Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 87157 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Warokka, Rifqi Elvanogi Koto
"Penempatan sumber radiasi pada radioterapi memerlukan ruangan khusus untuk menahan radiasi tidak menyebar keluar ruangan. Keselamatan pasien, staf dan masyarakat umum akan menjadi pertimbangan utama dalam pelaksanaan program pengobatan radiasi. Dinding perisai ruang radioterapi memiliki peranan penting dalam proteksi dan keselamatan radiasi. Ketebalan dinding perisai akan berbeda-beda sesuai energi radiasi dan beban kerja yang digunakan. Pembatas dosis di Indonesia sesuai dengan Perka Bapeten no.3 tahun 2013 yaitu nilai batas dosis untuk pekerja radiasi rata-rata 20 mSv per tahun selama 5 tahun dan untuk masyarakat 1 mSv per tahun. Penelitian ini menggunakan simulasi Monte Carlo MCNPX untuk membandingkan dosis yang dihasilkan agar tidak melebihi pembatas dosis yang ditetapkan. Pada Simulasi monte Carlo dibuat model ruangan, model Linac, energi radiasi sumber Linac, dan jenis material dinding yang digunakan sesuai dengan kondisi ruangan yang telah disetujui Bapeten. Pada penelitian dilakukan perhitungan dosis di luar dinding primer dan dosis pada kedalaman dinding penahan radiasi dengan material dinding benton berdensitas 2,35 g/cm3. Hasilnya tidak terbaca nilai dosis pada titik referensi dengan metode simulasi monte carlo pada penelitian ini. Sementara itu dosis pada dinding menunjukan penetrasi sampai dengan 160 cm pada dinding kiri, 200 cm pada dinding atas dan 180 cm pada dinding kanan.

The placement of radiation sources in radiotherapy requires a special room to prevent radiation from spreading out of the room. The safety of patients, staff, and the general public will be a major consideration in the implementation of a radiation treatment program. The shield wall of the radiotherapy room has an important role in radiation protection and safety. The thickness of the shield wall will vary according to the radiation energy and the workload used. The dose limit in Indonesia is under Bapeten Perka No. 3 of 2013 which is the dose limit value for radiation workers an average of 20 mSv per year for 5 years and the community 1 mSv per year. This study uses a Monte Carlo MCNPX simulation to compare the resulting doses so as not to exceed the prescribed dose limit. In the Monte Carlo simulation, a room model, a Linac model, Linac source radiation energy, and the type of wall material used are made according to the room conditions that have been approved by Bapeten. In this study, the dose calculation outside the primary wall and the dose at the depth of the radiation retaining wall with a concrete wall material with a density of 2.35 g/cm3 were calculated. The result is not reading the dose value at the reference point with the Monte Carlo simulation method in this study. Meanwhile, the dose on the wall showed penetration up to 160 cm on the left wall, 200 cm on the upper wall, and 180 cm on the right wall."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Farhan Ali
"Beton dan timbal merupakan material yang biasa digunakan sebagai dinding penahan radiasi. Beton dan timbal memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Beton memiliki harga yang relatif lebih murah namun memerlukan ruang yang besar sedangkan timbal dengan nomor atom yang tinggi memiliki harga yang lebih mahal namun ukuran ruangan dapat diminimalisir. Perhitungan ketebalan dinding penahan radiasi dapat dilakukan dengan menggunakan persamaan Safety Report Series No. 47 dengan nilai pembatas dosis sesuai dengan Perka Bapeten no 3 tahun 2013 lalu dilakukan pemodelan menggunakan Monte Carlo EGSnrc untuk memastikan nilai dosis yang dihasilkan tidak melebihi pembatas dosis yang ditetapkan Bapeten. Pemodelan dengan menggunakan Monte Carlo umum digunakan ketika pengukuran secara langsung tidak memungkinkan. Hasil simulasi Monte Carlo juga mampu merepresentasikan kondisi yang sesungguhnya dengan memasukan berbagai parameter seperti memodelkan linac, memodelkan material yang digunakan, memodelkan dinding penahan