Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 80113 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Angga Davida
"Negative Pressure Wound Therapy (NPWT) merupakan sistem terapi yang menggunakan tekanan negatif untuk membersihkan luka dari cairan eksudat serta bakteri yang mungkin masih ada di dalam bagian luka, serta juga meningkatkan aliran darah ke dalam bagian luka dan meningkatkan proliferasi sel untuk mempercepat pemulihan. Oleh karena itu, terapi ini berpotensi lebih efektif dalam membantu mengobati berbagai jenis luka, seperti luka ulkus yang disebabkan oleh diabetes daripada teknik konvensional. Tujuan dari penelitian skripsi ini adalah untuk membuat rangkaian kontrol purwarupa alat NPWT menggunakan Arduino UNO sebagai mikrokontroler. Hal tersebut dilakukan dengan menulis kode dalam bahasa C++ pada software Arduino IDE yang kemudian di-upload ke dalam board Arduino UNO, yang kemudian dihubungkan kepada perangkat pendukung seperti push button, LCD, Motor driver L298N, pompa tekanan negatif, dan sensor MPXV4115VC6U. Pengujian purwarupa dilakukan dengan menyalakan alat selama 30 menit dalam tekanan negatif 85, 75, dan 125 mmHg. Hasil dari penelitian adalah purwarupa alat NPWT mampu menjalankan terapi selama 30 menit dan mencapai ketiga tekanan setting tersebut secara konsisten dengan error output tekanan negatif rata-rata 0,45% untuk mode continuous dan 0,96% untuk mode intermittent pada setting 85 mmHg, -0,22% untuk mode continuous dan -0,59% untuk mode intermittent pada setting 75 mmHg, serta -0,20% untuk mode continuous dan -1,50% untuk mode intermittent pada setting 125 mmHg. Pengujian menggunakan alat wound phantom dengan tekanan 85 mmHg memperlihatkan error output tekanan negatif rata-rata -0,56% untuk mode continuous dan -0,20% untuk mode intermittent. Melalui sensor MPXV4115VC6U, alat juga mampu mendeteksi tekanan dengan akurasi 99,46%, dan fungsi timer yang menggunakan internal clock mikrokontroler mampu menjalani terapi tepat waktu dengan deviasi rata-rata 0,05% dari setting waktu yang ditetapkan. Melalui penelitian ini, dibuktikan bahwa Arduino UNO mampu digunakan sebagai mikrokontroler untuk menjalankan alat NPWT dengan efektif.

Negative Pressure Wound Therapy (NPWT) is a wound therapy system which utilizes negative pressure to clean wound areas from exudate and bacteria, as well as to increase blood flow in order to induce cell proliferation and accelerate healing. This therapy is potentially more effective at assisting the regeneration of wounds, such as diabetic ulcers, compared to other conventional methods. The purpose of this research is to create a control circuit for an NPWT prototype using Arduino UNO as its microcontroller. This is done by writing code into the Arduino IDE software and uploading it into the Arduino UNO board, which has been connected to various supporting components such as push buttons, LCD, Motor Driver L298N, a negative pressure pump, and the pressure sensor MPXV4115VC6U. Testing of the prototype is done by turning the device on for 30 minutes with the negative pressure setting 85, 75, and 125 mmHg. Result of this test is that the NPWT prototype is capable of performing therapy with the aforementioned settings very well, with an average pressure error of 0.45% for the continuous mode and 0.96% for the intermittent mode at 85 mmHg, -0.22% for the continuous mode and -0.59% for the intermittent mode at 75 mmHg, as well as -0.20% for the continuous mode and -1.50% for the intermittent mode at 125 mmHg. Simulation by using a wound phantom resulted in the average pressure errors -0.56% for the continuous mode and -0.20% for the intermittent mode. Using the sensor MPXV4115VC6U, the prototype is able to detect pressure with an average of 99.46% accuracy, and the timer function, which uses the microcontrollers internal clock, is able to keep the timing of the therapy session with a 0.05% average deviation from the intended time setting. From these findings, it can be concluded that Arduino UNO is a microcontroller which is perfectly suitable to run an NPWT device effectively."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Angga Davida
