Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 160415 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Tri Andriyanto
"Skripsi ini membahas mengenai pelemahan ketahanan pangan komoditas beras Indonesia akibat implementasi dari Letter of Intent IMF, periode 1995 hingga 2009. Metode penelitian yang digunakan adalah kuantitatif dengan desain deskriptif. Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa Indonesia mengalami pelemahan ketahanan pangan beras dari segi ketersediaan, stabilitas pasokan beras, serta akses terhadap beras. Ketersediaan diukur dari perbandingan jumlah konsumsi per tahun dengan stok yang tersedia, stabilitas pasokan diukur dari perbandingan volume beras domestik dan beras impor, sedangkan akses diukur dari harga eceran beras setiap tahun. Ketersediaan beras Indonesia cenderung menunjukkan angka menurun, stabilitas menunjukkan angka impor beras yang fluktuatif dan cenderung naik, dan akses menunjukkan harga eceran beras yang terus naik setiap tahunnya.

This thesis discusses the weakening of Indonesia's rice food commodities due to the implementation of IMF Letter of Intent, the period 1995 to 2009. The method used is quantitative descriptive design. The results of this study show that Indonesia has weakened food security in terms of availability of rice, rice supply stability, and access to rice. Availability is measured from the ratio of the amount of consumption per year with available stock, supply stability measured by the ratio of the volume of domestic rice and rice imports, while the access measured from the retail price of rice every year. Indonesia rice availability is likely to show declining numbers, the stability showed that rice imports fluctuate and tend to rise, and access to show the retail price of rice continues to rise each year."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
M. Sofyan
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2002
S26049
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kafi Handiko
"Tesis berusaha menelusuri dinamika tarik menarik antara kepentingan pasar yang dalam hal ini direpresentasikan oleh IMF dengan Lol - nya dan kepentingan kapitalisme kroni pada masa pemerintah Orde Baru tahun 1997-1998. Tanggal 31 Oktober 1997, pemerintah Orde Baru mulai mengundang keterlibatan IMF dalam upaya mengatasi krisis ekonomi. Ada semacam nostalgia, ketika pada tahun 1966, keterlibatan IMF berhasil mengatasi carut marut ekonomi, berupa hyperinflasi, warisan Rezim Orde Lama. Dengan kata lain, kredibilitas IMF sebagai lembaga keuangan internasional diperlukan untuk memulihkan kembali kepercayaan. Namun dengan keterlibatan IMF, krisis ekonomi di Indonesia justru semakin mendalam. Hal ini menimbulkan dua pertanyaan. Pertama, mengapa dengan dilibatkanrya IMF dalam upaya pemulihan krisis ekonomi di Indonesia justru krisis semaki menghebat? Kedua, apakah dengan demikian kebijakan pemulihan ekonomi IMF tidak efektif untuk mengatasi krisis ekonomi di Indonesia?
Untuk menjawab pertanyaan pertama kiranya perlu untuk melakukan kilas balik ke masa awal mula krisis dan bahkan jauh sebelum krisis melanda. Kalau kita refleksikan kembali krisis ekonomi tahun 1997 muncul karena akumulasi dan saling kait antara faktor eksternal dan faktor intenal. Secara eksternal bisa dikatakan bahwa krisis ekonomi 1997 memiliki karakter regional. krisis bermula dari efek penularan (contagious effect) atas krisis serupa yang terjadi di Thailand dan melalui pola domino krisis kemudian menyebabkan keruntuhan perekonomian negara-negara Asia yang lain termasuk Indonesia.
Sedangkan secara internal, krisis sudah ada benih-benihnya di dalam struktur ekonomi politik Indonesia sendiri. Sistem kapitalisme kroni yang berlaku selama masa pemerintahan Orde Baru menjadi lahan persemaian yang subur bagi praktek-praktek KILN (Kolusi, korupsi dan nepotisme) yang merongrong fondamen ekonomi Indonesia sejak jauh hari sebelum munculnya krisis ekonomi. Selama masa sebelum krisis hal itu masih ditutupi oleh fenomena pertumbuhan ekonomi yang mengesankan, namun begitu krisis datang hal itu nampak nyata sebagai kelemahan-kelemahan struktural yang harus diperbaiki.
