Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 116449 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Edy Sismarwoto
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1990
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hartono Soerjopratiknjo
Yogyakarta: Seksi Notariat FH-UGM, 1983
346.05 HAR h
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Zubaidi
"Umat Islam di Indonesia termasuk ke dalam kelompok Ahlu al-Sunnah wa al-Jama'ah atau Sunni. Ahlu al-Sunnah wa al-Jama'ah (untuk selanjutnya disebut Sunni) ini merupakan kelompok umat Islam yang terbesar dibandingkan dengan kelompok-kelompok yang lain. Lebih kurang 90% dari jumlah umat Islam di seluruh dunia dapat dimasukkan ke dalam kelompok Sunni. Sedangkan sekitar 10% lainnya termasuk kelompok Syi'ah yang terbagi pula ke dalam beberapa aliran.
Dalam bidang akidah, kelompok Sunni di Indonesia kebanyakan mengikuti ajaran Abu Hasan al-Asy'ari dan Abu Mansur al-Maturidi. Sedangkan di bidang hukum mengikuti madzhab yang ada di kalangan Sunni, yaitu madzhab Hanafi, Maliki, Syafi'i dan Hambali. Namun demikian di kalangan para kyai di Indonesia pengaruh madzhab Syafi'i jauh lebih dominan dibandingkan dengan madzhab lainnya. Demikian pula hukum Islam yang dipergunakan di Pengadilan Agama (dengan berbagai names) untuk menyelesaikan sengketa yang diajukan kepadanya, pada mass yang lalu, terdapat dalam berbagai kitab fikih madzhab Syafi'i yang ditulis cleh para fukaha beberapa abad yang lalu.
Dengan dikeluarkannya Surat Edaran Biro Peradilan Agama (sekarang berganti nama dengan Direktorat Badan Pembinaan Peradilan Agama) Nomor B/I/735 Tahun 1959, dalam rangka memberi pegangan kepada para hakim agama di Mahkamah Syar'iyah di luar Jawa dan Madura serta sebagian bekas residensi Kalimantan Selatan dan Timur yang dibentuk dengan Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1957 serta hakim-hakim agama di Pengadilan Tinggi Agama dan Kerapatan Qadi yang dibentuk sebelum tahun 1957, Biro Peradilan Agama telah menentukan 13 (tigabelas) kitab fikih madzhab Syafi'i.
Namun, dalam perkembangannya kesadaran hokum masyarakat muslim di Indonesia mengalami perubahan. Perkembangan hukum Islam di Indonesia pada bagian kedua abad ke duapuluh ini menunjukkan bahwa kitab-kitab fikih tersebut tidak lagi seluruhnya sesuai dengan kebutuhan hukum masyarakat muslim di Indonesia. Sebabnya ialah kitabkitab fikih madzhab Syafi'i itu ditulis oleh para fukaha beberapa abad yang lalu. Sebagai basil penalaran manusia yang selalu terikat pada ruang dan waktu, situasi dan kondisi di tempat is melakukan penalaran serta unsure subyektifitas, sudah barang tentu dalam kitab-kitab tersebut terdapat perbedaan-perbedaan, bait( besar maupun kecil. Terlebih lagi jika diterapkan di Indonesia yang situasi dan kondisi Berita problem masyarakatnya berbeda dengan tempat para fukaha itu. Lebih lanjut Prof. H. Mohammad Daud Ali juga menyatakan bahwa wawasan hukum Masyarakat muslim Indonesia pun sejak pertengahan abad ini, terlebih lagi pada penghujung abad ke duapuluh ini nampaknya telah berbeda dengan masa-masa sebelumnya, karena telah mengandung "wawasan Indonesia". Jangkauannya telah melewati Batas madzhab Syafi'i yang berabad-abad menguasai pemikiran hukum Islam di tanah air kita.
