Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 57770 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Muhammad Rafly
"Penelitian ini menganalisis praktik-praktik patriarki, khususnya melalui tokoh Shigure terhadap tokoh Akito dalam anime shoujo berjudul Fruits Basket (2019) karya Natsuki Takaya. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analisis dengan patriarchy theory dari Barbara Smuts didukung oleh konsep gender identity oleh Judith Butler sebagai pilar utama teori studi ini. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Akito sebagai seorang tokoh perempuan pada awalnya digambarkan sebagai “laki-laki” dengan identitas gender maskulin (masculine-female). Namun, dalam perjalanan romansanya dengan Shigure, banyak tekanan dan dominasi yang dilakukan oleh Shigure kepada Akito, yang menunjukkan bagaimana budaya patriarki terwujud dalam anime ini. Sejalan dengan patriarchy theory Barbara Smuts, berbagai praktik patriarki Shigure antara lain adalah kontrol Shigure terhadap Akito melalui sumber daya dan bahasa, strategi Akito yang justru menciptakan dominasi Shigure dan formasi hirarki antara Shigure dan tokoh lain, serta berkurangnya sekutu Akito yang memudahkan dominasi dan kendali Shigure. Dengan berbagai praktik patriarki di atas, Akito pada akhirnya menyerah pada tekanan dan dominasi Shigure, dan Akito pun dengan sukarela merubah identitas gendernya menjadi seorang “perempuan” yang feminin (feminine-female). Temuan ini sangat menarik karena melalui anime Fruits Basket dapat dilihat bagaimana budaya patriarki dan relasi gender tradisional Jepang masih bertahan dalam masyarakat Jepang dewasa ini.

This study analyzes patriarchal practices, especially through the character of Shigure and Akito in the shoujo anime Fruits Basket (2019) by Natsuki Takaya. The method used in this study is a descriptive analysis method with the patriarchy theory of Barbara Smuts and supported by the concept of gender identity by Judith Butler as the main theory of this study. The results showed that Akito as a female character was initially described as "male" with masculine gender identity (masculine-female). However, in the course of his romance with Shigure, Shigure puts a lot of pressure and domination on Akito, which shows how patriarchal culture is manifested in this anime. In line with Barbara Smuts's theory of patriarchy, Shigure's various patriarchal practices include Shigure's control of Akito through resources and language, Akito's strategy which creates Shigure's domination and hierarchical formation between Shigure and other figures, and the reduction of Akito's allies which facilitates Shigure's domination and control. With the various patriarchal practices above, Akito finally succumbed to Shigure's pressure and domination, and Akito changed his gender identity to become a "feminine-female". This finding is very interesting because through Fruits Basket, it can be seen how patriarchal culture and traditional Japanese gender relations still persist in Japanese society today."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Septantyo Tri Pamungkas
"Skripsi ini membahas tentang penokohan dari tokoh Kaname Madoka dalam anime Mahou Shoujo Madoka Magica. Dengan menggunakan teori tokoh utama oleh Sudjiman, penulis mengkaji anime ini dengan metode deskriptif analisis. Analisis menunjukkan bahwa Madoka adalah tokoh utama karena intensitas hubungan dengan tokoh lainnya menggerakkan alur cerita. Anime ini menunjukkan perbedaan dengan anime mahou shoujo lainnya karena figur mahou shoujo memberikan kesan negatif, berbeda dengan yang sebelumnya yang menjadikan mahou shoujo sebagai figur kebaikan. Anime ini memiliki pesan moral untuk terus berpegang teguh pada harapan dalam situasi seburuk apapun.

This thesis explains about character analysis of Kaname Madoka from Mahou Shoujo Madoka Magica anime. Writer will analyze this anime with descriptive analytic method by applying Sudjiman?s theory of main character. Analysis shows that Madoka is a main character because of her intensive interactions with other characters makes the plot flowing. This anime shows difference between older mahou shoujo animes because the figure of mahou shoujo has a negative impact, whereas older ones made mahou shoujo a figure of goodness. This anime also shows a moral message which is to keep clinging to hope no matter how bad the situation."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2016
S65211
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alaina Kiandri Indrayadi
"Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi makna tanda-tanda berupa elemen visual dan elemen naratif cerita untuk mengetahui karakteristik tokoh-tokoh utama dalam anime Mahou Shoujo Madoka Magica. Teori yang digunakan adalah metode karakterisasi oleh James H. Pickering dan Jeffrey D. Hoeper dan teori semiotika oleh Charles Sanders Pierce yang berfokus pada klasifikasi objek, yaitu ikon, indeks, dan simbol. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakteristik pada setiap tokoh-tokoh utama dalam anime Mahou Shoujo Madoka Magica, baik dari elemen visual maupun elemen naratif, memiliki makna yang masing-masing berhubungan dengan cerita yang dialami tokoh-tokoh utama dan apa yang ingin disampaikan oleh penciptanya. Anime Mahou Shoujo Madoka Magica memanfaatkan tanda-tanda berupa elemen visual dan naratif untuk menggambarkan karakteristik tokoh-tokohnya dan memperkaya pengalaman naratif bagi penonton.

