembangkan kegiatan kegiatan yang bersifat penguatan keeratan hubungan antar staf dan relawan."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T12269
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Russel, Elizabeth
New York: Family Service Association of America, 1947
361.8 RUS p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>