"Negative Pressure Wound Therapy (NPWT) merupakan sistem terapi yang menggunakan tekanan negatif untuk membersihkan luka dari cairan eksudat serta bakteri yang mungkin masih ada di dalam bagian luka, serta juga meningkatkan aliran darah ke dalam bagian luka dan meningkatkan proliferasi sel untuk mempercepat pemulihan. Oleh karena itu, terapi ini berpotensi lebih efektif dalam membantu mengobati berbagai jenis luka, seperti luka ulkus yang disebabkan oleh diabetes daripada teknik konvensional. Tujuan dari penelitian skripsi ini adalah untuk membuat rangkaian kontrol purwarupa alat NPWT menggunakan Arduino UNO sebagai mikrokontroler. Hal tersebut dilakukan dengan menulis kode dalam bahasa C++ pada software Arduino IDE yang kemudian di-upload ke dalam board Arduino UNO, yang kemudian dihubungkan kepada perangkat pendukung seperti push button, LCD, Motor driver L298N, pompa tekanan negatif, dan sensor MPXV4115VC6U. Pengujian purwarupa dilakukan dengan menyalakan alat selama 30 menit dalam tekanan negatif 85, 75, dan 125 mmHg. Hasil dari penelitian adalah purwarupa alat NPWT mampu menjalankan terapi selama 30 menit dan mencapai ketiga tekanan setting tersebut secara konsisten dengan error output tekanan negatif rata-rata 0,45% untuk mode continuous dan 0,96% untuk mode intermittent pada setting 85 mmHg, -0,22% untuk mode continuous dan -0,59% untuk mode intermittent pada setting 75 mmHg, serta -0,20% untuk mode continuous dan -1,50% untuk mode intermittent pada setting 125 mmHg. Pengujian menggunakan alat wound phantom dengan tekanan 85 mmHg memperlihatkan error output tekanan negatif rata-rata -0,56% untuk mode continuous dan -0,20% untuk mode intermittent. Melalui sensor MPXV4115VC6U, alat juga mampu mendeteksi tekanan dengan akurasi 99,46%, dan fungsi timer yang menggunakan internal clock mikrokontroler mampu menjalani terapi tepat waktu dengan deviasi rata-rata 0,05% dari setting waktu yang ditetapkan. Melalui penelitian ini, dibuktikan bahwa Arduino UNO mampu digunakan sebagai mikrokontroler untuk menjalankan alat NPWT dengan efektif.

Negative Pressure Wound Therapy (NPWT) is a wound therapy system which utilizes negative pressure to clean wound areas from exudate and bacteria, as well as to increase blood flow in order to induce cell proliferation and accelerate healing. This therapy is potentially more effective at assisting the regeneration of wounds, such as diabetic ulcers, compared to other conventional methods. The purpose of this research is to create a control circuit for an NPWT prototype using Arduino UNO as its microcontroller. This is done by writing code into the Arduino IDE software and uploading it into the Arduino UNO board, which has been connected to various supporting components such as push buttons, LCD, Motor Driver L298N, a negative pressure pump, and the pressure sensor MPXV4115VC6U. Testing of the prototype is done by turning the device on for 30 minutes with the negative pressure setting 85, 75, and 125 mmHg. Result of this test is that the NPWT prototype is capable of performing therapy with the aforementioned settings very well, with an average pressure error of 0.45% for the continuous mode and 0.96% for the intermittent mode at 85 mmHg, -0.22% for the continuous mode and -0.59% for the intermittent mode at 75 mmHg, as well as -0.20% for the continuous mode and -1.50% for the intermittent mode at 125 mmHg. Simulation by using a wound phantom resulted in the average pressure errors -0.56% for the continuous mode and -0.20% for the intermittent mode. Using the sensor MPXV4115VC6U, the prototype is able to detect pressure with an average of 99.46% accuracy, and the timer function, which uses the microcontrollers internal clock, is able to keep the timing of the therapy session with a 0.05% average deviation from the intended time setting. From these findings, it can be concluded that Arduino UNO is a microcontroller which is perfectly suitable to run an NPWT device effectively."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lifia Vania
