Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 196494 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
cover
Chandra Kirana
"ABSTRAK
Banyaknya budidaya ikan dalam keramba jaring apung (KJA) di Waduk Cirata selain meningkatkan pendapatan petani ikan setempat juga menimbulkan dampak bagi kualitas perairan waduk. Hal ¡ni disebabkan banyaknya sisa pakan dan faeces ikan yang masuk ke perairan mengakibatkan eutrofikasi perairan waduk. Hal ini menyebabkan peledakan (blooming) fitoplankton. Kondisi ini berakibat menurunnya kualitas perairan waduk tersebut.
Usaha untuk mengurangi blooming algae secara biologis telah banyak dilakukan di antaranya dengan mengontrol pemasukan unsur hara atau menggunakan tumbuhan air sebagai perangkap nutrien. Pengendalian secara biologis merupakan cara yang paling aman dan efektif, yaitu dengan mengurangi, merusak atau menghambat pertumbuhan suatu organisme oleh organisme lain. Penggunaan ¡kan untuk mengendalikan blooming fitoplankton merupakan salah satu cara yang sangat ideal.
Ikan mola (Hypothalmichthys molitrix (C.V.)) merupakan jenis ikan pemakan plankton (plankton feeder yang mempunyai pertumbuhan cepat. Dengan adanya budidaya ikan mola bersama-sama dengan ikan lainnya dalam karamba jaring apung diharapkan pertumbuhan fitoplankton yang berlebihan dapat dikendalikan, dan lestari serta sekaligus dapat menghasilkan protein hewani (ikan).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kualitas perairan, struktur komunitas fitoplankton, indeks keanekaragaman jenis fitoplankton serta melihat pengaruh dan efektivitas ikan mola sebagai. pengendali blooming fitoplankton di Waduk Cirata.
Hipotesis penelitian ini adalah pemanfaatan ikan mola (Hypophfhalmichthys molitrix (C.V) dapat menekan atau mengendalikan blooming fltoplankton sehinggga kwalitas perairannya tetap terjaga.
Penelitian ini menggunakan metode survei
a. Teknik Pengambilan Sampel: pengambilan sampel air dan ikan dilakukan 6 kali dengan selang waktu 2 minggu selama 3 bulan. Analisis sampel dilakukan di Waduk Cirata dan di Laboratorium. Sampel diambil di tujuh (7) titik (stasiun). Parameter yang diukur adalah suhu air, pH, kecerahan, DO, BOD5 total P, total N, CO2, H2S, fltoplankton yang terdapat di perairan dan yang terdapat di saluran pencernaan ikan mola.
b. Teknik Analisis Data
- perkiraan kandungari fitoplankton keseluruhan sampel dengari menggunakan rumus n = a.c/L
- untuk menghitung keanekaragaman fitoplankton dengan menggunakan Indeks Shannon-Wiener yaitu
H? = pi Iog2 pi, pi = ni/N
c. untuk mengetahui kemerataan fitoplankton dengan rumus
E = H?/H? maks = H?/ In S
d. untuk mengetahui tingkat kesamaan titoplankton di setiap stasiun dengan menggunakan Indeks Sorensen yaitu
IS=2c/a+bx 100%
e. untuk menganalisis makanan ikan mola digunakan Indek Elektivitas dan lvlev yaitu E = ri - pi/ri + pi
f. data kualitas perairan yang diperoleh dibandingkan dengan baku mutu kualitas air bagi peruntukan perikanan (golongan C) berdasarkan PP No. 20 tahun 1990 dan pustaka.
g. untuk menguji ada tidaknya perbedaan jumlah fitoplankton yang terdapat di perairan yang ada ikan mala dengan yang tidak ada dilakukan uji ?Jumlah Jenjang Wilcoxon, untuk menguji ada tidaknya perbedaan jumlah fltoplankton di tujuh stasiun dilakukan uji ?Kruskal WalIis dan untuk mengetahul korelasi antara kualitas perairan dengan jumlah fltoplankton digunakan ?Koefisien Korelasi Spearman?.
