Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 1362 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Gould, Jonathan W.
Thousand Oaks: Sage, 1998
346.730 1 GOU c
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Tolle, Lauren Woodward
"[Improving the Quality of child custody evaluations raises significant questions of accuracy, reliability, and validity in the way even the best-intentioned evaluations are conducted, and proposes standardized guidelines for correction. Identifying conceptual as well as empirical shortcomings in the evaluation process, the authors analyze the current state of custody evaluation protocols and the welter of laws surrounding the concept of the best interests of the child. An empirically-based framework, the egregious/promotive factors model, is presented as a reliable alternative, supported by rigorous assessment tools and backed by the results of a pilot study of the model among family court judges. Throughout, the book never loses sight of the optimum end result : a reliable foundation for children’s future well-being. , Improving the Quality of child custody evaluations raises significant questions of accuracy, reliability, and validity in the way even the best-intentioned evaluations are conducted, and proposes standardized guidelines for correction. Identifying conceptual as well as empirical shortcomings in the evaluation process, the authors analyze the current state of custody evaluation protocols and the welter of laws surrounding the concept of the best interests of the child. An empirically-based framework, the egregious/promotive factors model, is presented as a reliable alternative, supported by rigorous assessment tools and backed by the results of a pilot study of the model among family court judges. Throughout, the book never loses sight of the optimum end result : a reliable foundation for children’s future well-being. ]"
New York: [Springer, ], 2012
e20396237
eBooks  Universitas Indonesia Library
cover
Nicolas, Joanna
New York: McGraw-Hill; Open University Press, 2012
362.7 NIC c
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Kuala Lumpur: Malaysian Handicraft Development Corporation, 2007
R 745.5 CRA (1)
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
cover
Stefy Kamila Failasufa
"Penelitian ini menganalisis tentang bagaimana penanganan sengketa international child abduction yang terjadi setelah adanya perceraian dari sepasang suami istri yang telah melangsungkan perkawinan campuran beda kewarganegaraan. Perbedaan hukum yang berlaku antara suami dan istri, mempengaruhi status personal anak tersebut dalam berhadapan dengan hukum. International child abduction diatur dalam the Hague Convention on the Civil Aspects of International Child Abduction 1980. Indonesia belum menandatangani konvensi tersebut sehingga penanganannya mengacu pada undang-undang nasional seperti Undang-Undang Perlindungan Anak, Undang-Undang Perkawinan, Undang-Undang Kewarganegaraan RI, dan Undang-Undang Kesejahteraan Anak. Penanganan kasus ini di Indonesia melibatkan instansi seperti KPAI, Kementerian Luar Negeri, dan Kedutaan Besar. Selain melibatkan instansi, pada umumnya proses pengembalian anak dalam penanganan international child abduction dapat mengikuti perjanjian bilateral antara kedua negara, tetapi Indonesia belum memiliki perjanjian bilateral terkait international child abduction dengan negara-negara seperti Amerika Serikat, Singapura, Belanda, dan Prancis. Salah satu yang menjadi permasalahan besar dalam menangani international child abduction di Indonesia adalah Indonesia belum menjadi negara anggota the Hague Convention on the Civil Aspects of International Child Abduction dan belum meratifikasi konvensi tersebut. Penyelesaian international child abduction di pengadilan bisa menghasilkan putusan pengembalian anak atau penetapan hak asuh anak berdasarkan prinsip the best interest of the child dan prinsip habitual residence. Namun, sebagai negara yang belum meratifikasi konvensi, Indonesia masih menghadapi kesulitan dalam menangani kasus international child abduction secara efektif. Indonesia tentu membutuhkan regulasi berupa undang-undang yang jelas untuk menangani kasus international child abduction, yang mencakup Central Authority yang sesuai dengan konvensi untuk menjadi perantara antar negara, serta prosedur pengembalian anak tersebut ke negara asal atau negara habitual residence-nya.