Hal tersebut di atas disebabkan karena perkembangan pendidikan, terutama pendidikan tinggi, baik di lingkungan Departemen Agama maupun di Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Sehingga menimbulkan kesadaran baru di kalangan kaum muslimin, melahirkan peradaban baru, yaitu peradaban Islam yang terbuka, yang mau belajar dart manapun dan tidak fanatik madzhab, baik di bidang akidah maupun di bidang hukum.
Sebagaimana tersebut di atas, dalam bidang hukum, termasuk hukum kewarisan Islam, masyarakat muslim Indonesia, demikian juga para hakim Pengadilan Agama menggunakan kitab fikih madzhab Syafi'i."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Endang Ali Masum
"Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui sejauh mana pembaharuan hukum kewarisan Islam di Indonesia, dan bagaimana wasiat wajibah, sebagai produk ijtihadiah pare ahli hukum kewarisan Islam, menjadi aspek pembaharu dalam hukum kewarisan Islam Indonesia. Penulisan hukum ini bersifat deskriptif dengan berusaha memberikan gambaran mengenai arti pembaharuan, yang dalarn term Islam, setidaknya dikenal dengan tiga istilah, yakni tajdid (pemumian), taghyir (perubahan) dan ishlah (perbaikan). Pembaharuan dalam pengertian tajdid misalnya diungkapkan sebagai pemumian dengan kembali kepada ajaran asli Islam seperti termaktub dalam al-Qur'an dan al-Sunnah. Pembaharuan dalam arti taghyir digambarkan sebagai usaha pencegahan agar tidak terjadi pelanggaran terhadap hukum kehidupan dan hukum Allah dalam diri pribadi, masyarakat dan negara. Sedangkan perubahan dalam arti ishlah merupakan usaha perbaikan yang dilakukan terhadap sektor-sektor yang sudah rusak dalam kehidupan individu, masyarakat dan negara, khususnya dalam bidang hukum. Dalam menakar sejauh mana perubahan yang terjadi di sekitar hukum kewarisan Islam Indonesia, digunakan ciri-ciri pembaharuan hukum Islam yang dikemukakan oleh Fazlur Rahman dan corak pembaharuan yang diintroduksi oleh Noul J. Coulson. Matra lain yang menjadi fokus pembahasan dan penulisan ini adalah wasiat wajibah. Sebagai aspek pembaharuan yang fenomenal, wasiat wajibah memperkaya khazanah pemikiran di bidang hukum kewarisan. Konsep ini muncul sebagai kelanjutan diskursus dan perdebatan pars ahli hukum kewarisan Islam sekitar ayat menyangkut wasiat dan ayat mengenai mirats. Dalam hukum kewarisan Islam Indonesia, wasiat wajibah yang diputuskan oleh Mahkamah Agung merupakan 'tanda' dari pembaharuan hukum kewarisan Islam yang memasuki tahap ketiga setelah plaatsvervulling (ahli warts pengganti) yang diintroduksi oleh Hazairin, guru besar hukum Adat yang ahli di bidang hukum Islam dari Universitas Indonesia. Kemudian wasiat wajibah bagi anak angkat dan orang tua angkat sebagaimana diakomodasi oleh Kompilasi Hukum Islam. Putusan Mahkakah Agung Nomor 368 K/AG/1995 tanggal 16 Juli 1998 dan Nomor 51 K/AG/1999 tanggal 29 September 1999, yang memberikan hak wasiat wajibah bagi ahli waris non muslim yang diangkat dalam penulisan ini, menempatkan Mahkamah Agung tidak saja sebagai judge made law, melainkan juga memposisikan Hakim Agung yang memutuskan kedua perkara tersebut sebagai 'pembaharu' terhadap hukum kewarisan Islam Indonesia. Selain para. praktisi hukum kewarisan Islam di Peradilan Agama berpandangan bahwa hal demikian tidak lazim, di negara-negara yang berpenduduk mayoritas muslim pun seperti Mesir, Tunisia, Maroko, Pakistan wasiat wajibah tidak diterapkan pada kasus ahli waris non muslim. Dalam penulisan ini dianalisis pula putusan Pengadilan Agama Jakarta dan putusan Pengadilan Yogyakarta yang memutuskan tidak memberi hak wasiat wajibah bagi ahli waris non mlislim. Jika putusan Pengadilan Agama Jakarta mendasarkan pertimbangan hukumnya pads Pasal 171 huruf c Kompilasi Hukum Islam, putusan Pengadilan Agama Yogyakarta thefidasarkan pertimbangannya selain pada Pasal 171 huruf c juga pada Hadits Nabi SAW yang tertulis dalam kitab Kifayat al Akhyar Juz II halaman 18."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005