"Negative Pressure Wound Therapy (NPWT) hadir untuk menangani ulkus venosum dengan baik dan menghindari terjadinya infeksi atau amputasi. NPWT menggunakan tekanan negatif untuk mengalirkan luka eksudat (cairan/sel yang keluar dari pembuluh darah) dan mempengaruhi bentuk dan pertumbuhan permukaan jaringan tubuh dengan mempercepat penyembuhan ulkus venosum dibandingkan dengan teknik konvensional. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendesain PCB untuk alat NPWT sehingga alat bisa berfungsi untuk mempercepat penyembuhan ulkus venosum. Untuk mendesain PCB tersebut, software yang digunakan adalah Eagle dan Easyeda. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa desain PCB tersebut mampu mengintegrasikan seluruh komponen elektronika sehingga membuat NPWT memiliki tingkat keakuratan yang tinggi dari segi sensor memiliki akurasi 99.5% namun memiliki kelemahan di timer yaitu timer alat lebih cepat 1.5 detik dibandingkan dengan waktu sebenarnya. Tekanan juga relatif stabil baik mode continuous dan intermiten dimana nilai error dari tekanan dari mode continuous baik sensor dan Gas Pressure Analyzer sangat kecil, yaitu -0.22% (sensor) dan -1.03% (Gas Pressure Analyzer). Nilai error dari tekanan pada mode intermiten baik sensor dan Gas Pressure Analyzer terbilang sangat kecil, yaitu 0.72% (sensor) dan 0.41% (Gas Pressure Analyzer). Alat NPWT yang dirancang mampu mengoperasikan tekanan -100 mmHg hingga -125 mmHg sehingga diharapkan alat yang dirancang mampu mempercepat penyembuhan luka akibat ulkus venosum.

Negative Pressure Wound Therapy (NPWT) is here to treat venous ulcers properly and avoid infection or even having to be amputated. NPWT uses negative pressure to drain wound exudate (fluid/cells coming out of blood vessels) and affects the shape and growth of body tissue surfaces by accelerating wound healing of venous ulcers compared to conventional techniques. The purpose of this research is to design a for NPWT so that it can heal venous ulcers faster. To design the PCB, the software that will be used is Eagle and Easyeda. Researchers hope that the PCB design is able to make NPWT have a high level of accuracy in performing chronic wound healing. The results of the study indicate that the PCB design can integrate all electronic components so that the NPWT has a high level of accuracy whereas sensor has an accuracy of 99.5% but this NPWT has a weakness in the timer, NPWT device is 1.5 seconds faster than the actual time. The pressure is relatively stable in both continuous and intermittent therapy where the error value of the pressure from the continuous mode for both the sensor and the Gas Pressure Analyzer is very small, -0.22% (sensor) and -1.03% (Gas Pressure Analyzer). The error value of pressure in intermittent mode for both the sensor and the Gas Pressure Analyzer is very small, 0.72% (sensor) and 0.41% (Gas Pressure Analyzer). The NPWT device designed can operate at a pressure of -100 mmHg to -125 mmHg, so it is hoped that the designed tool can accelerate wound healing due to venous ulcers."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agus Waryudi
"Pendahuluan: Osteomyelitis adalah penyakit inflamatorik akibat bakteri patogen yang melibatkan struktur tulang. Prioritas penanganan osteomyelitis adalah dengan menggunakan antibiotik, baik sistemik maupun lokal, serta dilakukannya operasi sebagai penanganan suportif. Salah satu metode penggunaan antibiotik lokal yaitu melalui dilusi intralesi. Penelitian ini bertujuan untuk menilai efektifitas dari pemberian dilusi gentamycin intralesi dalam menangani osteomyelitis.