This research analyses how to handle disputes of international child abduction that occur after the divorce of a couple who have conducted an intermarriage with different nationalities. The differences in the applicable laws between the husband and wife affect the personal status of the child when dealing with the law. International child abduction is regulated by the Hague Convention on the Civil Aspects of International Child Abduction 1980. Indonesia has not signed this convention, so the handling in Indonesia refers to national laws such as the Child Protection Act, the Marriage Act, the Indonesian Citizenship Act, and the Child Welfare Act. The handling of this case in Indonesia involves institutions such as KPAI, the Ministry of Foreign Affairs, and the Embassy. Besides involving institutions, generally, the process of returning the child in the handling of international child abduction can follow bilateral agreements between the two countries, but Indonesia does not yet have bilateral agreements related to international child abduction with countries such as the United States, Singapore, the Netherlands, and France. One of the major issues in handling international child abduction in Indonesia is that Indonesia has not become a member state of the Hague Convention on the Civil Aspects of International Child Abduction and has not ratified the convention. The resolution of international child abduction in court can result in a decision to return the child or the determination of child custody based on the principle of the best interest of the child and the principle of habitual residence. However, as a country that has not ratified the convention, Indonesia still faces difficulties in handling cases of international child abduction effectively. Indonesia certainly needs clear regulations in the form of laws to handle cases of international child abduction, which include a Central Authority in accordance with the convention to act as an intermediary between countries, as well as procedures for returning the child to the country of origin or their habitual residence country."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zulfa Djoko Basuki
"Dalam rangka pencapaian visi dan misi yang diemban dalam PROPENAS tahun 2000-2004 di bidang hukum, penulis melakukan penelitian di bidang hukum khususnya dalam bidang pemeliharaan anak sebagai dampak putusnya perkawinan kedua orang tua yang melakukan perkawinan campuran. Karena masalah pemeliharaan anak dalam disertasi ini termasuk dalam bidang Hukum Perdata Internasional, nmka dianggap perlu untuk mengadakan penelitian yang berkaitan pula dengan masalah-masalah Hukum Perdata Internasional. Terbatasnya ketentuan perundang-undangan Serta literatur yang tersedia di Indonesia mengenai masalah pemeliharaan anak sebagai dampak putusnya perkawanan campuran kedua orang tua, termasuk masalah ?child abduction", penulis mencoba melengkapinya dengan cara menelusuri ketentuan-ketentuan perundang-undangan baik nasional maupun internasional termasuk Konvensi Internasional terkait Serta putusan-putusan pengadilan di negara-negara tertentu seperti Amerika Serikat, Australia, Belanda, Inggris, Malaysia dan Indonesia beberapa tahun terakhir, baik melalui penelusuran literatur maupun dengan Cara mangakses pada internet.
Penelitian ini mempunyai tujuan sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui pengertian dan pengaturan pemeliharaan anak (child custody), kekuasaan orang tua dan batas seseorang dianggap sebagai anak (batas kedewasaan) yang terdapat dalam ketentuan perundang-undangan luar negeri (Belanda, Inggris dan Malaysia) termasuk ketentuan- ketentuan yang tercantum di dalam Konvensi-Konvensi Internasional terkait, dan membandingkannya dengan ketentuan-ketentuan perundang-undangan tentang pemeliharaan anak yang berlaku di Indonesia.
2. Untuk mengetahui seberapa jauh hak-hak anak di Indonesia, Belanda, Inggris dan Malaysia telah dilindungi sebagai akibat putusnya perkawinan antara kedua orang tua yang berbeda kewarganegaraan dalam hal status kewarganegaraannya serta adanya diskriminasi dan ketidak adilan gender terhadap perempuan.
3. Meneliti dan menganalisa ketentuan-ketentuan tentang hukum yang berlaku terhadap pemeliharaan anak sebagai dampak putusnya perkawinan campuran kedua orang tua, berdasarkan Konvensi-Konvensi Den Haag terkait (1902,1961,l980 dan 1996) baik di Indonesia maupun di luar negeri.
4. Meneliti, menganalisa dan membandingkan pertimbangan-pertimbangan hukum Hakim dalam keputusan-keputusannya di bidang pemeliharaan anak sebagai dampak putusnya perkawinan kedua orang tua yang berbeda kewarganegaraan, termasuk di bidang "international child abduction" yang diputus oleh pengadilan-pengadilan di Inggris, Amerika Serikat, Belanda, Australia, Serta beberapa negara Islam tertentu seperti Arab Saudi, United Emirat Arab (khusus mengenai masalah "international child abduction" dan Indonesia.
