Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 72665 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Wulan Kencana Adjani
"Dengan meningkatnya ancaman nuklir dari Korea Utara di tahun  2000-an, pemerintah Korea Selatan memutuskan untuk memfokuskan upayanya dalam denuklirisasi Semenanjung Korea salah satunya dengan  membangun rezim perdamaian permanen yang melibatkan penguatan hubungan dengan beberapa negara di antaranya, Negara Anggota ASEAN. Moon menjembatani kepentingan Korea Selatan di Asia Tenggara melalui New Southern Policy (NSP), suatu kebijakan yang secara kasat mata bertitik berat di segi ekonomi namun juga memiliki segi pertahanan dan keamanan wilayah. Dengan menggunakan metode deskriptif-analisis, penelitian ini mencoba menjelaskan strategi yang dilakukan oleh Pemerintahan Korea Selatan dalam upaya pembangunan keamanan di Semenanjung Korea melalui NSP, khususnya terkait dengan ketidaknyamanan hubungan negara dengan Korea Utara. Penemuan penelitian ini adalah melalui NSP, Moon Jae In melakukan pendekatan diplomasi preventif terhadap Korea Utara dengan bantuan Negara Anggota ASEAN. Hal ini dapat dibuktikan dengan pertemuan-pertemuan momentum yang terlaksana, walaupun hubungan kedua korea masih tidak tentu dan fluktuatif.

The increasing nuclear threat from North Korea in the 2000s made the South Korean government more focused on its efforts to denuclearize the Korean Peninsula, one of which was building a permanent peace regime that involved strengthening relations with several countries, including ASEAN countries. Moon bridges South Korea's interests in Southeast Asia through the New Southern Policy (NSP), a policy that at glance focuses on the economy but also has aspects of regional defense and security. Using the descriptive-analytical method, this study tries to explain the strategy carried out by the South Korean Government in efforts to develop security on the Korean Peninsula through the NSP, particularly related to the discomfort of the state's relations with North Korea. The finding of this research is that through the NSP, Moon Jae In took a preventive diplomacy approach towards North Korea with the help of ASEAN countries. This can be proven by the momentum meetings that have been held, even though the current relationship between the two Koreas is still uncertain and fluctuating. "
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Anisah Nabilah
"Penelitian ini membahas peningkatan kerja sama antara Korea Selatan dengan ASEAN dan India melalui New Southern policy pada masa pemerintahan Moon Jae-in di tahun 2017 - 2022 sebagai strategi dalam merespon rivalitas dua mitra pentingnya. Memanasnya hubungan Amerika Serikat dan Cina di awal periode kepemimpinan Moon Jae-in menempatkan Korea Selatan pada posisi dilematis dan tidak dapat berpihak kepada salah satunya yang merupakan mitra pentingnya. Amerika Serikat sebagai sekutu keamanan dan Cina sebagai mitra dagang terbesar negaranya merefleksikan ketergantungan Korea Selatan pada dua aspek tersebut kepada dua negara yang berkompetisi tersebut. Dengan posisi ini, Pemerintahan Moon Jae-in kemudian mengeluarkan New Southern Policy sebagai komponen kebijakan luar negerinya yang dapat menjadi salah satu upaya untuk mereduksi ketergantungan Korea Selatan terhadap Cina dan Amerika Serikat serta menghindari konsekuensi keberpihakan dalam rivalitas kedua negara tersebut. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dan teknik studi literatur dimana melalui konsep strategi hedging, studi ini menemukan bahwa Korea Selatan melakukan hedging ketiga dengan meningkatkan kerja sama dengan ASEAN dan India di bidang ekonomi yang salah satunya adalah penandatangan Free Trade Agreements, di bidang sosial-budaya dengan penyediaan beasiswa untuk masyarakat dari negara mitra NSP, dan di bidang politik keamanan dengan meningkatkan keaktifan pada forum-forum internasional.