This study aims to identify the meaning of signs in the form of visual elements and narrative elements of the story to determine the characteristics of the main characters in the anime Mahou Shoujo Madoka Magica. Theories used in this research are characterization method by James H. Pickering and Jeffrey D. Hoeper and the semiotic theory by Charles Sanders Pierce which focuses on the classification of objects, namely icons, index, and symbols. The method used in this research is qualitative method. The results showed that the characteristics of each main character in the anime Mahou Shoujo Madoka Magica, both from visual elements and narrative elements, have meanings that each relate to the story experienced by the main characters and what the creators want to convey. The anime Mahou Shoujo Madoka Magica utilizes signs in the form of visual and narrative elements to describe the characteristics of its characters and enrich the narrative experience for the audience."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Mugyanti Sumardi
Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2008
T25450
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
El-Saadawi, Nawal
Yogyakarta: IKAPI DKI, 2001
305.4 SAA ht
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Marielle Nabila Putri Setiawan Latief
"Jepang terkenal luas dengan layanan terpuji yang dapat ditemukan di setiap bisnis, terlepas dari apakah pelanggannya adalah tamu lokal atau tamu asing. Layanan khusus ini disebut ‘Omotenashi’, istilah yang berasal dari kata ‘motte’ yang berarti memegang dan ‘nashi’ yang berarti tidak ada, diringkas menjadi memberikan layanan terbaik tetapi 'tidak menerima' sebagai balasannya. Anime Isekai Shokudou bercerita tentang restoran ajaib dengan pintu yang terbuka ke dunia lain. Restoran tersebut menyediakan makanan untuk manusia dan makhluk di dunia lain setiap hari Sabtu saat pintu dibuka, dengan omotenashi sebagai layanannya. Dalam tulisan ini, penulis akan menganalisis representasi omotenashi dalam anime Isekai Shokudou dengan menggunakan teori Abdulellah Al-alsheikh tentang 3 elemen yang dimiliki omotenashi yaitu Shitsurai yaitu lingkungan fisik omotenashi dilakukan, Furumai berarti kegiatan omotenashi tersebut, dan Shikake adalah reaksi atau timbal balik pelanggan. Penelitian ini akan menggunakan analisis metode kualitatif. Hasil dan kesimpulan dari penelitian ini adalah budaya omotenashi yang ditampilkan di anime Isekai Shokudou sesuai dengan 3 elemen omotenashi, dan ditampilkan di keseluruhan anime.

