Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 40663 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
"Penelitian ini bertujuan menilai prevalensi asma pada anak sekolah berumur 13-14 tahun di Jakarta Timur Penelitian ini bersifat survei cross sectional pada 2234 pelajar sekolah menengah berumur antara 13-14 tahun di Jakarta Timur pada tahun 2001 menggunakan kuesioner ISAAC. Uji provokasi bronkus menggunakan metakolin pada 186 pelajar. Berdasarkan kuesioner ISAAC didapatkan 7,2% pelajar mempunyai riwayat mengi, 4,1% mengalami mengi dalam 12 bulan terakhir, 1,8% pernah mengalami serangan asma berat dalam 12 bulan terakhir, 3,3% mengalami mengi sesudah latihan, dan 6,3% mengalami batuk pada malam hari, sedangkan mereka tidak sedang menderita flu. Prevalensi penyakit atopi seperti rinitis dan eksim terdapat pada 14,2% dan 3,9% subjek, sedangkan prevalensi rinitis dan eksim dalam 12 bulan terakhir adalah 10,6% dan 2,9%. Secara statistik terdapat hubungan bermakna antara gejala mengi dan atopi (p < 0,05). Dari kuesioner nilai kappa bermakna 0,84 berhubungan dengan mengi dalam 12 bulan terakhir. Uji provokasi bronkus menunjukkan sensitivitas 90% dan spesifisitas 83,5%, nilai prediksi positif 68,12% dan nilai prediksi negatif 95,7%. Prevalensi asma di Jakarta Timur tahun 2001 berdasarkan kuesioner ISAAC adalah 8,9% dan prevalensi kumulatif 11,5%. Kuesioner ISAAC bisa digunakan untuk penelitian prevalensi asma pada anak sekolah di Indonesia. (Med J Indones 2003; 12: 178-86)

The aim of this study was to assess asthma prevalence in children between 13-14 years of age in East Jakarta. This study is a cross sectional study which surveyed 2234 high school students between the ages of 13 and 14 years in East Jakarta in 2001 using the ISAAC questionnaire. Bronchial challenge test was applied by using methacholine substance to 186 students. Reports based on the ISAAC questionnaire indicate that 7,2% of teenage have had wheezing experience, 4,1% have wheezing within the last 12 months, 1.8 % have ever suffered severe asthma attack within the last 12 months, 3.3% have suffered wheezing after exercise, and 6.3% have got night cough while they were not suffering from cold. Prevalence of atopy diseases such as rhinitis and eczema were 14.2% and 3.9%, meanwhile rhinitis and eczema prevalence within the last 12 months according to this study were 10.6% and 2.9% respectively. Statistically, there is a significant correlation between wheezing symptom and atopy (p < 0.05). From indepth quesionnaire, a significant value of kappa 0.84 related with wheezing within the last 12 months was found. Bronchial challenge test results indicate that sensitivity was 90%, specificity 83.58%, positive predictive value 68.12% and negative predictive value was 95.73%. Asthma prevalence in East Jakarta at 2001 based on ISAAC questionnaire was 8.9%, and cumulative prevalence 11.5%. The ISAAC questionnaire can be used to study asthma prevalence in children at multicenter in Indonesia. (Med J Indones 2003; 12: 178-86)"
Medical Journal of Indonesia, 12 (3) Juli September 2003: 178-186, 2003
MJIN-12-3-JulSep2003-178
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Nia Amerina
"Miopia adalah kelainan refraksi yang paling banyak ditemukan di dunia. Pandemi Covid- 19 berhubungan dengan peningkatan prevalensi miopia dan progresivitas miopia akibat pembelajaran jarak jauh pada anak usia sekolah. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan angka kejadian miopia pada pelajar Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Jakarta di era pandemi Covid-19 dan mencari faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian miopia pada kelompok tersebut. Penelitian ini terdiri dari 2 tahapan, yaitu: (1) Adaptasi lintas kultur kuesioner Sydney Myopia Study; (2) Pemeriksaan refraksi subjektif pada pada pelajar SMP di Jakarta dan pengisian kuesioner yang sudah tervalidasi. Dari 415 subjek penelitian, didapatkan angka kejadian miopia pada pelajar SMP di Jakarta sebesar 67,5% dengan sebagian besar subjek termasuk dalam kategori miopia sedang (37,1%). Faktor yang berhubungan dengan kejadian miopia pada kelompok tersebut adalah jenis kelamin perempuan, riwayat miopia pada orang tua, dan skor aktivitas melihat dekat > 9,5 jam per hari.