Pertanyaan kedua dengan demikian tetah secara sekilas terjawab. Efektif atau tidaknya program pemulihan ekonomi IMF tergantung dari sikap pemerintah Orde Baru sendiri. Memang resep-resep pemulihan ekonomi IMF nampak sebagai sebuah pil pahit yang harus ditelan. Namun itulah kenyataan yang harus dihadapi. Dan ternyata lemahnya komitmen pemerintah Orde Baru untuk menjalankan resep-resep ekonomi IMF, yang ditunjukan dengan diingkarinya butir-butir kesepakatan datam Loi, menimbulkan reaksi negatif pasar yang semakin mengurung Indonesia ke dalam krisis yang semakin luas dan datam. Dari data-data yang berhasil penulis kumpulkan membuktikan bahwa pemerintah Orde Baru kurang memiliki komitmen serius menjalankan program-program pemulihan ekonomi IMF, dengan adanya kasus-kasus, seperti: mobnas Timor, kartel perdagangan kayu lapis, BPPC, dan terakhir mengenai rencana penerapan CBA (Currency Board Sistem). Ketidakseriusan pemerintah Orde Baru dalam menjalankan resep-resep pemulihan ekonomi IMF menimbulkan reaksi negatif pasar yang ditunjukan dengan semakin melorotnya nilai tukar rupiah. Setelah pemerintah menjalankan resep IMF sejak November, kurs rupiah justru terus metemah. Pada akhir Desember 1997, kurs berada pada kisaran Rp. 6.247/US$. Sedangkan Januari 1998, kurs rupiah mencapai Rp 15.700/US$. Kondisi ini semakin tidak kondusif bagi upaya recovery ekonomi. Di lain pihak, lemahnya komitmen tersebut harus dibayar mahal dengan dipaksanya pemerintah Indonesia di bawah rezim Orde Baru untuk menandatangani Lol 15 7anuari 1998 dan Lol 10 April 1998.
Keengganan pemerintah Orde Baru untuk menjalankan resep pemulihan ekonomi IMF bisa dikaitkan dengan keinginannya untuk tetap metindungi kepentingan-kepentingan ( vested interest) di sekitar tingkaran kekuasaan. Program-program pemulihan ekonomi IMF secara otomatis memang sangat berseberangan secara diametral dengan berbagai kepentingan ( vested interest) di sekitar kekuasaan. Vested interest tersebut berujud kepentingan bisnis dari orang-orang (baca: para kapitalis kroni) yang dilanggengkan oleh adanya sistem Kapitalisme Kroni."
Depok: Program Pascasarjana Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T14090
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yohanis Fransiskus Lema
"Tesis ini menyorot implikasi penerapan Agreement on Agriculrure (AoA) World Trade Organization (WTO) dan Letter of Intent (Lol) International Monetwy Fund (IMF) terhadap produsen gula Indonesia periode 1995-2003. Sebagaimana dipahami. kebijakan sektor pertanian di suatu negara tidak iepas dari pengaruh faktor eksternal, apalagi dalam era globalisasi yang ditandai oleh adanya keterbukaan ekonomi dan keterkaitan yang bersifat global. Terdapat dua faktor eksternal yang mempengaruhi sektor pertanian Indonesia. Pertama, kesepakatan internasional, khususnya AoA WTO. Kedua, pecan lembaga multilateral yang membantu Indonesia dalam masa krisis. yakni IMF. Kendati keduanya menimbulkan implikasi terhadap sektor pertanian dan produsen gula Indonesia, tampak bahwa dalam situasi normal, faktor penama lebih mempengaruhi sektor pertanian Indonesia, sedangkan pengaruh IMF lebih terasa scat terjadi krisis.
Adapun pertimbangan yang melatarbelakangi penulis mengangkat tema ini adalah: pertama, berakhirnya era Perang Dingin (cold war) memunculkan berbagai perubahan dalam sistem intemasional. Salah satu perubahan fundamental yang terkait dengan penelitian ini adalah menguatnya fenomena keterhubungan (interconnectedness) yang bersifat lintas-kontinental. Hal ini mengakibatkan setiap perkembangan yang terjadi di suatu pelosok dunia akan mempengaruhi dan dipengaruhi oleh perkembangan di pelosok dunia lain. Demikian pula liberalisasi pertanian dalam kerangka WTO dan IMF niscaya mempengaruhi kondisi produsen gula Indonesia. Dalam kajian Hubungan Internasional (HI), penelitian ini menarik karena memperlihatkan adanya fenomena keterhubungan (interconnectedness) dan fenomena interdependensi.
