Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 146310 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Muhammad Azzam Rabbani
"Profesi guru dianggap sebagai profesi terhormat yang menjalankan tugas mulia untuk membimbing dan melindungi anak selama proses pendidikan. Sayangnya, seorang guru yang telah dipercaya untuk menjalankan tugas penting tersebut justru dapat melakukan kekerasan seksual terhadap anak. Kekerasan seksual yang dilakukan oleh guru terhadap siswa seringkali melibatkan penggunaan grooming untuk dapat memanipulasi siswa ke dalam tindakan seksual dan mempertahankan kerahasiaan. Tujuan dari studi ini adalah untuk mengidentifikasi faktor-faktor risiko anak terhadap guru yang menggunakan grooming untuk melakukan kekerasan seksual. Studi ini menggunakan analisis data sekunder dari 40 kasus berita yang bersumber dari media daring di Indonesia selama periode Januari 2016 hingga Mei 2021. Penulis melakukan criminal profiling untuk menggambarkan profil guru pelaku kekerasan seksual, profil siswa yang menjadi korban, metode grooming yang digunakan pelaku, dan bentuk kekerasan seksual. Analisis bivariat juga dilakukan untuk mengetahui hubungan antara beberapa variabel independen dengan metode grooming dan tingkat kekerasan seksual sebagai variabel dependen. Hasil profiling kemudian dimasukkan ke dalam kerangka kerja Social Ecological Model SEM) untuk mengidentifikasi faktor risiko anak. Studi ini menemukan bahwa guru dapat menggunakan pemberian perhatian, pemberian suap, atau penggunaan paksaan sebagai metode grooming. Hasil tabulasi silang menunjukkan bahwa jenis sekolah korban dan intensitas kekerasan seksual grooming. Jenis kelamin korban, jenjang pendidikan korban, dan jumlah korban memiliki hubungan signifikan dengan tingkat kekerasan seksual. Selain itu, faktor risiko anak terhadap kekerasan seksual oleh guru dapat diidentifikasi dari keempat tingkat SEM, yang dalam studi ini berupa individu, hubungan (dengan guru dan keluarga), komunitas (sekolah), dan masyarakat (kebijakan pendidikan dan konstruksi sosial anak).

Teacher is considered as an honorable profession that carries out a noble task to guide and protect children during the educational process. Unfortunately, a teacher who has been trusted to carry out this important task on the contrary can commit sexual abuse against children. Teacher sexual misconduct against students often involves the use of grooming to manipulate students into sexual acts and maintain secrecy. The purpose of this study was to identify the child risk factors against teachers who use grooming to commit sexual abuse. This study uses secondary data analysis from 40 news cases sourced from online media in Indonesia during the period of January 2016 to May 2021. The author conducts criminal profiling to describe the profiles of teachers who perpetrate sexual abuse, profiles of students who being victimized, grooming methods used by perpetrators, and forms of sexual abuse. Bivariate analysis was also conducted to determine the relationship between several independent variables with the grooming method and the level of sexual abuse as the dependent variable. The results of the profiling are then applied into the Social Ecological Model (SEM) framework to identify child risk factors. This study found that teachers may use attention giving, bribery, or the use of coercion as grooming methods. The crosstabulation results show that the type of school of the victim and the intensity of sexual abuse have a significant relationship with the grooming method. The sex of the victim, victim’s education level, and the number of victims have a significant relationship with the level of sexual abuse. In addition, child risk factors for teacher sexual misconduct can be identified from the four levels of the SEM, which in this study are individual, relationship (with teachers and families), community (school), and society (education policy and social construction of childhood)."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Shallini Zivanjani
"Child grooming dipandang sebagai salah satu teknik baru yang digunakan oleh pelaku grooming dalam memikat anak-anak agar bersedia untuk melakukan kegiatan seksual dengannya. Perbuatan ini dilakukan dengan unsur buaian, tipu muslihat dan/atau bujuk rayu yang lazimnya bermula dari pertanyaan-pertanyaan tentang identitas umum korban hingga kemudian berlanjut ke arah yang lebih vulgar. Dalam hal ini, platform digital hampir selalu menjadi sarana yang digunakan oleh pelaku grooming dalam menargetkan dan membujuk korbannya. Platform digital merupakan salah satu bentuk sistem elektronik yang diselenggarakan oleh penyelenggara sistem elektroniknya tersendiri. Oleh karena itu, ini akan menelisik lebih lanjut terkait apakah platform digital dapat bertanggungjawab secara hukum bilamana perbuatan grooming terjadi dalam sistem elektroniknya. Untuk menjawab pertanyaan tersebut, analisis akan menggunakan beberapa tolak ukur mulai dari peraturan-perundang-undangan seputar penyelenggara sistem elektronik, teori pertanggungjawaban, dan konsep dari prinsip andal, aman, dan bertanggung jawab sebagaimana terkandung di dalam Pasal 15 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (“UU ITE”).