Myopia is the most common refractive error in the world. The Covid-19 pandemic is associated with an increase in the prevalence of myopia and myopia progression due to online learning in school-age children. This study aims to obtain the prevalence of myopia in junior high school students in Jakarta during the Covid-19 pandemic era and its related factors. This study consisted of 2 stages; (1) Cross-cultural adaptation of the Sydney Myopia Study questionnaire; (2) Subjective refraction examination of junior high school students in Jakarta and completion of the validated questionnaire. Of the 415 research subjects, the prevalence of myopia in junior high school students in Jakarta was 67.5%, with most of the subjects falling into the category of moderate myopia (37.1%). Factors related to myopia in this group were female gender, parental myopia, and a near work activity score of > 9.5 hours per day."
2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Widyatuti
"Perilaku kekerasan menjadi masalah diberbagai negara seperti Amerika, Australia dan negara maju lainnya. Indonesia memiliki masalah yang sama terutama di kota-kota besar khususnya Jakarta. Perilaku kekerasan banyak dilakukan oleh anak mulai berusia 10-17 tahun (Berkowitz, 1993). Usia tersebut masuk kedalam kelompok anak sekolah, yang di Indonesia berjumlah hampir sepertiga penduduk. Anak sekolah sebenarnya menjadi sumber daya manusia yang sangat besar untuk masa yang akan datang. Pencegahan dan pengendalian perilaku kekerasan akan berdampak pada kesehatan individu remaja dan kesejahteraan masyarakat secara umum. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berkontribusi terhadap perilaku kekerasan pada siswa sekolah lanjutan tingkat atas di Jakarta Timur.
Metoda penelitian menggunakan analitik dengan pendekatan cross sectional. Pelaksanaan penelitian dilakukan di Jakarta Timur yang didapat sebanyak 32 sekolah yang memiliki riwayat kekerasan, selanjutnya dirandom dan diperoleh 10 sekolah berdasarkan 10 kecamatan yang ada di Jakarta Timur yang terdiri 9 SMK/STM dan 1 SMU, dan jumlah responden sebanyak 370 orang. Instrumen perilaku kekerasan dikembangkan dari penelitian Morrison (1993). Instrumen karakteristik individu: demografi, aspek psikologis, sosial, dan spiritual. Karakteristik lingkungan: lingkungan keluarga, teman, sekolah, masyarakat dan media di kembangkan oleh peneliti. Hasil uji coba instrurnen nilai Alpha Cronbach (reabilitas) berkisar 0,55-0,91 sedangkan validitas berkisar r=0,36-86 dari 30 sampel yang diuji cobakan. Analisis data dengan univariat, bivariat: analisis korelasi dan regresi sederhana, multivariat analisis regresi ganda.
Hasil penelitian menunjukan karakteristik siswa sekolah yang melakukan kekerasan terbanyak berusia I7 tahun, jenis kelamin Iaki-laki, dengan jumlah anak terbanyak didalam keluarga 3 orang, umumnya pernah mengalami riwayat kekerasan dengan tingkat kekerasan terbanyak katagori berat (fisik), dan pelaku kekerasan terbanyak oleh orangtua, guru, teman tidak sekelompok, masyarakat disekitar rumah, teman sekelompok, saudara dan masyarakat dilingkungan sekolah. Kondisi siswa, untuk aspek psikologis yang kurang sebesar 50,3%, aspek sosial yang kurang sebesar 38,4%, dan aspek spiritual sebesar 50,3%. Karakteristik lingkungan keluarga yang kurang sebesar 46,2%, lingkungan teman/kelompok yang kurang sebesar 47,6%, lingkungan sekolah yang kurang sebesar 54,1%, lingkungan masyarakat yang kurang sebesar 47,8%, dan media yang kurang menunjang sebesar 49,2%. Karakteristik perilaku kekerasan terbanyak adalah merusak lingkungan sebesar 45,4%, diikuti oleh mencederai orang lain sebesar 37,6% dan agresi secara verbal sebesar 37,3%. Terdapat hubungan yang negatif dan bermakna pada karakteristik individu dan lingkungan dengan perilaku kekerasan. Karakteristik individu berupa pengalaman jenis kekerasan (p value 0,0001, r =- 0,219), pelaku kekerasan (p value 0,0001, r = -O,241), aspek psikologis (p value 0,0001, r = -0,303), aspek Sosial (p value 0,026, r= -0,ll6). Karakteristik lingkungan keluarga (p value 0,001, r = -0,172), lingkungan teman/kelompok (p value 0,0001, r = -0,491), sekolah (p value 0,004, r = 0,1-48), lingkungan masyarakat (p value 0,0001, r = -0,203), dan media (p value 0,0001, r = -O,310). Faktor yang paling berkontribusi terhadap perilaku kekerasan secara berurutan adalah teman/kelompok, media, pengalaman kekerasan, psikologi, dan sosial dengan signifkan F = 0,001 dan R square 0,326.
Hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa karakteristik individu dan lingkungan sebagian kecil dapat mengambarkan faktor penyebab perilaku kekerasan pada anak sekolah. Untuk dapat mencegah dan mengendalikan perilaku kekerasan perlu disiapkan kondisi psikologis, sosial dan spiritual siswa di sekolah dan di rumah dengan memberikan pendidikan, menyediakan lingkungan yang sehat dan memberi contoh peran yang baik. Untuk pelayanan keperawatan meningkatkan peran perawat UKS dengan mengembangkan program kesehatan jiwa anak usia sekolah, mengembangkan perawat sekolah tidak hanya dari puskesmas tetapi khusus menjadi perawat sekolah, mengoptimalkan program pencegahan dengan kerjasama instansi terkait, menyusun program pencegahan dan pengendalian yang mudah dilaksanakan di sekolah seperti cara mengontrol marah, meningkatkan kemampuan perawat sekolah dengan pendidikan dan latihan berkelanjutan. Untuk institusi pendidikan meningkatkan peran serta pelaksanaan program UKS dengan memfasilitasi dan terlibat dalam konseling remaja di sekolah, bersama tenaga kesehatan menyusun program pencegahan dan pengendalian kekerasan, menghindari tindakan kekerasan pada siswa, menyediakan waktu bersama siswa untuk bertukar pikiran, menyediakan sarana untuk anak sekolah dan menetapkan anti kekerasan di lingkungan sekolah misalnya dengan poster. Untuk pemerintah agar mewajibkan pelaksanaan program UKS di setiap sekolah, mengatur dan mengendalikan semua jenis media yang akan mempengaruhi tumbuh kembang anak, menyusun program terpadu untuk mencegah perilaku kekerasan. Untuk keilmuan dapat mengembangkan intervensi keperawatan untuk menyusun pedoman pencegahan dan mengendalikan perilaku kekerasan. Perlu adanya penelitian lanjutan unluk mengetahui faktor-faktor yang lebih mendalam tentang aspek spiritual terhadap perilaku kekerasan siswa sekolah pada tahap perkembangan remaja Model untuk mengatasi kekerasan dapat dikembangkan melalui penelitian yang menggunakan metoda kualitatif dan kuasi eksperimental berdasarkan faktor-faktor yang telah teridentifikasi.

Violence has become a problem in many countries such as America, Australia, and other developed countries. Indonesia also has the same problem especially at big cities like Jakarta. Many violence was done by children at the age of 10-17 years old (Berkowitz,1993). This age group include in school age group, where in Indonesia almost one third of population are in the school age group. So they are a potential human resources for the fixture. Therefore, violence prevention will have an impact to the health of adolescent and the community as well. The purpose of this study is to identify the contributing factors of violence among the high school students at East Jakarta.
The cross sectional approach was applied in this study. There are thirty two schools in East Jakarta which have violence history. Ten schools were chosen randomly based on ten districts in East Jakarta. They consist of 9 technical schools and I high school, and the member of sample was 370. There were four instruments to collect data. The first, data demography. The second, psychological, family, and media mass. The third, social and spiritual aspect, environment characteristics; friends, schools, and society aspect. The fourth, violence, this instrument was developed from Morrison study (1993). While other instruments were developed by researcher. The trial of 30 samples results Alpha Cronbach value (reability) about 0,55-0,91, while the validity about r = >0,36-0,86. Data analysis used univariat, bivariat namely correlation analysis and simple regression, analysis multivariate with double regression.