Metode: Desain penelitian ini adalah post-test only control group dan menggunakan 24 tikus putih galur Sprague-Dawley yang dibagi menjadi 4 kelompok perlakuan. Kelompok 1 dilakukan debridement menggunakan normal saline 100 ml (kelompok kontrol), kelompok 2 debridement dengan dilusi gentamycin 10mg/kgBB intramedulla, kelompok 3 dengan dilusi gentamycin 25mg/kgBB, dan kelompok 4 dengan dilusi gentamycin 50mg/kgBB. Setelah 3 minggu pasca perlakuan, dilakukan pemeriksaan mikrobiologi dan patologi anatomi.
Hasil: Terdapat penurunan jumlah koloni bakteri setelah perlakuan yang signifikan secara statistik dengan bertambahnya dosis gentamycin (p=0,003). Pada analisis lanjutan, didapatkan perbedaan jumlah koloni kuman antara kelompok kontrol, kelompok gentamycin 10mg/kgBB, dan kelompok gentamycin 25mg/kgBB dengan kelompok gentamycin 50mg/kgBB. Rerata skor Smeltzer menunjukkan perbedaan yang bermakna antar kelompok (p=0,013), yaitu pada kelompok kontrol dengan kelompok gentamycin 25mg/kgBB dan gentamycin 50mg/kgBB. Pada pemeriksaan histomorphometri terdapat perbedaan bermakna antara total area fibrosis (p=0,0065) dan total area kartilago (p=0,031).
Pembahasan: Setelah dilakukan pencucian luka menggunakan dilusi gentamycin didapatkan penurunan koloni kuman, perbaikan derajat inflamasi, dan proses penyembuhan tulang yang lebih cepat. Pencucian luka menggunakan dilusi gentamycin 50mg/kgBB sebagai terapi ajuvan dinilai efektif dalam mengatasi osteomyelitis.

Introduction: Osteomyelitis is an inflammatory disease involving bone structure caused by pathogen. Priority of osteomyelitis treatment is antibiotics (both systemic and local), and the operation as a supportive treatment. The study aimed to examine the effectiveness of intracellular gentamycin dilution administration in dealing with osteomyelitis.
Methods: The study used post-test only control group design and used 24 Sprague-Dawley rats as subjects, that divided into 4 treatment groups. Group 1 was performed debridement using normal saline 100 ml (control group), group 2 was performed debridement using gentamycin dilution 10mg/kgBW intramedulla, group 3 using gentamycin dilution 25mg/kgBW and group 4 using gentamycin dilution 50mg/kgBW. After 3 weeks post-treatment, microbiology and anatomical pathology were examined.
Result: There was significant decrease in the number of bacterial colonies post treatment with increasing doses of gentamycin (p=0.003). In the further analysis, there was difference between control group, gentamycin group 10mg/kgBW, and gentamycin group 25mg/kgBW compare with gentamycin group 50mg/kgBW. Mean of Smeltzer score showed significant difference between groups (p=0,013), showed in control group compare with gentamycin group 25mg/kgBW and gentamycin 50mg/kgBW. In the histomorphometric examination there was significant difference between total area of fibrosis (p=0.0065) and total cartilage area (p=0.031).
