Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 51110 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Rufino Putra
"Sengketa data pribadi yang terjadi di dalam cyberspace telah menyebabkan konflik kedaulatan dikarenakan mengingat sifat cyberspace yang dapat mengkoneksi berbagai jaringan komunikasi dapat menyebabkan bebeberapa negara berwenang untuk menerapkan yurisdiksinya. Dilihat dari hukum Indonesia sendiri, di dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, keberlakuan dari peraturannya diterapkan dengan prinsip Extraterritorial Jurisdiction yang berlaku terhadap setiap orang dan badan hukum apabila merugikan kepentingan nasional Indonesia. Sudah jelas apabila dilihat dari keberlakuan dari peraturan ini tentu sudah dapat diperkirakan akan terjadi konflik yurisdiksi dengan negara lain. Oleh karena itu melalui penulisan ini akan dibahas bagaimana penerapan Yurisdiksi Indonesia dalam sengketa data pribadi yang terjadi di dalam cyberspace melalui upaya-upaya yang memungkinkan.
Personal data disputes that occur in cyberspace have caused conflicts of jurisdiction due to the nature of cyberspace it self can connect various of communication networks that can cause several countries capable to apply their jurisdiction. Judging from Indonesian law itself, based on Law Number 11 Year 2008 concerning Information and Electronic Transactions, the territorial scope of its regulations is relied on the principle of Extraterritorial Jurisdiction in which applies to every person or legal entity if it is detrimental to Indonesia’s national interest. It is clear that when seen from the enactment of this regulation, jurisdictional conflicts with other countries could be happen. Therefore, through this writing, we will discuss how to apply the Indonesian Jurisdiction in regards to personal data dispute that occur in cyberspace through possible efforts."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hikmat Budiman
"Perkembangan kajian tentang Internet di Indonesia, antara lain, ditandai oleh beberapa kajian yang umumnya difokuskan pada upaya untuk menjelaskan relasi antara perkembangan pemanfaatan internet oleh masyarakat di satu sisi, dan kemungkinan potensial bagi perbaikan kualitas kehidupan politik demokrasi di sisi lain. Ungkapan-ungkapan seperti cyberdernocracy, information superhighway, atau medium of liberation, sering dipakai ketika membahas Internet sebagai domain politik. Pada level konseptual, kajian-kajian semacam ini biasanya merujuk, paling tidak, pada dua argumen teoritis. Yang pertama adalah filsafat politik tentang keutamaan sebuah ruang publik ( public sphare) dalam memelihara semangat berbeda pendapat yang menjadi ciri dari kehidupan politik demokratis. Sementara argumen kedua adalah penjelasan yang dititikberatkan pada reformulasi konsep-konsep tentang identitas individu dalam cyberspace yang dianggap memungkinkan orang bisa lebih bebas menyatakan pendapatnya.
Studi ini mencoba memberikan kontribusi pada beberapa kajian tentang Internet yang telah dilakukan sebelumnya, paling tidak untuk konteks sosiologi di Indonesia, dengan pertama-lama melakukan penelusuran peta teoritis dalam wacana ilmu sosial, yang bisa dijadikan acuan konseptual untuk mengkaji internet bukan hanya sebagai domain politik, melainkan juga sebagai sebuah fenomen kultural masyarakat di dunia. Dari penelusuran tersebut ditemukan bahwa dalam bidang kajian tentang internet atau, secara lebih luas, masyarakat yang berbasis teknologi jaringan elektronik (electronically networked society), ilmu sosial telah berkembang jauh lebih luas dari sekedar upaya teoritik untuk mencari kemungkinkan atau potensi internet dalam mengembangkan kehidupan politik demokrasi.