The study results the characteristic of students who have done violence mostly at the age of 17, boy, have 2 brothers/sisters, experienced physical violence from parents, teacher, friends hom other group, society, friends from the same group, and people around schools. Furthermore, the results show that many students have a lot of deficiencies. For individual characteristic, it is found that 50,3% student have low score for psychological aspect, 38,4% students for social aspect, and 50,3 % for spiritual aspect. Then, for environment characteristics, it is found that 46,2% students have low score for family; 47,6% for friends/groups; 54,1% for school?s environment; 47,8 for society and 49,2% for media mass. Violence mostly are demonstrated by destroying environment (45,4%), hinting other people (37,6%) and verbally aggressive (37,3%). There is a significant negative correlation between individual & environment characteristic with violence. Individual characteristics cover experienced to violence (p value 0,0001, r =- 0,219), violen subjecs (p value 0,0001, r = -0,2411, psychological aspect (p value 0,0001, r = -0,303), and social aspect (p value 0,026, r= -0,1 16). The environment characteristic cover family environment (p value 0,001, r = -0,172), friends/groups environment (p value 0,000l, r = -0,49l), school environment (p value 0,004, r = 0,148), society environment (p value 0,0001, r = -0,203), and media mass (p value 0,0001, r = -0,310). The most contributed factors to violence orderly friends/groups, media mass, experienced to violence, phisicological and social, with significant value F = 0,001 and R square = 0,326.
It can be concluded that individual characteristics and environment have influences to violence among students. The stability of psychological, social, and spirituality status of the students need to be improved to prevent and control violence by giving education, preparing healthy environment and the good role modelling. Nursing care at schools also need to be improved by developing mental health program for students at schools, developing school health nursing especially at schools not only at the health center, optimalizing prevention program with collaborated sectors, developing prevention and controling program that simple to be applied at schools such as anger controling, increase the ability of school health nurses with continuing nursing education and or courses. Besider that, the schools? participation in implementing school health nursing program can be improve by fasilitating and involving high school student?s counselling at school, proposing prevention and controling of violence program with health care personels, avoiding violence to students, preparing time to share feeling and opinion with student, preparing and facility to students and exposing ?againts violence campaign? at school In order to reduce violence among students, the govemtent need to abligate every schools to apply school health program, manage and control all of the media mass which will influence students' growth and development and develop the collaborated program to prevent violence. Then, a guideline to prevent and control violence need to develop nursing intervention. Finally, there is a demand to conduct advanced research to in depth contributing factors of spiritual aspect to high school students. Nursing model to control violence can be developed through research that apply qualitatif and quasi experimental methods based on the identified factors."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2002
T9918
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mega Wulan Dari
"ABSTRAK
Perilaku pencegahan obesitas yang kurang dapat meningkatkan risiko obesitas, yang nantinya memiliki berbagai dampak yang berbahaya saat mereka dewasa. Perilaku pencegahan obesitas yang dimaksud dalam penelitian ini adalah meliputi aktivitas fisik dan asupan energi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi perilaku pencegahan obesitas pada siswa SMP Negeri 98 Jakarta Selatan pada tahun 2017. Desain studi yang digunakan dalam penelitian ini adalah cross sectional yang melibatkan 196 sampel. Pengukuran asupan energi menggunakan metode food recall 2x24 jam, aktivitas fisik menggunakan PAQ-for Older Children, persepsi citra tubuh menggunakan IMT/U dan kuesioner, pengetahuan gizi dan obesitas, sikap gizi dan obesitas, pengaruh teman sebaya dan media menggunakan kuesioner. Hasil penelitian menunjukkan terdapat 15.8 melakukan perilaku pencegahan obesitas yang kurang, 52.6 yang cukup, serta 31.6 yang baik. Penelitian ini belum dapat menemukan perbedaan proporsi yang bermakna antara faktor risiko yang diteliti dengan perilaku pencegahan obesitas pada siswa SMP, namun ditemukan kecenderungan bahwa perilaku pencegahan obesitas yang kurang terjadi pada siswa yang mengalami distorsi citra tubuh, memiliki sikap yang negatif terkait gizi dan obesitas, serta yang mendapatkan pengaruh yang kuat dari teman dan media. Berdasarkan hasil penelitian, disarankan bagi sekolah untuk memantau status gizi siswa dan edukasi terkait gizi dan obesitas.