This research discusses the increase in cooperation between South Korea and ASEAN and India through the New Southern policy during the Moon Jae-in administration in 2017-2022 as a strategy in responding to the rivalry between two important partners. The heated relations between the United States and China at the beginning of Moon Jae-in's leadership period put South Korea in a dilemmatic position and could not take sides with one of them, which was an important partner. The United States as a security ally and China as the country's largest trading partner reflect South Korea's dependence on the two competing countries in both aspects. With this position, the Moon Jae-in Government then issued the New Southern Policy as a component of its foreign policy which could be an effort to reduce South Korea's dependence on China and the United States and avoid the consequences of partisanship in the rivalry between the two countries. This research uses qualitative methods and literature study techniques where through the concept of hedging strategies, this study finds that South Korea conducts the third hedging by increasing cooperation with ASEAN and India in the economic field, one of which is the signing of Free Trade Agreements, in the socio-cultural field by providing scholarships for people from NSP partner countries, and in the political security field by increasing activeness in international forums."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Tracy Panthari
"Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kekuatan struktural dan strategi politik chaebol pada periode pemerintahan Moon Jae-in (2017-2022). Chaebol merupakan konglomerat industri di Korea Selatan yang dikendalikan oleh keluarga pendiri perusahaan dan mengandalkan jaringan kepemilikan lintas perusahaan yang kompleks dalam rangka mempertahankan kontrol manajerial yang ketat pada perusahaan utama dan afiliasi. Konsep kekuatan struktural dalam bisnis dan teori Corporate Political Strategy (CPS) digunakan sebagai kerangka analisis. Konsep kekuatan struktural menjadi lensa untuk menganalisis ikatan struktural yang terjalin antara chaebol dan elite politik pemerintahan, sedangkan teori CPS digunakan untuk menganalisis strategi politik yang dilakukan oleh chaebol. Melalui penelitian metode kualitatif dengan studi literatur dan wawancara tidak langsung melalui email, penulis memperoleh tiga temuan. Temuan dalam penelitian ini adalah upaya pemerintah Moon Jae-in untuk melakukan restrukturisasi terhadap chaebol tidak berjalan dengan efektif karena kekuatan struktural yang dimiliki dan strategi politik yang dilakukan oleh chaebol untuk mendukung program kebijakan pemerintahan Moon Jae-in. Kekuatan struktural yang dimiliki oleh chaebol tidak cukup untuk menggagalkan upaya restrukturisasi sehingga strategi politik perlu dilaksanakan untuk mencapai kepentingan bisnis chaebol. Strategi politik chaebol tersebut antara lain adalah melalui strategi proaktif dengan pendekatan relasional dan pada level partisipasi secara kelompok; strategi informasi berupa kedekatan personal, lobbying, dan mendanai proyek penelitian; strategi insentif keuangan berupa donasi politik; dan strategi pembangunan konstituen berupa kegiatan Corporate Political Strategy (CSR), public relations, dan membangun hubungan dengan media massa.

This study analyzes chaebols' structural power and political strategies during the Moon Jae-in administration (2017-2022). Chaebols are industrial conglomerates in South Korea that are controlled by the founding families of the companies and rely on complex cross-company networks of ownership to maintain tight managerial control over the leading and affiliated companies. The concept of structural power and the theory of Corporate Political Strategy (CPS) are used as analytical frameworks. Structural power becomes the lens for analyzing the structural ties between chaebols and political elites, while the CPS theory is used to analyze the political strategies carried out by chaebols. Through qualitative research method with literature studies and indirect interview via e-mail, this research obtained three findings. The findings of this research show that the attempts of the Moon Jae-in government to restructure the chaebols were not conducted effectively due to the chaebols' structural power and political strategies to support the government's policy programs. The chaebols' structural power was insufficient; therefore, political strategies had to be carried out to achieve the chaebols' business interests. The chaebols' political strategies include proactive strategies with a relational approach and at the level of group participation; the information strategy through personal closeness, lobbying, and research project funding; the financial incentive strategy through political donations; and the constituent expansion strategy through Corporate Political Strategy (CSR), public relations, and building connections with media."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ali Reza Syahroni