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa kualitas perairan permukaan Waduk Cirata adalah sebagai berikut: rata-rata suhu 28,8 ° C; kecerahan 12615 cm; pH 6,8; karbondioksida 3,94 mg/I; DO 6,32 mg/I; BOD5 1.81 mg/i; H2S 0,42 mg/l; total P 0,05 mgII dan total N 2,34 mg/I. Kondisi perairan tersebut masìh cukup baik untuk kehidupan ¡kan dan masih dalam kisaran baku mutu air golongan C (PP No 20 Tahun 1990), kecuali H2S, total P dan total N yang telah melebihi baku mutu air tersebut. Nilai total P dan total N yang tinggi menyebabkan eutrotikasi perairan waduk tersebut sehingga menyebabkan bloomng fitoplankton
Jumlah marga fitoplankton di perairan waduk pada bulan Mei ? Juli 2000 sebanyak 29 marga yang terdiri dan divisi Chlorophyta 17 marga, Chrysophyta 5 marga, Cyanophyta 5 marga, Pyrrophyta dan Euglenophyta masing-masing 1 marga. Jumah individu fitoplankton terbanyak di stasiun 7 (Calincing) sebesar 5.135.041 indu yang diikuti di stasiun I (Jangari) sebesar 5.076.000 md/I, sedangkan yang paling sedikit ditemukan di stasiun 4 (Patok Besi) yaitu 2.301.522 indu dan stasiun 2 (Jarigarildalam karamba) yaitu sebesar 2.424.000 md/I. Marga yang banyak ditemukan adalah Synedra, Chiorella, Microcystis, Cosmanum dan Scenedesmus. Zooplankton yang ditemukan di perairan Waduk Cirata adalah Copepoda 2 marga, Rotifera 4 macga, dan Cladocera 2 macga. Marga yang banyak ditemukan adalah Naupli, Diaptomus, dan Asplanchna.
Indeks keanekaragaman Shannon-Wiener (H?) komunitas fitoplankton di Waduk Cirata berkisar antara 2,85 - 3,53. Nilai indeks keanekaragarnan tertinggi terdapat di stasiun 3 (Maleber) yaltu 3,53, sedangkan terendah di stasiun 1 (Jangari/luar karamba) yaitu 2,85.
Indeks keseragaman atau kemerataan (E) komunitas fitoplankton disetiap stasiun berkisar antara 0,61 ? 0,84. Indeks kesamaan Sorensen (IS) komunitas fitoplankton antar stasiun di perairan Waduk Cirata berkisar antara 7179? 89,36 %.
Berdasarkan sampel ikan mola yang diteliti sebanyak 18 ekor dengan ukuran panjang 18,6 ? 27,5 cm dan berat antara 76 ?191,2 g, mempunyam panjang usus atau saluran pencemaan berkisar 101,4 ? 255 cm atau 5,5 ? 9,6 panjang totalnya. Jenis fitoplankton yang terdapat diusus ikan mala sebanyak 30 marga yang terdiri dari Chlorophyta 18 marga, Cyanophyta 5 marga, Chrysophyta 5 marga, Pyrrophyta, dan Eugenophyta masing-masing I marga. Adapun jenis yang dominan adalah Synedra, Mensmopedia, Cosmanum, Chiorella, dan Microcystis.
Berdasarkan nilai lndeks Elektivitas (E) ternyata bahwa komponen pakan yang berasal dari perairan karamba yang disukai ikan adalah Actinasfrum, Ankistrocjesmus, Characium, Cncígenia, Eudotina, Gloeocystis, Kirchneriella Oocystis, Gomphosphaetia, Astenonella, Gomphonema, Peridinium, Eugiena, Mensmopedia, Spaerocystis, Synedra, Scenedesmus, Staurastrum, Dictyosphaerium, Coelastrum, dan Cosmarium. Pakan yang tidak disukai ¡kan mola yaitu Anabaena, Euastnim, Melosira, Navicula, Spiro gyra, Chlorella, Chroococcus, Qsciflatorja, Desmidiurn, dan Microcystis.