Kedua, penetapan kurun waktu 1995 hingga 2003 sebagai periode penelitian didasarkan pada alasan bahwa tanggal 1 Januari 1995 adalah awal pemberlakuan AoA WTO. Sementara tahun 2003 adalah saat digelarnya Konferensi Tingkat Menteri (KTM) WTO V di Cancun, Mexico yang berakhir dengan jalan buntu (deadlock) karena tidak dicapainya kesepakatan perihal liberalisasi pertanian tahap lanjut, sekaligus tahun 2003 merupakan momentum akhir intervensi IMF dalam sistem perekonomian Indonesia.
Ketiga, produsen gula dijadikan unit analisa pada level negara sebab di samping beras, gula adalah pangan pokok bagi rakyat Indonesia. Penggunaan gula juga bersifat luas karena terkait dengan banyak industri lain. Sejarah jugs memperlihatkan bahwa pada dekade 1930-an, produsen gula Indonesia (dulu Hindia Belanda) sukses menjadi produsen gula terbesar kedua di dunia. Suatu kondisi yang kontradiktif dengan saat ini. karena kini Indonesia adalah importir gula terbesar kedua di dunia. Peralihan status dari eksportir menjadi importir membuat gula menjadi tema penelitian yang menarik dikaji.
Kerangka pemikiran yang digunakan adalah perspektif neorealis yang berakar dari tradisi pemikiran kaum realis atau nasionalis sebagaimana dikemukakan oleh Robert Gilpin. Perspektif neorealis menekankan pada maksimalisasi kepentingan nasional. Dalam konteks liberalisasi pertanian. Indonesia diharapkan mampu merumuskan kepentingan nasional yang hendak dicapai, agar tidak terus-menerus didikte oleh WT() dan IMF'. Sebab berdasarkan perspektif neorealis, keberadaan dua institusi ini lebih memperjuangkan kepentingan kekuatan hegemon (negara maju). Perspektif neorealis juga mengungkap sikap ambivalen negara maju dalam perdagangan gula. Fakta memperlihatkan bahwa negara maju, terutama Amerika Serikat (AS) dan Uni Eropa (UE) adalah dua pihak yang sangat protektif terhadap industri gula, namun menghendaki pembukaan akses pasar yang luas di negara berkembang.
Akhirnya, penelitian menyimpulkan bahwa liberalisasi pertanian dalam kerangka WTO dan IMF merugikan produsen gula Indonesia, sebaliknya menguntungkan produsen gula mancanegara. Ketergantungan Indonesia terhadap gula impor juga semakin meningkat. Kesimpulan demikian diperkuat oleh fakta terjadinya penurunan luas lahan dan tingkat produktivitas, dua indikator yang dipakai untuk mengukur kondisi produsen gula pra dan pada saat liberalisasi pertanian dijalankan oleh WTO dan IMF."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T14360
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tia Vinita
"ABSTRAK
Tesis ini membahas tentang implikasi Letter of Intent (LoI) IMF dalam kebijakan
impor beras Indonesia periode 2004-2010. Pemerintah Indonesia menandatangani
LoI dengan IMF saat Indonesia mengalami krisis ekonomi tahun 1997 sehingga
harus meminta bantuan dari IMF. Selama empat periode pemerintahan (1997-
2003), IMF memberikan tekanan pada pemerintah untuk melakukan liberalisasi,
privatisasi, dan deregulasi di berbagai sektor, salah satunya adalah sektor
perberasan. Akibat liberalisasi tersebut, jumlah impor beras yang masuk ke
Indonesia meningkat dengan tajam. Namun pasca LoI berakhir, pemerintah tetap
mempertahankan kebijakan impor beras khususnya untuk memenuhi stok
cadangan beras nasional. Maka pertanyaan penelitian dalam tesis ini adalah
mengapa pemerintah tetap melakukan kebijakan impor beras pasca LoI IMF
berakhir dan pihak mana yang diuntungkan dengan impor beras tersebut.
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan desain deskriptif analitis.
Hasil penelitian memaparkan terdapat tiga implikasi LoI IMF yang masih
dirasakan sampai saat ini yaitu terbukanya pasar beras dalam negeri, privatisasi
BULOG, dan hilangnya subsidi KLBI. Pemerintah juga memiliki komitmen
internasional dengan WTO untuk membuka pasar bagi beras impor minimal
sebanyak 70.000 ton beras per tahun. Di lain pihak, adanya preferensi pemerintah
untuk mempertahankan kebijakan tersebut karena impor beras memberikan
insentif yang besar bagi pelaksana impor, yaitu BULOG. Pihak yang diuntungkan
dari impor ini selain BULOG, adalah negara eksportir beras yaitu Thailand dan
Vietnam. Untuk menghadapi liberalisasi strategi pemerintah perlu meningkatkan
pembangunan infrastruktur pertanian, penguatan kelembagaan tata niaga beras,
serta menyusun kebijakan perberasan yang solid dan terkoordinasi dengan baik
antar lembaga terkait.

