Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 494 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Jakarta: Badan Pengembangan Kebudyaan dan Pariwisata, 2003
899.221 MEN
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Patmiarsi Retnaningtyas
"Delta Batanghari terletak di pesisir timur Provinsi Jambi. Di daerah ini banyak ditemukan situs-situs arkeologi. Berdasarkan temuannya, situs-situs tersebut memiliki masa okupasi yang sezaman yaitu abad 10-13 Masehi. Keberadaan situs-situs ini di lingkungan yang tidak mendukung kelayakan sebagai lokasi pemukiman mengindikasikan adanya faktor lain yang lebih berpengaruh. Sementara itu terdapatnya pemukiman yang relatif berdekatan menimbulkan pertanyaan tentang adanya hubungan antara situs-situs tersebut. Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi pola pemukiman di delta Batanghari, hubungan antara lokasi situs dengan lingkungan fisiknya dan keterlibatan situs-situs tersebut dalam jaringan perdagangan maritim dan kegiatan yang berlangsung dalam perdagangan.
Kajian mengenai pola pemukiman memberi kesempatan untuk menguji timbal balik antara dua atau lebih komunitas berbeda. Juga untuk mengamati jaringan perdagangan, cara-cara manusia mengeksploitasi lingkungan dan organisasi sosial. Dengan demikian sesuai dengan tujuan penelitian, kajian yang dilakukan terhadap pemukiman di Delta Batanghari yaitu melalui pengamatan terhadap kepadatan, keluasan, hubungan antarsitus dan hubungan antara situs dengan lingkungan.
Hasil penelitian memperlihatkan bahwa faktor perdagangan lebih berpengaruh terhadap pertumbuhan pemukiman di Delta Batanghari. Apalagi perdagangan sedang mengalami perkembangan di wilayah nusantara sejak abad 12 Masehi, masa yang sejaman dengan perkembangan pemukiman di Delta Batanghari.
Namun demikian walau perdagangan merupakan faktor pendorong tumbuhnya pemukiman, penempatan lokasi pemukiman ternyata menggambarkan adanya kearifan masyarakat untuk memanfaatkan daerah yang memiliki aksesibilitas tinggi melalui sungai atau anak sungai. Penempatan lokasi pemukiman seperti ini menunjukkan walau Delta Batanghari mulanya merupakan daerah rawa dengan kecenderungan selalu tergenang, lokasi pemukiman tetap dipilih pada lokasi yang memiliki aksesibilitas ke pemukiman lain.
Hubungan antar situs di Delta Batanghari selain ditunjukkan melalui kesamaan sisa kegiatan masyarakat juga dari keletakannya dengan faktor lingkungan seperti sungai atau anak sungai. Koto Kandis, Lambur dan Sitihawa, merupakan contoh pemukiman yang berada di dekat sungai atau anak sungai dan antar situs dihubungkan pula oleh sungai atau anak sungai sebagai jalur transportasi utama.
Pengaruh lingkungan agaknya berperan dalam pembentukan karakter pemukiman. Berdasarkan kondisi lingkungannya, Kota Kandis memenuhi syarat untuk dikategorikan sebagai kota pelabuhan. Sejalan dengan semakin ramainya pelabuhan, Koto kandis menjadi semakin padat untuk lokasi hunian, sehingga lokasi hunian meluas ke daerah di dekatnya yang memiliki aksesibilitas tinggi terhadap Koto Kandis yaitu Lambur dan Sitihawa. Oleh karena jalur transportasi kurang lancar akibat sempitnya anak sungai yang melintas di kedua daerah, Lambur dan Sitihawa hanya bertindak sebagai konsumen barang, dan kurang terlibat langsung dalam jaringan perdagangan internasional."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2004
T15351
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Nurul Qosimah Batubara
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor pendukung dan penghambat yang dapat digunakan sebagai masukan optimalisasi pelayan program rujuk balik di instalasi rawat jalan RS Mitra Medika Batanghari. Metode penelitian. Penelitian menggunakan desain kualitatif dengan metode case study. Informan dari 22 orang pasien hipertensi yang telah dirujuk balik dan 6 orang petugas RS Mitra Medika Batanghari, sumber data dari wawancara mendalam, observasi telah dokumen. Hasil. Sebagian besar pasien hipertensi yang telah dirujuk balik tidak patuh mengunjungi FKTP. Pengetahuan pasien terhadap PRB kurang. Akses menuju fasyankes mudah. Penghambat tidak optimalnya pelayanan PRB adalah kurangnya sosialisasi monitoring dan evaluasi kebijakan PRB di lingkungan rumah sakit, tidak ada SOP terkait PRB, PIC PRB bertugas melayani