Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 27846 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Jakarta: Sinergi Pustaka Indonesia, 2009
910SINP021
Multimedia  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Proyek Pengembangan Media Kebudayaan Ditjen Kebudayaan P dan K RI, 1976
992.5 IND m (1);992.5 IND m (2)
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Regar, Philep Morse
Jakarta: LD FE UI, 1986
312.9 REG p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Lubis, Lysna
Jakarta: LD FE UI, 1986
312.9 LUB p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
C. Setyo Rohadi
"Banyak ahli K3 memperhatikan bahwa kinerja keselamatan kerja, terutama yang berdasarkan pendekatan rekayasa, sampai batas tertentu cenderung untuk mendatar, dan upaya peningkatan selanjutnya sulit dicapai. Berbagai manajemen keselamatan kerja didasarkan pada model pengelolaan berdasarkan pembagian tugas dan kewenangan yang bertumpu pada struktur hirarki, formalisasi peraturan dan prosedur, dan pengawasan. Metode ini selama bertahun-tahun telah menghasilkan penurunan kondisi tak aman secara bermakna, melalui upaya-upaya rekayasa dan perbaikan lingkungan kerja. Meskipun demikian, sejalan dengan hilangnya kejadian kecelakaan yang berat, maka hasil dari pendekatan tradisional ini cenderung mendatar.
Telah diketahui bahwa kebanyakan insiden ditimbulkan oleh elemen manusia. Jika tanggapan pekerja terhadap keselamatan kerja tinggi, maka keamanan akan lebih rendah. Masalah bagi manajemen adalah bagaimana cara untuk memaksimalkan tingkat tanggapan pekerja terhadap keselamatan, dan menurunkan perilaku berbahaya. Mekanisme untuk perbaikan berkelanjutan bagi elemen manusia dalam keselamatan kerja adalah dengan menggunakan pendekatan perilaku dan metode statistik (survei budaya / iklim K3) yang dipadukan dengan keterlibatan pekerja dalam menindaklanjuti umpan balik serta pemecahan masalah K3.
Penelitian ini dilakukan untuk menilai budaya / iklim K3 di PT Pupuk Kujang, Cikampek. Dari 856 pekerja diambil 189 orang sebagai sampel (22%). Metode yang digunakan untuk menentukan tipe budaya K3 adalah kuesioner (161 responden), dan wawancara (28 responden).
Berdasarkan model budaya K3 berbasis sistem, hasilnya menunjukkan bahwa profil K3 PT Pupuk Kujang terutama dipengaruhi oleh faktor-faktor organisasional, seperti komitmen manajemen, lingkungan kerja, gaya manajemen, manajemen perubahan, serta pemenuhan sistem K3. Karena manajemen K3 PT Pupuk Kujang sepenuhnya mengadopsi langkah-langkah penalaran / prosedur SMK3 berdasarkan Permenaker No.05 /Men/1996, maka budaya K3 PT Pupuk Kujang dapat digolongkan sebagai tipe kalkulatif.

Analysis of Safety Culture Climate at PT Pupuk Kujang, By The Year 2003Many safety professionals notice that safety performance (especially which is based on engineering approach) to some extent may have appeared to plateau, and further improvements may seem difficult to achieve. Many of safety managements are based on authoritarian management models that rely on hierarchical structures, the formalizing of rules and procedures, and policing workers to enforce the rules. These methods have been responsible for some significant reduction of unsafe conditions over the years, through the effort to improve engineering and work environments. However, as some of the most common and severe accidents were eliminated, the result from these 'traditional methods" began to plateau.
It is known that incidents come primarily from the human element". When workforce safety responsiveness is high, accidents are lower. The management question is how to maximize this level of safety responsiveness, as to lower "at risk behavior". The mechanism for continuous improvement on human element of safety is the use of behavioral and statistical science (safety culture/ climate assessment), coupled with employee involvement in ongoing feedback and problem solving.