Abstract
This study discusses about the implications of the IMF Letter of Intent (LoI) in
Indonesian rice import policy especially in the period 2004-2010. The government
of Indonesia signed the LoI with the IMF when Indonesia hit by economic crisis
in 1997 and requested an assistance from the IMF. During the four periods of
reign (1997-2003), the IMF put pressure on governments to apply liberalization,
privatization, and deregulation in various sectors, one of which is the rice sector.
As the result, the amount of rice imports into Indonesia increased sharply. After
the LoI ended, the government is still maintaining rice import policy, especially to
meet the national rice reserve stock. Then the research question is why the
government continues to conduct rice import policy after the LoI IMF ended and
which party get benefits from the imported rice.
This research is a qualitative research with a descriptive analysis design. The
results found that there are three implications of the LoI IMF which is the
liberalization of domestic rice market, privatization of BULOG, and the abolition
of KLBI. The government also has international commitments to the WTO to
open minimum market access of 70,000 tons of rice per year. On the other side,
the government's preference to maintain the import policy because the policy
provides strong incentives for BULOG as an STE in importing rice. The party
who gets the benefits from the imported rice are the rice exporting country such as
Thailand and Vietnam, and BULOG. The researcher suggests several strategies
that can be implemented by the government that is to improve the development of
agricultural infrastructure, strengthen the rice marketing institutional, and develop
a firm and well-coordinated rice policy among relevant institutions."
2012
T30499
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Yohannes Henry Nugroho
"Lembaga Moneter Intemasional ( IMF ) adalah merupakan Iembaga keuangan yang berfungsi sebagai mitra ekonomi intemasional, yang pada dasamya dapat meningkaikan kerja sama moneter internasional diantara negara-negara anggotanya. Peranan IMF adalah umuk menggalang kehadiran suatu sistem moneter intemasional, menjaga kestabilan nilai tukar, membantu neraca pembayaran, serta memberikan jasa konsultasi dan kolaborasi terhadap persoalan moneter.
Indonesia sehagai salah sam dari negara anggota IMF, berdasarkan kepada anggaran dasar pendanaan IMF memiliki liak untuk meminta bantuan IMF. Oleh karenanya, saat terjadinya krisis ekonomi yang sangat dahsyat dan parah, yang terjadi pada periode 1997 - 1998, pemerintah Indonesia memutuskan untuk meminta bantuan IMF, dengan maksud umuk menstabilkan neraca pembayaran, meningkatkan volume ekspor, termasuk juga menurunkan / menghabiskan tarif ekspor, menstabilkun nilai tukar mata uang dan pembayaran hulang luar negeri yang sedang dalam masa jatuh tempo.
Dari hasil perundingan ke penmdingan, yang kemudian diwujudkan dengan penandatanganan nom kesepakatan bersama Legler Of Intern pads periods tahun 1997 - 1998, ternyata dari hasil penelitian menunjukan bahwa hal itu memang berdampak positif bagi pemeriniah Indonesia. Namun demikian dari data yang dikumpulkan yang kemudian di uji dengan teori, maka menunjukan bahwa goal / hasilnya tidak sesuai dengan apa yang diharapkan oleh pemerintah indonesia, dengan kala lain hasilnya masih minimal. Hal ini terbukti dengan terjadinya fluktuasi mata uang rupiah yang tidak menentu, hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap lembaga perbankan, dan tingkat inflasi yang semakin meningkat."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T4944
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mashuri
"Tesis ini untuk menjelaskan bagaimana penerapan butir-butir kesepakatan antara pemerintah Indonesia dan IMF yang tertuang dalam Letter of Intent (Loi) yang terjadi di era pemerintahan Soeharto, Habibie dan Abdurrahman Wahid.
Pada saat terjadi krisis moneter pada pertengahan tahun 1997, pemerintah Indonesia akhirnya meminta bantuan ke lembaga keuangan internasional atau IMF. Sebagai konsekuensinya, pemerintah harus siap menerima berbagai rekomendasi kebijakan yang disarankan oleh IMF, bagi upaya pemulihan krises ekonomi. Rekomendasi ini tidak diberikan secara sembarangan, karena harus diikuti oleh sejumlah persyaratan yang harus dipenuhi oleh pemerintah Indonesia.