radiasi, hingga melakukan kalibrasi linac sehingga didapatkan nilai dosis yang dapat dibandingkan dengan nilai dosis referensi yang digunakan. Pada penelitian dilakukan perhitungan dosis di luar dinding primer dengan memodelkan dinding beton densitas 2,35 g/cm3 dengan ketebalan 1,45 meter dan dinding timbal densitas 11,35 g/cm3 dengan ketebalan 21,73 cm lalu dibandingkan dengan nilai dosis referensi yang ditetapkan oleh Bapeten. Hasilnya nilai dosis pada simulasi Monte Carlo EGSnrc untuk material beton dan timbal lebih rendah dibandingkan dengan nilai dosis referensi yang digunakan akibat perbedaan komposisi material penyusun beton dan timbal yang digunakan dalam simulasi dengan referensi

Concrete and lead are materials commonly used as primary radiation walls. Concrete and lead have their respective advantages and disadvantages. Concrete has a relatively cheaper price but requires a large space, while lead with a high atomic number has a higher price, but the size of the room can be minimized. Calculation of the thickness of the radiation retaining wall can be carried out using the Safety Report Series No. 47 equations with a dose limiting value in accordance with Perka Bapeten Number 3. Of 2013 and then modeling using the Monte Carlo EGSnrc to ensure the resulting dose value does not exceed the limiting dose value by Bapeten. Monte Carlo modeling is commonly used when direct measurements are not possible. The Monte Carlo simulation results are also able to represent the real conditions by entering various parameters such as modeling the linac, modeling the materials used, modeling the primary radiation walls, and performing the linac calibration so that a dose value can be compared with reference dose value used. In this study, the dose calculation outside the primary wall was carried out by modeling a concrete wall with a density of 2,35 g/cm3 with a thickness of 1,45 meters and a lead wall with a density of 11,35 g/cm3 with a thickness of 21,73 cm and then compared with the reference dose value set by Bapeten. The result is that the dose value in the Monte Carlo EGSnrc simulation for concrete and lead materials is lower than the reference dose value used due to differences in the composition of the concrete and lead materials used in the simulation with reference"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
M. Fatin Zulkhair Yusuf
"Beton menjadi salah satu material yang biasa digunakan sebagai dinding penghalang radiasi, khususnya pada radiasi yang berasal dari hamburan pasien dan kebocoran kepala linac. Semakin tebal beton yang digunakan maka semakin baik pula kemampuan dinding untuk menghalangi radiasi. Tetapi dinding beton yang terlalu tebal juga memiliki kekurangan, yaitu menghabiskan material yang lebih banyak dan luas daerah yang lebih besar. Sehingga perhitungan dilakukan untuk menentukan ketebalan dinding yang optimal dalam mendesain ruangan radioterapi. Selanjutnya kemampuan dinding dalam menghalangi radiasi di uji dengan menggunakan simulasi Monte Carlo. penelitian ini menggunakan simulasi Monte Carlo N-Particle eXtended (MCNPX) untuk menghitung dosis dari desain ruangan instalasi radioterapi dengan sumber linac 15 Mv. Ketebalan dinding ruangan radioterapi harus dapat menghalangi radiasi sekunder sampai pada nilai batas laju dosis 0,2 mSv per minggu untuk pekerja radiasi (pada area terkontrol) dan 0,001 mSv per minggu untuk masyarakat umum (pada area tidak terkontrol). perhitungan ketebalan dinding sekunder didasarkan pada persamaan Safety report series 47 dengan menggunakan parameter umum pada radioterapi. Pada penelitian ini dinding sekunder didesain dengan ketebalan 0,882 m pada area terkontrol dan 1,36 m pada area tidak terkontrol. Desain sampel digunakan untuk membandingkan tingkat efisiensi dan efektivitas dari desain ruangan yaitu dinding sekunder dengan ketebalan 1,8 m pada area terkontrol dan 2,8 m pada area tidak terkontrol. Hasilnya ketebalan dinding pada area terkontrol dapat menghalangi radiasi hingga di bawah standar, sedangkan area tidak terkontrol perhitungan masih perlu diperhatikan.