Child grooming is seen as one of the new techniques used by groomers to lure children into enganging in sexual activities with them This act was carried out with elements of lulling, manipulation and/or persuasion which usually start with questions regarding the general identity of their victim which will then proceed to a much more vulgar direction. In this case, digital platforms are almost always the means used by groomers in targeting and persuading their victims. A digital platform is a form of electronic system organized by its own electronic system administrator. Therefore, this paper is to question whether digital platforms can be held liable whenever grooming acts occur in their electronic systems. To answer this question, the analysis will use several benchmarks such as laws and regulations regarding electronic system administrators, , theories on liability, and the concept of reliable, safe and responsible as contained in Article 15 of the Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (“UU ITE”)."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Elhida Mardiati
"Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang semakin pesat dewasa ini telah membawa pengaruh dan perubahan dalam kehidupan masyarakat di seluruh dunia. Pengaruh dan perubahan yang terjadi akibat perkembangan teknologi informasi dan komunikasi tersebut ada yang bernilai positif, dan ada pula sisi negatifnya. Di Indonesia khususnya pada saat ini, perkembangan teknologi informasi dan komunikasi telah menjadi tren baik dikalangan dewasa maupun muda. Selain untuk kepentingan bisnis, pendidikan, dan terkait pekerjaan, saat ini teknologi informasi dan komunikasi juga sangat berperan dalam aktivitas sosialisasi melalui berbagai jejaring sosial yang disediakan. Permasalahannya adalah jejaring sosial yang sekarang sedang menjadi tren, -khususnya bagi para kaum muda ini- kerap dijadikan area dimana pemangsa seksual mencari calon korbannya dengan memanfaatkan berbagai sifat media virtual ini. Sehingga, tesis ini akan membahas mengenai proses terjadinya online grooming pada anak, pengaturan terkait online grooming pada anak, serta kendala dan upaya dalam menanggulangi online grooming tersebut. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif berupa studi kepustakaan yaitu meneliti dokumen berupa literatur buku-buku, peraturan-peraturan dan pedoman-pedoman, dan juga dilengkapi oleh wawancara dengan narasumber. Hasil dari penelitian ini yaitu, pada dasarnya proses online grooming itu terjadi melalui beberapa tahap, meskipun tahap tersebut tidak mutlak harus dilakukan secara berurutan dan seluruhnya. Tahapan tersebut diantaranya, yaitu pemilihan area target, persahabatan, membentuk hubungan, penilaian resiko, eksklusivitas, dan seksual. Kemudian, mengenai pengaturan terkait online grooming, meskipun tidak ada pengaturan secara khusus mengenai online grooming, namun telah ada pasal yang terkait, yaitu pasal 81 dan pasal 82 undang-undang nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak. Selanjutnya, terdapat beberapa kendala dan upaya dalam menanggulangi online grooming. Kendala-kendala tersebut, diantaranya, yaitu kendala dari dalam diri korban/pelaku, dari orang tua, masyarakat, pemerintah, dan pemangku kepentingan lainnya, serta terkait juga dengan legislasi, penegakan hukum, dan sumber daya aparat penegak hukum. Sementara itu, upaya penanggulangannya dapat dilakukan dengan meningkatkan peran dan kerjasama para pemangku kepentingan, serta melakukan harmonisasi hukum, penafsiran hukum, peningkatan kuantitas dan kualitas sumber daya aparat penegak hukum, serta penguatan penegakan hukum.