This study was performed to assess the safety culture/ climate at PT Pupuk Kujang, Cikampek, West-Java. The samples were 189 respondents out of 856 employees of PT Pupuk Kujang. The methods used to determine the specific tipe of safety climate/ culture were questioners (161 respondents) and interview (28 respondents).
Based on the system-based model of safety culture, the result shown that the safety profile of PT Pupuk Kujang was strongly influenced by organizational factors, such as management commitment, work environment, management style, managing change, and systems compliance. As safety management of PT Pupuk Kujang ?blindly? following all the logically steps/ procedures of SMK3 derived from Permenaker No.05/Men/1996, the safety culture of PT Pupuk Kujang can be distinguished as calculative type.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2003
T 11365
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sonny Chr. Wibisono
"Salah satu propinsi yang menjadi tempat penyebaran tinggalan arkeologi di Indonesia adalah Sumatra Utara. Luas daerah, keadaan medan, dan terbatasnya tenaga peneliti menyebabkan langkanya penelitian lapangan dilakukan di propinsi ini. Sebelum masa kemerdekaan, hanya situs-situs tertentu yang diminati oleh pengamat kepurbakalaan Sumatra. Umumnya mereka menaruh perhatian pada tinggalan arkeologis dari sites-situs di daerah, Padang Lawas, baik berupa tinggalan arsitektur maupun arca (Rosenberg 1854; Kerchoff 1887; Callenfels 1925:11-3; Schnitger 1936; 1937). Pada dekade pertama setelah masa kemerdekaan, per_hatian para peneliti masih terpusat pada Biaro-biaro yang terletak antara kecamatan Gunung Tua dan Portibi (Suleiman 1954) (gambar 1). Setelah itu, masih ada lagi penelitian yang dilakukan di Bukit Kerang antara Binjai dan Tamiang (Heekeren1957). Semakin giat peneliti arkeologi yang dilakukandi Sumatra dalam sepuluh tahun terakhir, semakin bertambah situs baru ditemukan di Sumatra Utara_"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1981
S11985
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Berutu, Lister
"ABSTRAK
Sejak Repelita pertama hingga kelima dalam pola umum pembangunan jangka panjang pertama, pembangunan bidang ekonomi dititik beratkan pada sektor pertanian. Untuk itu berbagai jenis program pembangunan telah dan akan dilaksanakan di seluruh wilayah Indonesia, mulai dan program intensifikasi, diferensiasi dan ekstensifikasi pertanian serta berbagai program penunjang lainnya. Hal ini semua secara ideal bertujuan untuk meningkatkan taraf kehidupan rakyat Indonesia sesuai dengan tujuan Pembangunan Nasional, yakni mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur secara merata berdasarkan Pancasila (GBHN, 1988).
Berbicara tentang masyarakat petani di Indonesia, tidak terlepas dari masyarakat petani menetap dan masyarakat peladang berpindah karena kedua fenomena tersebut nyata keberadaannya. Khususnya petani lading berpindah banyak dijumpai di luar pulau Jawa, Bali dan Madura (Koentjaraningrat, 1984: 1; Dephut, 1988-1993). Clifford Geertz (1976: 13-16) mengkategorikannya sebagai ekosistem Indonesia luar yang mencakup Sumatera, Kalimantan, Irian Jaya, Sulawesi, Flores, Maluku.
Data tentang jumlah peladang menurut Departemen Kehutanan ada sekitar 1. 200.000 kepala keluarga atau 6.000.000 jiwa (Dephut, 1988 - 1993). Biro Pusat Statistik memperkirakan sekitar 5.553.935 jiwa. Sedangkan menurut Food and Agricultural Organization (FAO) menyatakan sekitar 12.000.000 jiwa (Mering Ngo, 1990; Santoso, 1991; Mubyarto; 1991). Michael Dove (1981; 63-64) memperkirakan sekitar 3.800.000 kepala keluarga. Departemen Sosial (1991) menyatakan jumlah peladang sekitar 224.000 kepala keluarga atau 1.200.000 jiwa yang tersebar di 93 kabupaten dari 20 propinsi di seluruh Indonesia.