T19134
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nasibah
"ABSTRAK
Penelitian mengenai pembatalan akta wasiat oleh ahli waris terhadap pelaksana wasiat ditinjau dari Hukum Kewarisan Islam merupakan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui bagaimana cara pengajuan gugatan pembatalan akta wasiat di Pengadilan Agama menurut Hukum kewarisan Islam serta bagaimana perlindungan hukumnya terhadap pelaksana wasiat dan notaris. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang dikumpulkan melalui studi dokumen terhadap bahan ? bahan pustaka. Kemudian data tersebut dianalisis menggunakan metode analisis kualitatif, yaitu metode penelitian yang bersumber pada studi kepustakaan yaitu norma-norma, asas dan peraturan perundang-undangan yang ada sebagai norma hukum positif yang kemudian dianalisis secara kualitatif, sehingga tidak menggunakan rumus dan angka, melainkan merupakan uraian-uraian sebagai hasil analisis. Setelah dilakukan analisis terhadap data penelitian, dapat diketahui bahwa untuk membatalkan suatu akta wasiat, baik seluruhnya ataupun sebagian harus mengajukan gugatan ke Pengadilan Agama. Di samping itu, tidak terdapat pengaturan yang tegas dalam Kompilasi Hukum Islam tentang tugas, kewajiban dan tanggung jawab hukum dari pelaksana wasiat. Ketiadaan pengaturan yang tegas tersebut mengakibatkan tidak adanya perlindungan hukum yang kuat terhadap pelaksana wasiat dalam menjalankan amanat terakhir si pewaris. Sementara itu, kedudukan notaris lebih jelas dan telah diatur dengan tegas dan rinci dalam Undang ? Undang Jabatan Notaris, di mana notaris tidak dapat digugat dalam melaksanakan jabatannya. Dengan demikian, notaris mempunyai perlindungan hukum dari undang-undang yang menjadikannya tidak dapat digugat apabila terjadi sengketa pembatalan wasiat.

ABSTRACT
This research aims to determine how to submit of the wills cancellation lawsuit in the Religion Court according to Islamic Inheritance Law and how the legal protection of the wills executor and notaries in wills cancellation lawsuit filed by heirs. The research is juridical normative resarch. The study uses secondary data obtained from library research. These data are analyzed using a qualitative analysis method literature based research method, namely the norms, principles of law and regulations that exist as a positive law. All of data are analyzed qualitatively, without using formulas and numbers. This research yields the descriptions as a result of analysis. From the analysis results, it is revealed that cancellation decisions will be based on courts awards that already have permanent legal force. So, the wills cancellation, whether in whole or part must be submitted to the Religion Courts. In addition, there are no strict regulation in KHI about the duties, obligations and legal responsibilities of the executors of wills. The absence of strict regulation has resulted in the absence of strong legal protection against the executors of wills in carrying out the mandate of the last people who died. Meanwhile, the position of the notary clearer and has been arranged with a firm and detailed in UUJN, where the notary cannot be sued in carrying out his post. Thus, a notary who has a legal protection of the law making cannot be sued in the event of cancellation testamentary disputes.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2016
T45586
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Azhar
