Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 11377 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
"Angka kejadian Kandidosis vulvovaginalis (KVV) yang disebabkan C.non-albicans belakangan ini cenderung meningkat. Namun di RSCM, sampai saat ini belum ada data tentang proporsi dan karakteristik KVV yang disebabkan C.non- albicans. Untuk itu dilakukan penelitian deskriptif dengan rancangan studi potong lintang. Subyek penelitian adalah wanita yang datang ke Poliklinik Kulit dan Kelamin serta Poliklinik Kebidanan dan Kandungan RSCM yang mengeluh keputihan dan gatal, serta pada pemeriksaan sediaan apus dengan pewarnaan Gram ditemukan blastospora dengan atau tanpa pseudohifa, tanpa infeksi genital spesifik lain. Kultur dibuat dengan menggunakan media CHROMagar Candida untuk membedakan spesies Candida penyebab. Didapatkan subyek terbanyak pada kelompok usia 26 – 44 tahun, dengan nilai tengah 29 tahun. Dari 69 subyek yang menderita KVV, sebanyak 30,4% disebabkan oleh C.non- albicans, terdiri atas : C. glabrata (61,9%), C. tropicalis (28,6%) dan C. parapsilosis (9,5%). KVV yang disebabkan oleh C.non-albicans cenderung terjadi pada pasien dengan usia lebih dari 45 tahun, menggunakan KB non-hormonal, memiliki pasangan dengan keluhan gatal dan kemerahan pada ujung penis dan keluhan terjadi lebih dari satu tahun. Tidak ditemukan perbedaan gejala klinis KVV yang disebabkan oleh C. albicans dan C. non-albicans. (Med J Indones 2003; 12: 142-7)

The prevalence of Vulvovaginal candidosis (VVC) caused by C.non-albicans tends to increase, recently. The aim of this study was to obtain data about proportion and clinical characteristic of C.non-albicans VVC at dr. Cipto Mangunkusumo General Hospital, Jakarta. This is a cross-sectional study on all female patients with symptoms of VVC visiting Obstetri-gynaecology and Dermatovenereology outpatient clinics at Dr. Cipto Mangunkusumo General Hospital, Jakarta. All subjects had positive Gram stain, showed Candida spp. on culture with CHROMagar Candida, and had no other specific genital infections. Sixty nine subjects aged 26 – 44 years old (averaged 29 years old) were included in this study. Candida non-albicans was found in 30.4% subject, and consisted of: C. glabrata (61.9%), C. tropicalis (28.6%) and C. parapsilosis (9.5%). We found that C.non-albicans VVC infections are more common in women above 45 years old, using non-hormonal contraceptives, whose sexual partner has erythema and pruritus in glands penis, and having the disease for more than 1 year. No differences in clinical symptoms were noted between C. albicans and C.non-albicans infection. We concluded from this study that the proportion of C. non-albicans infections at dr. Cipto Mangunkusumo General Hospital, Jakarta, with C. glabrata represents the most prevalent species. No characteristic clinical symptoms were found from the subjects with C.non-albicans VVC when compared with those infected by C. albicans. (Med J Indones 2003; 12: 142-7)"
Medical Journal of Indonesia, 12 (3) Juli September 2003: 142-147, 2003
MJIN-12-3-JulSep2003-142
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
cover
cover
"Manifestasi klinis sepsis berupa systemic inflammatory response syndrome/SIRS, terdapatnya infeksi dan disfungsi organ merupakan kriteria yang digunakan dalam diagnosis sepsis saat ini. Pada 2 tahun terakhir berkembang pemikiran untuk menambahkan beberapa parameter disamping kriteria tersebut, dengan diajukannya terminologi PIRO (P: predisposition, I: infection, R: response dan O: organ failure). Manifestasi klinis sepsis di tiap rumah sakit maupun unit perawatan dapat berbeda bergantung dari beratnya sepsis, fokus infeksi, komorbiditas dan disfungsi atau kegagalan organ. Pada penelitian ini akan dievaluasi data demografi, komorbiditas, sumber infeksi, manifestasi SIRS, disfungsi organ dan profil mikrobiologik sepsis di rawat di Unit Penyakit Dalam RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta. Dilakukan penelitian deskriptif korelatif dengan disain potong lintang, pada 42 subyek dengan sepsis, sepsis berat dan renjatan septik. Penelitian dilakukan di Unit Rawat RSPUN Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta pada tahun 2002. Dilakukan pencatatan data klinis, laboratorium (hematologi, biokimia, analisis gas darah) dan kultur aerob (darah dan spesimen lain). Kriteria sepsis yang digunakan berdasarkan American College of Chest Physician dan Society of Critical Care Medicine tahun 1992. Hasil penelitian menunjukkan terdapatnya distrubusi sepsis yang proporsional menurut usia dan jenis kelamin, komorbiditas didapatkan pada 88% subyek, berupa diabetes melitus dan penyakit kronik lainnya. Sumber infeksi terbanyak berasal dari paru, kulit-jaringan lunak, abdomen dan traktus urinarius; dengan gambaran kuman Gram negatif lebih banyak dari Gram positif. Manifestasi SIRS didapatkan pada lebih dari 70% subyek dengan manifestasi terbanyak berupa takikardia dan takipnu. Manifestasi disfungsi organ terbanyak berupa penurunan kesadaran, asidosis metabolik, disfungsi renal dan penurunan tekanan arteri rata-rata, dan didapatkan korelasi parameter tersebut dengan derajat sepsis. (Med J Indones 2004; 13: 90-5)"
Medical Journal of Indonesia, 13 (2) April June 2004: 90-95, 2004
MJIN-13-2-AprilJune2004-90
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Pradita Sari
"Latar Belakang. Neurosifilis merupakan infeksi susunan saraf akibat invasi bakteri Treponema Pallidum yang dapat menyebabkan kecacatan. Selain itu gejala klinis neurosifilis beragam, tidak khas, bahkan asimtomatik sehingga dapat menyebabkan kesalahan diagnosis yang cukup tinggi. Angka kejadian sifilis di Indonesia masih tinggi bahkan masih terus meningkat. Akan tetapi hingga saat ini belum diketahui prevalensi dan deskripsi neurosifilis di Indonesia. Studi ini bertujuan untuk mendapatkan prevalensi neurosifilis dan perbandingan karakteristik klinis dan penunjang antara neurosifilis dan non-neurosifilis di RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo.