Discussion: Wound debridement in osteomyelitis using gentamycin dilution showed decrease in bacterial colonies, an improvement in inflammatory degree, and faster bone healing process. Wound debridement using 50mg/kgBw gentamycin dilution as adjuvant therapy is considered effective in osteomyelitis.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
New York: McGraw-Hill, 2005
617.1 WOU
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Bale, Sue
London: Bailliere Tindall, 1997
617.1 Bal w
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Gayatri
"Aspek kenyamanan merupakan fokus keperawatan namun aspek ini cenderung diabaikan terutama didalam melakukan pengkajian. Luka kronik yang dialami pasien menimbulkan ketidaknyamananyang dapat mempengaruhi kondisi psikologis, spiritual, sosial, dan kultural pasien. Penelitian ini bertujuan untuk menguji pemodelan teoritis kenyamanan pada pasien ulkus diabetikum. Penelitian ini dilakukan melalui 2 fase, fase I menghasilkan instrumen ketidaknyamanan luka kronik, yaitu Discomfort Evaluation of Wound Instrument (DEWI). Fase kedua dilakukan dengan menggunakan desain potong lintang pada 140 pasien ulkus diabetikum. Hasil pemodelan menunjukkan bahwa luka dapat menimbulkan ketidaknyamanan, luka juga dapat mempengaruhi status emosional psikologis. Ketidaknyamanan yang ditimbulkan dari adanya luka dapat mempengaruhi terjadinya gangguan status emosional psikologis. Dukungan keluarga dapat menurunkan gangguan status emosional psikologis. Sifat hubungan ketidaknyamanan dan status emosional psikologis bersifat timbal balik dimana karakteristik individu tidak mempengaruhi hubungan ketidaknyamanan dan status emosional psikologis. Penelitian ini merekomendasikan agar perawatan yang bersifat holistik diterapkan dalam merawat luka terutama luka kronik. Manajemen pengelolaan stress perlu diajarkan dan diterapkan pada pasien ulkus diabetikum dengan meningkatkan peran keluarga.

Comfort is focus of nursing that tend to have less attention when conducting assessment. Wound chronic occurs discomfort on patient that influences psychologicl, spiritual, social, and cultural aspect. This study was to examine theoretical model of comfort on diabeticum ulcer. This study consisted of two phases. Phase 1 developed an instrument of wound chronic discomfort, namely Discomfort Evaluation of Wound Instrument (DEWI). Phase 2 was conducted with cross sectional involving 140 diabetic patient with ulcer. The result of modelling shows that chronic wound can occur discomfort. Chronic wound also affects emotional psychological status. This discomfortable contributes to emotional psychological disturbance. The relationship discomfort and emotinal psychological status is recursive which individual characteristics does not this fundings recommend to provide holistic care in wound care specifically chronic wound. Stress management needs to teach and apply on diabeticum ulcer patients with improving of family role.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2014
D1864
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ni Luh Putu Pitawati
"ABSTRAK
Tesis ini meneliti perbandingan efektivitas antara antibiotik topikal dengan vaselin
album untuk mencegah infeksi pada luka superfisial pasca tindakan bedah listrik (BL)
tumor jinak kulit berdiameter 1-3 mm. Penelitian analitik dengan rancangan uji klinis
acak buta ganda ini dilakukan di Poliklinik Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin
FKUI/RSCM pada tahun 2012. Hasil penelitian menunjukkan bahwa antibiotik
topikal dan vaselin album memiliki efektivitas yang sama untuk mencegah terjadinya
infeksi pada luka superfisial pasca tindakan BL tumor jinak kulit berdiameter 1-3
mm. Antibiotik topikal tidak diperlukan untuk mencegah infeksi pada luka superfisial
pasca tindakan BL, khususnya pada tumor jinak kulit berdiameter 1-3 mm.

ABSTRACT
This thesis compares the effectiveness between topical antibiotics and vaseline album
to prevent superficial wound infection post electrosurgery benign skin lesions,1-3 mm
in diameter. The Analytical research, double blind randomized clinical trial was
conducted in dermatovenerology outpatient clinic, Cipto Mangunkusumo Hospital,
Jakarta. The results showed that topical antibiotics as effective as vaseline album for
preventing superficial wound infection post electrosurgery benign skin lesions, 1-3
mm in diameter. Topical antibiotics may not be necessary to prevent superficial
wound infection post electrosurgery, especially for benign skin lesions, 1-3 mm in
diameter."