The rapid development of information and communication technology has an impact and changes the lives of people around the world. Influences and changes that occur due to the development of information and communication technology involves positive and negative. In Indonesia, especially at this time, the development of information and communication technology has become a trend among both adults and youth. Beside used to business interest, education, and related to work, information and communication technologies are also have a lot of role in the various social activities through the social networking application provided. The problem is social networking becoming a trend, -especially among of young people- were often used as an area where sexual predators find their targets by utilizing a variety of virtual media properties. Thus, this thesis will take up about the process of online grooming of children, legislation against online grooming cases of children, as well as the constraints and efforts in tackling the online grooming of children. This study uses a normative form of literary study that examined the documents in the form of literature books, regulations and guidelines, as well as completed with interviews with some sources. The results of this study are, in essence online grooming process through in several stages, although these stages do not absolutely have to be done in sequence and entirely. The Stages are involved: the selection of the target area, friendships, form relationships, risk assessment, exclusivity, and sexual. Then, about the online grooming regulation, although there has no regulation about online grooming, the related articles are already exist. The regulation is in the article 81 and 82 of Law No 23/2002 on the protection of children act. Furthermore, there are some obstacles and efforts to overcome the online grooming. The obstacles, among which, the obstacles from the victim/perpetrator, from the parents, the public, government, and the stakeholders, and also related to the legislation, law enforcement, and law enforcement resources. Meanwhile, the efforts can be done by increasing the role and cooperation of stakeholders, as well as to harmonize the law, legal interpretation, increasing the quantity and quality of resources of law enforcement officers, as well as strengthening the rule of law."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T38743
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suci Afrimardhani
"Kemajuan teknologi dan informasi yang berkembang semakin pesat menjadi salah satu faktor meningkatnya kasus kekerasan seksual. Child grooming merupakan salah satu jenis kekerasan seksual anak yang melibatkan teknologi berbasis internet untuk menemukan dan berinteraksi dengan ‘calon korban’. Untuk melibatkan anak dalam aktivitas seksual, Pelaku pada umumnya memperkenalkan anak dengan konten-konten bermuatan seksual melalui komunikasi digital. Dimana anak dipaksa untuk menuruti perintah pelaku atas dasar ‘hubungan baik’ yang dibangun oleh Pelaku. Maraknya kasus perbuatan child grooming yang terjadi melalui ruang obrolan di media sosial, menimbulkan kegentingan terkait perlukah dibentuk suatu ketentuan khusus mengenai perbuatan child grooming. Bahwa sebagaimana yang ditemukan dari penelitian ini, Indonesia masih menggunakan Pasal 76E Undang-Undang Perlindungan Anak untuk menangani perbuatan child grooming. Oleh karena itu, dengan menggunakan metode penelitian yang berbentuk yuridis-normatif dan pendekatan case study, penelitian ini mencoba menganalisa penerapan unsur Pasal 76E Undang-Undang Perlindungan Anak di Indonesia terhadap perbuatan child grooming dan perlu atau tidaknya dilakukan kriminalisasi terhadap perbuatan child grooming. Adapun penelitian ini menemukan bahwa unsur-unsur yang diatur dalam Pasal 76E Undang-Undang Perlindungan Anak belum cukup efektif digunakan untuk menangani perbuatan child grooming.  Dimana ketentuan dalam Pasal 76E Undang-Undang Perlindungan Anak ini belum secara jelas dan tegas menetapkan serta menggambarkan proses dan sarana-sarana yang digunakan dalam perbuatan child grooming yang dilakukan secara online. Dengan demikian, sebagai upaya melaksanakan perlindungan anak dari ancaman perbuatan grooming maka penting untuk mengkriminalisasi proses grooming itu sendiri, seperti bentuk komunikasi yang dilakukan, serta sarana yang digunakan untuk mempermudah proses grooming itu terjadi. 