Berdasarkan hasil pengamatan tersebut terlihat bahwa ikan mola dapat memanfaatkan pakan alami yang berupa fitoplankton secara efektif sampai 50 % sehingga ikan tersebut dapat digunakan sebagai pembersih pencemaran akibat blooming fitoplankton. Hal ini terbukti dengan perairan dalam karamba di mana ikan mola dipelihara, jumlah fitoplankton yang ditemukan jauh lebih sedikit dan Iebih jernih dibandingkan dengan perairan di luar karamba. Berdasarkan Uji Jumlah Jenjang Wilcoxon terdapat perbedaan sangat nyata antara jumlah fitoplankton di stasiun yang ada ikan mola (stasiun 2) dengan stasiun luar karamba (stasiun 1), juga terdapat perbedaan sangat nyata jumlah fitoplankton di antara 7 stasiun penelitian. sedangkan dari Uji Koefisien Korelasi Spearman terbukti bahwa ada korelasi yang positif nyata antara Total P dengan jumlah fitoplankton. Oleh karena ¡tu apabila ikan mola yang ditebarkan keseluruh perairan waduk dalam jumlah yang banyak, maka blooming fìtoplankton yang terjadi selama ini dapat dicegah sehingga tidak terjadi pencemaran dan kematian masal ikan yang pernah terjadi di Waduk Cirata tidak akan terulang kembali.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut, maka dapat diambil kesimpuIan sebagai berikut:
1. Perairan Waduk Crata tergolong perairan yang hypertrofik, dan kuahtas airnya terutama Total P, Total N dan H2S telah melampaui nilai ambang batas baku mutu lingkungan.
2. Jumlah marga yang ditemukan di stasiun 2 adalah 25 marga, stasiun 2 sebanyak 18 marga, stasiun 3 sebanyak 25 marga, stasiun 4 sebanyak 14 marga, stasiun 5 sebanyak 18 marga, stasiun 6 sebanyak 17 marga, dan stasiun 7 sebanyak 22 marga. Marga terbanyak dan divisi Chiorophyta.
3. Nilai indeks keanekaragaman (H?), perairan Waduk Cirata berkisar antara 2,85 ?3,53.
4. Berdasarkan analisis usus ikan mola terlihat bahwa seluruh pakan yang dimakan adalah fitoplankton. Jenis yang disukai adala h Mensmopedia, Synedra, Microcyst is, Spaerocystis, Dictyosphaenum, Coelastrum dan Cosmarium. Dengan demikian terbukti bahwa ¡kan mola dapat mengurangi tingkat pencemaran akibat bloomìng fltoplankton sebesar 50 %."
2001
T3781
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Abel Gandhy
"ABSTRAK
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh pengembangan usaha dalam bentuk diversifikasi jenis ikan yang dibudidayakan pada keramba jaring apung di Waduk Cirata. indikator analisis finansial yang digunakan adalah Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Payback Period (PP) dan Net Benefit Cost Ratio (Net B/C). Hasil analisis menunjukkan bahwa kegiatan diversikasi jenis ikan meningkatkan NPV, meningkatkan Internal Rate of Return (IRR), dan mempercepat Payback Period serta meningkatkan nilai Net B/C. sehingga kegiatan diversifikasi jenis ikan akan meningkatkan pendapat petani dan layak untuk dilakukan."
Jakarta: FEB UHAMKA, 2018
330 AGREGAT
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Muhlisin
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2004
T40162
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sutardjo
"Budidaya ikan dalam keramba jaring apung (WA), marupakan salah satu kegiatan yang berkembang pesat di waduk Jatiluhur. Dasar pertimbangan pengembangan BJA ialah untuk pemanfaatan sumber air waduk dan untuk memberikan sumber pendapatan altematif bagi masyarakat di sekitamya. Dampak positif dari pengembangan BJA antara lain meningkatnya lapangan kerja bagi masyarakat di sekitarnya dan meningkatnya produksi ikan untuk konsumsi dalam negeri. Jumlah Keramba Jaring Apung (KJA) yang beroperasi di waduk Jatiluhur terus mengalami peningkatan dari 15 unit KJA pada tahun 1988 menjadi 2.100 unit KJA pada tahun 1997 dengan total produksi ikan yang di panen hingga tahun 1997 sebanyak 1.545.32 ton.