Hasil penelitian dan analisa tersebut akan dijadikan masukan untuk mengisi kekosongan hukum dengan membentuk perundang-undangan Indonesia di bidang pemeliharaan anak pada umumnya dan pemeliharaan anak sebagai akibat putusnya perkawinan campuran kedua orang tua pada khususnya, Serta untuk mengetahui sudah waktunyakah Indonesia turut serta di dalam Konvensi 1980 tentang ?International Child Abduction".
Disertasi ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif, interdisipliner dalam lingkup Hukum Perdata Internasional, dan yuridis empiris, yang bersifat kualitatif dan komparatif."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2003
D1105
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adhine Jodya Satriaji
"Skripsi ini membahas mengenai perbandingan pengaturan hak asuh anak di bawah umur akibat perceraian di Indonesia dan Belanda. Setiap pasangan yang sudah mengikatkan dirinya dalam sebuah perkawinan tidak jarang mendapat masalah dan perselisihan yang besar dalam hidupnya. Jika perselisihan tidak dapat diselesaikan, maka jalan keluar yang seringkali diambil oleh kedua pasangan adalah perceraian. Putusnya perkawinan akibat perceraian menimbulkan berbagai macam permasalahan salah satunya adalah mengenai hak asuh anak di bawah umur yang ada dalam perkawinan. Perebutan hak asuh anak tersebut tidak jarang berakhir dengan sengketa di pengadilan. Oleh karena itu, dibutuhkan pengaturan yang jelas dan rinci mengenai hak asuh anak di bawah umur. Masih kurang jelasnya pengaturan di Indonesia mengenai hak asuh anak di bawah umur akibat perceraian, membuat penulis merasa perlu untuk dilakukan perbandingan hukum dengan negara yang lebih baik pengaturan terkait hak asuh anak di bawah umur yaitu Belanda. Metode penelitian yang digunakan penulis adalah yuridis normatif dengan menekankan pada data sekunder seperti hukum positif tertulis dan perbandingan hukum antara Indonesia dan Belanda.

This thesis discuss the comparison of child custody regulation due to a divorce in Indonesia and Netherlands. Every couple who has committed themselves to a marriage often has problems and major dispute in their life. If a dispute can't be resolved, then the solution that is often taken by both couple is a divorce. Dissolution of a marriage due to a divorce raises a variety of problems, one of which is child custody in marriage. This often ends to another dispute within the divorce in court. Therefore, detailed and clear regulation regarding child custody due to a divorce is necessary. Still unclear regulation in Indonesia regarding child custody due to a divorce, makes the author feel needed to do a legal comparison with a better country regulation regarding child custody due to a divorce namely Netherlands. The method used in this research by the author is normative juridical by emphasized on secondary data such as positive written law and comparison of the laws between Indonesia and Netherlands."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sarah Nathaya Wibowo
"Perkawinan bertujuan untuk membentuk ikatan lahir batin yang kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Setiap manusia pasti memiliki harapan bahwa perkawinan yang mereka jalani akan berlangsung seumur hidup. Namun, pada kenyataannya tidak selamanya perkawinan antara suatu pasangan suami istri bersifat kekal. Dijelaskan lebih lanjut melalui Pasal 38 UU Perkawinan, suatu ikatan perkawinan dapat putus dikarenakan beberapa sebab seperti perceraian, kematian, dan putusan pengadilan. Apabila suami dan istri mengalami permasalahan dalam jangka waktu berkepanjangan sehingga menimbulkan kerenggangan di antara keduanya, maka masalah tersebut dapat berujung dengan terjadinya perceraian. Perceraian dipandang sebagai hasil dari sebuah instabilitas perkawinan yang menyebabkan perpisahan antara suami dan istri setelah secara sah dinyatakan oleh hukum. Akan timbul beberapa masalah hukum akibat perceraian, di mana salah satunya mengenai pemberian hak asuh atas anak. Anak adalah anugerah sekaligus amanat bagi orang tua yang harus selalu dilindungi karena harkat dan martabat yang melekat pada diri anak, dan hak-haknya yang harus dijunjung tinggi sebagai manusia. Mendidik, memelihara, mengasuh, dan melindungi anak merupakan suatu kewajiban bagi orang tua, sehingga perceraian yang terjadi tidak menghilangkan kewajiban orang tua terhadap anaknya. Hak untuk diasuh oleh orang tua merupakan hak setiap anak, hal ini sudah sepatutnya dipenuhi sesuai dengan yang diatur pada Undang- Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. Menurut ketentuan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, salam kasus-kasus yang sangat serius, keputusan pengadilan dapat menuntut salah satu atau kedua orang tua kehilangan kekuasaan atas anak untuk jangka waktu tertentu, dari orang tua lain, keluarga anak dalam garis lurus, dan dari saudara kandung orang dewasa atau otoritas yang berwenang. Ketika, ketika hak orang tua dicabut, mereka tetap bertanggung jawab untuk menyediakan biaya pemeliharaan anak.