PRB dan non PRB, tidak ada pelatihan terkait PRB, Pojok PRB tidak tersedia, tidak ada insentif petugas pelaksana PRB, pasien tidak patuh terhadap instruksi DPJP, tidak ada SRB rekomendasi dokter dan lembar resep khusus PRB, SRB tidak diisi lengkap, edukasi pasien singkat. Faktor pendukung pelayanan PRB yaitu petugas pelaksana berkomitmen aktif terhadap PRB, DPJP patuh merujuk balik pasien PRB, komunikasi dan koordinasi antar petugas pelaksana PRB baik, petugas pelaksanan mengetahui formularium nasional obat PRB. Kesimpulan. Program rujuk balik di instalasi rawat jalan RS Mitra Medika Batanghari belum terimplementasi dengan baik karena tidak ada panduan yang jelas terkait PRB dan masih ada pasien hipertensi yang telah direkomendasikan untuk dirujuk balik tidak melanjutkan hingga terdaftar sebagai pasien PRB. Saran. Pelayanan PRB akan terimplementasi dengan baik apabila rumah sakit memiliki panduan pelayanan PRB yang jelas yang mengatur seluruh kegiatan yang berhubungan dengan PRB serta dilakukannya monitoring dan evaluasi yang berkelanjutan. Penelitian lebih lanjut terkait PRB diharapkan dapat meneliti secara holistik dengan melibatkan seluruh stakeholder.

The aim of this study is to determine the supporting and inhibiting factors that can be used as input for optimizing the staff of the Referral Program in the outpatient installation of the Mitra Medika Batanghari hospital. Method. The study used a qualitative design with a case study method. Informants from 22 hypertensive patients who have been referred back and 6 from Mitra Medika Batanghari hospital staff, data sources from in-depth interviews, observations have been documented. Results. Most hypertensive patients who have been referred back do not comply with primary health care. The patients knowledge of the referral program is lacking. Access to health care facilities is easy. Inhibition of suboptimal service of the referral program is the lack of socialization of monitoring and evaluation of referral program policies in the hospital environment, there are no SOP related to the referral program, the PIC referral program is responsible for operating the referral program and non-referral program, there is no training related to the Referrals program, Referral program corner is not available, there is no incentive to implement referral program, patients are not in adherence with the instructions of the specialist, no recommendations from referral doctors and special referral program sheets, referral returns are not fully completed, short patient training. Supporting factors for the referral program services are that the executive officer is actively engaged in the referral program, obedient specialist doctors refer patients back to the referral program, communication and coordination between the referral program performers well, the implementation officer knows the national formulary of the referral program medication from the referral program. Conclusion. The referral program in outpatient facilities at Mitra Medika Batanghari Hospital has not been correctly implemented because there are no clear guidelines and hypertensive patients are still being advised to be referred back to continue until they are registered as referral program patients. Suggestion. The referral program service is well implemented if the hospital has a clear referral program service guide that controls all activities related to the referral program and performs continuous monitoring and evaluation. It is expected that further research on the referral program can be holistically examined by involving all stakeho."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2020
T54436
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Iik Sri Sulasmi
"ABSTRAK
Penelitian tentang populasi rotan jernang (Daemonorops draco Willd.) di desa
Jebak Batanghari, Provinsi Jambi belum pernah dilakukan. Rotan jernang
merupakan tumbuhan penghasil getah jernang yang memiliki banyak manfaat.
Pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode
purposive random sampling. Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif.
Hasil penelitian menunjukan bahwa, populasi rotan jernang hanya 8 rumpun yang
terdiri dari 82 individu. Selain rotan jernang juga ditemukan 6 spesies rotan lain.