"Di dalam penjelasan umum Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama angka ke 2 alinea kelima ditegaskan bahwa yang dimaksud dengan bidang hukum kewarisan yang menjadi kewenangan peradilan agama yaitu mengadili perkara bagi mereka yang beragama Islam meliputi penentuan bagian masing-masing ahli waris. Dengan demikian penjelasan tersebut memberi penegasan tentang berlakunya hukum waris Islam yang berdasarkan pasal 49 UU Nomor 7 tahun 1989 merupakan kompetensi absolut Peradilan Agama. Ketentuan di atas ternyata dianulir oleh Penjelasan Umum angka 2 alinea ke 6 UU tersebut melalui pemberian hak opsi atau hak untuk memilih sistem hukum kewarisan selain dari hukum Kewarisan Islam. Pemberian hak opsi tersebut memberi peluang kepada umat Islam untuk tidak mentaati agamanya dan Pancasila. Di samping itu juga pemberian hak opsi dalam perkara warisan dalam praktek akan menimbulkan sengketa. Dalam penulisan ini menjadi permasalahan adalah apakah ahli waris dibenarkan untuk memilih sistem hukum selain hukum Kewarisan Islam dan bagaimana timbulnya sengketa diantara para ahli waris yang memilih sistem hukUm yang berbeda?. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptis analistis dengan pendekatan normatif teoritis dan yuridis empiris. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pemberian hak opsi menurut hukum kewarisan Islam tidak dapat dibenarkan, karena hukum kewarisan Islam bersifat memaksa {dwingenrecht). Menurut yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia harta peninggalan seseorang diselesaikan menurut hukum yang berlaku bagi Pewaris. Kalau pewaris beragama Islam, maka hukum kewarisan Islam yang harus diterapkan. Disarankan kepada Ulama dan para ahli hukum Islam secara berkesinambungan- Kepada Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat disarankan untuk mengamendemen Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 khususnya mengenai hak opsi untuk dihapuskan."
2003
T37054
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maria Febriana Widya Gunawan
"Pemberian hibah wasiat yang dilakukan oleh pewaris seharusnya dilakukan dengan tetap memperhatikan ketentuan mengenai bagian mutlak (legitieme portie) ahli waris legitimaris. Namun dalam kenyataannya hak ahli waris tetap saja terlanggar, sebagaimana yang ditemukan dalam kasus pada Putusan Pengadilan Negeri Kutai Barat Nomor 47/Pdt.G/2020/PN Sdw. Oleh karena itu permasalahan pokok dari penelitian yang dituliskan ke dalam tesis ini adalah mengenai pemberian hibah wasiat yang mengakibatkan adanya hak yang terlanggar terhadap ahli waris golongan satu yaitu istri dan anak luar kawin. Rumusan masalah yang disusun untuk menjawab permasalahan pokok tersebut adalah tentang akibat hukum dari pemberian hibah wasiat kepada ahli waris golongan dua terhadap ahli waris golongan satu (istri dan anak luar kawin) dalam kewarisan dan kedudukan anak luar kawin yang secara hukum tidak mendapat pengakuan namun dalam kenyataannya merupakan anak dari anak dari pewaris. Metode penelitian hukum doktrinal dipergunakan untuk meneliti kedua objek hukum yang distudi yaitu peraturan perundang-undangan dan putusan pengadilan. Melalui studi dokumen, bahan- bahan hukum relevan yang diinventarisasi selanjutnya dianalisis. Hasil dari penelitian ini mengungkapkan bahwa akibat hukum dari pemberian hibah wasiat kepada ahli waris golongan dua terhadap istri dan anak luar kawin adalah adanya bagian waris yang terlanggar sebagai ahli waris golongan satu. Selain itu, ditemukan bahwa tidak ada pembahasan dan pertimbangan hakim mengenai kejelasan hukum anak luar kawin yang secara hukum tidak mendapatkan pengakuan namun pada kenyataannya merupakan anak dari pewaris yang pada dasarnya dapat dibuktikan dengan ilmu pengetahuan dan teknologi sesuai dengan yang diatur dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010. 