Concrete is one of the materials commonly used as radiation barrier walls, especially in radiation from patient scattering and head leakage. The thicker the concrete used, the better the ability of the walls to block radiation. But if concrete walls that are too thick also have drawbacks, namely spend more materials and have a larger area. So the calculation is carried out to determine the optimal wall thickness in designing the radiotherapy room. Furthermore, the ability of the wall to block radiation is tested using a Monte Carlo simulation. This study uses a Monte Carlo N-Particle eXtended (MCNPX) simulation to calculate the dose from the design of the radiotherapy installation room with a 15 MV linac source. The wall thickness of the radiotherapy room must be able to block secondary radiation up to a dose rate limit of 0.2 mSv per week for radiation workers (in controlled area) and 0.001 mSv per week for the general public (in uncontrolled area). secondary wall thickness calculation is based on the equation on Safety report series 47 using general parameters in radiotherapy. In this study, the secondary wall was designed with a thickness of 0.882 m in controlled area and 1.36 m in uncontrolled area. The sample design is used to compare the efficiency and effectiveness of the room design, namely the secondary wall with a thickness of 1.8 m in the controlled area and 2.8 m in the uncontrolled area. As a result, the walls in the controlled area can withstand radiation below standard, while the uncontrolled area still needs attention."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hilmi Fuadi
"Pada penelitian sebelumnya telah didapatkan hasil bahwa pengukuran radiasi lapangan kecil membutuhkan dosimetri resolusi tinggi. Kemudian didapatkan gagasan untuk melakukan simulasi Monte Carlo sebagai pembanding true value hasil pengukuran pada radiasi lapangan kecil. Kemudian dilakukanlah simulasi radiasi lapangan kecil menggunakan gDPM v2.0 berbasis GPU. Hasil simulasi kemudian dibandingkan berdasarkan nilai PDD dan beam profile dalam variabel dmax, TPR20,10, dan penumbra. Kemudian dilakukan perhitungan nilai volume averaging bagi beberapa detektor umum menggunakan data hasil simulasi. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa detektor micro chamber lebih baik dalam mengukur nilai PDD radiasi lapangan kecil, sedangakan film gafchromic lebih baik dalam mengukur beam profile. Detektor yang paling baik dalam pengukuran radiasi lapangan kecil menurut simulasi adalah SFD stereotactic."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2013
S54092
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dini Aulia Husnil
2008
T39863
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Abdul Qadir Azhar
"Telah dilakukan karakterisasi parameter kristal, sifat kemagnetan dan serapan gelombang mikro pada material berbasis lanthanum-strontium manganite komposisi La1-xSrxMnO3 (x=0-1) serta efek subsitusi parsial ion Fe dan Ti pada material komposisi La0.7Sr0.3Mn1-yFey/2Tiy/2O3 (y = 0-1). Preparasi material dilaksanakan melalui metode pemaduan mekanik diikuti dengan sintering pada temperatur 1100C selama 2 jam.
Hasil pengujian dengan XRD terhadap material pasca perlakuan sintering memastikan material terdiri dari fasa kristalin. Diketahui bahwa ion Sr tidak dapat mensubsitusi ion La sepenuhnya pada senyawa komposisi La1-xSrxMnO3 dengan batas kelarutan x = 0.3 tanpa terjadi perubahan sistem kristal dan fasa tunggal. Substitusi ion Fe terhadap ion Mn pada senyawa komposisi La0.7Sr0.3Mn1-yFeyO3 (y=0-1) tidak menyebabkan perubahan struktur kristal yaiu tetap berstruktur monoklinik dikarenakan jari-jari ion Fe3+(6.4 nm) dan Mn4+ (5.4 nm) tidak jauh berbeda. Namun, tidak demikian dengan efek subsitusi parsial ion Ti4+ pada komposisi La0.7Sr0.3Mn1-yTiyO3 (y=0-0.8) ditandai dengan perubahan struktur kristal monoklinik pada y = 0 menjadi orthorombik pada komposisi 0 0.5 material memiliki fasa kedua yang mengindikasikan terdapatnya batas maksimum fraksi ion Ti4+ (jari-jari 6.05 nm) menggantikan ion Mn4+.
