Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 145913 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nuh Anak Ampun
"Salah satu indikasi kekuatan sebuah negara untuk mampu bertahan hidup dan berkembang adalah bila masyarakatnya memiliki integritas yang tinggi baik berdimensi horizontal maupun vertikal. Hanya dengan suasana seperti itulah memungkinkan pembangunan di segala aspek kehidupan dapat terlaksana dengan baik. Oleh karena itu negara senantiasa berusaha semaksimal mungkin dengan menggunakan kekuatan yang ada pada dirinya untuk tercapai suasana yang kondusif, yaitu integrasi nasional.
Berkenaan dengan hal tersebut diatas, Propinsi Sumatera Utara dengan ibu kotanya Medan, sebagai salah satu propinsi di Indonesia tidak sunyi dari masalah integritas. Kota Medan sendiri dikenal memiliki sumber daya alam yang kaya, seperti tambang minyak, perkebunan meskipun sifatnya sangat terbatas. Kuat dugaan bahwa dengan sumber daya alam tersebut mengakibatkan daerah ini banyak dikunjungi oleh para perantau baik dari dalam maupun luar negeri. Bahkan kehadiran kolonial Belanda maupun Jepang di daerah ini tidak terlepas dari keinginan untuk menguasai sumber daya alam yang kaya tersebut. Dengan demikian kota Medan menjadi tumpuan berbagai perantau yang berbagai etnis. Meskipun demikian hingga saat ini tidak pernah ditemukan konflik etnik atau benturan budaya meskipun tidak ada budaya dominan, kecuali terhadap etnik Cina.
Khusus mengenai etnis Cina sebagai salah satu etnis perantau di kota Medan ini, walaupun jumlah mereka relatif sedikit, namun kelihatannya sangat berbeda dengan etnis pendatang lainnya. Mereka mampu menguasai roda perekonomian, menguasai pusat-pusat perbelanjaan, perbankan, manukfatur dan lain sebagainya. Namun yang sangat mengherankan bahwa meskipun mereka sudah relatif lama di daerah kota Medan ini, akan tetapi belum dapat berbaur dengan baik dengan masyarakat lokal dimana mereka berada. Cara hidup mereka masih eksklusif baik tempat tinggal, interaksi sosial maupun dalam dunia pekerjaan. Seolah-olah mereka memiliki pemerintahan sendiri di wilayah hukum Pemerintah Kota Medan.
Akan tetapi pada sisi lain sering kali mendapat perlakuan yang kurang baik dari masyarakat, beberapa kerusuhan sosial di Medan yang menjadi korban adalah etnis Cina ini, balk gangguan terhadap harta maupun jiwa. Apakah memang ada hubungan antara cara hidup mereka yang eksklusif tersebut terhadap gangguan harta dan jiwa mereka, apakah memang pola-pola interaksi yang mereka gunakan selama ini kurang sesuai dengan penduduk lokal, dan seandainya ada hubungan kedua variable ini, mengapa etnis Cina kelihatannya tidak menunjukkan perbaikan sikap. Dan masih banyak lagi pertanyaan yang dapat diajukan terhadap keberadaan Cina di kota Medan ini. Hal inilah sebenarnya mendorong penelitian ini dilakukan.
Mengingat demikian luasnya aspek kehidupan masyarakat Cina di kota Medan ini yang berkaitan dengan pembauran (asimilasi), maka peneliti hanya menyoriti 5 aspek saja yaitu:
1). Sikap WN1 Cina dalam bidang politik, ekonomi, sosial budaya dan kekeluargaan.
2). Motivasi mempertahankan identitas sebagai WNI Cina bukan sebagai bangsa Indonesia.
3). Tanggapan pribumi alas sikap eksklusif WNI Cina.
4). Faktor-faktor penghambat dalam proses pembauran.
5). Upaya yang dilakukan oleh Pemko Medan dalam proses pembauran antara WNI keturunan dengan pribumi.