Spesies rotan yang memilik jumlah individu terbesar adalah rotan lilin yaitu 11
rumpun yang terdiri dari 197 individu. Rotan jernang merupakan rotan yang
memiliki populasi terkecil dibandingkan populasi rotan jenis lain. Kondisi di
lokasi penelitian adalah suhu udara berkisar 20,20C -28,90C; kelembapan udara
berkisar 58%-68%, dan pH berkisar 4,60-4,81. Selain itu, diperoleh 35 spesies
tumbuhan yang berfungsi sebagai rambatan rotan jernang sejumlah 73 individu.
Jumlah pohon rambatan yang tidak sebanding dengan jumlah Rotan jernang
menyebabkan kematian rotan jernang. Hasil analisis vegetasi diperoleh 51 spesies
tumbuhan berdiameter batang > 10 cm terdiri dari 69 individu dengan Indeks
Nilai Penting (INP) 11 yaitu trembesi, serta 33 spesies tumbuhan berdiameter
batang < 10 cm, yang terdiri dari 60 individu dengan INP tertinggi 20 yaitu
trembesi. Hasil wawancara menunjukkan bahwa populasi rotan jernang di desa
Jebak Batanghari, Provinsi Jambi sudah sulit ditemukan disebabkan pembalakan
liar dan perambahan hutan

Abstract
Research of Rattan Jernang (Daemonorops draco Willd.) population in Jebak
Batanghari district, Jambi has never done. Daemonorops draco is a plant that
produces dragon blood. Dragon blood is very useful for Suku Anak Dalam Jambi
life. This research uses purposive random sampling method. All of data are
analyzed by description. Based on the research, it shows that except
Daemonorops draco, there were also found six species of rattan. The population
of Daemonorops draco in Jebak forest was only 8 clamps, consisting of 82
individuals. Daemonorops draco had the smallest population among the other
ones. The highest population was Calamus javensis, consising of 11 clams 197
individuals. The condition of the research location was that the temperature was
20.20C -28.90C, the humidity was 58%-68%, and pH was 4.60-4.81. In this
location, there were also found 35 species of plants (73 individuals) as
Daemonorops draco?s vine. The amount of the Daemonorops draco?s vine and
Daemonorops draco was not balance, this condition caused the death of
Daemonorops draco in Jebak forest. Based on the vegetation analyze, it was
found 51 species of plants with diameter > 10 cm consist of 69 individuals the
highest SIV is Pithecolobium saman (11), and 33 species plants with diameter
< 10 cm consist of 60 individuals, the highest SIV is Pithecolobium saman (20).
Based on the interview, it shows that the population of Daemonorops draco in
Jebak forest was rare because of illegal logging and forest encroachment"
2012
T31560
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Arthur Timothy Gandreto
"Sempadan sungai merupakan salah satu area yang rentan terkena bencana hidrologis seperti banjir dan erosi. Namun permukiman di sempadan sungai masih sering dijumpai, contohnya di Sempadan Sungai Batanghari. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pola spasial perkembangan permukiman di Sempadan Sungai Batanghari dan menganalisis faktor pendorong dan penghambat yang mempengaruhi perkembangan permukiman pada periode 1985-2020. Penelitian ini menggunakan citra satelit Landsat untuk menganalisis perkembangan permukiman secara spasial dan membagi sempadan sungai menjadi 29 segmen dan mengelompokkannya berdasarkan tipe alur sungai melalui penghitungan sinuosity index (SI). Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara spasial terjadi perkembangan luas permukiman di 25 segmen Sempadan Sungai Batanghari pada periode 1985-2020, sedangkan terjadi penurunan luas permukiman di 3 segmen. Berdasarkan tipe alur sungai, didapatkan tipe alur sungai meander merupakan tipe alur sungai yang paling pesat perkembangannya pada periode 1985-2020. Hal ini bertentangan dengan teori yang paling rentan terhadap bencana erosi tepi sungai. Sedangkan secara temporal, terjadi variasi perkembangan luas permukiman pada periode 1985-2020, dimana periode perkembangan tertinggi terjadi pada periode 1990-2000 sebesar 41,4%. Kemudian faktor yang mempengaruhi perkembangan permukiman yaitu faktor pendorong yang terdiri atas pekerjaan, perubahan penggunaan lahan, aksesibilitas dan budaya, sedangkan faktor penghambat terdiri atas bencana dan kebijakan pemerintah. Dimana faktor pendorong lebih dominan daripada faktor penghambat, yang berdampak kepada perkembangan permukiman di Sempadan Sungai Batanghari periode 1985-2020.