ABSTRACT
Poor obesity prevention behaviors can increase the risk of obesity. In this study obesity prevention behaviors referred to physical activity and energy intake. This study aims to determine the differences in the proportion of obesity prevention behavior based on perception of body image , knowledge and attitudes of nutrition and obesity, efect of peer group, and media influence on students of SMP Negeri 98 Jakarta. The study used cross sectional design with 196 total samples. Energy intake measured using 2x24 hour food recall, physical activity using PAQ for Older Children, body image perception using IMT U and questionnaire, knowledge and attitudes of nutrition and obesity, efect of peer group and media using questionnaire. The results showed 15.8 had less obesity prevention behaviors, 52.6 enough, and 31.6 good. This study has not been able to find a significant difference of proportion between risk factors with obesity prevention behavior in junior high school students, but found a tendency that less obesity prevention behavior occur in students who has distortion of body image, has a negative attitude of nutrition and obesity, and has strong influence from friends and the media. Based on the results of the study, it is recommended for schools to monitor the nutritional status of students and education related to nutrition and obesity."
2017
S68003
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Ihsanti Amalia
"ABSTRAK
Masa remaja merupakan masa perkembangan yang berisiko karena pada masa ini remaja rentan terhadap berbagai gangguan kesehatan mental. Salah satu faktor yang menyebabkan munculnya gangguan kesehatan mental pada remaja adalah tekanan yang tinggi dari orangtua. Penelitian ini bertujuan untuk melihat apakah tekanan dari ayah dan ibu memiliki perbedaan serta melihat apakah tekanan dari ayah dan ibu memiliki hubungan dengan gangguan kesehatan mental yang banyak dialami oleh remaja, yaitu depresi dan emotional problems. Penelitian ini merupakan one-shot study and school-based yang dilakukan di 5 SMA pada 5 wilayah urban di DKI Jakarta. Data penelitian didapat secara langsung menggunakan paper and pencil technique pada 628 siswa SMA di DKI Jakarta. Penelitian ini menggunakan Inventory of Parental Influence IPI untuk mengukur parental pressure, Hopkins Symptom Check-List 25 HSCL-25 untuk mengukur depresi, dan Strength and Difficulties Questionnaire SDQ untuk mengukur emotional problems. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan signifikan antara parental pressure ayah dan ibu. Selain itu, hasil penelitian juga menunjukkan bahwa parental pressure ayah dan ibu memiliki hubungan signifikan dengan emotional problems, namun tidak berhubungan dengan depresi pada siswa SMA di DKI Jakarta.

ABSTRACT
Adolescents is a risky period because at this time various mental health problems are common among adolescents. Mental health problems in adolescents can be caused by various factors, one of those is high pressure from parents. The aim of this study is to examine the differences between parental pressure from father and mother, and to investigate whether there is any correlation between parental pressure and common mental health on adolescent, namely depression and emotional problems. This study was a one shot sudy and school based research, conducted in five high school in five urban cities of DKI Jakarta. Research data were collected by face to face paper and pencil technique on 628 high school students in DKI Jakarta. This study used Inventory of Parental Influence IPI to measure parental pressure from father and mother, Hopkins Symptom Check List 25 HSCL 25 to measure depression, and Strength and Difficulties Questionnaire SDQ to measure emotional problems. The results shows that there was a significant difference between parental pressure from father and mother. In addition, the results of the study also shows that parental pressure of father and mother have significant relationship with emotional problems, but not related to depression on high school students in DKI Jakarta."
