Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 218774 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Lia Al Maulidiyah
"Dalam lingkup organisasi, kinerja menjadi topik yang penting untuk diteliti karena perannya yang krusial bagi masa depan dan keberlangsungan organisasi. Pada pramuniaga, khususnya kinerja tugas, dianggap sebagai aspek yang paling penting dan berpengaruh dalam menilai performanya. Disamping itu, kerja emosional diketahui sebagai aturan tampilan yang banyak dijumpai pada pekerja lini depan seperti karyawan pramuniaga. Sehingga penelitian ini berusaha untuk melihat hubungan antara kerja emosional dan kinerja tugas, namun melalui peran mediasi dari kelelahan emosional. Penelitian ini mengambil partisipan sebanyak 58 orang yang bekerja sebagai pramuniaga pada industri ritel. Tiga Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah Emotional Labor Scale (ELS), Maslach Burnout Inventory (MBI), dan Individual Work Performance Scale (IWPS). Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelelahan emosional tidak memediasi hubungan antara kerja emosional (akting permukaan dan akting mendalam) dengan kinerja tugas. Namun ditemukan bahwa penggunaan strategi akting permukaan mampu membuat karyawan pramuniaga ritel mengalami tingkat kelelahan yang lebih tinggi karena hubungannya yang signifikan dan positif.

Within the scope of the organization, performance is an important topic to be researched because of the facts that are crucial for the future and sustainability of the organization. To salesperson task performance are considered the most important and influential aspect in assessing their performance. In addition, emotional labor is known to be a display rule that is often found in front-line workers such as salesperson. So this study seeks to examine the relationship between emotional labor and task performance, through the mediating role of emotional exhaustion. This study collected data from 58 participants who work as salesperson in the retail industry. The three instruments used in this study were the Emotional Labor Scale (ELS), the Maslach Burnout Inventory (MBI), and the Individual Work Performance Scale (IWPS). The results showed that emotional exhaustion did not mediate the relationship between emotional labor (surface acting and deep acting) and task performance. However, the use of surface acting strategy is able to make retail salesperson experience higher exhaustion due to significant and positive relations."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fidela Evaniasari
"Kemampuan berpikir kritis termasuk kemampuan abad 21 yang esensial untuk mahasiswa. Semakin mudahnya akses informasi mengharuskan mahasiswa untuk mampu berpikir kritis agar dapat mengelola informasi dengan tepat. Kemampuan berpikir kritis juga sangat penting di dunia kerja sehingga mahasiswa perlu meningkatkan kemampuan tersebut sejak tingkat pertama perkuliahan. Penelitian ini hendak menelusuri peran kesadaran metakognitif sebagai mediator dalam hubungan antara kecerdasan emosional dan kemampuan berpikir kritis. Kemampuan berpikir kritis pada penelitian ini diukur dengan Tes Analog yang dikembangkan oleh Suleeman & Christia (2016), kecerdasan emosional diukur dengan Trait Emotional Intelligence Questionnaire-Short Form (TEIQue-SF) oleh Petrides (2009) yang diadaptasi ke bahasa Indonesia oleh Deminiz (2019), dan kesadaran metakognitif diukur dengan Metacognitive Awareness Inventory (MAI) oleh Schraw & Dennison (1994) yang diadaptasi oleh Abdullah (2015) ke dalam bahasa Indonesia. Partisipan pada penelitian ini berjumlah 100 mahasiswa tahun pertama berusia 17–22 tahun (M = 19.10), dengan partisipan perempuan berjumlah 83 orang (83%) dan partisipan laki-laki 17 orang (17%). Penelitian ini merupakan penelitian non-eksperimental menggunakan metode analisis regresi sederhana. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kesadaran metakognitif (M = 153.81, SD = 12.52) berperan dalam memediasi secara penuh (fully mediated) hubungan kecerdasan emosional dengan kemampuan berpikir kritis (indirect effect = 0.0342, BootSE = 0.0190, CI[0.0014,0.0751]), sedangkan efek langsung dari kecerdasan emosional terhadap kemampuan berpikir kritis tidak menunjukkan signifikansi (direct effect = 0.0250, SE = 0.0239, CI [-0.0224,0.0723]).