Kemungkinan hasil yang dapat diperoleh dari penelitian ini, yaitu:
1). Memprediksikan kemungkinan-kemungkinan yang timbul akibat dari sikap yangkurang mendukung terhadap pelaksanaan pembauran.
2). Sebagai bahan masukan bagi Pemko Medan dalam mengambil kebijakan dalam pelaksanaan pembauran di kalangan WNI Keturunan yang bermuara kepada ketahanan Daerah.
Mengenai metode penilitian, peneliti menggunakan pendekatan disiplin ilmu sosiologi dan politik yang membahas segi-segi tingkah laku manusia yang dipengaruhi oleh interaksi sosial. Dan hal itu dipandang dipandang kejiwaan yang dapat berubah karena perbedaan-perbedaan situasi sosial dan perkembangan budaya.
Penelitian ini sendiri dilakukan di kota Medan dengan responden utama sebanyak 100 tersebar 4 Kecamatan dari 21 Kecamatan. 4 Kecamatan tersebut adalah 1). Kecamatan Medan Timur, 2). Kecamatan Medan Tembung, 3). Kecamatan Medan Labuhan, dan 4). Kecamatan Medan Maimun. Sedangkan jumlah mereka saat ini diperkirakan sebanyak 115.400 orang untuk seluruh kota Medan. Akan tetapi mengingat penelitian ini bersifat diskriptif analitik, adakalanya responden juga diambil dari luar 100 orang tersebut. Responden tambahan dimaksud seperti aparat pemerintah termasuk Kepala Lingkungan, tokoh masyarakat, para pedagang di pasar dan sejumlah pribumi, akan tetapi sifatnya hanya mendukung terhadap data yang sudah ada. Hal itu diperlukan guns lebih jernih dalam menarik kesimpulan.
Tehnik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini ada 4 bentuk yaitu:
1). Mencatat dokumen-dokumen dan studi kepustakaan.
2). Observasi, yaitu melihat dan melibatkan diri secara langsung kepada obyek dan subyek penelitian, sehingga fenomena kehidupan mereka yang berkenaan dengan masalah penelitian dapat terekam dengan baik.
3). Wawancara mendalarn (Indepth Interview) berkenaan dengan tujuan penelitian. Wwancara juga dilakukan terhadap Key Informants (termasuk didalamnya tokoh-tokoh masyarakat, tokoh pemuda) tentang pokok permasalahan sesuai dengan pengamatan dan pandangan mereka terhadap proses pembauran.
4). Kuesioner digunakan untuk menjaring data: Latar belakang kehidupan responden seperti tingkat pendidikan, jenis kelamin, pekerjaan dan agama.
Sedangkan tehnik pengolahan dan analisa data, setelah dikumpulam dan ditabulasikan akan diolah secara diskriptif. Data primer yang dijaring melalui wawancara tersturuktur maupun non struktur diolah kedalam bentuk tabel-tabel diskriptif dengan menggunakan persentase. Kemudian data dalam bentuk table tersebut akan dianalisis secara bersama-sama dengan data yang diperoleh melalui instrumen lainnya.
Temuan
Walaupun etnis Cina di Medan sudah berlangsung beberapa generasi, namun dapat dikatakan bahwa hampir seluruh aspek kehidupan WNI Keturunan mengalami eksklusif.
Sikap eklusif ini setidak-tidaknya disebabkan oleh 6 hal:
1. Keinginan melestarikan budaya Cina, mereka tetap yakin bahwa budaya yang paling baik mutunya di dunia ini adalah budaya Cina.
2. Mereka berorientasi kepada paham materialistik, sehingga masyarakat pribumi yang tidak memiliki ekonomi setara dengan mereka maka mereka mengambil jarak dalam kehidupan sosial. Kecuali itu mereka juga memiliki sikap parasit, hanya mengambil keuntungan belaka tanpa mempertimbangkan kerugian yang dialami pihak pribumi.