Namun demikian perkembangan WA tersebut telah menimbulkan dampak negatif terhadap kualitas perairan, dan menyebabkan kegagalan panen akibat kematian ikan budidaya secara masal pada tahun 1996 dan 1997.
Dalam rangka pengendalian dampak negatif BJA tersebut, telah dilakukan berbagai upaya antara lain : penataan ruang waduk dan pengembangan KJA sistem ganda. Kematian ikan akibat perubahan kualitas air biasanya terjadi pada awal musim penghujan saat cuaca mendung, dimana intensitas cahaya matahari sangat rendah, sehingga menyebabkan rendahnya laju fotosintesis dan rendahnya produksi oksigen (02) dalam air. Berdasarkan data time series kualitas air di Ciganea terdapat peningkatan kandungan nutrien yang dihasilkan dari dekomposisi limbah organik yang berasal dari BJA. Peningkatan nutrien tersebut mengakibatkan meningkatnya kesuburan perairan dan densitas fitoplankton, sehingga akan meningkatkan kebutuhan 02 yang diperlukan fitoplankton pada malam hari. Pada kondisi populasi fitoplankton yang padat dan padatnya ikan dalam KJA, menyebabkan terjadinya defisit 02 yang lebih besar, akibatnya jumlah ikan dalam KJA yang mengalami kematian juga meningkat.
Jadi masalah utama yang menyebabkan menurunnya kualitas air di lingkungan budidaya adalah limbah organik dari kegiatan BJA, sehingga permasalahan yang di kaji pada studi ini ialah terjadinya perubahan kualitas air waduk akibat kegiatan BJA, dan proses terjadinya kematian ikan budidaya secara masal dalam KJA.
Tujuan dari studi ini ialah untuk mengetahui : 1) pengaruh kegiatan BJA terhadap perubahan kualitas air di lingkungan budidaya, waduk Jatiluhur, 2) perubahan kualitas air dari waktu ke waktu melalui indikator parameter kunci kualitas air yang terkait dengan kegiatan BJA, dan 3) perbedaan kualitas air antara daerah WA (Ciganea) dan non BJA (Ubrug) di waduk Jatiluhur.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka dalam studi ini dapat disusun hipotesis sebagai berikut :
Pertama : Tidak ada perbedaan kualitas air antara daerah BJA dan daerah non BJA.
Kedua : Ada kecenderungan penurunan kualitas air dari waktu ke waktu di Ciganea, mulai sebelum ada kegiatan BJA sampai timbul masalah kematian ikan.
Studi ini dilaksanakan di perairan waduk Jatiluhur, Purwakarta, Jawa Barat, dari tanggal 12 Pebruari - 5 Maret 1999. Lokasi penelitian berada di perairan Ciganea yang merupakan areal BJA dan perairan Ubrug yang merupakan areal non budidaya. Metode penelitian yang digunakan dalam studi ini ialah metode surval dengan pendekatan observasi lapang di daerah terpapar dan daerah non terpapar pada kedalaman yang berbeda. Luas perairan Ciganea sekitar 40 ha dengan kedalaman ± (34 - 50) m, keadaan perairan relatif tenang karena jauh dari masukari air sungai, sedangkan perairan Ubrug luasnya sekitar 50 ha dengan kedalaman } (16 - 30) m terletak di sebelah selatan Ciganea, keadaan perairan relatif dangkal dan berarus sedang karena merupakan muara sungai Cilalawi dan Cisomang. Pengambilan sampel air dilakukan di perairan Ciganea pada 5 titik pengamatan (stasiun) dengan jarak antar titik 750 m dan di perairan Ubrug pada 3 titik pengamatan yang dianggap mewakili dengan jarak antar titik 1500 m. Pengambilan dilaksanakan sekali seminggu, selama satu bulan dan dilakukan secara vertikal untuk 3 lapisan kedalaman yang berbeda (permukaan, tengah dan dasar perairan) dengan menggunakan Bottle Water Sampler volume 3,5 L. Pengambilan sampel dilakukan dari pagi hingga siang hari, dengan
1) Perlu pengendalian jumlah KJA yang terdapat di perairan Ciganea, waduk Jatiluhur, karena jumlah KJA yang ada telah melampaui dada dukung lingkungan atau jumlah optimum yang di perbolehkan yaitu 400 unit KJAlwilayah. Pengendalian tersebut harus dilakukan oleh instansi yang bertanggung jawab yaitu Dinas Perikanan Propinsi Dati I Jawa Barat, dengan menerapkan sangsi hukum antara lain dengan tidak menerbitkan Surat ljin Usaha Perikanan (SIUP) untuk BJA dan mengurangi jumlah KJA yang ada dengan memindahkan ke lokasi lain diluar Ciganea sesuai dengan Rencana Tata Ruang Waduk yang ada seperti di daerah Cipariuk, Pasir Jangkung, Batu Kerong, Tegal Malaka dan Cilingga. Hal tersebut dapat dilakukan melalui sosialisasi kepada masyarakatlpetani BJA, dengan pendekatan penyuluhan, pelatihan dan peningkatan kesadaran, agar mereka ikut berperanserta aktif dalam menjaga pelestarian perairan waduk.