The granting of a will carried out by the heir should be carried out with due observance of the provisions regarding the legitimacy portion (legitieme portie) of the legitimacy of the heirs. However, in reality the rights of heirs are still being violated, as found in the case in the Decision of the Kutai Barat District Court Number (PN Kutai Barat) 47/Pdt.G/2020/PN Sdw. Therefore, the main problem of the research written in this thesis is regarding the granting of a will which results in the violation of the rights of class one heirs, namely wives and children out of wedlock. The formulation of the problem compiled to answer the main problem is about the legal consequences of granting a will to class two heirs to class one heirs (wife and children out of wedlock) in inheritance and the position of children out of wedlock who legally do not receive recognition but in reality is the child of the heir. The doctrinal legal research method is used to examine the two legal objects studied, namely statutory regulations and court decisions. Through a document study, the relevant legal materials that were inventoried were then analyzed. The results of this study reveal that the legal consequence of granting a will to class two heirs to wives and children out of wedlock is that there is a portion of the inheritance that is violated as class one heirs. In addition, it was found that there was no discussion and consideration of judges regarding the legal clarity of illegitimate children who legally do not receive recognition but in fact are children of heirs which basically can be proven by science and technology in accordance with what is stipulated Putusan Mahkamah Konstitusi No. 46 /PUU-VIII/2010. "
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shinta Indriani
"Seorang manusia dalam hidupnya mengalami tiga peristiwa penting,yaitu waktu dilahirkan, perkawinan dan pada waktu ia meninggal dunia.Ketika manusia meninggal dunia, maka beralihlah segala yang ditinggalkan si wafat kepada anggota keluarga yang ditinggalkan. Dalam KUHPerdata dikenal dua Cara untuk menjadi ahli waris, yaitu menurut Undang-undang dan penunjukan dalam surat wasiat atau testament. Dalam hal mewaris dengan ketentuan testamen, pewaris dapat menentukan siapa-siapa yang dapat menggantikan atas harta kekayaan yang ditinggalkannya.Pewasiat juga dapat mengangkat seseorang sebagai pelaksana wasiat yang bertugas mengawasi bahwa wasiat itu dilaksanakan sesuai dalam surat wasiat itu.
Seorang pelaksana wasiat berkewajiban untuk menyelenggarakan sebaik-baiknya kepentingan ahli waris yang dipercayakan kepadanya oleh si pewaris. Pelaksanaan atas suatu wasiat bagi ahli warisnya dalam suatu kasus, mungkin terdapat masalah Apakah tindakan pelaksana wasiat dalam kasus telah sesuai dengan isi wasiat. Mengapa Pengadilan dapat menetapkan pelaksana wasiat berhak untuk menjual obyek wasiat si penerima wasiat.
Penelitian ini termasuk penelitian kepustakaan yang bersifat yuridis normatif dengan meneliti bahan pustaka atau data sekunder yang aria. Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatit.Hasil penelitian akan bersifat evaluatif analitis. Apapun alasannya, siapapun yang menjadi pelaksana wasiat adalah salah jika pelaksana wasiat melanggar isi dari wasiat dan bertindak atas kemauannya sendiri sehingga merugikan kepentingan si penerima wasiat dan menerima hasil penjualan warisan tersebut untuk kepentingan pribadinya.
Dalam hal memberikan penetapan, Hakim tidak berdasarkan pada kepentingan si pewaris dalam wasiatnya, hak ahli waris atas wasiat si pewaris dan aturan-aturan yang membatasi hak dan kewajiban seorang pelaksanan wasiat_Masih sedikit pakar ilmu hukum yang secara benar-benar mengetahui tentang hukum waris dalam prakteknya bagi masyarakat yang awam tentang masalah hukum waris terkadang tidak mengurus harta warisan apabila si pewaris telah meninggal dunia dikarenakan kurangnya pemahaman.Kewajiban kita semua sebagai praktisi hukum untuk mendalami hukum waris sehingga dapat memberikan penerangan dan penjelasan-penjelasan yang baik tentang hukum waris kepada masyarakat kita.