Mengingat jumlah peladang yang masih begitu besar, sejak lama pemerintah sudah berusaha mencari berbagai alternatif dan solusi dalam hal penanganan pembangunan, karena selain dianggap tidak standar dalam tingkat kehidupan ekonomi juga mempunyai andil yang besar dalam kerusakan ekosistem hutan. Perhatian tersebut telah ada sejak jaman pemerintah kolonial walaupun secara lebih sungguhsungguh diperhatikan sejak terbentuknya pemerintahan Republik Indonesia (Wirakusumah, 1980: 33).
Beberapa departemen pemerintah diikutsertakan dalam berbagai program pembangunan dalam mengantisipasi peladang. Misalnya Departemen Sosial yang dikordinir oleh Direktoral Jenderal Bina Sosial, Departemen Pertanian yang dikordinir oleh Direktorat Jenderal Kehutanan, Departemen Dalam Negeri yang dikoordinir oleh Direktorat Jenderal Pembangunan Desa, dan Departemen PUTL yang dikordinir oleh Direktorat Jenderal Cipta Karya (Departemen Dalam Negeri, 1978:18-20).
Direktorat Jendral Kehutanan sejak tahun 1971 melaksanakan program pembangunan dalam usaha penanggulangan perladangan berpindah dengan penekanan pada reboisasi dan resetlemen penduduk. Inti pengendaliannya dilakukan dengan tiga pokok usaha, yakni: pembentukan usaha tani menetap, rehabilitasi areal bekas perladangan dan pembinaan serta pengembangan usaha tani (Departemen Pertanian, 1981).
Kemudian tahun 1986 dilahirkan program Social Forestry atas bantuan Ford Foundation yang secara khusus menggarap petani ladang yang hidup di sekitar hutan lindung. Kemudian dikenal juga adanya program Desa Bina Hutan yang bertujuan mengikut sertakan konsesi pemegang HPH (Hak Pengusahaan Hutan) untuk mengembangkan masyarakat di sekitar dan dalam area konsesi serta program alokasi penempatan penduduk sekitar daerah transmigrasi. Departemen Dalam Negri dengan program pernerataan desa masyarakat peladang dan Departemen Sosial dengan program Resetlemen) desa (Santoso, 1991)."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1994
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nasrul Hamdani
"Dalam sejarah Indonesia, tahun 1950-1963 disebut sebagai periode paling dinamis. Pada masa ini, integrasi nasional yang dilandasi asas Berdikari (akronim dari berdiri di atas kaki sendiri) sebagai “ideologi” utama dalam pembentukan ekonomi nasional, menasionalisasi perusahaan asing, dan menumpas pemberontakan daerah mulai terbentuk dengan jelas. Dalam proses ini, peran penggiat kebudayaan daerah menjadi penting terutama dalam usaha-usaha merepresentasikan daerah di tingkat nasional, sementara pada saat yang sama berhadapan dengan konflik kepentingan antara pusat dengan daerah. Dengan mengambil Sauti, tokoh penggiat kebudayaan Melayu, penelitian ini bertujuan memahami perjuangan Sauti dalam merepresentasikan kebudayaan Melayu sebagai produk “Kebudayaan Nasional”. Dengan pendekatan sejarah, sebagian besar data diperoleh melalui sumber-sumber dokumentasi dan wawancara mendalam. Penelitian ini ingin menunjukkan peran dan kontribusi Sauti yang menentukan dalam penyebarluasan Serampang XII. Namun dalam upaya itu, ia menghadapi tantangan dari sesama orang Melayu dan kesultanan Melayu yang menganggap dirinya sebagai pemilik kebudayaan besar Melayu."
Kalimantan Barat : Balai Pelestarian Nilai Budaya , 2020
900 HAN 3:2 (2020)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Departemen Kelautan dan Perikanan, 2001
351.08 IND p (1)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>