Riverbanks are one of the areas that are vulnerable to hydrological disasters such as flooding and erosion. However, settlements on riverbanks are still often found, for example on the Batanghari Riverbanks. This study aims to analyze the spatial pattern of settlement development in the Batanghari River Basin and analyze the driving and inhibiting factors that influence settlement development in the 1985-2020 period. This study used Landsat satellite imagery to spatially analyze settlement development and divided the riverbanks into 29 segments and grouped them based on the type of river channel through the calculation of sinuosity index (SI). The results showed that spatially there was a development of settlement area in 25 segments of the Batanghari River Basin in the 1985- 2020 period, while there was a decrease in settlement area in 3 segments. Based on the type of river channel, it was found that the meander river channel type was the most rapidly developing river channel type in the 1985- 2020 period. This is contrary to the theory that it is most vulnerable to riverbank erosion disasters. While temporally, there were variations in the development of settlement areas in the 1985-2020 period, where the highest development period occurred in the 1990-2000 period by 41.4%. Then the factors that influence settlement development are driving factors consisting of employment, land use change, accessibility and culture, while inhibiting factors consist of disasters and government policies. Where the driving factor is more dominant than the inhibiting factor, which has an impact on the high development of settlements in the Batanghari River Basin for the period 1985-2020."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pahmi
"Sistem mata pencarian hidup peisan Melayu Jambi yang tinggal di pinggiran sungai Batanghari khususnya di desa Senaning terdiri dari berbagai unit usaha seperti, pertanian sawah, pertanian kebon, perikanan darat dan perdagangan serta ekonomi rumah tangga. Masing-masing sistem mata pencarian hidup ini memiliki mekanisme tersendiri dalam pengelolaannya, namun sebagai peisan yang hidup dalam satu desa terdapat beberapa kesamaan yang dimiliki mereka terutama pada sikap mental, yaitu sikap mental peisan. Sikap mental ini tidak hanya berorientasi subsistensi dan moral, tetapi mereka juga melakukan aktifitas perekonomian yang berprespektif untung-rugi atau rasional.
Dengan menggunakan pendekatan kultural dalam kerangka pendekatan kualitatif, maka penelitian terhadap sistem mata pencarian hidup peisan Melayu Jambi dengan mengamati aktifitas mereka dan juga peneliti melakukan wawancara secara mendalam terhadap beberapa informan untuk mengetahui fenomena khas tersebut dalam rangka melihat nilai-nilai kultural yang ada. Dari hasil pengamatan dan wawancara mendalam terlihat dengan jelas bahwa di desa Senaning sangat kuat memegang tradisi pelarian atau tolong menolong, kuatnya ikatan kekeluargaan dan prinsip shared poverty `berbagi kemiskinan". Prinsip ini menjadi pedoman dalam siklus kehidupan mereka, baik dalam bidang ekonomi maupun dalam aktifitas yang sifatnya sosial, seperti kenduri acara agama dan upacara-upacara lainnya.
Sistem mata pencarian hidup juga menggambarkan bahwa pertanian sawah dan kebon tidak hanya melahirkan budaya pelarian namun semakin memantapkan mentalitas subsistensi yaitu budaya ragan yang cenderung hanya pada pemenuhan kebutuhan hidup. Sementara itu budaya berguyur atau santai dan nrimo takdir merupakan implikasi dari sistem mata pencarian hidup pertanian kebon dan usaha perikanan tradisional, hal ini merupakan satu sisi dari dua mata uang nilai-nilai kultural yang terdapat pada mereka. Pada sisi lain peisan Melayu Jambi melalui sistem mata pencarian hidupnya juga memiliki sikap mental yang berorientasi komersil dan pasar. Orientasi ini terlihat jelas dalam sistem mata pencarian hidup perikanan darat yaitu keramba dan unit usaha perdagangan.