Advances in technology and information that are developing rapidly are one of the factors for the increase in cases of sexual violence. Child grooming is a type of child sexual violence that involves internet-based technology to find and interact with potential victims. To involve children in sexual activities, perpetrators generally introduce children to sexually charged content through digital communication. The child is forced to obey the Perpetrator's orders based on the 'good relationship' established by the Perpetrator. The rise of cases of child grooming acts that occur through chat rooms on social media has caused a crunch regarding whether a special provision is needed to be formed regarding child grooming. As found in this study, Indonesia still uses Article 76E of the Child Protection Law to deal with child grooming. Therefore, by using research methods in the form of juridical-normative and case study approaches, this study tries to analyze the application of Article 76E of the Child Protection Law in Indonesia to child grooming and whether or not a child grooming is necessary or not to criminalize child grooming. The study found that the elements regulated in Article 76E of the Child Protection Act have not been effectively used to deal with child grooming. The provisions in Article 76E of the Child Protection Act have not clearly and unequivocally stipulated and described the process and means used in child grooming acts. The act of grooming is therefore important to criminalize the grooming process, such as the form of communication carried out and the means used to facilitate the grooming process. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sarah Aprilia Faizah
"Sugar dating merupakan sebuahyang digunakan untuk menggambarkan hubungan eksploitatif antara seorang individu, pria atau wanita, yang lebih tua dan aman secara finansial (disebut ayah / ibu gula) dan individu yang lebih muda (disebut bayi gula). Hubungan ini melibatkan pertukaran antara hubungan seksual dan persahabatan dengan uang / hadiah dan kepuasan materi lainnya. Penelitian kualitatif ini menggunakan metode studi kasus dan analisis naratif untuk membahas bagaimana fenomena kencan gula di Indonesia yang melibatkan banyak anak menjadi manifestasi dari perawatan anak dan eksploitasi seksual anak. Data yang diperoleh melalui wawancara mendalam kemudian dianalisis menggunakan teori pertukaran sosial oleh Emerson (1962). yang menjelaskan bahwa interaksi antar aktor sosial merupakan bentuk pertukaran sosial; yang pada gilirannya menghasilkan kekuatan dan ketergantungan. Hasil penelitian ini menunjukkan bentuk sugar dating relationship yang melibatkan anak sebagai bentuk hubungan tukar menukar yang mengeksploitasi anak melalui manipulasi dan grooming.