Critical thinking skill is an essential 21st century skill set for college students. Increased access to information requires students to be able to think critically in order to manage information accurately. Critical thinking skill is also very important in the workplace, so it is necessary for undergraduate students to improve the skill since the very first-year of college. This study aims to understand the role of metacognitive awareness as a mediator in the relationship between emotional intelligence and critical thinking skill. In this study, critical thinking skill is measured with Tes Analog developed by Suleeman & Christia (2016), emotional intelligence with Trait Emotional Intelligence Questionnaire-Short Form (TEIQue-SF) by Petrides (2009) which has been adapted into the Indonesian language by Deminiz (2019), and metacognitive awareness with Metacognitive Awareness Inventory (MAI) by Schraw & Dennison (1994) that has been adapted into the Indonesia language by Abdullah (2015). Participants in this study are 100 first-year students aged 17–22 (M = 19.12), with 83 female participants (83%) and 17 male participants (17%). This study is a non-experimental research using simple regression analysis methods. The result of this study indicates that metacognitive awareness (M = 153.81, SD = 12.52) plays a role in mediating the relationship of emotional intelligence with critical thinking (indirect effect = 0.0342, BootSE = 0.0190, CI[0.0014,0.0751]). Meanwhile, the direct effect of emotional intelligence on critical thinking skills does not show any significance (direct effect = 0.0250, SE = 0.0239, CI[-0.0224,0.0723])."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Thalia Zamira
"Siswa SMK yang menjalani kurikulum berorientasi kerja yang dilengkapi kegiatan magang, diharapkan untuk dapat memilih pilihan karir yang sesuai bidang studinya. Walaupun begitu, hasil wawancara awal menunjukkan siswa SMK masih mengalami kesulitan dalam pengambilan keputusan karirnya. Seharusnya melalui pengalaman magang ini siswa SMK memiliki kecerdasan emosional dan goal commitment yang dapat membuat mereka tidak mengalami kesulitan dalam pengambilan keputusan karirnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji peran goal commitment sebagai mediator dalam hubungan antara kecerdasan emosional dan kesulitan pengambilan keputusan karir. Penelitian dilakukan pada satu SMK di Kabupaten Bogor pada 173 partisipan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa goal commitment terbukti berperan sebagai mediator parsial pada hubungan antara kecerdasan emosional dan kesulitan pengambilan keputusan karir. Dalam penelitian ini juga diuraikan mengenai keterbatasan dan saran-saran terkait.

Vocational high school students experienced a specially-designed curriculum with an internship program to accommodate them on transitioning into the working industry. Elicitation studies show that vocational high school students had career decision making difficulties. The internship program is supposed to enrich students’ emotional intelligence and goal commitment that would prevent career decision making difficulties to occur. This research aims to study the mediation effect of goal commitment in the relationship between emotional intelligence and career decision making difficulties. This research is conducted in a vocational high school in Bogor with a total of 173 participants. Result shows that goal commitment plays a partial mediation role in the relationship of emotional intelligence and career decision making difficulties. This research will also present the limitations and suggestions for future study."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siwa Kantha Subhiksa
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek mediasi dari dimensi-dimensi emotional labor, yakni deep acting dan surface acting sebagai mediator dalam hubungan antara trait stabilitas emosi dan komitmen afektif dalam konteks industri budget hotel. Data komitmen afektif dikumpulkan dengan menggunakan alat ukur komitmen afektif dari Allen dan Meyer (1990). Data trait stabilitas emosi menggunakan 10 aitem dari alat ukur trait stabilitas emosi IPIP-NEO dan deep acting serta surface acting menggunakan Hospitality Emotional Labor Scale (HELS) dari Kruml dan Geddes (2000). Partisipan penelitian adalah 66 individu yang bekerja pada industri budget hotel. Data dianalisis menggunakan Hayes PROCESS macro ver. 3.4. pada software IBM SPSS. Hasil analisis menunjukkan bahwa deep acting memediasi hubungan antara trait stabilitas emosi dengan komitmen afektif, sedangkan surface acting tidak memediasi hubungan antara trait stabilitas emosi dengan komitmen afektif. Peneliti kemudian membentuk modul pelatihan selama tiga sesi dalam kurun waktu seminggu untuk meningkatkan kemampuan deep acting dikarenakan deep acting terbukti memediasi hubungan antara trait stabilitas emosi dengan komitmen afektif pada karyawan budget hotel. Intervensi direncanakan dilakukan pada sepuluh orang karyawan dari sebuah budget hotel yakni Hotel X. Tiga tahapan evaluasi dijadwalkan dengan pendekatan paired t-test yang menggunakan metode Wilcoxon pada IBM SPSS 3.4 sebagai evaluasi akhir efektivitas intervensi, terutama untuk mengetahui perbedaan rata-rata antara skor deep acting dan skor komitmen afektif sebelum dan sesudah intervensi. Untuk memastikan penerapan pelatihan dan memberikan data real-time kondisi emosi peserta dalam pekerjaan keseharian aplikasi android Mood Vibe digunakan. Diskusi lebih lanjut serta saran penelitian dijelaskan pada bab terakhir penelitian ini.