Cyberspace secara historis dibentuk oleh dua komunitas kultural yang bertolak belakang, yakni antara kultur para hacker komputer yang terobsesi dengan kebebasan dan membenci sensor, dan kultur bisnis militer yang terobsesi oleh keinginan melakukan kontrol dengan dalih keamanan.Menghindar dari kecenderungan semata-mata hanya memberi penekanan pada romansa kebebasan yang dijanjikan oleh teknologi internet, studi ini mencoba menelusuri beberapa kajian yang menghasilkan gambaran bahwa dalam banyak aspek cyberspace pada dasarnya dibentuk dan sekaligus membentuk berbagai hal yang kontradiktif satu dengan lainnya. Demikian, misalnya, sementara pada sisi yang satu internet, seperti tampak dalam beberapa analisa tentang relasi internet dengan kehidupan politik demokrasi, itu dicirikan oleh demikian terbuka dan bebasnya ia sebagai sebuah ruang sosial baru, tapi pada sisi yang lain beberapa temuan dan telaah mutakhir yang telah dilacak dalam studi ini memperlihatkan bahwa internet ternyata bisa juga dimanfaatkan sebagai instrumen kontrol sosial dalam apa teknologi kekuasaan beroperasi secara sangat eksesif.
Di lain pihak, pertumbuhan titik akses internet publik dalam bentuk warung internet atau Warnet juga menjadi salah satu fenomen yang dikaji secara kritis dalam studi ini. Kalau sejauh ini mungkin ada kecenderungan Warnet dilihat sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari wacana tentang internet sebagai pendorong demokratisasi, studi ini mencoba memeriksa Warnet pertama-tama dengan menempatkannya sebagai sebuah lokus tempat aktivitas ekonomi pengetolanya. Dengan demikian, daripada menempatkan Warnet sebagai salah satu indikasi penling dalam upaya pemanfaatan internet untuk perbaikan kualitas demokrasi, studi ini melihatnya hanya sebagai pertemuan temporer antara dua kepentingan yang tidak sejalan: kepentingan produksi ekonomi para pengelola Warnet, dan kepentingan penggunanya unluk mendapatkan atau layanan akses internet berbiaya relatif lebih murah atau sekedar pemenuhan gaya hidupnya.
Dalam konteks yang lebih luas Warnet, dengan demikian, ternyata bukanlah sebuah ruang publik (public sphere) yang bisa menjadi pusat perbincangan politik, seperti konsep ideal yang diajukan oleh Jurgen Habermas dengan mengambil model historis kale dan salon di Eropa abad 17 dan 18. Sebaliknya, Warnet hanyalah sebuah lokasi spasial tempat ruang-ruang privat para pengguna internet berdampingan, dan terkoneksi ke dalam sebuah ruang sosial yang lebih besar di dalam internet. Di samping itu, melalui pelacakan leoritis studi ini juga mencoba memperlihatkan limitasi konseptual yang sering terjadi selama ini dalam kajian-kajian lentang internet sebagai sebuah domain politik: kecenderungan melihat internet sebagai ruang publik dalam pengertian Habermasian tadi. Konklusinya, ilmu sosial membutuhkan sebuah model atau metafor baru yang bisa lebih lepat merepresentasikan realitas-realitas kontradiktif dalam cyberspace."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T12208
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amirah Rahmah
"Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi sudah memasuki tahap hiperhistori dan revolusi komunikasi telah menghilangkan batasan ruang-waktu yang tetap dalam media. Perubahan ini mengubah dunia secara fundamental dan menciptakan mode masyarakat jejaring serta ekosistem digital bernama cyberspace. Keberadaan cyberspace, disertai kemampuan jejaring memproses data digital secara otonom menjadi tantangan besar bagi konsep properti intelektual. Tak hanya memperparah problem internal properti intelektual dalam mengkonstruksikan keterbatasan material pada objek imaterial, cyberspace telah menghilangkan distingsi antara proses publikasi, distribusi, dan re-distribusi, menjadi satu proses utuh yang bersifat interaktif. Artikel ini bertujuan untuk mengkritik bagaimana klaim dan paradigma yang digagas dalam teori justifikasi properti intelektual, baik secara proprietarian maupun konsekuensialis, tidak relevan dalam perkembangan teknologi informasi komunikasi. Melalui analisa konseptual, refutasi, dan elaborasi kritis, artikel ini menemukan bahwa klaim-klaim konsep properti intelektual sudah tidak relevan dalam konteks masyarakat jejaring. Kendati objek imaterial dan kreasi kultural tetap memiliki peran penting dalam sosial, namun keberadaannya dalam masyarakat jejaring lebih tepat untuk dikaji sebagai relasi dibandingkan entitas eksklusif sebagai properti.