2017
S70075
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gigih Prayitno
"Pendidikan merupakan salah satu hal yang mendasar dalam kehidupan manusia. Pendidikan yang dimaksud dalam ketentuan tersebut adalah pendidikan yang berusaha untuk membentuk manusia seutuhnya yang berkemampuan serta berwatak unggul. Namun pada kenyataan saat ini, kondisi siswa sebagai subjek pendidikan masih belum dapat dikatakan sesuai dengan amanat konstitusi tersebut. Hal ini dapat dilihat melalui berbagai fenomena yang menunjukkan perilaku menyimpang oleh siswa seperti ujaran kebencian, cyberbullyingserta intoleransi. Di sisi lain, psikologi sebagai salah satu ilmu yang melakukan studi empiris terhadap pendidikan, memiliki sebuah konsep yaitu intellectual humility yang menurut berbagai studi terbukti dapat mencegah berbagai perilaku menyimpang yang dilakukan oleh siswa tersebut. Oleh sebab itu, penelitian ini berusaha melihat bagaimana gambaran intellectual humility khususnya pada siswa SMA di Jakarta. Hasil penelitian yang dilakukan pada partisipan (N=116) menunjukkan bahwa tingkat intellectual humility pada siswa SMA di Jakarta cenderung tinggi serta dominan tinggi pada dimensi Respect of Other’s Viewpoints (ROV) dan Lack of Intellectual Overconfidence (LIO). Selain itu, penelitian juga menemukan bahwa tidak terdapat  perbedaan yang signifikan antara tingkat intellectual humility pada siswa laki-laki dan perempuan, serta terdapat perbedaan yang signifikan antara tingkat intellectual humility pada siswa yang berasal dari sekolah negeri dengan siswa yang berasal dari sekolah swasta.

Education is one of the fundamental things in human life. The education referred to in these provisions is education that seeks to develop a person with desired abilities and characteristics. However, in these days, the condition of students as subjects of the education itself cannot be said to be ideal with the constitutional mandate. This can be seen through various phenomena that show deviant behavior by students such as hate speech, cyberbullying and religious intolerance. On the other hand, psychology as a science that conducts empirical studies on education has a concept, namely intellectual humility, which according to various studies has been proven to be able to prevent various deviant behaviors carried out by these students. Therefore, this study seeks to see how intellectual humility is described, especially among high school students in Jakarta. The results of research conducted on participants (N=116) showed that the level of intellectual humility among high school students in Jakarta tends to be high and dominantly high on the Respect of Other's Viewpoints (ROV) and Lack of Intellectual Overconfidence (LIO) dimension. In addition, the study also found that there was no significant difference between the level of intellectual humility in male and female students, and there was a significant difference between the level of intellectual humility between the students of public schools and the students of private schools."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Winarini Wilman D. Mansoer
"Penelitian ini mengkaji perkembangan tradisi tawuran antarkelompok antar siswa SMA di Jakarta, serta alasan siswa terlibat. Pendekatan psikologi sosial menggunakan teori identitas sosial (Hogg & Abrams, 1988) dan teori peningkatan reputasi (misalnya Emler & Reicher, 1995) wa. digunakan. Teori identitas sosial menjelaskan keterlibatan siswa dalam tawuran dilihat dari proses identifikasi sosial dengan sekolah dan kelompok teman sebaya, serta konflik antarkelompok dalam kaitannya dengan stereotip dan prasangka antar kelompok. Teori peningkatan reputasi menjelaskan keterlibatan siswa dalam tawuran tidak berhubungan dengan manajemen reputasi dalam kelompok. Teori-teori Barat ini diterapkan pada konteks sosio-kultural dan geografis Jakarta tertentu, sehingga terdapat beberapa keterbatasan dan penjelasan tambahan mengenai permasalahan terkait dengan konteks tersebut. Studi ini mengkaji bagaimana identitas sosial dan manajemen reputasi individu sebenarnya dibingkai di dalam sekolah dan dalam kelompok teman sebaya (Basic) yang menjadi wahana kontak dan konflik antarkelompok, termasuk Investigasi terhadap pengaruh-pengaruh tersebut dalam insiden tawuran tertentu. Hasilnya ditunjukkan dengan konteks sekolah, kategorisasi sosial sekolah. sekolah tawuran mempengaruhi stereotipe siswa terhadap sekolah lain yang berkategori baik. sekolah musuh atau sekolah sekutu. Hal ini menimbulkan prasangka bahwa mereka selalu diancam oleh musuh-musuhnya setiap kali diet melakukan kontak dengan mereka saat bepergian Ke dan dari sekolah. Oleh karena itu, untuk menangani situasi ini siswa di sekolah tawuran dibentuk berdasarkan kerumunan (dasar) di jalur bus mereka.