The present study investigates emotional labor dimensions' influence, namely deep acting and surface acting as a mediator in the relationship between emotional stability traits and affective commitment within budget hotel industry. Affective commitment data were collected using affective commitment scale from Allen and Meyer (1990). Emotional stability traits used 10 items from IPIP-NEO emotional stability trait scale, while deep acting and surface acting were assessed by Hospitality Emotional Labor Scale (HELS) developed by Chu and Murrmann's (2006). Research participants were 66 individuals who work in budget hotel category. Data were analyzed using Hayes’ PROCESS macro ver. 3.4. on SPSS software. Results showed that deep acting mediated the relationship between emotional stability trait and affective commitment, while surface acting had no mediating effect on the relationship between emotional stability trait and affective commitment. Furthermore, the researcher formed a training module for three sessions within a week to improve deep acting skills for deep-acting was proven to have mediating effect on emotional stability traits and affective commitment. Training intervention planned to be carried out on ten employees from a budget hotel, namely Hotel X. Three stages of evaluation scheduled with paired t-test approach using Wilcoxon method on IBM SPSS 3.4 as a final evaluation of intervention effectiveness, especially to found significant difference in the mean between deep acting and affective commitment scores before and after intervention program given. Mood Vibe application was used to support the application of deep acting capabilities in daily work activities. Further discussion and research suggestions are discussed."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Renita Dewi, supervisor
"Banyak studi sebelumnya yang meneliti hubungan antara emotional labor dan job satisfaction, namun masih sedikit yang membahas terkait peran emotional exhaustion sebagai mediator dalam hubungan tersebut, terutama pada karyawan sales ritel. Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan emotional labor dan job satisfaction melalui peran mediasi emotional exhaustion. Partisipan penelitian merupakan karyawan sales ritel Jabodetabek yang berjumlah 86 orang. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian adalah Job in General, Emotional Labor Scale, dan Maslach Burnout Inventory. Hasil analisis mediasi menunjukkan bahwa emotional exhaustion mampu memediasi hubungan antara surface acting dan job satisfaction, namun tidak menemukan adanya peran mediasi emotional exhaustion dalam hubungan antara deep acting dan job satisfaction. Ini menjelaskan semakin sering karyawan sales ritel menggunakan surface acting maka semakin karyawan akan merasakan emotional exhaustion yang berdampak pada rendahnya tingkat job satisfaction. Tetapi strategi deep acting yang digunakan karyawan, tidak terbukti memiliki pengaruh terhadap emotional exhaustion, sehingga faktor tersebut tidak dapat berperan sebagai mediator dalam hubungan antara emotional labor dan job satisfaction.

Many studies have discussed the relationship between emotional labor and job satisfaction, but only few have discussed the role of emotional exhaustion as a mediator in this relationship, especially among retail sales person. This study aims to examine the relationship of emotional labor and job satisfaction through the mediation role of emotional exhaustion. Data for this study was collected from 86 retail sales person from Jabodetabek. The instruments that the study used were Job in General, Emotional Labor Scale, and Maslach Burnout Inventory. The mediation analysis showed that emotional exhaustion is able to mediate the relationship between surface acting and job satisfaction. However, there was no mediating role of emotional exhaustion in the relationship between deep acting and job satisfaction. These explain that the more often retail sales person use surface acting, the more he or she will feel emotional exhaustion which result in low level of job satisfaction. But the deep acting strategies that retail sales person used, are not proven to have an influence on emotional exhaustion, so this factor cannot be the mediator in relationship between emotional labor and job satisfaction.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Putri Amalia Oktaviani
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh dari kepuasan kerja dan emotional exhaustion terhadap komitmen afektif perawat di Rumah Sakit XYZ. Responden dari penelitian ini adalah 185 orang perawat di Rumah Sakit XYZ cabang Bekasi. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain deskriptif dan konklusif serta menggunakan structural equation model.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa kepuasan kerja berpengaruh positif dan signifikan pada komitmen afektif dan emotional exhaustion berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kepuasan kerja, sedangkan emotional exhaustion tidak berpengaruh terhadap komitmen afektif.