Sugar dating is a concept used to describe an exploitative relationship between an individual, male or female, who is older and financially secure (called the sugar daddy / mother) and a younger individual (called the sugar baby). This relationship involves an exchange between sexual relations and friendship for money / gifts and other material gratifications. This qualitative research uses case study methods and narrative analysis to discuss how the sugar dating phenomenon in Indonesia which involves many children is a manifestation of child care and child sexual exploitation. The data obtained through in-depth interviews were then analyzed using social exchange theory by Emerson (1962). which explains that the interaction between social actors is a form of social exchange; which in turn produces strength and dependability. The results of this study indicate a form of sugar dating relationship involving children as a form of exchange relationship that exploits children through manipulation and grooming."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mutiara Shinta Noviar Unicha
"ABSTRAK
Skripsi ini membahas gambaran kekerasan seksual terhadap anak perempuan di Pusat Krisis Terpadu RSUPN dr. Ciptomangunkusumo berdasar temuan dari 49 data rekam medis tahun 2016 ndash; 2017 yang dikumpulkan peneliti. Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan desain deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas korban berusia 6 ndash; 11 tahun 38,8 , berstatus pendidikan SD/ tamat SD, dan datang dengan permintaan visum. Jenis kekerasan seksual terhadap anak perempuan didominasi kasus pemerkosaan oleh pelaku berusia 25 ndash; 40 tahun berjenis kelamin laki ndash; laki yang dikenal dan memiliki hubungan kedekatan dengan korban, seperti tetangga, pacar, teman, guru, dan pengasuh. Mayoritas korban kekerasan seksual terhadap anak perempuan memiliki status ekonomi menengah ndash; menengah ke bawah, status perkawinan orangtua dan hubungan dengan orangtua baik tetapi kurang pengawasan. Diketahui mayoritas kemampuan sosialisasi dan kondisi psikis korban dalam kategori baik ndash; cukup. Kejadian kekerasan seksual mayoritas dilakukan di tempat privasi dan tertutup pada jam 10.01 ndash; 16.00 saat orangtua bekerja dan 16.01 ndash; 22.00 saat anak bebas bermain dan lepas dari pengawasan orangtua. Sebanyak 59,2 korban mengaku mendapatkan paksaan/ ancaman/ iming ndash; iming, unsur pornografi, dan obat/ alkohol menggunakan makanan atau minuman dari pelaku. Mayoritas korban menyatakan tidak memberi perlawanan karena adanya ancaman/ iming ndash; iming dari pelaku, atau tidak tahu hal yang ia lakukan adalah salah, atau dilakukan atas dasar suka sama suka. Diharapkan bagi orangtua melakukan upaya ndash; upaya untuk mencegah anak menjadi korban maupun mencegah kejadian kekerasan seksual terulang kembali dengan mengajarkan anak tentang batasan antara lawan jenis, menggunakan baju yang sopan dan tidak terbuka, bagian tubuh yang tidak boleh disentuh, sentuhan boleh dan sentuhan tidak boleh, cara memberi respon penolakan, perilaku seksual yang berisiko dan akibatnya, serta orangtua meningkatkan pengawasan terhadap anaknya.

ABSTRACT
This thesis discusses the description of child sexual abuse on girls in Integrated Crisis Center RSUPN dr. Ciptomangunkusumo based on the findings of 49 medical records from 2016 to 2017 collected by researcher. This research is a quantitative research with descriptive design. The results showed that the majority of victims aged 6 11 years 38.8 , in elementary school education primary school, and come with a visum request. Types of sexual abuse are dominated by rape cases by perpetrators of 25 40 year old who are known and have close relationships with victims, such as neighbors, boyfriends, friends, teachers, and caregivers. The majority of victims have lower middle to lower economic status, parental marital status and good parent relationship but lack of parental supervision. Given the majority of socialization skills and the psychological condition of the victim in either good ndash enough category. The majority of sexual abuses conducted in private place and happen at 10.01 a.m 04.00 p.m. when parents are working and 04.01 p.m. 10.00 p.m. when children are free to play out and out of parental supervision. As many as 59.2 of victims claimed to have coercion threat lure, pornography, and drugs alcohol using food or drink from the perpetrators. The majority of victims said they did not give any rejections caused by the threats lures of the perpetrators, or not knowing what she was doing was wrong, or done the sexual activity on the basis of loving each other. It is desirable for parents to make efforts to prevent children from becoming victims and prevent the occurrence of sexual abuse from recurring by teaching children about the boundaries between the opposite sex, using proper dresses, untouchable body parts, part of ldquo permitted touch rdquo and ldquo not permitted touches rdquo , how to give rejections, risky sexual behaviour and these consequences, also increase parental supervision of their children. "
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Asri Megaratri Pralebda
"ABSTRAK
Latar Belakang: Kejahatan seksual terhadap anak terjadi di seluruh dunia. Komnas
Perlindungan Anak Indonesia mencatat, telah terjadi 21.869.797 kasus pelanggaran hak
anak di Indonesia, dengan 42-58% merupakan kejahatan seksual terhadap anak dari tahun
2010 hingga 2014. Hal-hal yang terdapat pada diri anak, karakteristik keluarga serta
faktor lingkungan dapat menjadi faktor resiko bagi anak untuk menjadi korban kejahatan
seksual.