Awalnya, pemerintah Soeharto saat itu terlihat keberatan dengan berbagai program pemulihan ekonomi seperti yang tertuang dalam Loi pertama, maupun kedua. Hal ini terjadi karena pemerintah Soeharto saat itu menjalankan roda perekonomian yang diduga banyak melakukan tindakan KKN. Padahal, IMF dalam rekomendasinya, menuntut agar segala bentuk monopoli, KKN dalam Iingkungan bisnis dihilangkan. Tarik ulur antara pemerintahan Soeharto dan IMF pun terjadi. Soeharto sempat mencari altematif kebijakan pemulihan krisis seperti membahas ide sistem dewan mata uang atau lebih dikenal dengan Currency Board System (CBS). Namun, IMF lagi-lagi menolak. Hal ini berbeda dengan pelaksanaan Loi yang terjadi di era Habibie maupun Abdurrahman Wahid. Latar belakang politik saat itu, juga ikut mempengaruhi bagaimana butir-butir Loi itu dijalankan. Berbagai hal ikut mempengaruhi proses tersebut. Mulai dari faktor ekonomi, sosial hingga politik.
Tujuan untuk melihat bagaimana ketiga presiden itu menjalankan resep IMF inilah yang ingin diketahui dalam penulisan ini. Hal ini dilakukan dengan menggunakan berbagai teori, mulal dari teori ekonomi politik internasional yang pertama yakni aliran liberalis, kedua aliran nasionalis dan ketiga strukturalis. Dibagian lain, untuk mengupas tentang permasalahan, digunakan teori yang membahas tentang politik domestik diperkuat dengan berbagai tipe kepemimpinan dalam membuat kebijakan nasional.
Pada kenyataannya, penerapan Loi antara IMF dan Indonesia sangat menuntut konsistensi serta political will dari pemerintah dalam menuntaskan krisis ekonomi. Hal inilah yang kurang dilakukan oleh ketiga presiden itu sehingga tidak jarang target waktu pelaksanaan Loi itu sering tidak tepat waktu.
Tesis. ini merupakan kajian kualitatif dan penelitian tesis ini adalah dekriptif eksplanatif. Data-data yang dipergunakan dalam penelitian ini diperoleh berdasarkan teknis pengumpulan data dan kepustakaan."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T14359
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sandy Wardhana
"Implementasi BaselII Sebagai Alat Neo-Kolonialisme di Indonesia Tesis ini membahas mengenai ketentuan perbankan yang di sebut dengan Basel II. Ketentuan tersebut telah diwajibkan oleh Bank Indonesia untuk diterapkan oleh seluruh bank di Indonesia paling lambat tahun 2011. Meski demikian ditenggarai ketentuan Basel II tersebut merupakan salah satu alat neo-kolonialisme oleh pihak asing di Indonesia, karena mengandung potensi-potensi ancaman dibaliknya. Penulis mencoba menjabarkan ketentuan Basel II tersebut sebagai alat neo-kolonialisme dengan melihat aspek sejarah, organisasi-organisasi dibalik ketentuan tersebut, latar belakang implementasi, maupun akibat yang ditimbulkan.

This thesis will focus on study of banking regulation call Basel II accord, This regulation has been a mandatory regulation to implement by all banks Indonesia by at the latest 201 1. However, many have thought that this regulation is mainly a tool for neo-colonialism in Indonesia because the potential threats that it has.Writer tries to analyze Basel II regulation as a neo-colonialism from the historical, organizational, the back ground of implementation and the result of implementation perspective."
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2010
T33452
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
"Diskursus mengenai pembangunan politik dan demokrasi di Indonesia sudah lama berlangsung dan masih terus berkembang sampai saat ini. Tidak dapat dipungkiri bahwa dalam satu daswarsa ini, pembangunan politik dan demokrasi di Indonesia sudah berubah drastis daripada sebelumnya. Permasalahan dan penelitian ini adalah bagaimanakan mewujudkan Demokrasi Pancasila dalam kehidupan politik dan demokrasi. Pembangunan bidang politik dan demokrasi di Indonesia sudah diberi wadah yang jelas dalam bentuk peraturan perundang-undangan, mulai dari UUD 1945 maupun undang-undang di bidang politik. Bahkan dalam upaya meningkatan kualitas kehidupan politik dan demokrasi, serta bidang lainnya, UUD 1945 sudah diubah sebanyak empat kali. Perubahan UUD 1945 diharapkan akan membawa kehidupan politik dan demokrasi yang lebih baik lagi di Indonesia."
348 JHUSR 8:1 (2010)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>