The aim of this research is to study the effect of job satisfaction and emotional exhaustion to nurses affective commitment at Hospital XYZ. The respondents of this study were 185 nurses in Hospital XYZ branch Bekasi. This research is quantitative descriptive and conclusive interpretive and using structural equation model.
The result of this research found that job satisfaction have positive and significant effect to affective commitment, emotional exhaustion have negative and significant effect to job satisfaction, and emotional exhaustion doesn't have effect on job satisfaction.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2015
S61321
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Novita Devianty Mawardi
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh work-family conflict dan family-work conflict terhadap dua konsekuensi, yaitu konsekuensi pekerjaan kepuasan kerja dan komitmen afektif dan konsekuensi kesehatan kepuasan hidup dan emotional exhaustion pada pegawai Inspektorat Jenderal Kementerian Kesehatan RI. Penelitian ini dilakukan terhadap 272 responden yang merupakan pegawai Inspektorat Jenderal Kementerian Kesehatan RI yang berlokasi di Jakarta. Data yang didapatkan dari responden kemudian diolah dan dianalisis menggunakan metode structural equation modelling.
Hasil penelitian ini membuktikan bahwa work-family conflict dan family-work conflict berpengaruh negatif terhadap kepuasan kerja dan komitmen afektif dan mempunyai pengaruh positif terhadap emotional exhaustion.Namun work ndash;family conflict dan family-work conflict tidak terbukti berpengaruh secara signifikan terhadap kepuasan hidup yang dirasakan oleh pegawai Itjen Kemenkes RI. Oleh karena itu untuk meningkatkan kepuasan kerja dan komitmen afektif, organisasi dapat menerapkan kebijakan untuk meminimalisir konflik yang terjadi pada para pegawainya dan dapat menurunkan tingkat emotional exhaustion sekaligus meningkatkan kepuasan hidup pegawai seperti meningkatkan kualitas dan kuantitas daycare di lingkungan kantor, penentuan kebijakan yang tepat untuk diberlakukan kepada pegawai dan menyeimbangkan beban kerja yang diberikan kepada masing-masing pegawai.

This study aims to determine the effect of work family conflict and family work conflict against two consequences, namely job consequences job satisfaction and affective comitment and health consequences life satisfaction and emotional exhaustion to the employees of the Inspectorate General of the Ministry of Health of Republic of Indonesia. Data obtained from 272 respondents were then processed and analyzed using structural equation modeling.
The results of this study prove that the work family conflict and family work conflict have a negative effect on job satisfaction and affective commitment and have a positive effect on emotional exhaustion.However, work family conflict and family work conflict are not proven to significantly affect life satisfaction felt by employees of the Inspectorate General of the Ministry of Health of Republic of Indonesia. Therefore, to improve job satisfaction and affective commitment, organizations can implement policies to minimize the conflict on their employees and to reduce the level of emotional exhaustion and increase life satisfaction of employees such as improving the quality and quantity of daycare in the office environment, determination of appropriate policies to be applied to employees and balancing the workload given to each employee.emotional exhaustion, family work conflict, kepuasan hidup, kepuasan kerja, komitmen afektif, pegawai sektor publik, work family conflict.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2017
T48097
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zahra Putri Hapshari
"Penelitian terdahulu menunjukkan bahwa kedekatan dengan alam dan kecerdasan emosional saling berhubungan dengan kebahagiaan. Hanya saja, belum ada penelitian lanjutan yang meneliti tentang bagaimana sesungguhnya hubungan tersebut. Penelitian ini dilakukan dengan bertujuan untuk melihat peran kecerdasan emosional sebagai variabel moderator dalam hubungan antara kedekatan dengan alam dan kebahagiaan hidup. Penelitian ini merupakan penelitian dengan desain korelasional yang melibatkan 228 responden dewasa muda. Hasil yang di dapat menunjukkan bahwa kecerdasan emosional dapat memoderatori hubungan antara kedekatan dengan alam dan kebahagiaan hidup pada dewasa muda. Secara spesifik penelitian ini membuktikan bahwa individu dengan tingkat kedekatan alam yang tinggi akan memiliki kebahagiaan hidup yang tinggi pula jika memiliki kecerdasan emosional yang tinggi.