Tujuan: Mencari hubungan antara karakteristik keluarga sebagai faktor resiko dengan
kejadian kejahatan seksual anak.
Metode: Penelitian ini menggunakan desain kasus-kontrol dengan kasus berasal dari
rekam medik pasien anak korban kejahatan seksual periode Januari 2012-Desember 2014
sedangkan kontrol adalah anak bukan korban kejahatan seksual yang berobat di Poliklinik
Kiara RSCM selama bulan Oktober 2015. Sampel diambil menggunakan teknik
purposive sampling dan menggunakan kuesioner kekerasan seksual anak yang diadopsi
dari Guidelines WHO 2003. Analisis data menggunakan uji Chi-square dan dinyatakan
bermakna apabila p<0,05 lalu dilakukan perhitungan RO serta IK95%.
Hasil: Diperoleh 230 subyek pada setiap kelompok kasus dan kontrol, dengan rentang
usia 2-18 tahun. Kejadian kejahatan seksual meningkat sesuai dengan bertambahnya usia,
terbanyak (65,2%) pada remaja (12-17 tahun). Terdapat hubungan antara keberadaan
orangtua dengan kejahatan seksual anak (p=0,009; RO 1,84; IK 1,16-2,91), namun tidak
terdapat hubungan antara pendapatan keluarga (p=0,499; RO 0,88 IK=0,60-1,28) dan
anggota keluarga yang padat (p=0,641; RO 0,92; IK=0,64-1,32) dengan kejadian kejahatan
seksual anak.
Kesimpulan: Anak dengan orangtua tidak lengkap terbukti memiliki resiko untuk
terjadinya kejahatan seksual anak (RO 1,84; IK 1,16-2,91). Tingkat pendapatan keluarga
dan jumlah anggota keluarga tidak berhubungan dengan kejadian kejahatan seksual anak.

ABSTRACT
Background: Child sexual assault occurs all over the world. Indonesia National
Commission in Child Protection states that 42-58 % of 21,869,797 cases occured
between the years of 2010 to 2014. Risk factors that can contribute for a child
becoming a child sexual assault victim are the characteristic from the child, the
family and the environment.
Aim: This study was designed to discuss the relationship between the incidence of
child sexual assault with the characteristics of the family as a risk factor.
Method: samples for case-control study was taken by purposive sampling. The
case group were taken from medical records of child sexual assault victims during
Januay 2012 until Desember 2014, while the control group from non child sexual
victims who are outpatients of Clinic Kiara RSCM during Oktober 2015 using the
same questionare. Data is analiyzed using Chi-square and significant when
p<0.05. OR and CI 95% is also calculate.
Result: Both groups consists of 230 subjects, with an age range 2-18 years.
Incomparison with the control group. The incidence of child sexual assault
increases with age, the highest (65.2%) in adolescent (12-17 years). This study
showed a significant relationship between the presence of a parent towards the
incidence with child sexual assault (p=0.012, RO=1.88, CI=1.13-2.85), but
showed no significant relationship between family income (p=0.499, OR=0,88;
CI=0.60-1.28 ) and the number of family members ( p=0.641, RO=0.92, CI=0.641.32).
Conclusion:
The result showed that children who have complete parents have a
proven risk to become victims of child sexual assault. The level of family income
and the number of family members does not associated with the incidence of child sexual assault. ;Background: Child sexual assault occurs all over the world. Indonesia National
Commission in Child Protection states that 42-58 % of 21,869,797 cases occured
between the years of 2010 to 2014. Risk factors that can contribute for a child
becoming a child sexual assault victim are the characteristic from the child, the
family and the environment.