Kalkulasi yang rasional terlihat ketika peisan menanamkan modal, mengelola, memanen dan menjual ikan kerambanya. Dalam bidang perdagangan peisan melakukan hubungan dengan pasar-pasar besar dan perhitungan yang matang dalam perdagangannya khususnya perdagangan ikan keramba. Selain itu dari sistem mata pencarian hidup peisan Melayu Jambi juga melahirkan budaya celengan atau investasi. Budaya ini terlihat dalam unit usaha pertanian kebon, walaupun mereka bersifat santai, namun tersirat mereka mempersiapkan modal dihari depan, begitu juga dalam rumah tangga peisan sudah muncul kesadaran untuk menginvestasikan hasil-hasil usaha mereka dengan membeli kebon, sawah, dan ternak dan termasuk juga menyekolahkan anaknya sebagai modal hari depan. Dari rumah tangga semakin terlihat jelas bahwa masing-masing mata pencarian hidup tersebut saling menopang antara satu dan lainnya.
Dengan demikian jelaslah bahwa mentalitas peisan masih memegang teguh nilai-nilai subsistensi, tagan hidup, lamban (berguyur), Pelarian (tolong menolong), Familisme (kekeluargaan). Namun demikian Peisan sudah ada yang mengarah pada mentalitas komersil dan pasar sekalipun prosesnya berjalan secara lamban, memakan waktu yang cukup lama."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T14343
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahma Hamidah
"Place attachment menggambarkan ikatan emosional yang positif terhadap suatu tempat secara spesifik yang terbentuk melalui pengalaman manusia baik secara individu maupun kelompok. Relasi secara sosial, material, dan ideologi menjadi faktor pembentu hubungan dengan tempat. Place attachment terdiri dari tiga komponen yaitu manusia, tempat, dan proses psikologis yang terdefinisi melalui dua subdimensi yaitu place dependence (keterikatan fungsional) dan place identity (keterikatan emosional). Komponen tersebut dapat menjadi modal untuk mengidentifikasi dan mengembangkan kawasan perkotaan dengan melibatkan persepsi pengguna ruang kota, sehingga dapat menghasilkan pemrograman kawasan secara bottom up. Kawasan Pasar Jambi merupakan pusat perdagangan dan pariwisata dengan nilai historis di Kota Jambi yang perkembangannya sejalan dengan eksistensi Sungai Batanghari. Penelitian perancangan yang tersusun melalui tesis ini bertujuan untuk menata ulang kawasan Pasar Jambi yang livable dan walkable sehingga pengembangan ruang publik dengan variasi karakter kawasan dapat terhubung dengan place attachment. Hasil penelitian perancangan menunjukkan adanya kebutuhan untuk mengembangkan kawasan berdasarkan karakter familiarity & distinctiveness, aktivitas yang secara regular berlangsung, kesinambungan dengan jenis aktor yaitu pedagang, pengunjung, dan warga; dan fitur kontekstual masing-masing spot yaitu area blok-blok Pasar Jambi dan tepian sungai Batanghari.

Place attachment is a positive emotional relationship developed by human experience, both individually and in groups. The relationship with the place is formed by social, material, and ideological relations. Place attachment consists of three components: individuals, places, and psychological processes that are defined by two sub-dimensions: place dependence (functional attachment) and place identity (emotional attachment). These components can be used to identify and develop urban areas by including the perceptions of users, resulting in bottom-up programming. Pasar Jambi area is a historical commercial and tourism center in Jambi City that has grown in tandem with the existence of the Batanghari River. This thesis intends to reorganize the livable and walkable Pasar Jambi area so that the development of public spaces with various characteristics can be linked with place attachment. The result shows that there is a need to develop the area based on the characteristics of familiarity and distinctiveness, regularly-occupied activities, environmental congruence with multiple types of actors, which are traders, visitors, and residents; and the contextual features of each spot, which are the area of Pasar Jambi blocks and Batanghari riverfront."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yusniawati
"Indonesia sudah meratifikasi Konvensi Minamata pada tanggal 13 September 2017, dan Konvensi ini mulai berlaku sejak 16 Agustus 2017. Pertambangan Emas Skala Kecil (PESK) cukup massif dan memprihatinkan, khususnya di sepanjang Daerah Aliran Sungai (DAS) Batang Hari yang merupakan DAS tebesar kedua di Indonesia. Merkuri dalam kegiatan penambangan emas digunakan sebagai pengikat dan dapat menjadi polutan di lingkungan karena bersifat toxic. Masalah yang muncul pada kegiatan PESK ini adalah limbah merkuri yang di buang langsung ke lingkungan bersifat toxic dan dapat meningkatkan risiko kesehatan masyarakat sekitar PESK.