2) Perlu disosialisasikan tentang cara pemberian pakan yang sesuai dengan ketentuan, yaitu sebanyak 3 % dari berat badan ikan yang dibudidayakan. Hal itu dimaksudkan untuk mengurangi jumlah sisa pakan yang masuk ke perairan, sehingga dapat mencegah terjadinya pencemaran perairan. Berdasarkan hasil penelitian jumlah sisa pakan yang terbuang ke perairan waduk adalah sekitar 5 kgMari, sehingga agar supaya tidak menimbulkan pencemaran perairan, maka jumlah sisa pakan yang terbuang harus lebih kecil dari 5 kg/hari (< 5 kg/hari) atau sekitar (1-1,5) kg/hari, sehingga hal itulah yang menjadi pedoman yang harus dipatuhi oleh semua prang yang melakukan kegiatan WA di waduk Jatiluhur. Agar hal tersebut dapat terlaksana dengan baik, maka harus disosialisasikan kepada masyarakat khususnya kelompok usaha BJA/petani BJA melalui berbagai pendidikan/pelatihan dan percontohan agar ketentuan-ketentuan yang telah disepakati dapat dipatuhi dan dilaksanakan.
3) Perlu peningkatan pemantauan, pengendalian dan pengawasan, terhadap kegiatan BJA di Ciganea, waduk Jatiluhur, balk dari aspek kualitas air maupun jumlah KJA yang beroperasi. Untuk pemantauan kualitas air tersebut harus dilakukan secara rutin, diikuti dengan pengendalian jumlah KJA yang beroperasi yang dilakukan melalui koordinasi dengan instansi terkait dan melibatkan lembaga masyarakat yang ada di daerah tersebut, dengan Dinas Perikanan sebagai koordinator dan penanggung jawabnya. Selanjutnya dalam pelaksanaan pengawasan perlu peningkatan penegakan hukum (law enforcement) baik kepada pengusaha BJAlpetani BJA maupun kepada aparat pemerintah. Agar kegiatan tersebut dapat berjalan dengan balk, perlu diterapkan sanksi hukum yang tegas bagi setiap pelanggar sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku (UU. No. 911985 tentang Perikanan, 2311997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup) dan apabila perlu pencabutan S1UPBJA agar mereka patuh. Disamping hal tersebut perlu dibarengi dengan upaya pemberdayaan kepada kelompok usaha BJAI petani BJA melalui sosialisasi, penyuluhan, pendidikan/pelatihan dan penyadaran hukum, sehingga diharapkan mereka dapat ikut berperan serta aktif dalam menjaga kelestarian lingkungan perairan dan mengawasi tindak pelanggaran yang terjadi.
4) Perlu pengembangan teknik BJA yang ramah lingkungan yaitu Keramba Jaring Apung Ganda (Berlapis) untuk mengurangi Iimbah pakan yang masuk ke perairan waduk. Berdasarkan hasil penelitian teknik budidaya ini dapat meningkatkan efisiensi penggunaan pakan dan mencegah pencemaran perairan. Namun demikian untuk dapat dikembangkan dimasyarakat, hal tersebut masih perlu dikaji lebih mendalam terutama dari aspek ekonomi agar dapat terjangkau oleh masyarakatlpetani BJA dan aspek kemudahannya agar dapat dicontohldipraktekkan, dan sebelum dikembangkan secara luas hangs disosialisasikan terlebih dahulu kepada masyarakat melalui kelompok usaha BJA/petani BJA.