3. Sistem kekerabatan yang sangat kokoh, akan tetapi memiliki sanksi tinggi pula. Hal ini dimaksudkan agar tetap terpeliharanya budaya Cina dikalangan mereka dan tetap sukses dalam melakukan usaha sesuai dengan profesi masing-masing anggota kelompoknya.
4. Menghindari gangguan masyarakat yang pada umumnya masyarakat pribumi.
5. Perlakuan pemerintah dan masyarakat mendorong mereka membina kesetiakawanan untuk menghadapi kemungkinan yang tidak diharapkan.
6. Sikap pribumi yang menganggap Cina eksklusif dan sombong.
7. Pribumi kurang siap menerima kehadiran mereka.
Kecuali itu dapat ditambahkan disini bahwa ada kecendrungan membenarkan sebuah hipotesis bahwa "Cina tetap Cina".
Pada tujuh pain tersebut di atas adalah prilaku masyarakat kota. Akan tetapi prilaku etnis Cina dipedesaan walaupun tidak sepenuhnya dapat berbaur dengan masyarakat setempat, namun pada saat anak-anak mereka pindah ke pusat kota, biasanya bertempat tinggal dilingkungan kerabatnya atau rekan kerjanya, maka prilaku mereka sewaktu dipedesaan sudah mulai berkurang. Dan setelah merekaberumah tangga dan memiliki anak maka budaya yang diajarkan kepada anak mereka adalah budaya Cina bukan budaya Indonesia. Berbeda halnya dengan yang mengawini pribumi, ada kecendrungan bahwa budaya atau sikap prilaku Cina sudah tidak diajarkan lagi, melainkan budaya atau bahasa ibunya. Namun persentasi mereka ini sangat sedikit.
Meskipun demikian keberadaan Cina di Medan ini dalam hal pembauran, ada juga diantara mereka memberikan kritik atas prilaku Cina tersebut sekaligus menganjurkan agar menggunakan budaya Indonesia terutama dalam kehidupan sehari-hari. Pada saat yang sama juga memberikan kritikan terhadap kebijakan pemerintah yang terkesan masih diskriminatif. Kemudian-ada juga ditemukan pengusaha Cina melebihi tuntutan pembauran yang di canangkan pemerintah, pengusaha tersebut selaian tidak memandang etnis didalam pekerjaan sehari-hari termasuk dalam perolehan gaji setiap bulannya, akan tetapi juga memberangkatkan haji rata-rata 3 orang pertahun karyawannya sendiri dengan dana perusahaan, mengunjungi karyawan yang sakit maupun menghadiri pasta perkawinan karyawannya, memberikan sapi kepada masyarakat sekitar pada saat hari raya Qurban. Dan memotivasi karyawan agar dalam kurun waktu tertentu sudah harus mandiri dalam hal mencari nafkah.
Temuan lainnya yang dapat dikemukakan disini adalah bahwa aparat pernerintah tidak mampu mendeteksi secara baik jumlah anggota keluarga masing-masing warga Cina, demikian juga halnya pelaksanaan KB di lingkungan mereka masih jauh dari tuntutan sebenarnya. Dengan demikian sangat sukar menentukan jumlah komunitas Cina di Medan ini.
Di dalam stagnasi proses pembauran tersebut kelihatannya Pemko belum mengambil langkah-langkah konkrit, sehingga komponen yang terkait dalam pembauran tersebut berjalan sendiri-sendiri. Kenyataan tersebut sekaligus menggambarkan bahwa Ketahanan Nasional belum berjalan sebagaimana diharapkan. Oleh karena itu untuk mengantisipasi munculnya konflik baru yang berbau SARA semestinya Pemko Medan maupun insitusi lainnya menyusun konsep baru sebagai manifestasi dari konsepsi Ketahanan Nasional."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2002
T205
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Munif Effendi
"Kepulauan Indonesia dihuni oleh berbagai suku bangsa dengan memiliki aneka ragam latar belakang kebudayaan, baik secara langsung maupun tidak langsung dapat berpengaruh terhadap kelangsungan pembangunan nasional.. Hal ini bisa dimengerti karena mengatur dan mengurus sejumlah orang yang semuanya memiliki ciri, kehendak dan adat-istiadat sama, tentunya jauh lebih mudah dari pada sejumlah orang yang berbeda-beda.