2012
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tinuk Agung Meilany
"ABSTRAK
Dehisensi luka secara klinis diamati sebagai terbukanya kembali luka operasi yangtelah dipertautkan secara primer dan mengalami kegagalan pertautan luka padafase inflamasi. Risiko penyebab terjadinya dehisensi luka operasi pada anak adalahmultifaktorial. Salah satu faktor yang mungkin berperan adalah polimorfisme genGlutation S-transferase P1 GSTP1 . Tujuan penelitian ini adalah untuk menilaiperan faktor risiko polimorfisme genetik GSTP1 I105V terhadap terjadinyakomplikasi dehisensi luka operasi pada anak yang menjalani operasi mayor. Penelitian ini menggunakan desain studi kohort secara prospektif yang dilakukandi Pusat Pelayanan Bedah Anak RSAB Harapan Kita. Sebanyak 116 individumemenuhi kriteria inklusi. Semua subjek menjalani pemeriksaan darah rutin untukpersiapan bedah mayor, pemeriksaan rasio GSH:GSSG dan kadar senyawa proteinkarbonil untuk identifikasi stres oksidatif, serta pemeriksaan genotyping PCR ndash;RFLP. Sebanyak 30 subjek dilakukan pemeriksaan TcPO2. Hasil sebarangenotipe masing-masing Ile/Ile, Val/Val dan Ile/Val adalah 56/116 48,3 ,15/116 12,9 , dan 45/116 38,7 . Polimorfisme GSTP1 I105V menunjukkanhasil peningkatan stres oksidatif tidak berbeda bermakna dengan wildtype. Hasilpemeriksaan TcPO2pasca operasi turun lebih tajam dan berbeda bermakna padasubjek dengan genotipe Ile/Val dan Val/Val. Selain itu, polimorfisme GSTP1Ile/Val dan Val/Val pada subjek dengan komplikasi operasi anemia, hipoalbumindan sepsis, mengalami peningkatan risiko dehisensi luka dengan risiko relatifberturut-turut: RR 2,86, IK 0,647 ndash;12,66, p 0,166; RR 3, IK 1,829 ndash;10,85, p 0,037;RR 3,2, IK 2,876 ndash;11,27, p 0,015. Polimorfisme GSTP1 I105V memengaruhi peningkatan kejadian dehisensi lukapada keadaan hipoksia pasca operasi yang ditunjukkan dengan penurunan TcPO2lebih tajam, dan pada subjek dengan komplikasi hipoalbumin.

ABSTRACT
Wound dehiscence is a leakage of a surgical suture at the surgical site incision.The risks associated with wound dehiscence are multifactorial. One of thepossible underlying mechanisms that increase the risk of wound dehiscence is thepresence of Glutation S transferase P1 GSTP1 I105V gene polymorphism. Theaim of this study is to evaluate the role of GSTP1 I105V genetic polymorphism inthe development of surgical wound dehiscence in pediatric patient who underwentmajor abdominal surgery.This is a prospective cohort study conducted at Harapan Kita Mother and ChildHospital. A total of 116 individuals fulfilled the criteria with 3 different genotypesincluding Ile Ile, Val Val and Ile Val, consisting of 56 116 48.3 , 15 116 12.9 and 45 116 38.7 subjects, respectively, which are stated by PCRRFLP.All subjects underwent routine blood test in preparation for surgery,GSH GSSG ratio and carbonyl protein measurement to evaluate the presence ofoxidative stress. Measurement of TcPO2 was done in 30 of subject.GSTP1 I105V polymorphism did not increase oxidative stress significantly.However, post operative TcPOmeasurement was significantly reduced inpatients with Ile Val and Val Val genotype. Furthermore, Ile Val dan Val ValGSTP1 polymorphism in subject having surgical complications anemia,hypoalbumin and septicemia , increased the risk of wound dehiscencerespectively RR 2,86, CI 0,647 ndash 12,66, p 0,166 RR 3, CI 1,829 ndash 10,85, p 0,037 RR 3,2, CI 2,876 ndash 11,27, p 0,015. Of note, the RR for septicemia were statisticallysignificant in both the group with polymorphism and in the group with nopolymorphism.GSTP1 I105V polymorphisms increases the risk of wound dehiscence in hipoxicstate showed by a decrease in post operative TcPO2 and in patients withhypoalbuminemia "
2016
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wiwi Kertadjaya
"Ruang lingkup dan cara penelitian : Kulit merupakan pelindung terhadap dunia luar. Bila luka tidak cepat menutup, ada kemungkinan infeksi. Tujuan utama pengobatan luka adalah penutupan luka dengan cepat dan pembentukan jaringan parut yang fungsional dan estetik. Proses penyembuhan memerlukan sel darah, mediator , matriks ekstrasel, sel parenkim yang terluka dan dapat dibagi menjadi 3 fase yaitu f.inflamasi, f.proliferasi dan f.remodeling.