The Effects of Fish Culture on the Water Quality of Reservoir (A Case Study on Fish Cage Culture in Ciganea, Jatiluhur Reservoir, Purwakarta, West Java)Fish cage culture was carried out intensively in Jatiluhur reservoir. This activity was developed to utilize the available water resources in the reservoir and to provide alternative income source for the community around the reservoir. Beside that, positive impact the development of cages culture such us the increasing fish production for domestic consumtion and job opportunity for local community. Based on the statistical data the number of cage culture used for fish culture increased steadily for 15 unit in 1988 to 2.100 unit in 1997. Total production of fish harvested in 1997 is 1.545,32 tones. However, this considerable development of the cage culture has resulted in an adverse impact of water quality which in few resulted in the failure of production. It is reported that in 1977 about 50 % of the cages could not be hatvested as the fishes were died. The collaps of production resulting from the low water quality, usually happens during early raining season where the solar radiation is quite low. This results in the low rate of photosynthesis and consequently low oxygen production. In order to control the adverse impact of the cage culture the spatial planning was set up by reservoir management authority in collaboration with the provincial government and interrelated institution.
Based on the time series data of water quality in Ciganea, there is increase in the concentration nutrient resulted of the decomposition of the great concentration production waste of cage culture. Increases in concentration nutrient resulted in eutrophication and increasing phytoplankton density, which In few increase consentration of oxygen required by phytoplankton during night time. Increasing phytoplankton and fish densities resulted in hightly defisit oxygen, consequently the number of fish cultivated in the cage that were dead also increase.
It is clear that the main problem causing dateriotation of water quality is production waste that consisted of feed waste and metabolite. Therefore, this study is focused on the changes of the water quality in aquaculture areas of reservoir resuldted by cage culture activity. The objectives of the study are, {1) to find out the effects of cage culture activity on water quality change in waters environment; (2) to evaluate of the environmental impact of the cage culture on the water quality in Ciganea areas Jatiluhur reservoir.
The objectives of the study are, (1) to find out the effects of cage culture activity on water quality change in waters environment; (2) to evaluate of the environmental impact of the cage culture on the water quality in Ciganea waters, Jatiluhur reservoir.
The hypothesis in this study to be tested are :
First There are not the differences of water quality in both the cage culture compared with in non cage culture areas.
Second : There are the tendences of water quality decrease on periodically in Ciganea areas, before cage culture development until case of death fishes.
The area of sudy are Ciganea and Ubrug waters of Jatiluhur reservoir, Purwakarta, West Java. The study was conducted during February 12 to March 5 1999. The Ciganea waters was used for cage culture, while Ubrug waters was free of cage culture activity. The methode of study used are survey methode, survey was conducted to collect water samples and to observe aquaculture activities reservoir and environment condition.
The Area of Ciganea waters was about 40 ha, it's depth varied between (35-50) m. The waters was relatively stagnant quaite a far from the inlet of reservoir. Area of Ubrug waters was about 50 ha, it's depth varied between (16-30) m, it is south word of Ciganea. The waters condition relatively shalow, moderate curent and as the estuary from Cilalawi and Cisomang rivers. The water samples were collected weekly from 5 stations in Ciganea and 3 stations in Ubrug, using 3.5 liters Kemmerer Bottle sampler in vertical depth of surface, centre and at the bottom water. Distance between station in Ciganea and ubrug are about 750 m and 1500 m representatively. The depth of water sampled were the (0-0,5) m layer, the (1,4-1,8) m layer and the (34-49) m layer. Sampling was carried out during the day time. The physico-chemical characteristic of the water quality measured ware temperature, transparancy, pH, DO, BOD, alkalinity, amonia, amonium, nitrite, nitrate, posphate, and suspended of organic matter. Water samples ware analysed in the chemical laboratory belong to the Research Institute of Fresh Water Fisheries, compared to the standard quality of C catagory, stipulated through Governor of West Java Decree No. 38/1991. The hypothesis were tested by using statistical analysis.