Efek subsitusi parsial ion Fe, Ti serta subsitusi bersama ion Fe dan Ti terhadap ion Mn menyebabkan perubahan struktur magnetik dari keteraturan ferromagnetik menjadi paramagnetik melalui suatu mekanisme interaksi pertukaran spin elektron. Perubahan sifat kemagnetan material ini diketahui dari loop hysteresis magnet melalui evaluasi menggunakan perangkat permeameter. Senyawa material berbasis lanthanum strontium manganite berbagai komposisi yang menjadi objek penelitian ini semua memiliki kemampuan menyerap gelombang elektromagnetik paling tidak pada jangkauan frekuensi 9–15 GHz yang diketahui berdasarkan analisis hasil pengujian dengan vector network analysis atau VNA. Hasil evaluasi menunjukkan material fasa tunggal komposisi La0.7Sr0.3Fe0.2Mn0.4Ti0.4O3 dengan ketebalan 2.05 mm dan bersifat paramagnetik memiliki nilai return loss maksimum sebesar -9.13 dB atau mampu menyerap gelombang mikro sebesar 65.05% pada frekuensi 10.9 GHz dan lebar frekuensi penyerapan optimum sebesar 4 GHz.

Crystal parameter as well as magnetic properties and microwave absorption characteristics of material based on lanthanum-strontium manganese with La1- xSrxMnO3 (x = 0-1) compositions have been characterized. These are including the effects of partial substitution of Fe ions in La0.7Sr0.3Mn1-yFey/2Tiy/2O3 (y=0-1) series. Material preparation was carried out through mechanical alloying method followed by sintering at a temperature of 1100 0C for 2 hours. Identification study of x-rays traces for sintered materials ensured that all materials consisted of crystalline phases.
It is shown that Sr ion can completely substitutes La ion in the La1-xSrxMnO3 (x = 0.3) compositions with no change in the crystal system and remains as single phase materials. Similarly, there was also no crystal structure changing observed when Fe ion substituted the Mn ion in the La0.7Sr0.3Mn1-yFeyO3 (y=0-1) compositions. Apparently, the crystal structure was maintained due to almost similar size of ionic radii between Fe3+ (6.4 nm) and Mn4+ (5.4 nm). However, a different case occurred in Ti substituted La0.7Sr0.3Mn1-yTiyO3 (y=0-0.8) in which the crystal structure of monoclinic for y = 0 changed to orthorhombic for 0 0.5 which indicated that there must be a maximum ionic fraction limit of Ti4+ in replacing Mn4+ due to larger ionic radii (6.05 nm) than that of Mn4+.
It was also found that substitution of respectively Fe and Ti ions in La0.7Sr0.3Mn1- y(Fe,Ti)yO3 (y=0-1) series as well as co-substitution of Fe and Ti ions for Mn in La0.7Sr0.3Mn1yFey/2Tiy/2O3 series have lead to the magnetic structure changing from ferromagnetic order to paramagnetic through a mechanism of electron spin exchange interactions. The change in magnetic structure was seen from the hysteresis loop obtained by means of permeameter measurement. The lanthanum-strontium manganese-based materials of various compositions which were the objects of this study have shown the ability to absorb electromagnetic waves at least in the frequency range of 9-15 GHz. This was confirmed by results of analysis based on vector network analyzer (VNA). It is concluded that a paramagnetic single-phase material of La0.7Sr0.3Fe0.2Mn0.4Ti0.4O3 composition with 2.05 mm thickness has a maximum return loss value of 9.13 dB, which capable to absorb 65.05% of incident microwaves intensity at a frequency 10.9 GHz with the absorption width was 4 GHz.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2013
S52501
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Operator evolusi waktu merupakan pembawa dinamika dalam mekanika kuantum. Keadaan stasioner suatu partikel mengakibatkan bahwa fungsi gelombangnya dapat dipisahkan dengan separasi variabel. Secara analitik faktor dinamika seringkali dihilangkan karena keterbatasan kemampuan penghitungan. Dengan bantuan komputer posisi dan dinamika partikel dapat digambarkan secara utuh melaui penyelesaian persamaan schrodinger gayut waktu. Untuk itu perlu suatu skema numerik untuk operator evolusi waktu. Dalam paper ini akan diajukan skema numerik yang mungkin untuk memodelkan operator evolusi waktu diantaranya model Baker Champbel Hausdorf, dan model Richardson."
