Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 49687 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Fajri Nursyamsi
"Skripsi ini membahas tentang undang-undang yang baik dalam perspektif Negara Hukum Pancasila, serta peran dari naskah akademik dalam pembentukan undangundang yang baik tersebut. Penelitian ini adalah penelitian kepustakaan. Pengolahan data yang dilakukan adalah dengan menggunakan pendekatan kualitatif, sehingga menghasilkan data deskriptif analitis. Dalam menganalisa data yang didapat, penelitian ini menggunakan penelitian hukum normatif. Hasil dari penelitian ini menyatakan bahwa harus dilakukan penguatan terhadap sifat pengaturan naskah akademik dalam peraturan perundang-undangan, terutama dalam Undang-Undang No.10 tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Penguatan yang dimaksud adalah menambahkan pengaturan tentang naskah akademik dan mengubah sifat pengaturan dari fakultatif menjadi imperatif atau perintah.

This thesis is talk about the good Act on Negara Hukum Pancasila and the role of academic draft on forming the good Act. This research is a library research. The data processing is using qualitative approach, so the result is analytic descriptive data. On analyzing the data, the research is using normative law research. Result of the research shows that the character of the paper arrangement on forming the Act is has to be stronger than before. Especially for Act No. 10 year 2004. The effort to make it stronger can be done by adding an arrangement about academic draft and change the arrangement character from facultative to imperative."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2009
S25454
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Abdul Wahab
"ABSTRAK
Undang-undang menjadi bagian yang sangat penting bagi negara Indonesia karena
menyatakan diri sebagai Negara hukum (Pasal 1 ayat 3 Undang-Undang Dasar 1945), namun
dalam kenyataannya undang-undang yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik
Indonesia (DPR RI) bersama-sama dengan Pemerintah kebanyakan ditolak oleh rakyat
Indonesia sehingga dibatalkan di Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (MK RI).
Pembatala undang-undang ini menimbulkan pertanyaan besar, bagaimanakah proses
pembentukan undang-undang yang dibuat oleh DPR RI bersama-sama dengan pemerintah
dan mengapa undang-undang tidak mencerminkan keinginan dan aspirasi rakyat?. Undang-
undang Badan Hukum Pendidikan (BHP) adalah undang-undang yang dijadikan studi kasus
dalam tesis ini, karena undang-undang BHP adalah undang-undang yang paling cepat
dimohonkan untuk di judicial review ke MK RI, padahal undang-undang ini telah
menghabiskan dana Negara yang begitu besar dan waktu pembentukannya sangat lama.
Undang-undang BHP merupakan undang-undang inisiatip dari pemerintah yang dibahas
bersama-sama dengan DPR RI komisi x dari tahun 2007 samapai 2009. Dalam rapat dengar
pendapat antara DPR Komisi x dengan kelompok-kelompok masyarakat seperti pihak
pengurus Perguruan Tinggi baik Swasta maupun Negeri, Lembaga-Lembaga Pendidikan,
Para Pakar, beberapa Badan Eksekutif Mahasiswa, aktifis pendidikan, dan Lembaga
pemerhati Pendidikan. Dalam rapat dengar pendapat ini ternyata kebanyakan kelompok
masyarakat yang hadir menolak Rancangan Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan
(RUU BHP) ini, namun atas alasan perintah undang-undang Sisdiknas RUU BHP ini
dilanjutkan ke tingkat pembahasan sampai akhirnya disahkan menjadi undang-undang.
Begitu RUU BHP ini disahkan menjadi undang-undang, langsung mendapat penolakan dari
berbagai elemen masyarakat yang pada akhirnya dimohonkan judicial review ke MK RI.
Berdasarkan fakta-fakta dan alat bukti yang ada undang-undang BHP dibatalkan karena
bertentangan dengan UUD 1945. Implikasi pembatalan undang-undang BHP ini berdampak
pada Perguruan Tinggi Negeri yang telah menjadi Perguruan Tinggi Badan Hukum Milik
Negara (PT BHMN) harus kembali pada bentuk asalnya, Implikasi selanjutnya berdampak
pada para dosen dan pegawai yang non PNS di PT BHMN yang menjadi tidak jelas status
hukumnya. Dan yang terakhir berdampak pada aturan hukum yang mengikuti undang-undang
BHP harus ikut dibatalkan. Berdasarkan implikasi yang sangat besar dari sebuah undang-
undang, maka seharusnyalah pembentukan undang-undang mengutamakan prinsip
demokratis sehingga menghasilkan hukum yang responsif yang didukung oleh budaya hukum
masyarakat yang diatur, struktur pemerintah yang mengatur, dan subtansi hukum yang
responsif yang jelas tujuan dan manfaatnya.