Metode. Studi potong lintang dengan data rekam medis di RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo pada pasien dengan kecurigaan neurosifilis yang dikonsulkan ke neurologi sejak Januari 2019-Januari 2024. Dilakukan evaluasi karakteristik klinis dan penunjang baik profil darah berupa serum maupun cairan serebrospinal (CSS) serta pencitraan otak.
Hasil. Dari 100 subjek dengan kecurigaan neurosifilis yang dikonsulkan ke neurologi, terdapat 72 kasus neurosifilis dan 28 kasus non neurosifilis. Pada kelompok neurosifilis keluhan tersering saat dikonsulkan ke neurologi adalah gangguan penglihatan (OR 7,46 [2,83-19,64], p<0,001) dan nyeri kepala (OR 4,43 [1,22-16.14], p= 0,031). Titer RPR serum (median 1:128) dan TPHA serum kelompok neurosifilis (median 1:10240) lebih tinggi dibandingkan non neurosifilis. Kelompok neurosifilis cenderung memiliki jumlah leukosit CSS lebih tinggi (median 7 [1,00-155,0], p<0,001) dan jumlah protein lebih tinggi (median 47 [5,00-612,00], p<0,001) dibandingkan non-neurosifilis. Pada 10 subjek neurosifilis dengan gambaran pencitraan otak abnormal terdapat 3 subjek dengan gambaran space occupying lesion.
Kesimpulan. Prevalensi neurosifilis pada pasien sifilis yang dikonsulkan ke neurologi di RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo sangat tinggi (72%). Kecurigaan neurosifilis lebih tinggi pada pasien sifilis dengan keluhan gangguan penglihatan atau nyeri kepala dan memiliki kadar limfosit darah yang rendah, dengan titer RPR serum ≥1:128 dan titer TPHA serum ≥1:10.240. Selain itu studi ini juga mendapatkan 10 subjek dengan abnormalitas pencitraan otak, sehingga pada pasien sifilis terutama dengan gejala dan tanda neurologi perlu dipertimbangkan untuk dilakukan pemeriksaan pencitraan otak MRI Kepala.

Background. Neurosyphilis is an infection of the nervous system caused by the invasion of the bacterium Treponema pallidum, which can lead to disability. Additionally, the clinical symptoms of neurosyphilis are varied, non-specific, and can even be asymptomatic, leading to a high rate of misdiagnosis. The incidence of syphilis in Indonesia remains high and continues to increase. However, to date, the prevalence and description of neurosyphilis in Indonesia are still unknown. This study aims to determine the prevalence of neurosyphilis and to compare the clinical and supporting characteristics between neurosyphilis and non-neurosyphilis patients at the National Central General Hospital Dr. Cipto Mangunkusumo.
Methods. A cross-sectional study utilizing medical records at RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo will be conducted on patients suspected of having neurosyphilis who were referred to neurology from January 2019 to January 2024. The study will evaluate clinical characteristics and supportive data, including blood profiles (serum), cerebrospinal fluid (CSF) analysis, and brain imaging.