Aim: This study was designed to discuss the relationship between the incidence of
child sexual assault with the characteristics of the family as a risk factor.
Method: samples for case-control study was taken by purposive sampling. The
case group were taken from medical records of child sexual assault victims during
Januay 2012 until Desember 2014, while the control group from non child sexual
victims who are outpatients of Clinic Kiara RSCM during Oktober 2015 using the
same questionare. Data is analiyzed using Chi-square and significant when
p<0.05. OR and CI 95% is also calculate.
Result: Both groups consists of 230 subjects, with an age range 2-18 years.
Incomparison with the control group. The incidence of child sexual assault
increases with age, the highest (65.2%) in adolescent (12-17 years). This study
showed a significant relationship between the presence of a parent towards the
incidence with child sexual assault (p=0.012, RO=1.88, CI=1.13-2.85), but
showed no significant relationship between family income (p=0.499, OR=0,88;
CI=0.60-1.28 ) and the number of family members ( p=0.641, RO=0.92, CI=0.641.32).
Conclusion:
The result showed that children who have complete parents have a
proven risk to become victims of child sexual assault. The level of family income
and the number of family members does not associated with the incidence of child sexual assault. ;Background: Child sexual assault occurs all over the world. Indonesia National
Commission in Child Protection states that 42-58 % of 21,869,797 cases occured
between the years of 2010 to 2014. Risk factors that can contribute for a child
becoming a child sexual assault victim are the characteristic from the child, the
family and the environment.
Aim: This study was designed to discuss the relationship between the incidence of
child sexual assault with the characteristics of the family as a risk factor.
Method: samples for case-control study was taken by purposive sampling. The
case group were taken from medical records of child sexual assault victims during
Januay 2012 until Desember 2014, while the control group from non child sexual
victims who are outpatients of Clinic Kiara RSCM during Oktober 2015 using the
same questionare. Data is analiyzed using Chi-square and significant when
p<0.05. OR and CI 95% is also calculate.
Result: Both groups consists of 230 subjects, with an age range 2-18 years.
Incomparison with the control group. The incidence of child sexual assault
increases with age, the highest (65.2%) in adolescent (12-17 years). This study
showed a significant relationship between the presence of a parent towards the
incidence with child sexual assault (p=0.012, RO=1.88, CI=1.13-2.85), but
showed no significant relationship between family income (p=0.499, OR=0,88;
CI=0.60-1.28 ) and the number of family members ( p=0.641, RO=0.92, CI=0.641.32).
Conclusion:
The result showed that children who have complete parents have a
proven risk to become victims of child sexual assault. The level of family income
and the number of family members does not associated with the incidence of child sexual assault. "
2016
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Juliawati Utoro, supervisor
"Angka kejadian kekerasan seksual pada anak meningkat dari tahun ke tahun. Keluarga merupakan orang terdekat yang berperan penting dalam merawat anak pasca kekerasan seksual yang dialaminya. Tujuan dari penelitian ini adalah menggali pengalaman orang tua merawat anak yang mengalami kekerasan seksual. Partisipan dalam penelitian ini 5 orang tua yang anaknya mengalami kekerasan seksual yang dipilih secara purposive sampling. Metoda penelitian yang digunakan adalah fenomenologi deskriptif dengan analisis data content analysis Tema yang diperoleh ada 5 yaitu: membangun koping yang adaptif, memperhatikan perubahan anak, mengupayakan segala bentuk upaya pemulihan bagi anak, memberi dukungan emosional serta upaya antisipasi. Penelitian akan datang yang perlu diteliti bagaimana persepsi anak terhadap kondisi yang dialaminya pasca kekerasan seksual.