Abstract
The law became a very important for Indonesia because the country declared itself as the
State law (Article 1 paragraph 3 of the Constitution of 1945), but in reality the laws
established by the House of Representatives of the Republic of Indonesia together with the
Government majority rejected by the people of Indonesia that was canceled at the
Constitutional Court of the Republic of Indonesia. Pembatala this law raises a big question,
how was the establishment of laws made by Parliament together with the government and
why the law does not reflect the wishes and aspirations of the people?. Law Legal Education
(BHP) is a statute which is used as case studies in this thesis, because the statute law BHP is
the fastest petitioned for judicial review to the Constitutional Court of Indonesia, but this
legislation has spent country so large and its formation time is very long. BHP Law is the law
of the government initiative discussed together with the House of Representatives committee
from 2007 x samapai 2009. In a hearing between the House of Representatives Commission
X with community groups such as the good steward of Private Higher Education and State,
Educational Institutions, Experts, some of the Student Executive Board, education activists,
and observers of the Institute of Education. In this hearing was most communities are present
reject the Draft Law Legal Education (BHP bill), but for reasons of law orders the National
Education Bill BHP continued to level the discussion until finally passed into law. Once BHP
bill is enacted into law, an immediate rejection of the various elements of society that
eventually petitioned for judicial review to the Constitutional Court of Indonesia. Based on
the facts and evidence that there is legislation BHP canceled due to conflict with the 1945
Constitution. Implications cancellation BHP legislation is impacting on the State University
College has become a State-owned Legal Entity (PT BHMN) should return the original form,
have an impact on the further implication of the lecturers and non-civil service employees at
PT BHMN who become unclear status the law. And the latter affects the legal rules that
follow the law BHP should come undone. Based on the enormous implications of a law, then
the law ought to be prioritizing the establishment of democratic principles so as to produce a
responsive law backed by the legal culture of society is regulated, the government structures
that regulate, and responsive legal substance that clear objectives and benefits."
Universitas Indonesia, 2012
T29737
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Agung Saptano Kurniafatra
"Yayasan yang merupakan badan hukum yang terdiri atas harta kekayaan yang dipisahkan dengan tujuan sosial, keagamaan dan kemanusiaan. Berlakunya Undang-undang No. 9 Tahun 2009 tentang Badan Hukum Pendidikan, maka suatu yayasan yang usahanya dibidang pendidikan harus tunduk pada ketentuan undang undang tersebut. Dampak berlakunya UU BHP terhadap yayasan adalah yayasan harus membentuk BHP kemudian membubarkan diri.

Foundation which is a legal entity consisting of the separate property with the objective of social, religious and humanitarian. The introduction of Indonesian Law No. 9 Year 2009 about Legal Education, the foundation of a business education should be subject to the provisions of the law. The effect of the introduction of BHP Law is the foundation of the foundation must be established and BHP discharge."
Depok: Universitas Indonesia, 2009
T26195
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: BP. Cipta Jaya, 2009
R 371 Und
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
cover
cover
cover
Bayu Dwi Anggono
"Pembentukan Undang-Undang (UU) yang baik harus mempedomani serangkaian asas (prinsip), salah satunya adalah asas materi muatan yang tepat. Asas ini penting karena setiap jenis peraturan perundang-undangan hanya dapat memuat materi sesuai dengan tingkatan hierarkinya. Penerapan asas ini dalam praktek pembentukan UU di Indonesia belum sepenuhnya ditaati. Permasalahan sederhana dan seharusnya tidak perlu diatur dalam UU, tetap dipaksakan DPR dan Presiden menjadi UU. Saat ini berkembang anggapan bahwa semua hal dapat menjadi materi muatan UU.
Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini menganalisis secara kritis mengenai : (1) konsepsi, pengaturan dan penerapan asas materi muatan yang tepat dalam pembentukan UU di Indonesia pada Era Reformasi (1999-2012); (2) akibat hukum UU yang pembentukannya tidak memenuhi asas materi muatan yang tepat (materinya bukan termasuk materi muatan UU) melalui pengujian UU terhadap Undang-Undang Dasar oleh Mahkamah Konstitusi (MK); dan (3) kebijakan yang perlu dilakukan untuk meningkatkan kualitas UU di Indonesia serta perbandingannya dengan negara lain. Metode pendekatan yang akan diterapkan dalam rangka menjawab permasalahan dan tujuan penelitian ini adalah pendekatan yuridis normatif dan pendekatan yuridis sosiologis dengan analisis data dilakukan secara yuridis kualitatif.
Hasil penelitian menunjukkan para ahli hukum lebih banyak berpendapat bahwa materi muatan UU tertentu lingkupnya. Hal ini didasarkan pada argumentasi UUD 1945 menganut pemahaman tentang UU Material. Dari total 440 UU (atau 201 apabila dikurangi kategori daftar kumulatif terbuka) yang dibentuk periode 1999-2012 sebanyak 14 UU diindikasikan bukan materi UU. Selanjutnya penelitian juga menunjukkan UU yang melanggar asas materi muatan yang tepat apabila diuji formil ke MK dapat dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat karena melanggar ketentuan tentang pembentukan UU dalam UUD 1945 maupun UU tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Selanjutnya hasil penelitian ini juga menunjukkan Reformasi regulasi untuk meningkatkan kualitas peraturan perundang-undangan merupakan kecenderungan di dunia internasional.
Perbaikan kualitas UU di Indonesia dapat dilakukan dengan: (i) Kebijakan untuk peraturan yang lebih baik; (ii) Kerangka kelembagaan dan kapasitas untuk UU yang lebih baik; (iii) Perbaikan perencanaan pembentukan UU; (iv) Meningkatkan penilaian dampak peraturan baru (ex ante impact assessment); (v) Transparansi pembentukan UU melalui konsultasi dan komunikasi; (vi) Evaluasi Ex post terhadap UU yang berlaku; dan (vii) Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi.

Good legislation should be based on several principles, one of which is the principle of the material content pertinence. This principle is important because any type of Act can only load the material in accordance with the levels in the hierarchy. The application of this principle in the practice of legislation in Indonesia has not been fully complied yet. The problem is simple and should not be regulated by an Act although it is still forced by Parliament (DPR) and President to become an Act. Currently it is developing the notion that all things can be substance of the Act.
Based on the above background, this study critically is analyzed regarding: (i) the conception, organization and implementation of the principle of material content pertinence of Indonesian legislation in the reformation era (1999-2012); (2) the Act which does not meet the principle of material content pertinence (not including material content of Act) can be expressed no binding legal effect by Constitutional Court (MK), and (3) the policy that need to be done to improve the quality of Act in Indonesia and its comparison with other countries. The used research method is doctrinary approach and sosio-legal approach with the analysis of juridical qualitative data.
The results show that some law experts argued that the material content of Act is certain in scope. It is based on the 1945’s Constitution argument embraces an understanding of material Act. From a total of 440 Acts (or 201Acts if it is reduced by cumulative list of open category) which is made in the period of 1999-2012 then a total of 14 Acts is indicated not meet the material content of an Act. Further studies have also shown that the Act which violates the principle of material content pertinence, when it is reviewed formally by Constitutional Court (MK), it can be expressed not have binding legal force for violating the provisions of legislation in the 1945’s Constitution and the Act of Legislation. Furthermore, the result of this study also showed regulatory reform to improve the quality of law is international trend.
To improve the quality of law in Indonesia can be conducted through: (i) policies for better regulation; (ii) institutional framework and capacity for better Act; (iii) improvement of legislation planning; (iv) improvement of legislation quality by strengthening / enhancing new regulatory impact assessment (ex ante impact assessment); (v) transparency of legislation through consultation and communication; (vi) ex post evaluation of applicable Act; and (vii) utilizing information and communications technology.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
D1477
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>