JURFIN 10:30 (2006)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Scherer, Philipp O.J.
"This textbook presents basic numerical methods and applies them to a large variety of physical models in multiple computer experiments. Classical algorithms and more recent methods are explained. Partial differential equations are treated generally comparing important methods, and equations of motion are solved by a large number of simple as well as more sophisticated methods. Several modern algorithms for quantum wavepacket motion are compared. The first part of the book discusses the basic numerical methods, while the second part simulates classical and quantum systems. Simple but non-trivial examples from a broad range of physical topics offer readers insights into the numerical treatment but also the simulated problems. Rotational motion is studied in detail, as are simple quantum systems. A two-level system in an external field demonstrates elementary principles from quantum optics and simulation of a quantum bit. Principles of molecular dynamics are shown. Modern bounda
ry element methods are presented in addition to standard methods, and waves and diffusion processes are simulated comparing the stability and efficiency of different methods. A large number of computer experiments is provided, which can be tried out even by readers with no programming skills. Exercises in the applets complete the pedagogical treatment in the book. In the third edition Monte Carlo methods and random number generation have been updated taking recent developments into account. Krylov-space methods for eigenvalue problems are discussed in much more detail. The wavelet transformation method has been included as well as simple applications to continuum mechanics and convection-diffusion problems. Lastly, elementary quantum many-body problems demonstrate the application of variational and Monte-Carlo methods.
"
Switzerland: Springer Nature, 2017
e20509966
eBooks  Universitas Indonesia Library
cover
Nikita Ciamaudi
"Reaksi fotoneutron adalah salah satu reaksi inti yang terjadi pada kepala linac, baik pada linac berkas foton ataupun berkas elektron. Reaksi fotoneutron menghasilkan produk berupa neutron dengan tingkat energi tertentu. Penelitian ini bertujuan untuk mensimulasikan berapa besar dosis neutron yang mungkin diterima oleh pasien radioterapi saat proses radioterapi dengan pesawat linac Varian iX 15 MV lapangan 10 cm × 10 cm. Simulasi pengukuran dilakukan pada posisi isocenter kedalaman 1 cm – 15 cm untuk membentuk kurva PDD. Pengukuran off-axis pada permukaan fantom, 2 cm, 3 cm, dan 15 cm juga dilakukan agar dapat membentuk off-axis profile.
Verifikasi simulasi dilakukan dengan membandingkan data pengukuran berkas foton lapangan 30 cm × 30 cm dengan beam data commissioning (BDC) Varian iX 15 MV Rumah Sakit Siloam MRCCC. Hasil Penelitian menunjukkan nilai dosis posisi isocenter adalah 1,24 × 10-2 Sv Gy-1 pada permukaan fantom, 4,82 × 10-2 Sv Gy-1 pada kedalaman 2 cm, 1,25 × 10-1 Sv Gy-1 pada kedalaman 3 cm, dan 1,89 × 10-6 Sv Gy-1 kedalaman 15 cm. Namun, nilai dosis tertinggi terdapat pada posisi -2 cm kedalaman 2 cm, yaitu 2,05 × 100 Sv Gy-1. Pada posisi isocenter, nilai dosis tertinggi berada pada kedalaman 7 cm dengan nilai 2,70 × 10-1 Sv Gy-1.

Photoneutron reaction is one of the reactions that occur in the linac head, both in the photon and the electron beam. The reaction produces neutrons with a certain energy level. This study aims to simulate how much neutron dose that may be received by radiotherapy patients during the process of radiotherapy with Varian iX 15 MV 10 cm × 10 cm field. Measurement simulation is carried out at an isocenter position depth of 1 cm - 15 cm to create a PDD curve. Off-axis measurements on phantom surfaces, 2 cm, 3 cm, and 15 cm are also carried out to make an off-axis profile.