Pada setiap perlukaan terjadi regenerasi lapisan epidermis (epidermisasi). Epidermisasi dimulai dengan proliferasi sel epitel ke arah lateral (proliferasi horisontal) dan diikuti proliferasi ke arah vertikal guna memperkuat daya lindung kulit dengan terbentuknya lapisan dengan pertautan sel-sel epitel.
Petani di Jawa Barat bagian selatan mengobati luka dengan air teh hijau dan sembuh tanpa obat lain. Teh hijau mengandung katekin (20-22% dari berat daun teh hijau). Kadar epigalokatekin galat (salah satu komponen katekin) mencapai 39% dari seluruh katekin yang ada. Epigalokatekin galat merangsang pembentukan IL-1β dan TNF pada kadar 100 µg/ml dalam 1 jam secara maksimal oleh sel MN darah tepi manusia. IL-1 dan TNF merangsang neutrofil dan makrofag untuk mengeluarkan mediator lain yang berperan pada penyembuhan baik pada f. inflamasi maupun f. proliferasi.
Dalam rangka upaya untuk melihat bagaimana air teh hijau dapat mempengaruhi proses penyembuhan luka maka telah dilakukan suatu penelitian tentang pengaruh berbagai kepekatan katekin dalam air teh hijau terhadap ketebalan epidermis di tepi luka dan perbandingan antara lebar epidermis dengan lebar luka pada hari ke-8 setelah perlukaan. Penelitian ini menggunakan 25 ekor mencit galur C3H berumur 3-5 bulan, BB 16,4-24,8 g; dibagi dalam 5 kelompok secara acak. Digunakan 3 macam kepekatan katekin dalam seduhan ATH yaitu yang mengandung katekin ±0,2mg/0,5 ml (kepekatan rendah), ± 2 mg/0,5 ml (kepekatan sedang = air minuman teh) dan ± 20 mg /0,5 ml (kepekatan tinggi) serta 1 kelompok yang hanya dilukai saja (K.Kb) dan 1 kelompok yang ditetesi aquadest (K.Kp). Biopsi jaringan granulasi dilakukan pada hari ke-8 setelah perlukaan dan dibuat preparat dengan pewarnaan HE.
Hasil dan kesimpulan : Hasil pemberian berbagai kepekatan katekin dalam ATH pada luka kulit mencit dapat dirangkum sebagai berikut :
(a) Angka rata rata ketebalan epidermis di tepi luka adalah sebagai berikut : K.Kb 30,0; K.Kp : 22,5; K.ATH 0,2 : 29,3; K.ATH 2 : 28,1; K.ATH 20 : 21,0. (Dalam mikrometer, pembesaran 100 x ).
(b) Angka rata rata perbandingan lebar epidermis dengan lebar luka adalah sebagai berikut : K. Kb : 0,54; K.Kp : 0,78; K.ATH 0,2 : 0,45; K.ATH 2 : 0,43; K.ATH 20 : 0,53.