Results of the study show that :
1. The water quality in Ciganea waters to degradation as long as cage cultures activity development. It is indicated by condition of water quality parameters such us NO2, NO3, NF14, NH3 and P04, have been over of threshold value for water quality standard (C criteria), it was caused by input of feeding to waters and number of feeding tend to increases as long as cage cultures activities on going.
The water quality in Ubrug is better than Ciganea waters, it is indicated by condition of water quality parameters such us NO2, NO3, NH4, NH3 and P04, was still good and still under threshold value of water quality standard (C criteria), It is because no pollutant from feeding to waters.
The result of this study can be used. to sugestion of waters environment management in Jatiluhur reservoir, as follow :
1) It is nacessary for local government (Fisheries of Services Office) to control of number cage cultures was operated in Jatiluhur reservoirs, it is because have been carying capacity over. Base on the research, the number of cage culture recommended to operation is 400 unit/areas. Ways to control of cage culture through letter of effort, limitation of cage culture operating in waters through moving of cage culture to other areas and implemented of monitoring and surveillance.
2) It is nacessary for local government (Fisheries of Services Office) to control of number feeding to water a number of 3 °Io from weight of fish biomass to culture. Its means to prevent of polluted waters from feeding. Base on the research the number of feeding waste to waters is 5 kg/day, so recommended that less than 5 kg/day or (1-1,5) kglday of feeding waste to guiden of water quality. To impernented this program mus be following to law enforcement, extention and public awerenees to local community, especially to group of fish farmers in Jatiluhur reservoir.
3) it is necessary to enhancment of monitoring, controling and surveillance for net cage culture activity in Jatiluhur reservoir, it is involving the water quality and number of net cage culture aspect and also strengthening of law enforcement through doubt of law to farmers and official government. In order to implematation this activity is needed coordination with inter instituation and non government organisation. Biside that it is needed empowerment to local community so they can do self management and surveillance of violance to cage culture activity in Jatiluhur reservoir.
4) One of alternative to decrease of organic waste to waters is development of technical culture of environmental friendly. This technical was called double net cage cultures. Base on the research this technical can increase of use feeding efficiency and prevention of pollutted waters. Howerver it is necessary to study in detail especially including economic and assesibility aspect before introduced to community.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2000
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wiwiek Arumwati S.
"Kehadiran BUMN yang dimulai sejak zaman penjajahan Belanda, telah menjadikannya sebagai penggerak dalam pembangunan ekonomi Indonesia. Keberhasilan yang telah dicapainya ditunjukan melalui peningkatan pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kemakmuran secara nasional. Tetapi akhir-akhir ini keberadaan badan usaha tersebut mulai diperdebatkan, karena dianggap tidak sesuai dengan perubahan lingkungan yang terjadi. Selain itu kegiatannya yang juga dianggap tidak transparan dan tidak efisien dianggap hanya menghamburhamburkan keuangan negara saja.
Adanya perubahan global yang terjadi diseluruh dunia, yang diikuti oleh liberalisasi (keterbukaan) dalam bidang ekonomi, menyebabkan terjadinya persaingan baru antar negara didunia. Dengan semakin terbukanya sistem ekonomi dunia tersebut menjadi tuntutan bagi BUMN untuk mampu melakukan persaingan usaha. Persaingan dalam bentuk penyediaan barang dan jasa publik ini akan menjadi semakin berat, karena munculnya produk-produk baru dengan kualitas tinggi bahkan dengan harga lebih murah. Dapat dipastikan bahwa produk negara maju akan merajai pasar karena keunggulan yang dimilikinya baik dalam hal mutu, harga maupun teknologinya.
Sudah bukan rahasia lagi bahwa usaha BUMN memang tidak mengikuti mekanisme pasar, disebabkan campur tangan pemerintah yang terlalu kuat dalam pengaturan manajemen BUMN. Intervensi yang diberikan dalam bentuk proteksi maupun fasilitas lainnya, telah menjadikan BUMN bekerja secara tidak efisien dan tidak profesianal. Salah satu cara untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi BUMN tersebut, adalah dengan melakukan "Swastanisasi" (privatisasi).