"Penelitian ini membahas tentang sikap presiden Moon Jae-In dalam penempatan THAAD (Terminal High Altitude Area Defense atau.). THAAD adalah sistem pertahanan terhadap rudal jarak pendek dan jarak menengah. Pada bulan Februari tahun 2016, Korea Selatan dan Amerika Serikat mencapai kesepakatan mengenai rencana penempatan THAAD di Korea Selatan. Dalam proses mencapai kesepakatan ini, Korea Selatan menghadapi pertimbangan yang rumit yang bersifat internal (meningkatkan keamanan nasional) dan eksternal (kemungkinan muncul penolakan dari Tiongkok dan Rusia). Terlebih lagi di tengah proses pelaksanaan penempatan THAAD terjadi pergantian pemerintahan dari Park Geun-Hee ke Moon Jae-In. Tiongkok menggunakan beberapa media resmi maupun tidak resmi untuk menekan Korea Selatan selama masa pemerintahan Park Geun-Hee. Permasalahan ini terus bergulir hingga pemerintahan berganti ke Moon Jae-In, namun pada akhirnya permasalahan THAAD dapat diselesaikan. Latar belakang ini merumuskan pertanyaan penelitian, yaitu faktor apa yang melatarbelakangi sikap Moon Jae-In terkait dengan penempatan THAAD? Dengan menerapkan metode deskriptif-analisis, penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan latar belakang yang mendorong Moon Jae-In untuk menyelesaikan konflik terkait penempatan THAAD. Hasil analisis menunjukkan bahwa terdapat faktor politik, ekonomi, dan sosial yang mendorong terjadinya perubahan terkait konflik penempatan THAAD di masa pemerintahan Moon Jae-In.
.....This research discusses the attitude of President Moon Jae-In in THAAD placement. THAAD is a defense system against short and medium-range missiles. In February 2016, South Korea and the United States reached an agreement on the plan to deploy Terminal High Altitude Area Defense or THAAD in South Korea. In the process of reaching this agreement, South Korea faces complex considerations that are both internal (increasing national security) and external (possible resistance from China and Russia). Moreover, in the middle of the process of implementing THAAD placement, there was a change of government from Park Geun-Hee to Moon Jae-In. China used several official and unofficial media to pressure South Korea during Park Geun-Hee's reign. This problem continued until the government changed to Moon Jae-In, but in the end the THAAD problem was resolved. This background formulates the research question, namely what factors are behind Moon Jae-In's attitude regarding THAAD placement? By applying the descriptive-analysis method with data sources in the form of online media, this study aims to explain the background that drives Moon Jae-In to resolve conflicts related to THAAD placement. The results of the analysis show that there are political, economic, and social factors that drive changes related to the conflict over the placement of THAAD during the reign of Moon Jae-In."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2021
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Putri Nabila Nur Fitriana
"Dengan meningkatnya perselisihan yang terjadi di antara Tiongkok dan Amerika Serikat, seperti konflik Terminal High Altitude Area Defense (THAAD) Korea-Tiongkok pada 2016 dan penerapan nasionalisme ekonomi pada masa pemerintahan Presiden Trump membuat Korea Selatan sadar bahwa ketergantungan terhadap negara-negara adidaya harus segera dikurangi. Oleh karena itu, tidak lama setelah menjabat sebagai presiden, Presiden Moon Jae In akhirnya berinisiatif untuk membuat New Southern Policy (NSP), yaitu kebijakan luar negeri baru yang berfokus pada bumi bagian selatan (ASEAN dan India) untuk mengurangi ketergantungan ekonomi Korea Selatan terhadap negara adidaya. ASEAN, terutama Indonesia, berperan besar atas suksesnya NSP. Hal ini memberikan dampak positif bagi iklim kerja sama dan perekonomian bagi Indonesia maupun Korea Selatan. Berdasarkan latar belakang ini, kemudian dirumuskan pertanyaan penelitian berupa bagaimana respon Indonesia serta dampak yang dihasilkan dari kerja sama Korea-Indonesia melalui kebijakan NSP?. Dengan itu, penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan respon Indonesia dan perubahan yang dihasilkan dari kerja sama ekonomi yang dilakukan melalui kebijakan NSP. Metode penelitian deskriptif-kualitatif juga digunakan untuk menjelaskan respon dan dampak kebijakan tersebut terhadap perekonomian Indonesia. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa kebijakan NSP membuat hubungan bilateral, terutama dalam aspek ekonomi, kedua negara menjadi semakin erat melalui peningkatan tingkat kemitraan dari level Strategic Partnership menjadi Special Strategic Partnership.