Kiasan di atas dapat diilustrasikan secara kongkrit dengan mengambil contoh pada negara-negara yang penduduknya mayoritas memiliki unsur-unsur kebudayaan homogin. Jepang misalnya, adalah suatu negara yang telah sukses dalam mencapai kemakmuran, karena kemajuan ekonominya cukup pesat jika dibandingkan dengan negara-negara di kawasan Asia lainnya. Diantara berbagai hal yang merupakan pendorong bagi kemakmuran Jepang adalah keseragaman kebudayaan dan bahasanya, sehingga memudahkan bangsa tersebut untuk berkomunikasi dan menyusun perencanaan pembangunannya.
Indonesia memiliki heteroginitas kebudayaan sangat kompleks, sebab keanekaragaman di Indonesia sangat khas, dimana masing-masing suku bangsa mempunyai kebudayaan sendiri, selain terdiri dari nilai-nilai dan aturanaturan tertentu juga terdiri dari kepercayaan-kepercayaan tertentu serta pengetahuan tertentu yang merupakan warisan dari nenek moyang suku bangsa yang bersangkutan. Masing-masing suku bangsa juga mempunyai bahasa sendiri,dan, ini, yang amat penting, mempunyai wilayah tempat pemukiman (tanah air) sendiri.
Masalah keanekaragaman di atas pada umumnya mudah sekali menimbulkan salah faham antar suku bangsa, dan pada akhirnya akan menimbulkan ketegangan dan pertentangan sosial yang mengacu pada rasialisme, sukuisme dan keagamaan. Untuk itu permasalahan pokok yang dihadapi oleh bangsa Indonesia dimasa sekarang maupun dimasa yang akan datang, adalah bagaimana memantapkan kesatuan dan persatuan dalam kehidupan bangsa yang anggota-anggotanya terdiri dari berbagai suku bangsa."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1995
T1681
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syukri Karim
"Pendidikan merupakan sarana yang sangat strategis untuk menjamin kelangsungan hidup suatu bangsa dan negara. Dapat dinyatakan demikian karena fungsi utama pendidikan itu adalah untuk mengembangkan manusia, masyarakat, dan lingkungannya. Oleh karena fungsinya yang sangat penting tersebut, maka setiap negara akan menyelenggarakan dan menata suatu sistem pendidikan nasional bagi warganegaranya dengan tujuan yang selaras dengan kepentingan nasional dan tujuan nasional negaranya. Namun, secara umum tujuan yang ingin diwujudkan melalui pendidikan yang diselenggarakan tersebut adalah dalam rangka upaya memelihara dan memuliakan negaranya, untuk menyiapkan warganegaranya menghadapi masa depan.
Penyelenggaraan pendidikan nasional Indonesia didasarkan pada falsafah Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 yang pengaturannya dituangkan dalam Undang-Undang Nomor 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Dalam Undang-Undang No.2 tahun 1989 ini dinyatakan bahwa
Pendidikan nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Mahaesa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta perasaan tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.
Dalam kaitannya dengan pembangunan nasional sebagai pengamalan Pancasila dan keaadaran bela negara, dalam bagian Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 2/1989 ini dinyatakan sebagai berikut: pendidikan nasional mengusahakan pertama, pembentukan manusia Pancasila sebagai manusia pembangunan yang tinggi kuslitasnya dan mampu mandiri, dan kedua, pemberian dukungan bagi perkembangan masyarakat, bangsa dan negara Indonesia yang terwujud dalam ketahanan nasional yang tangguh yang mengandung kemampuan bangsa menangkal setiap ajaran, paham dan ideologi yang bertentangan dengan Pancasila.