Kesimpulan :
(1) Analisis data ketebalan epidermis di tepi luka menunjukkan bahwa berbagai kepekatan katekin dalam ATH memberikan pengaruh yang berbeda bermakna pada ketebalan epidermis di tepi luka kulit mencit (Hhit = Ha > Htab yaitu 12,24 > 9,49; batas kemaknaan 5% tabel Kruskal Wallis pada df = 4 yaitu Hub = 9,49 ), yaitu angka rata rata ketebalan epidermis di tepi luka pada kelompok yang diberi katekin kepekatan rendah dan sedang lebih tebal dibanding kelompok yang diberi katekin kepekatan tinggi dan aquadest, tetapi hampir sama dengan yang tidak diberi apa-apa.
(2) Analisis data perbandingan lebar epidermis dengan lebar luka menunjukkan bahwa berbagai kepekatan katekin dalam ATH tidak memberikan pengaruh yang berbeda bermakna (Hhit = Ha < Htab yaitu 7,49 < 9,49 ), karena angka rata-rata perbandingan lebar epidermis dengan lebar luka pada kelompok yang diberi katekin kepekatan rendah, sedang maupun tinggi lebih kecil daripada yang diberi aquadest dan yang tidak diberi apa apa.

Scope and methods of study : The primary function of the skin is to serve as a protective barrier against the environment. Loss of the integrity of the skin as a result of injury or illness may lead to infection. The goals of treatment of wound are rapid closure of the wound and making a functional esthetical scar. Wound healing is a dynamic, interactive process involving soluble mediators, blood cells, extra cellular matrix, parenchyma cells and beginning with an acute inflammation, then tissue formation and remodeling.
In every wound were epithelisation must cover the wound, epithelisation beginning with proliferation of epithelial cell in horizontal way and than in vertical way to strengthen the epidermal layer.
At the Southern part of West Java, farmers while at the paddy field treated their wound with green tea beverage and were cured without other treatment. Green tea contains mostly polyphenols, especially the catechin group, about 20-22% of the dry weight, with epigalocatehin gallate as the main component (39% ). Catechin is colorless, easily soluble in water, astringent and readily oxidizable. 100µg/ml EGCG stimulated mononuclear cells of human perifer blood to produced IL-1β is and TNF maximally in one hour and IL-1β- TNF stimulated neutrophil and macrophage to produced another mediators that involved in wound healing.
To investigate the effects of green tea beverage on epithelisation of skin wound healing, we gave three concentration of 0,5 cc green tea beverage (GTB 0,2, GTB 2 and GTB 20) in three consecutive days to 25 C3H skin wounded mice (3-5 months, weight 16,4 - 24,8 g ) that are divided at random into five groups. One group ( K.Kb ) was treated as control and the other group ( K,Kp ) was treated with aquadest. We biopsied the granulation tissue of the wound healing at the eighth days and make HE tissue slide. The slide was examined microscopically for the epithelial thickness at the edge of wound and count the ratio between the epithelial width and the whole width of the wound, These data were statistically analyzed.
Result and conclusion : Effect of several concentration of catechin in green tea beverage on the epithelisation of skin wound healing were:
(a) Mean from the thickness of epithelial tissue at the edge of the wound were (in micrometer) : Free control group: 30,0; Solution control group 22,5; Green tea 0,2 group : 29,3; Green tea 2 group : 28,1; Green tea 20 group : 21,0.
(b) Mean from the ratio between the epithelial width and the whole width of the wound were : Free control group : 0,54; Solution control group : 0,78; Green tea 0,2 group ; 0,45; Green tea 2 group : 0,43; Green tea 20 group : 0,53.
Conclusion: Several concentrations of catechin in green tea beverage give significant different effect on the thickness of epithelial tissue at the edge of the wound (Hhit = Ha >Htab or 12,24 > 9,49 ), especially with the low and middle concentartion of GTB but not for the ratio between the epithelial width and the whole width of the wound (Hhit = Ha < Htab or 7,49 < 9,49 ).
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2000
T3847
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>