Swastanisasi yang dikemukakan oleh Savas dalam bukunya: "Privatization, The key to Better Government" merupakan paradigma baru mengenai perlunya pengurangan peran pemerintah dalam kegiatan ekonomi serta lebih meningkatkan peran swasta. Melihat phenomena yang terjadi, maka diperlukan strategi baru bagi pengembangan produk BUMN untuk mampu melakukan persaingan dengan produk asing. Salah satu strategi yang diperlukan adalah dengan meningkatkan produktivitas maupun efisiensi perusahaan. Dengan kedua ukuran tersebut dapat diketahui kemampuan BUMN dalam melakukan efisiensi.
Dari hasil pengukuran menunjukan bahwa beberapa BUMN beroperasi secara tidak efisien. Maka untuk meningkatkan efisiensi tersebut diperlukan langkah konkrit bagi pembenahan manajemen BUMN secara menyeluruh dan secara terus menerus, baik dalam organisasi, manajemen, Sumter Daya Manusia, teknologi, harga, kualitas produk, dan mekanisme pasar. Dengan efisiensi tinggi diharapkan BUMN mampu melakukan persaingan pasar secara lebih kompetitif.
Swastanisasi yang harus diikuti oleh peningkatan efisiensi perlu memperhatikan 3 (tiga) aspek yaitu: pertama, sejauh mana swastanisasi sudah perlu dilakukan; kedua, BUMN mana yang sudah siap untuk siswastakan; dan ketiga, bagaimana bentuk kepemilikan dan status badan usaha yang sesuai.
"
1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Apri Utami Parta Santi
"Research of freshwater Mollusca in Wonogiri was conducted in November 2010 in six rivers which estuary in Gajah Mungkur Dam. The Mollusca specimens was collected from Keduang river, Tirtomoyo river, Temon river, Solo Hulu river, Ngunggahan river and Wuryantoro river. A kuadrat transect method was used from area which have 1 kilometer in distance from estuary. The kuadrat transect was systematically located every 1 kilometer in 3 sampling sites. The specimens categorized in 13 spesies and there are one spesies have dominated in each river. The distribution of Mollusca in Solo Hulu and Ngunggahan river were random, whereas in Keduang, Tirtomoyo, Temon and Wuryantoro river were clumped. Mollusca commonly found in river which have mud substrate. The highest diversity index found in Ngunggahan river and the lowest was found in Wuryantoro river."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2011
T29596
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
" Penebaran ikan bandeng (Chanos chanos) di waduk Ir. H. Djuanda Reservoir bertujuan untuk memanfaatkan makanan alami seperti plankton yang melimpah di perairan waduk yang subur. Penelitian dilakukan pada bulan Desember 2009-Februari 2010 pada empat stasiun yang mewakili kondisi waduk. Pengumpulan contoh ikan dilakukan setiap 10 hari dengan jaring insang percobaan, mata jaring 1-2,5. Panjang jaring adalah 35 m dan tinggi 2 m. Penelitian bertujuan untuk mengevaluasi keberhasilan penebaran bandeng didasarkan pada konsumsi makanan dan pertumbuhan ikan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ikan bandeng mampu memanfaatkan plankton yang tersedia sebagai makanan. Berdasarkan perhitungan indeks Preponderace, makanan utama ikan bandeng terdiri dari fitoplankton (35,2- 56,42 percent) dan zooplankton (12,22-42,8 percent). Dominasi makanan dari kelompok fitoplankton adalah Cynophyceae (10,05-31,12 percent) dan dari zooplankton adalah Copepoda (3,33-27,79 percent). Pertumbuhan ikan bandeng mencapai 0,26-1,1 percent dengan laju pertambahan panjang harian mencapai 0,2-2,1 mm/hari. Parameter pertumbuhan ikan bandeng seperti panjang Loo adalah 34,7 cm dan koefisien pertumbuhan (K) adalah 4,2/tahun."
551 LIMNO 21:1 (2014)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>