Kedua kutipan yang dikemukakan di atas pada dasarnya menegaskan bahwa sistem pendidikan nasional yang diselenggarakan tersebut merupakan alat dan tujuan yang amat penting dalam perjuangan mencapai tujuan dan cita-cita nasional bangsa dan negara Indonesia. Upaya ke arah ini juga nampak dalam GBHN hasil Sidang MPR 1988 (sebelum ada UU No.2 tahun 1989) yang menggariskan secara tegas bahwa:
Pendidikan nasional berdasarkan Pancasila bertujuan meningkatkan manusia Indonesia , yaitu manusia yang beriman, bertakwa terhadap Tuhan Yang Mahaesa, berbudi pekerti luhur, berkepribadian, berdisiplin, bekerja keras, tangguh bertanggung jawab, mandiri, cerdas, terampil serta sehat jasmani dan rohani. Pendidikan nasional juga harus mampu menumbuhkan dan memperdalam rasa cinta tanah air, mempertebal rasa kebangaaan dan rasa keeetiakawanan sosial. Sejalan dengan itu, dikembangkan iklim belajar dan mengajar yang dapat menumbuhkan rasa percaya pada diri sendiri serta sikap dan perilaku yang inovatif dan kreatif. Dengan demikian, pendidikan nasional akan mampu mewujudkan manusia-manusia pembangunan yang dapat membangun dirinya sendiri serta bersama-sama bertanggung jawab atas pembangunan bangsa. "
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1992
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suko Eny Sindutomo
"Tujuan Pembangunan Nasional adalah mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang merata materiil dan spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Untuk mencapai tujuan tersebut pemerintah menempuh kebijaksanaan yang dikenal sebagai Trilogi Pembangunan, yaitu pemerataan pembangunan dan hasilhasilnya menuju pada terciptanya keadilan sosial bagi seluruh rakyat, pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi, dan stabilitas nasional yang sehat dan dinamis. Ketiga unsur trilogi yang saling mengait dan perlu dikembangkan secara selaras, terpadu dan saling memperkuat, diharapkan dapat membantu tercapainya pembangunan secara optimal.
Namun hasil pembangunan maupun pemerataannya belum sepenuhnya terwujud, karena adanya sejumlah kendala seperti kesenjangan sosial budaya antarmasyarakat, antara lain antara masyarakat kota dengan masyarakat desa.
Kalau diperhatikan lingkup dan sasaran pembangunan nasional bisa dibedakan antara pembangunan yang bersifat nasional atau menyeluruh seperti sarana dan prasarana perhubungan dan transportasi ke seluruh penjuru tanah air. Ada pula pembangunan nasional yang bersifat lokal, seperti pembangunan sarana dan prasarana perkotaan dan pedesaan.
Dalam upaya meningkatkan pembangunan nasional keseluruh wilayah Indonesia, pembangunan daerah perlu terus ditingkatkan serta laju pertumbuhan antar daerah dan antara daerah perkotaan dan pedesaan makin diserasikan. Oleh karena itu pembangunan daerah dilaksanakan secara terpadu, selaras, dan seimbang serta diarahkan agar pembangunan yang berlangsung disetiap daerah sesuai dengan prioritas dan potensi daerah. Dengan demikian pembangunan nasional secara keseluruhan dapat mewujudkan satu kesatuan pembangunan menuju terciptanya cita-cita Nasional.
Pembangunan perkotaan dilaksanakan secara terencana dan terpadu dengan memperhatikan aspek-aspek yang mempengaruhinya, agar tetap menjamin lingkungan yang sehat, baik untuk tempat tinggal maupun untuk bekerja dan berusaha. Pembangunan perkotaan memperhatikan keserasian hubungan antarkota dan antara kota dengan daerah desa disekitarnya.
Sementara itu dalam pelaksanaan pembangunan nasional, selain program yang bersifat nasional dan menyeluruh, banyak pula program yang diutamakan kearah pedesaan. Sebagaimana diketahui perhatian khusus kepedesaan itu antara lain karena kenyataan bahwa lebih dari 72% penduduk Indonesia tinggal di desa.