This study examined the development of the tradition of intergroup fighting between high school students in Jakarta, and the reasons why students became involved. Social psychological approach using social identity theory (Hogg & Abrams, 1988) and reputation enhancement theory (e.g., Emler & Reicher, 1995) wa. used. Social identity theory explains student involvement in tawuran ill term of the proces of social identification with the school and peer groups, and Intergroup conflict in relation to stereotyping and prejudice between groups. Reputation enhancement theory explains student involvement in tawuran ill association with reputation management within the group. These Western theories were applied to a specific socio-cultural and geographical context of Jakarta, thus there were some limitations and additional explanation of the problem in relation to the context. This study examined how the individual's social identity and reputation management is actually framed within the school and in the rival peer crowds (Basic ) that are the vehicles for intergroup contact and conflict, including Investigation of these influences in specific tawuran incidents. The results indicated with the school context, the social categorisation of schools. tawuran schools influenced student stereotyping towards other schools that were categorised either. enemy schools or ally schools. This led to prejudice that they were always threatened by their enemies whenever diet had contacts with them when travelling To and from school Thus, in order to handle this situation in students in tawuran schools formed over crowds (basic) base on their bus routes.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2000
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mirza Purwitasari
"Latar Belakang: Asma merupakan penyakit respirasi kronik yang terjadi sebesar 1-18 pada seluruh populasi di berbagai negara. Pada beberapa dekade terakhir ini prevalens asma meningkat di dunia. Penyebab peningkatan prevalens asma tidak terlepas dari faktor pencetus yang mendasari. Risiko asma pada petugas kebersihan telah banyak dilaporkan pada beberapa penelitian. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui prevalens asma pada penyapu jalan raya di Jakarta. Metode: Desain penelitian ini yaitu potong lintang pada penyapu jalan raya di 5 wilayah kota Jakarta. Pengambilan sampel menggunakan cluster sampling dengan melakukan pemeriksaan spirometri berdasarkan Pneumobile Project Indonesia, uji bronkodilator, uji variabilitas, wawancara menggunakan kuesioner Asthma Screening Questionnaire ASQ dan Asthma Control Test ACT . Kriteria inklusi adalah laki-laki dan perempuan berumur 15-60 tahun, mengisi inform consent dan masa kerja ge; 2 tahun.Hasil: Hasil dari penelitian ini terdapat 5 orang yang terdiagnosis asma. Prevalens asma pada penyapu jalan raya di Jakarta yaitu 3,2 .Kelompok terbanyak dengan status asma yaitu perempuan 4 orang 80 , umur > 40 tahun 80 , masa kerja le; 10 tahun sebanyak 4 orang 80 , status gizi lebih banyak dengan IMT ge; 25 gizi lebih sampai obesitas 4 orang 80 , bukan perokok sebanyak 4 orang 80 , tidak memakai APD 80 , mempunyai riwayat asma pada keluarga 3 orang 60 dan tidak mempunyai riwayat atopi 3 orang 60 . Riwayat asma pada keluarga merupakan faktor yang bermakna secara statistik terhadap status asma pada penyapu jalan di Jakarta p=0,00 .Kesimpulan: Riwayat asma pada keluarga merupakan faktor yang bermakna secara statistik terhadap status asma pada penyapu jalan di Jakarta p=0,00 . Prevalens asma pada penyapu jalan raya di Jakarta yaitu 3,2 .Kata Kunci: Penyapu jalan, prevalens, asma

Background Asthma is a common, chronic respiratory disease affecting 1 18 of the population in different country. In the last decades, a continuous increase in the prevalence of asthma has been observed worldwide. An increase prevalence of asthma depends on the underlying factors. Excess risk of asthma among cleaning workers has been reported in a number of general population studies. The aim of this study was to determine the prevalence of asthma among street sweepers in Jakarta.Method This research design is cross sectional with the subject are street sweepers in Jakarta Indonesia. Sample collection using a cluster sampling through spirometry examination based on Pneumobile Project Indonesia, bronchodilator test, variability test, questionnaire of Asthma Screening Questionnaire ASQ and Asthma Control Test ACT . The inclusion criteria are male and female, signed an