Information and communication technology development has reached hyper history stage, and the communication revolution has surpassed the borders of fixed space-time in the media. This changes the world fundamentally and constitutes a mode of network society as well as the digital ecosystem called cyberspace. The existence of cyberspace, as well as the network’s power to process digital data autonomously, pose a great challenge to the concept of intellectual property. Not only it worsens the existing internal problem of intellectual property in its constructing material scarcity to immaterial objects, but cyberspace has also eradicated the distinction between processes of publication, distribution, and re-distribution, into one single interactive process. This article aims to criticize how intellectual property justification theory claims and paradigms, whether in proprietary view and consequentialist view, is irrelevant to the information and communication technology development. By conceptual analysis, refutation, and critical elaboration, this article exposes that intellectual property justification theory, especially as patent and copyright foundation, is incoherent within its claim in the context of the network society. In spite of the important role that immaterial object and cultural creation operate in society, its existence in the network is more suitable to be comprehended as a relation instead of the exclusive entity as a property.

"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2020
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Nyoman Teusthi Eddy
Ende-Flores: Nusa Indah, 1985
895 NYO s
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Buick, Joanna
Cambride: Icon Books, 1995
003.5 BUI c
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
London: Academy Editions, 1995.
729 ARC
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Gabriella Christina
"Berbagai penelitian telah menemukan bahwa mahasiswa baru merupakan populasi yang kerap mengalami distres psikologis. Di sisi lain, masyarakat Indonesia memiliki karakteristik yang sangat erat dengan hal-hal spiritualitas atau keagamaan. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk untuk melihat hubungan antara spiritualitas dan distres psikologis pada mahasiswa baru Universitas Indonesia. Partisipan penelitian ini terdiri dari 278 mahasiswa baru Universitas Indonesia.
Variabel distres psikologis diukur menggunakan Self Report Questionaire 20 (SRQ-20), sementara variabel spiritualitas diukur menggunakan Intrinsic Spirituality Scale (ISS). Hasil analisis data menunjukkan bahwa terdapat hubungan negatif yang signifikan (rb= -0,117, p < 0,05, one-tailed) antara spiritualitas dan distres psikologis.

Various studies have found that new students constitute a population often experience psychological distress. On the other hand, Indonesian people have characteristics that are very closely related to matters of spirituality or religion. Therefore Thus, this study aims to look at the relationship between spirituality and distress psychologically at the freshmen of the University of Indonesia. The participants of this study consisted from 278 new students at the University of Indonesia.
The psychological distress variable was measured using Self Report Questionaire 20 (SRQ-20), while the spirituality variable measured using the Intrinsic Spirituality Scale (ISS). The results of data analysis show that there is a significant negative relationship (rb = -0.117, p <0.05, one-tailed) between spirituality and psychological distress.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fatia Nurizky
"ABSTRAK
Boys's Love adalah genre yang unik yang berasal dari Jepang, dipopulerkan
melalui manga sebagai salah satu bagian dari kebudayaan populer Jepang. Genre
ini berfokus kepada romansa yang terjadi di antara dua orang laki-laki. Genre ini
dipopulerkan melalui forum virtual yaitu ruang komunikasi massa bersifat maya
yang terdapat di dalam cyberspace. Penelitian ini menggunakan teori komunikasi
massa dan konsep-konsep yang muncul di dalamnya, yaitu kejujuran dalam
cyberspace dan perubahan perilaku kognitif, afektif dan konatif. Melalui
komentar-komentar yang dikirimkan pengguna forum di dalam forum tersebut,
diharapkan kejujuran dan perubahan perilaku dapat dilihat dan diteliti secara
mendalam.

ABSTRACT
Boys? Love is a unique genre, originated in Japan and popularized through manga
manga as one aspect of Japanese popular culture. This genre focuses on romance
between men. This genre is popularized using virtual forum, which is a cyber
mass communication media in cyberspace. This research uses mass
communication theory and concepts that occurs in it which is probity on
cyberspace and attitude alteration such as cognitive, affective, and behavioral
changes. Through the comments sent by the forum users, it is expected that the
probity and attitude alteration can be seen and researched thoroughly."
Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2012
S42171
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>