Pembangunan pedesaan terus ditingkatkan terutama melalui pengembangan kemampuan sumber daya manusia termasuk menciptakan lapangan kerja dan menciptakan iklim yang mendorong tumbuhnya prakarsa dan swadaya masyarakat desa. Fokus pembangunan pedesaan lebih ditekankan pada peningkatan kesadaran dan kemauan masyarakat sebagai subjek pembangunan untuk memanfaatkan serta memelihara kelestarian berbagai sumber daya alam, membina lingkungan dan mengatasi masalah yang mendesak. Untuk itu perlu usaha penyuluhan, memotivasi, menstimulasi dan meningkatkan ketrampilan masyarakat.
Sebagaimana diketahui desa adalah kesatuan wilayah yang ditempati oleh sejumlah penduduk sebagai kesatuan masyarakat yang mempunyai organisasi pemerintahan yang berada langsung di bawah kekuasaan Camat 3. Menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979, pemerintahan desa berhak menyelenggarakan rumah."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1993
T6723
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tati Herlia
"ABSTRACT
Penelitian ini adalah hasil kerja sama Balitbang Kemhan dengan Pemerintah Kabupaten Bogor. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh sikap masyarakat terhadap bela negara. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan uji statistik Chi-square. Terdapat dua hipotesis yang diuji dalam penelitian ini, yaitu sikap masyarakat mendukung bela negara (Ha) dan sikap masyarakat tidak mendukung bela negara (Ha). Berdasarkan hasil analisis, Sikap masyarakat di lingkungan pendidikan memiliki nilai sign>6 (0,81 7>0, 05) maka H0 diterima; di Iingkungan kerja ( 0, 955 >0, 05) maka Ho diterima; di lingkungan permukiman sign>6 (0, 955 >0, 05) maka Ho diterima. Jadi, dapat disimpulkan bahwa sikap masyarakat di lingkungan pendidikan, lingkungan kerja, dan lingkungan permukiman Pemkab Bogor mendukung bela negara."
Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kementrian Pertahanan RI , 2017
355 JIPHAN 3:2 (2017)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Manneke Budiman
"Baik di Indonesia maupun di Inggris, perkembangan hubungan antar etnik akhir-akhir ini menunjukkan gejala yang mengkhawatirkan, yang ditandai oleh berbagai kerusuhan etnik di Indonesia dan bangkitnya nasionalisme yang berbaru rasis di Inggris. Kemajemukan jatidiri budaya pada kedua bangsa tersebut secara umum masih berperan sebagai kendala bagi kelangsungan proses pembentukan bangsa, padahal kekayaan budaya diharapkan mampu menjadi aset yang menunjang proses tersebut. Faktor-faktor utama apa saja yang menyebabkannya menjadi demikian dan bagaimana kebhinnekaan yang selama ini dipandang sebagai kendala itu dapat diubah menjadi aset adalah pokok permasalahan penelitian ini.