Marriage aims to form an eternal physical and spiritual bond based on Belief in the God. Every human being must have hope that the marriage they live in will last a lifetime. However, in reality, the marriage between a husband and wife is not eternal. Further explained through Article 38 of the Marriage Law, a marriage bond can be broken due to several reasons such as death, divorce, and court decisions. Divorce is a legal issue that is quite common in society. If a husband-and-wife experience problems over a prolonged period, causing estrangement between the two of them, this problem can lead to divorce. Divorce is seen as the result of marital instability, in which husband and wife will live separately after being officially declared by applicable law. The occurrence of divorce raises various legal issues, one of which concerns the management of child custody. Children are a gift as well as mandate for parents which must always be maintained because in children inherent dignity and rights as human beings must be upheld. Parents are obliged to care for, nurture, educate and protect children, so that the divorce does not eliminate the obligations of parents towards their children. According to the provisions of Article 4 of the Marriage Law, one or both parents can have their power over one or more children revoked for a certain time at the request of other parents, the child's family in a straight line and from adult siblings or authorized officials, in court rulings in matters of grossly neglectful obligations towards children or extremely bad behavior. Even if the parents' powers are revoked, they are still obligated to provide maintenance costs for the child."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Yazid Nashrullah
"Penentuan pemberian hak asuh anak akibat perceraian seharusnya dilakukan dengan menerapkan prinsip Best Interest of Child karena pada dasarnya hubungan antara anak dengan orang tua tidak putus akibat perceraian. Anak memiliki hak untuk dapat tumbuh dan berkembang dengan baik sesuai dengan potensinya hingga anak tersebut mencapai usia dewasa. Majelis Hakim memiliki peranan yang besar dalam menentukan pihak mana yang berhak atas penguasaan terhadap hak asuh anak. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka bagaimana pengaturan di Indonesia mengatur mengenai penentuan penguasaan terhadap hak asuh anak dan bagaimanakah pengaruh dari prinsip Best Interest of Child dalam penentuan hak asuh anak. Metode penelitian yang digunakan penulis adalah yuridis normatif dengan menekankan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku disertai dengan sumber literatur lainnya. Masih kurang jelasnya pengaturan di Indonesia terkait apa yang menjadi parameter khusus dalam penentuan pemberian hak asuh anak setelah putusnya suatu perkawinan akibat perceraian membuat penulis merasa bahwa perlunya dibuat suatu aturan khusus untuk dijadikan suatu tolak ukur dalam penentuan terhadap pemberian hak asuh anak.

Determination of child custody due to divorce should be done by applying the principle of Best Interest of Child because basically the relationship between children and parents is not broken due to divorce. Children have the right to be able to grow and develop properly according to their potential until the child reaches adulthood. The Panel of Judges has a major role in determining which party is entitled to control over child custody. Based on this background, how does the regulation in Indonesia regulate the determination of control over child custody and how does the effect of the principle of Best Interest of Child in determining child custody. The research method used by the author is normative juridical by emphasizing the applicable laws and regulations accompanied by other literature sources. The lack of clear regulations in Indonesia regarding what are the specific parameters in determining the award of child custody after the breakdown of a marriage due to divorce makes the author feel that there is a need for a special rule to be made as a benchmark in determining the award of child custody."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>