Verification is done by comparing 30 cm × 30 cm field measurement data with beam data commissioning (BDC) of MRCCC Siloam Hospital’s Varian iX 15 MV linac. The result showed the dose value of the isocenter position is 1,24×10−2 Sv Gy-1 on the phantom surface, 4,82×10−2 Sv Gy-1 at a depth of 2 cm, 1,25×10−1 Sv Gy-1 at a depth of 3 cm, and 1,89×10−6 Sv Gy-1 at a depth of 15 cm. However, the highest dose value is -2 cm in 2 cm depth, which is 2,05 × 100 Sv Gy-1. In the  socenter position, the highest dose value is 2,70×10−1 Sv Gy-1 in 7 cm depth.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Josephine Gunawan
"Asuransi kendaraan bermotor diperlukan untuk mengantisipasi berbagai risiko kerugian yang mungkin timbul dari kepemilikan dan/ atau penggunaan kendaraan. Umumnya dalam perhitungan premi asuransi kendaraan, digunakan faktor – faktor yang teramati dari tertanggung, contohnya domisili, jenis kelamin, dan usia tertanggung. Akan tetapi, faktor – faktor tidak teramati, seperti kemampuan dan perilaku berkendara dari tertanggung berpengaruh penting dalam frekuensi klaim yang dihasilkan. Sehingga, digunakan riwayat klaim tertanggung yang diekspektasikan menampung pengaruh dari faktor tidak teramati. Sistem penentuan besar premi yang turut melibatkan faktor tertanggung yang tidak teramati disebut sebagai sistem Bonus Malus. Bonus merupakan penurunan premi apabila seorang tertanggung tidak mengajukan klaim sama sekali dalam satu periode dan Malus merupakan kenaikan premi apabila seorang tertanggung mengajukan satu atau lebih klaim. Pada tugas akhir ini, dilakukan perhitungan relativitas optimal atau koefisien penyesuaian premi pada sistem Bonus Malus -1/Top Scale dan -1/+2. Sistem -1/Top Scale memberlakukan penurunan sebanyak satu level jika tidak ada klaim yang dilaporkan dan perpindahan tertanggung ke level tertinggi jika ada klaim, sedangkan sistem -1/+2 menerapkan perpindahan sebanyak dua level ke atas jika terdapat klaim dan penurunan satu level ke bawah jika tidak ada klaim yang dilaporkan. Simulasi perhitungan diterapkan pada sebuah portofolio data asuransi kendaraan negara Perancis yang melibatkan 328760 polis. Diperoleh bahwa selisih relativitas optimal atau koefisien penyesuaian premi untuk setiap level pada sistem -1/+2 tidak sebesar sistem -1/+Top Scale.

Automobile insurance is required to protect policyholders from financial loss caused by car damage, accidents, or theft. In general, observable characteristics such as residence, gender, and the insured's age are considered in the process of determining motor insurance premiums. However, several unobservable characteristics, like as driver competence and behavior, have a significant impact on claim frequency. As a result, the insured's claim history is used and expected to account for the impact of unobservable circumstances. The Bonus Malus methodology is a method of assessing the amount of the premium that also includes the insured factors that are not able to be observed. Bonus is a decrease in premium if the insured generates no claims in a particular period of time, whereas a Malus is an increase in premium if the insured has one or more claims. The final project focuses on the determination of appropriate relativity or premium adjustment coefficients for the Bonus Malus -1/Top Scale dan -1/+2 systems. -1/Top Scale system applies a one-level drop if no claims are reported and a switch to the highest level if there is one or more claims reported, while the -1/+2 system applies a two-levels increase if there is a claim and a decrease a one-level decrease if no claims are reported. The simulation is applied to a French national auto insurance data portfolio involving 328760 policies. It is discovered that the difference in the optimal relativity or premium adjustment coefficient for each level in the -1/+2 system is not as large as the -1/Top Scale system."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>