Riset ini bertujuan untuk memprakirakan risiko kesehatan non karsinogenik pada masyarakaat yang disebabkan oleh pajanan merkuri.di Kecamatan Muara Bulian Kabupaten Batanghari Provinsi Jambi Riset ini bersifat deskriptif analitik dengan menggunakan metode analisis risiko kesehatan lingkungan dan menggunakan pendekatan kuantitatif. Sampel yang diambil merupakan sampel lingkungan, meliputi: sampel air sungai, tanah, ikan dan sayuran.
Hasil laboratorium diperoleh kadar rata-rata merkuri pada air sungai Batang Hari, air bersih, sayuran, ikan, dan tanah masing-masing sebesar 0,00831 ppm; 0,00005 ppm; 0,00089 ppm; 0,00013 ppm; dan 0,00600 ppm. Pengukuran antropometri dilakukan pada 77 responden melalui kuesioner.
Hasil perhitungan risiko kesehatan diperoleh nilai Risk Quotients lebih dari satu (RQ > 1) pada air minum (RQ = 3,1151) dan pada ikan (RQ = 3,4245). Dengan demikian konsumsi air sungai dan ikan, berpotensi menyebabkan gangguan kesehatan pada masyarakat disekitar pertambangan emas skala kecil. Nilai RQ sayuran lebih kecil dari 1 (RQ = 0,015), dengan demikian sayuran masih aman untuk dikonsumsi.

Indonesia has ratified the Minamata Convention on 13 September 2017, and the Convention came into force on 16 August 2017. Artisanal small-scale gold mining (ASGM) is quite massive and concerning, particularly along the Batang Hari River Basin (DAS) which is the second largest basin in Indonesia. Mercury in gold mining activities is used as a binder and can be a pollutant in the environment because it is toxic. Problems arise from ASGM activity is mercury waste directly disposed to the environment is toxic and can increase public health risk.
This study aims to aims to predict non carcinogenic health risks in the community caused by mercury exposure in Kecamatan Muara Bulian Batanghari Regency of Jambi Province. This research is analytical descriptive method using environmental health risk analysis and using quantitative approach. Samples taken are environmental samples, including: river water samples, soil, fish and vegetables.
Laboratory results obtained average levels of mercury in river water Batang Hari, clean water, vegetables, fish, and soil respectively of 0.00831 ppm; 0,00005 ppm; 0.00089 ppm; 0.00013 ppm; and 0,00600 ppm. Anthropometric measurements were performed on 77 respondents through questionnaires.
Health risk calculation results obtained Risk Quotients value more than one (RQ> 1) in drinking water (RQ = 3.1151) and on fish (RQ = 3.4245). Thus the consumption of river water and fish, has the potential to cause health problems in communities around small-scale gold mining. The value of vegetable RQ is less than 1 (RQ = 0.015), thus vegetables are still safe for consumption.
"
Depok: Sekolah Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia, 2018
T50814
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sofiyetti
"Remaja mempunyai masalah dengan citra tubuh (body image), gaya hidup, pola makan tidak teratur dan faktor lain seperti aktifitas fisik. WHO (2003) melaporkan di Asia dan Afrika Selatan wanita usia subur (WUS) yang mengalami kekurangan energi kronik (KEK) sebanyak 21-51%. Di Indonesia berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2007 diketahui prevalensi KEK pada WUS sebesar 13,6%, di Jambi prevalensi KEK pada WUS 9,4%, prevalensi obesitas umum pada perempuan usia 15 tahun ke atas 18,6% dan di Batanghari remaja putri usia 15 tahun keatas dengan IMT kurus 22,9%, obesitas 8,9%.
Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui hubungan citra tubuh (body image), pola konsumsi dan aktifitas fisik dengan status gizi pada remaja putri SMU Negeri 8 Batanghari Propinsi Jambi tahun 2009. Disain penelitian yang digunakan adalah cross sectional. Sampel penelitian yaitu 188 orang remaja putri kelas X, XI dan XII SMU Negeri 8 Batanghari. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober-November 2009 dengan mengambil data primer melalui pengisian kuesioner tentang citra tubuh, pola konsumsi dan aktifitas fisik serta pengukuran tinggi badan menggunakan microtoice dan pengukuran berat badan dengan timbangan seca. Analisis data menggunakan uji chi square.
Hasil penelitian menunjukkan remaja putri dengan status gizi kurang 8 orang (4.3%), gizi lebih 19 orang (10,1%), obesitas 9 orang (4.8%) dan dengan status gizi normal 152 orang (80,9%). Remaja putri yang tidak distorsi citra tubuh (90,4%), dan yang mengalami distorsi (9,6%). Pola konsumsi makan utama 2-3 kali sehari sebanyak (97,9%), 1 kali sehari sebanyak (2,1%). Frekuensi makan siap saji sering sebanyak (29,8%), jarang sebanyak (70,2%). Makan pagi sering sebanyak (38,2%), jarang sebanyak (6,8%). Kebiasaan makan makanan jajanan sering sebanyak (72,3%), jarang sebanyak (27,7%). Untuk aktifitas fisik olah raga sering sebanyak (5,9%), jarang sebanyak (94,1%). Waktu menonton tv atau main kompuer/game lama sebanyak (63,2%), sebentar sebanyak (36,2%). Waktu tidur lama sebanyak (62,2%), sebentar sebanyak (37,8%).
Ada hubungan yang bermakna antara citra tubuh (body image) dengan status gizi dengan p value = 0,000 (p<0,05). Tidak ada hubungan yang bermakna antara pola konsumsi dan aktifitas fisik dengan status gizi. Disarankan kepada remaja putri makan dengan pola gizi seimbang, sarapan pagi, olah raga secara teratur dan dan istirahat yang cukup. Sekolah diharapkan mengadakan pendidikan kesehatan, mengaktifkan UKS dan bekerjasama dengan petugas kesehatan.

Adolescents have body image problem, life style, irregular pattern of consumption, and others factors like physical activity WHO (2003) reported in Asia and South Africa, productive women which feel less of chronicle energy were 21-51%. In Indonesia, According Primary Health Research (Riskesdas at 2007), less of chronicle energy at reproductive women (Muach <23.5 cm) was 13,6%. In Jambi less of chronicle energy prevalens was 9,4 %, general obesity prevales at women more than 15 years old is 18,6% and in Batanghari, girls which are more than 15 years old had body mass index that underweight were 22,9% and obesity were 8,9%.
The goal of this study was to know The Relationship Among Body Image, Consumption Pattern And Physical Activity With Nutrtional Status Among Senior High School Student At SMU Negeri 8 Batanghari Jambi In 2009. Design of study was cross sectional Samples were 188 student at X class, XI class dan XII class SMU Negeri 8 Batanghari.This study was done at October-November in 2009 by using primary data and filling quesioner about body image, consumption pattern and physical activity measuring the height with microtoise and measuring the weight with seca pairs of scales, data analisys used chi square test.
The result of study indicate that underweight students were 8 (4.3%), overweight students are 19 person (10,1%), obesity students were 9 person (4.8%) and the normal weight with normally nutrient status are 152 person (80,9%). The respondent which are not distortion of body image are 170 person (90,4%), and having distortion 18 person (9,6%) The main food of consumption pattern was 2-3 times a day was (97,9%), once in a day (2,1%). Fast food were often (29,8%) and rarely (70,2%). Breakfasts was often (38,2%) and rarely (6,8%). For having Snack was often (72,3%) and rarely (27,7%). Physical activity which were often doing sport (5,9%) and rarely (94,1%). Watching television or playing game in computer was long time (63,2%), short time (36,2%). Time for sleeping was long (62,2%) and short time (37,8%).%).
There was a significant relationship between body image and nutritional status (p value = 0,000, p<0,05). There is no relationship between consumtion pattern and physical activity and nutritional status. Suggested to teenager to comsump the balance nutritional food, breakfast, regulary exercise and enough resting. School was hoped to make healthy education, activated UKS and cooperated with professional health provider.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2009
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>