People pass through at least three most important phases, that are, when he/she was born, getting married and pass away. By the time the latest happens, the whole assets he possessed during his lifetime will be transferred to the family members he left.The Book of Civil Law mentions about two ways to appoint a heir, the one according to the law, or the one referring to the testament/probate. In case the one happens is the latest mentioned, the inheritor has right to select whom is to receive the assets he left. The inheritor also has right to appoint an executeur testamentair who is obliged to supervise and ensure that the testament was carried out appropriately. An executeur testamentair has duty to execute the testament as best as he/she can to ensure that the heir's right is filled as intended by the inheritor. However, there is possibility that the implementation could be problematic, particularly concerning whether the conducts of the executeur testamentair has already been in accordance with the testament entrusted. Including in case where the court decided to give right to the executeur testamentair to sell the testamented object to the heir. This research is a juridical normative literature study, conducted by scrutinizing the existing secondary data (literatures)."
Depok: Universitas Indonesia, 2007
T19633
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shinta Indriani
"Seorang manusia dalam hidupnya mengalami tiga peristiwa penting,yaitu waktu dilahirkan, perkawinan dan pada waktu ia meninggal dunia.Ketika manusia meninggal dunia, maka beralihlah segala yang ditinggalkan si wafat kepada anggota keluarga yang ditinggalkan. Dalam KUHPerdata dikenal dua Cara untuk menjadi ahli waris, yaitu menurut Undang-undang dan penunjukan dalam surat wasiat atau testament. Dalam hal mewaris dengan ketentuan testamen, pewaris dapat menentukan siapa-siapa yang dapat menggantikan atas harta kekayaan yang ditinggalkannya.Pewasiat juga dapat mengangkat seseorang sebagai pelaksana wasiat yang bertugas mengawasi bahwa wasiat itu dilaksanakan sesuai dalam surat wasiat itu.
Seorang pelaksana wasiat berkewajiban untuk menyelenggarakan sebaik-baiknya kepentingan ahli waris yang dipercayakan kepadanya oleh si pewaris. Pelaksanaan atas suatu wasiat bagi ahli warisnya dalam suatu kasus, mungkin terdapat masalah Apakah tindakan pelaksana wasiat dalam kasus telah sesuai dengan isi wasiat. Mengapa Pengadilan dapat menetapkan pelaksana wasiat berhak untuk menjual obyek wasiat si penerima wasiat.
Penelitian ini termasuk penelitian kepustakaan yang bersifat yuridis normatif dengan meneliti bahan pustaka atau data sekunder yang aria. Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatit.Hasil penelitian akan bersifat evaluatif analitis. Apapun alasannya, siapapun yang menjadi pelaksana wasiat adalah salah jika pelaksana wasiat melanggar isi dari wasiat dan bertindak atas kemauannya sendiri sehingga merugikan kepentingan si penerima wasiat dan menerima hasil penjualan warisan tersebut untuk kepentingan pribadinya.
Dalam hal memberikan penetapan, Hakim tidak berdasarkan pada kepentingan si pewaris dalam wasiatnya, hak ahli waris atas wasiat si pewaris dan aturan-aturan yang membatasi hak dan kewajiban seorang pelaksanan wasiat_Masih sedikit pakar ilmu hukum yang secara benar-benar mengetahui tentang hukum waris dalam prakteknya bagi masyarakat yang awam tentang masalah hukum waris terkadang tidak mengurus harta warisan apabila si pewaris telah meninggal dunia dikarenakan kurangnya pemahaman. Kewajiban kita semua sebagai praktisi hukum untuk mendalami hukum waris sehingga dapat memberikan penerangan dan penjelasan-penjelasan yang baik tentang hukum waris kepada masyarakat kita."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007
T 02281
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>