Japan is widely known for commendable service that can be found in every kind of business, regardless if the customer is a local guest or a foreign guest. This special kind service is called ‘Omotenashi’ a term that derives from the word ‘motte’ meaning to hold and ‘nashi’ that mean none, summarized as to give the best of service but ‘take none’ in return. Isekai Shokudou anime tells about a magical restaurant with a door that opens to another world. The restaurant provide foods for people and creatures on the other world every Saturdays when the door opens, with omotenashi as its service. In this paper, the author will analyze the representation of omotenashi in the anime Isekai Shokudou by using Abdulellah Al-alsheikh's theory about the 3 elements that omotenashi has, namely Shitsurai which is the physical environment the omotenashi is carried out, Furumai means the omotenashi activity itself, and Shikake being the customer's reaction or feedback. This research will be using a qualitative method analysis. Results and conclusions of this study is the Omotenashi culture that is shown in the anime Isekai Shokudou corresponds to the 3 elements of Omotenashi, and it is shown in the entirety of the anime."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Budi Sulistiorini
"Manga, istilah Jepang untuk komik, adalah salah satu keistimewaan pada budaya popular Jepang masa kini. Manga, selain sebagai bacaan yang paling digemari di Jepang, dewasa ini mulai dikenal dan diterjemahkan dalam berbagai bahasa di dunia.Salah satu jenis manga yang unik, ialah shoujo manga, yaitu manga yang dibuat oleh wanita dan ditujukan untuk wanita.Seberapa banyak pembaca shoujo manga, dart apa saja pengaruhnya bagi pembacanya? Dalam skripsi ini penulis mencoba meneliti banyaknya pembaca shoujo manga dan pengaruh apa saja yang dibawa akibat membaca shoujo manga.Dari penelitian tersebut, jelas terlihat bahwa pembaca shoujo manga adalah mayoritas, karena 100% responden menyatakan membaca shojo manga. Selain itu, pengaruh yang dibawa juga lebih banyak positifnya, seperti menmberi hiburan dan meningkatkan percaya diri.Dalam skripsi ini, penulis juga mengupas sejarah manga dan shoujo manga sejak jaman kuno hingga perkembangannya dewasa ini."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2003
S13619
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Justin Yuversal
"Female Gaze merupakan sebuah konsep yang dikembangkan sebagai rekasi terhadap male gaze yang dikemukakan oleh Laura Mulvey di 1975. Konsep ini dapat didefiniskan sebagai persepektif kaum wanita terhadap dunia sekitar mereka tanpa memikirkan gender. Sejak penciptaannya, konsep ini telah digunakan oleh banyak orang untuk meneliti pengaruh dari pendapat dan pengaruh kaum wanita terhadap berbagai jenis media. Salah satu media tersebut adalah Taisho Otome Otogibanashi sebuah anime romansa yang berlatar di era Taisho Jepang. Meskipun era tersebut merupakan era yang cukup riuh, era ini telah digunakan sebagai latar dari berbagai karya bergenre sama. Female gaze berperan dalam penggambaran berbagai budaya era ini yang dapat dianggap bermasalah di masa modern. Konsep ini berperan dalam memperkuat perasaan Taisho Roman yang dapat ditemukan di banyak karya fiksi yang menggunakan era ini sebagai latar. Berkat hal tersebut, konsep ini mampu mengubah persepsi orang-orang dari era ini, dan menyebabkan mereka untuk mengabaikan segala masalah yang terdapat di era ini.

The Female Gaze is a concept that was created in reaction to the theory of male gaze put forward by Laura Mulvey in 1975. The concept itself can be defined as the perspective of women towards the world around them regardless of gender. Since its inception, the concept is used by many to study the effects of women’s opinion and perspective to various pieces of media. One such media is Taisho Otome Otogibanashi, a romance anime set during the Taisho era of Japan. Even though the era is a tumultuous one, it has been used as the background of many works of the romance genre. The female gaze is responsible in influencing the depiction of various culture of the era that would be considered problematic in the current age. It is responsible in amplfying the sense of Taisho Romance which is prevalent in so many works of fiction that uses the era as a background. Due to that, it was able to alter people’s perception of the era, and cause them to ignore any problems that might exist within it."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas ndonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Medina Andayanti
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2009
S5213
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Laily Amalia Savitri
"ABSTRAK
Penelitian ini berfokus pada masalah konstruksi identitas dalam fenomena cross-dressing yang ditinjau melalui studi terhadap lima shoujo manga. Konstruksi identitas ini diketahui melalui bentuk ekspresi identitas, identifikasi identitas gender, serta perubahan dan fungsi dari tindakan cross-dressing. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang menekankan pada penjelasan dan uraian argumentatif yang didukung dengan penelitian perpustakaan. Proses identifikasi identitas menggunakan kategori gender Bem dan konsep pertunjukan gender Butler. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dalam fenomena cross-dressing terdapat kecairan identitas dari pelakunya. Kecairan identitas ini digunakan pelaku cross-dressing laki-laki dan perempuan sebagai strategi mereka dalam menghadapi sistem patriarki di Jepang.

ABSTRACT
This study focused on the problem of identity construction in the cross dressing phenomenon which is reviewed through studying five shoujo manga. The identity construction is known through the form of identity expressions, the identification of gender identity, also through the changes and the functions of cross dressing acts. This study is a qualitative research which concerning descriptive argumentation supported by literature studies. Bem rsquo s gender category and Butler rsquo s concept of gender performativity is used in this study for identity identification. The results indicated that there were some fluid identities in the cross dressing phenomenon. This fluid identities are used by cross dressing performers men and women as a strategy to deal with the patriarchal system in Japan."
2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>