inform consent, 15 60 years old and work period ge 2 years.Results The result of this study that there are 5 subjecs being diagnosed of asthma. The prevalence of asthma among street sweepers in Jakarta is 3,2 . The largest group with status asthma are female 80 , age 40 years old 80 , working time le 10 years 80 , BMI ge 25 80 , non smoker 80 , work without mask 80 , family history of asthma 60 and without history of atopy 60 . There was a statistically significant relationship between family history of asthma and asthma status in this study p 0,00 .Conclusion There was a statistically significant relationship between family history of asthma and asthma status in this study p 0,00 . The prevalence of asthma among street sweepers in Jakarta is 3,2 .Keyword asthma, prevalence, street sweeper"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
T57634
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Khansa Salsabila
"

Konstipasi fungsional (KF) adalah gangguan pencernaan yang disertai dengan kesulitan defekasi yang persisten atau tidak tuntas serta jarangnya pergerakan usus dan tidak disertai dengan penyebab sekunder. KF kerap diasosiasikan dengan status nutrisi pada anak-anak. Jika tidak diobati, dapat berujung pada rendahnya kualitas hidup. Oleh karena itu, penelitian ini penting untuk dilakukan agar dapat mengubah kualitas hidup anak menjadi lebih baik. Penelitian ini menggunakan desain potong lintang dengan menganalisis data 292 subjek dari SMP Labschool Jakarta pada Maret 2018. Umur subjek berkisar antara 11 hingga 14 tahun. Mereka diminta untuk mengisi kuesioner tentang pola makan, aktifitas fisik, dan evaluasi KF yang menggunakan ROME III criteria, serta pengukuran tinggi dan berat badan untuk penilaian status nutrisi (klasifikasi menggunakan Waterlow criteria). Prevalensi KF dan asosiasinya terhadap status nutrisi dan karakteristik lainnya (jenis kelamin, kelas, pola makan, dan aktifitas fisik) didapatkan dengan Chi Square Test, sementara Mann-Whitney U Test untuk asosiasinya dengan umur. Dari 292 subjek yang dievaluasi, KF ditemukan pada 57 subjek (19,5%), di mana 34 dari mereka adalah perempuan (59,4%). Berdasarkan status nutrisi mereka, 29 subjek (50,9%) normal, 20 subjek (35,1%) memiliki gizi lebih, sementara 8 lainnya (14,0%) gizi kurang. Terdapat hubungan yang bermakna (p<0,05) antara status nutrisi gizi lebih dengan KF (p=0,011), studi ini sependapat dengan studi-studi yang telah dilakukan. Namun, tidak terdapat adanya hubungan bermakna lain antara jenis kelamin (p=0,398), kelas (p=0,480), umur (median=13,0, p=0,658), pola makan (tidak sarapan, konsumsi sayur dan buah), dan aktifitas fisik (p=0,699) dengan KF.


Functional constipation (FC) is a gastrointestinal disorder often characterized by persistent or incomplete difficult defecation with infrequent bowel movements and absence of secondary causes. FC is often associated with nutritional status among children. If left untreated, it can lead to a decreased in quality of life. Hence why, this study is essential to improve the children’s quality of life. This research used a cross-sectional method by analyzing a total of 292 subjects from SMP Labschool Jakarta on March 2018. The subjects ranged from 11 to 14 years old and were asked to fill in the questionnaire for dietary pattern, physical activity and FC assessment using ROME III criteria, along with their body height and weight measurement for nutritional status (classified using Waterlow criteria). The prevalence of FC and its association with nutritional status and other characteristics (gender, grade, dietary pattern, and physical activity) is acquired by using Chi Square Test, while Mann-Whitney U Test is for its association with age. Out of 292 subjects that were evaluated, FC is found in 57 subjects (19.5%), in which 34 of them are female (59.4%). Based on their nutritional status, 29 subjects (50.9%) are normal, 20 subjects (35.1%) are overweight or obese, while the remaining 8 subjects (14.0%) are malnourished. A meaningful association (p<0.05) is found between overweight or obese nutritional status and FC (p=0.011), which is in concordance with previous findings. However, no other meaningful association is found between gender (p=0.398), grade (p=0.480), age (median=13.0, p=0.658), dietary pattern (skipping breakfast, intake of vegetables and fruits), and physical activity (p=0.699) with FC."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia , 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>