Result. From 100 subjects with suspected neurosyphilis referred to neurology, there were 72 cases of neurosyphilis and 28 cases of non-neurosyphilis. In the neurosyphilis group, the most common complaints at the time of consultation were visual disturbances (OR 7.46 [2.83-19.64], p<0.001) and headaches (OR 4.43 [1.22-16.14], p=0.031). Serum RPR titers (median 1:128) and TPHA titers (median 1:10240) were higher in the neurosyphilis group compared to the non-neurosyphilis group. The neurosyphilis group tended to have higher CSF leukocyte counts (median 7 [1.00-155.0], p<0.001) and higher protein levels (median 47 [5.00-612.00], p<0.001) compared to the non-neurosyphilis group. Among 10 neurosyphilis subjects with abnormal brain imaging, 3 subjects had findings suggestive of a space-occupying lesion
Conclusion. The prevalence of neurosyphilis among syphilis patients referred to neurology at RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo is very high (72%). Suspicion of neurosyphilis is higher in syphilis patients presenting with visual disturbances or headaches and having low blood lymphocyte levels, with serum RPR titers ≥1:128 and serum TPHA titers ≥1:10,240. Additionally, this study also identified 10 subjects with abnormalities in brain imaging. Therefore, in syphilis patients, especially those with neurological symptoms and signs, consideration should be given to performing brain MRI imaging.
"
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Dokumentasi  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Fransiska Anita Ekawati Rahayu Sapang
"Praktik klinik lanjut di ruang neurologi untuk memberikan asuhan keperawatan pada pasien gangguan neurologi menggunakan teori keperawatan Model Adaptasi Roy, menerapkan praktik keperawatan berdasarkan pembuktian dan melakukan inovasi keperawatan. Masalah keperawatan terbanyak akibat respon perilaku inefektif pada mode adaptasi fisiologis yaitu perfusi jaringan serebral tidak efektif, dan mode fungsi peran yaitu manajemen kesehatan diri tidak efektif. Intervensi keperawatan berdasarkan pembuktian yang telah diterapkan yaitu Skrining Malnutrisi menggunakan Mini Nutrional Assesment (MNA) dan Barthel Index (BI) yang dapat mendeteksi risiko kejadian malnutrisi pada pasien gangguan neurologi yang di rawat inap, sehingga dapat mencegah malnutrisi dengan kolaborasi dengan tim gizi. Inovasi keperawatan yaitu Bladder Training dengan menggunakan chart Bladder diary untuk mencegah kejadian infeksi nosokomial dan melatih pasien gangguan neurologi agar dapat berkemih mandiri tanpa bantuan alat. Perawat dapat menerapkan Model Adaptasi Roy, menerapkan skrining malnutrisi untuk mendeteksi awal risiko kejadian malnutrisi serta melakukan kegiatan inovatif dalam memberikan asuhan keperawatan pada gangguan neurologi.

Advanced clinical practice in neurology ward is conducted to give nursing implementation on patients with neurological system disorder by using Roy’s Adaptation theory, implementing nursing practice based on evidence and implementation of nursing innovation. The most frequent nursing problems that occurred resulted from ineffective behavior response on physical adaptation mode were ineffective cerebral tissue perfusion and role function mode, ineffective self-care management. Nursing intervention based on evidence-based practice on Malnutrition Screening by using Mini Nutritional Assesment (MNA) and Barthel Index (BI) is used to know the risk of malnutrition on patients with neurological in the ward, so we can prevent malnutrition by collaborating with the nutrition team. Nursing innovation with Bladder Training by using Bladder diary is used to prevent infection in hospital and to train patients with neurological system disorder, so that the patients can be autonomous without using any equipment. Nurses can implement Roy’s Adaptation Theory with Malnutrition Screening application to prevent malnutrition, and at the same time it can execute innovation in nursing implementation on patients with neurological system.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2013
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ariyanto
"Kanker ginjal merupakan penyakit keganasan yang mulai meningkat angka kejadiannya di daerah perkotaan. Akibat invasi dan pertumbuhan sel kanker yang semakin membesar dapat menekan jaringan atau organ sekitar ginjal. Hal ini sering mengakibatkan keluhan nyeri pada pasien dengan kanker ginjal. Sebagai penyakit dengan progresivitas lambat, kanker menyebabkan nyeri yang bersifat kronis, sehingga pengunaan obat analgesik dalam jangka waktu perlu dipertimbangkan karena akan meningkatkan efek toksisitas terhadap organ. Maka dari itu diperlukan manajemen nyeri non farmakologik.
Tujuan penulisan ini adalah untuk melakukan analisis evidence based mengenai teknik manajemen nyeri non farmakologik khususnya teknik relaksasi dan teknik distraksi. Hasil dari latihan teknik relaksasi dan distraksi yang dilakukan secara terus-menerus dapat mengatasi rasa nyeri klien dengan kanker ginjal baik pra bedah maupun paska bedah.

Kidney cancer is a malignant disease which the incidence began to increase in urban areas. The growth and invasion of cancer cells can suppress the tissues or organs around the kidney. This often results in complaints of pain in patients with kidney cancer. As a disease with a slow progression, cancer causes chronic pain, so the use of analgesic drugs in the long period needs to be considered because it will increase the effect of toxicity to organs. Because of that, it is required nonpharmacologic pain management.
The purpose of this paper is to analyze evidence based of non-pharmacologic pain management techniques, especially relaxation techniques and distraction techniques. Results of relaxation and distraction exercises are performed regularly can overcome the pain of kidney cancer both pre and post surgical clients.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2014
PR-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>