The incidence of child sexual violence increased from year to year. Family is the closest person who caring in treat for the child after sexual violence that experienced by him. The purpose of this research is to explore the experiences of parents to treat their child who have experienced sexual violence. Participants in this research are 5 parents whose their children suffered sexual violence. Participants were selected by purposive sampling. The method of research used is descriptive phenomenology of data analysis of content analysis. Theme obtained is 5 namely: build koping that adaptive, notice change child, trying entire recovery effort form for child, give emotional support as well as effort anticipation. To next research, that important, how the children with child sexual violence have maintained their condition after sexual violence.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2013
T36092
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ghina Rahmadinia Prayogo
"ABSTRAK
Belakang: Kekerasan pada anak menjadi sebuah masalah karena dapat mempengaruhi perkembangan dari seorang anak. Secara umum, lebih sulit untuk mengetahui prevalensi persis dari kejadian kekerasan seksual pada anak dibandingkan kekerasan fisik karena tidak semua kasus dilaporkan. Agar dapat dilakukan tindakan pencegahan, perlu diketahui faktor resiko apa yang dapat berpengaruh terhadap kejadian kekerasan seksual anak dari berbagai dimensi, termasuk lingkungan.Metode: Dilakukan penelitian kasus-kontrol pada 107 korban kekerasan seksual anak yang dibandingkan dengan 107 anak yang tidak mengalami kekerasan seksual. Data yang didapatkan berupa rekam medis dari RSUPN Cipto Mangunkusumo. Dilakukan uji chi-square dan penghitungan rasio odds untuk melihat hubungan faktor resiko dan kejadian kekerasan seksual anak.Hasil: Dari 107 sampel pada masing-masing kelompok, 71,96 sampel kelompok kasus dan 44,86 sampel kelompok kontrol tinggal di lingkungan padat penduduk. Didapatkan hasil yang bermakna secara statistik

ABSTRACT
Background Child abuse became a problem because it can affect a child rsquo s development. Generally, it is more difficult to know the exact prevalence of child sexual abuse compared to physical abuse because not all cases were recognised and reported. In order to be able to make prevention efforts, it is necessary to know the risk factors of child sexual abuse from every dimension, including environmental factors.Methods A case control study was done on 107 medical records sample from children who experienced sexual abuse and 107 medical records from children who did not. Data were obtained from Cipto Mangukusumo National Hospital. To identify the risk factors, chi square test was done and odds ratio were calculated.Result Out of 107 samples from each groups, 71,96 samples from case group and 44,86 samples from control group each lived in a densely populated area. A statistically significant result p"
2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adilla Afiani
"ABSTRAK
Penelitian ini dilakukan untuk mengeksplorasi fenomena victim-perpetrator cycle dalam kekerasan seksual yang terjadi di Indonesia dan bertujuan untuk melihat gambaran faktor-faktor yang berperan dalam siklus tersebut. Terdapat tiga orang partisipan dalam penelitian ini yang merupakan remaja yang sedang berhadapan dengan hukum terkait kasus kekerasan seksual di Jakarta. Pengambilan data dilakukan dengan metode in-depth interview, yang kemudian dianalisis dengan menggunakan analisis tematik. Hasil penelitian menunjukkan partisipan memiliki masalah self-control, adanya internalizing dan externalizing behavior terkait pengalaman kekerasan, memiliki masalah keluarga, berasal dari lingkungan rumah dan pertemanan yang berisiko terhadap paparan kekerasan seksual dan kekerasan fisik

ABSTRAK
This research was conducted as an exploration study toward victim perpetrator cycle in sexual abuse case in Indonesia and aimed to describe cotributing factors in that cycle. Three participants were involved in tis resarch who are juvenile prisoners with sexual abuse case in Jakarta. Researcher used an in depth interview methods in gathering the data and thematic analysis was conducted. The result shows that partcipants wee having self conrol problem, showing internalizing and externalizing behavior toward his sexual abuse experience, having family prolems, have been living in a risky peer and neighborhood environment with a high probability of sexual or physical abuse exposure. "
2017
S67073
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>