Amidst the increasing disputes between China and the United States, such as the Korea-China Terminal High Altitude Area Defense (THAAD) conflict in 2016 and the implementation of economic protectionism during President Trump's administration, South Korea realised that their dependence on superpowers must be reduced immediately. Therefore, not long after taking office, President Moon Jae In had the initiative to create the New Southern Policy (NSP), the new foreign policy that focuses on the southern hemisphere (ASEAN and India) aimed to reduce South Korea's economic dependence on the superpowers. ASEAN, especially Indonesia, played a major role in the success of the NSP. This resulted in positive impacts on both bilateral cooperation and the economic aspect for Indonesia and South Korea. As follows, then formulates a research question of how is Indonesia's response and what are the impacts of Korea-Indonesia cooperation through the NSP? With that in mind, this study aims to explain Indonesia's response and the results from economic cooperation carried out through the NSP. Thus, the descriptive- qualitative research method is utilised to explain the response and impacts of this policy to Indonesia’s economy. The findings of this study show that the NSP improved bilateral relations, particularly in economic aspects, between the two nations by raising the level of collaboration from the Strategic Partnership level to the Special Strategic Partnership. "
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Myland, Kim
"Para bajak laut Jepang atau yang dikenal sebagai Wakō, mulai aktif sejak abad ke-13 hingga abad ke-16 di sepanjang semenanjung Korea dan pantai selatan Cina. Aktifitas mereka menimbulkan keresahan dan kekacauan dalam bidang ekonomi, baik di Korea maupun di Cina. Kondisi ini menyebabkan Korea dan Cina beberapa kali mengirim utusan ke Jepang untuk mengatasi keberadaan Wakō, namun baru mendapat perhatian serius setelah Istana Utara dan Istana Selatan di Jepang berhasil disatukan, khususnya setelah Ashikaga Yoshimitsu memutuskan untuk berdagang secara resmi dengan pemerintah Ming di Cina pada tahun 1401. Tindakan kriminal para bajak laut ini dipicu oleh masalah ekonomi. Musim panas pada tahun 1222 menyebabkan kekeringan melanda daerah asal mereka di Tsushima, Iki, Goto dan Matsura. Di saat yang sama, kondisi politik Korea dan Cina pun sedang mengalami kekacauan akibat serangan bangsa Mongol di utara Korea dan usaha pemberontakan rakyat Cina untuk menjatuhkan dinasti Yuan, pemerintahan bangsa Mongol di Cina. Akibatnya, para bajak laut ini memanfaatkan situasi politik Korea dan Cina untuk menjarah wilayah selatan mereka yang lemah.

The Japanese pirates, known as Wakō, active since the 13th century until the 16th century along the Korean peninsula and the southern China coast. Their activities cause unrest and chaos in the economic field, both in Korea and in China. This condition led to Korea and China several times to send their envoys to Japan to overcome Wako existence, but they got serious attention after the North Castle and South Castle in Japan managed to put together, especially after Ashikaga Yoshimitsu officially decided to trade with the Ming government in China in 1401 . Criminal action of these pirates was triggered by economic problems. The summer in 1222 caused drought. This led to their home areas in Tsushima, Iki, Goto and Matsura. At the same time, political conditions of Korea and China are also mess due to Mongol attacks in northern Korea and China business a popular uprising to overthrow the Yuan Dynasty, the Mongol rule in China. As a result, these pirates take advantage of the political situation of Korea and China to plunder the weak southern region.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2013
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Meyer, Stephenie, 1973-
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2009
813 MEY n
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
cover
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>