Previous research has shown that nature relatedness and emotional intelligence are both related with happiness. However, there has been no further research that examines how the relationship really is. Therefore, this study was conducted with the aim of looking at the role of emotional intelligence as a moderating variable in the relationship between nature relatedness and happiness. This research is a correlational research design involving 228 young adult respondents. The results shows that emotional intelligence can moderate the relationship between nature relatedness and happiness in young adults. Specifically this research proves that a person with a high level of natural relatedness will have a high happiness in life if they have a high level of emotional intelligence."
Depok: Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tamara Hanan Zhafirah
"Pekerjaan awak kabin memiliki tuntutan emosional kerja yang tinggi. Dalam pekerjaannya, awak kabin dituntut untuk melayani penumpang dengan sikap ramah dan bersahabat. Namun, tuntutan ini dikhawatirkan dapat menimbulkan kelelahan mental pada diri awak kabin. Penelitian ini berusaha mencari tahu hubungan antara tuntutan emosional kerja dan kelelahan mental di pekerjaan awak kabin. Tuntutan emosional kerja diukur menggunakan Copenhagen Psychosocial Questionnaire (COPSOQ) dan kelelahan mental diukur menggunakan Oldenburg Burnout Inventory (OLBI). Penelitian ini menggunakan 45 sampel partisipan yang merupakan awak kabin dari berbagai maskapai penerbangan Indonesia. Hasil analisis korelasi Pearson menunjukkan tuntutan emosional kerja memiliki hubungan yang positif dan signifikan dengan kelelahan mental r43 = 0,52, p < 0,05. Temuan ini mengindikasikan bahwa semakin tinggi tuntutan emosional kerja pada pekerjaan awak kabin, maka semakin tinggi juga tingkat kelelahan mental yang dialami awak kabin. Dengan demikian, maskapai penerbangan dapat memberikan intervensi atau pelatihan lebih lanjut kepada awak kabin mengenai regulasi emosi dalam pekerjaan."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Irna Windu Prasetyani
"Penelitian dilakukan untuk mengetahui pengaruh kecerdasan emosional sebagai faktor pendorong kinerja pegawai melalui mediasi psychological capital dan work engagement pada Pegawai Negeri Sipil. Responden penelitian adalah seluruh Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat Kementerian Kesehatan RI baik yang bertugas di kantor pusat maupun di Unit Pelaksana Teknis. Total responden dalam penelitian ini berjumlah 254 orang dan structural equation modelling digunakan sebagai metode analisis data. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kecerdasan emosional berpengaruh signifikan terhadap kinerja pegawai. Selain itu, psychological capital dan work engagament juga terbukti memediasi pengaruh kecerdasan emosional terhadap kinerja pegawai. Saran yang dapat diberikan bagi organisasi salah satunya adalah menyelenggarakan pelatihan dengan topik kecerdasan emosional melalui metode gamifikasi agar memicu keaktifan peserta dan memudahkan dalam memahami topik yang disampaikan.

This study aims to determine the effect of emotional intelligence values as an antecedent of job performance through the mediation of psychological capital and work engagement among civil servants. Respondents are civil servants at the Directorate General of Public Health, Ministry of Health RI, both in the head office and in the Technical Implementation Unit. The total respondents in this study were 254 civil servants and structural equation models are used as analysis methods. The results indicated emotional intelligence influence job performance. In addition, psychological capital and work engagement are also proven to be a mediator of the effect of emotional intelligence on job performance. The implication to managerial is to build training on the topic of emotional intelligence through the gamification method to trigger the participants' activeness and make it easier to understand the topics presented."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>