Dengan mengkaji sejumlah konsep dan pemikiran yang telah dituangkan oleh beberapa pakar dan otoritas di kedua negara serta mebandingkannya dengan alternative-alternatif konseptual yang baru, terutama yang berkaitan dengan pengertian bangsa, kebangsaan, etnisitas serta jatidiri nasional yang dikemukakan oleh beberapa pengamat budaya serta praktisi kajian budaya, penelitian ini mencoba menawarkan suatu cara pandang yang berbeda, yang menempatkan perbedaan dan kemajemukan pada posisi sentral dalam proses pembangunan jatidiri nasional dan menjadikannya sebagai kerangka acuan bagi proses nation-building yang masih sedang berlangsung di kedua negara dan yang barangkali tidak akan pernah berakhir atau mencapai suatu titik final itu."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1998
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Siswanto
"Latar belakang dari penulisan ini adalah adanya fakta perubahan sosial, ekonomi, dan politik masyarakat Indonesia di era Reformasi dan global. Termasuk perubahan dalam konteks bela negara dimana pada masa sebelumnya bela negara dipahami hanya sebagai kegiatan bersifat militer. Konsep bela negara saat ini memiliki makna yang lebih luas yaitu dalam konteks ekonomi, sosial, dan kultural. Bela negara dalam konteks ekonomi adalah membangun komitmen pola konsumsi masyarakat Indonesia dari semula memilih produk luar negeri menjadi memilih produk dalam negeri. Oleh karena itu, tujuan dari tulisan ini adalah menganalisis masalah-masalah bela negara dalam konteks ekonomi yaitu menyangkut kebiasaan masyarakat lebih memilih produk luar negeri, dampak pola konsumsi memilih produk luar kepada cadangan devisa, dan strategi yang bisa dibangun agar masyarakat lebih memilih produk nasional. Metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah studi pustaka yaitu mempelajari referensi atau kajian-kajian sebelumnya terkait dengan isu bela negara, dan diskusi mendalam dengan narasumber yang relevan. Hal ini dilakukan untuk mengkonfirmasi atau meningkatkan pemahaman atas topic bela negara. Hasil dari kajian ini adalah berupa kesimpulan dan rekomendasi untuk membangun pola konsumsi masyarakat agar lebih memilih produk nasional ketimbang produk luar negeri."
Bogor: Universitas Pertahanan, 2017
345 JPBN 7:3 (2017)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Mochtar Pabottinggi
"Empasis pada sejarah dalam hitungan sinkronik berkaitan erat dengan tujuan utama studi ini, yaitu untuk lebih kuat menangkap dua hal sentral. Pertama adalah substansi karakter nasionalisme dan egalitarianisme yang tumbuh di sepanjang kurun telaah. Kedua adalah masalah-masalah diskontinuitas dalam rangkaian wacana dan praktik-praktik politik dalam kaitan dengan perkembangan nasionalisme dan egalitarianisme tersebut. Dengan demikian perhatian ditujukan tidak terutama pada kronologi peristiwa maupun pada pengutamaan aliran-aliran budaya dan ekonomi tertentu, melainkan pada lapis-lapis sinkronik dari dialektika politik, dan emansipasi rangkaian akal budi politik di dalamnya, berkat transformasi-transformasi historis di ranah politik, sosial, ekonomi, dan kebudayaan pada masyarakat Nusantara/Indonesia."
Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2023
320.54 MOC n
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Endah Hayuni Wulandari
"Nasionalisme adalah sebuah paham yang berkaitan dengan rasa cinta atau setia seseorang terhadap bangsa dan negara di setiap negara, perkembangan nasionalisme berbeda akibat faktor latar belakang setiap negara yang berbeda-beda. Umumnya, ada faktor-faktor tertentu yang dominan yang mempengaruhi tumbuhnya nasionalisme di kalangan masyarakatnya, selain faktor ancaman dari luar, yang secara umum berlaku sebagai pendorong tumbuhnya nasionalisme.
Jepang adalah salah satu contoh dimana masyarakatnya memiliki rasa nasionalisme yang sangat besar, atau boleh dikatakan berlebihan. Gerakan nasionalisme jepang yang mulai tumbuh pada sekitar abad ke 16 ketika kapal-kapal amerika yang dipimpin oleh komodor perry mulai memasuki jepang, telah berkembang pesat dan mencapai puncaknya pada tahun 1945. Faktor utama pendorong berkembangnya nasionalisme tersebut memang adalah kehadiran bangsa asing. Oleh karena itu seorang sejarawan, Hans Kohn, sangat yakin bahwa faktor paling utama tumbuhnya nasionalisme adalah kehadiran bangsa asing tersebut.
Teori Kohn tersebut rupanya tidak berlaku dalam masyarakat jepang. Shinto sebagai agama dan kepercayaan tradisional jepang ternyata adalah faktor utama timbulnya nasionalisme jepang. Dengan ideologi Tennoseinya, shinto menjadi kekuatan yang sangat dahsyat guna membangkitkan rasa nasionalisme bangsa Jepang. Secara tradisi kuil-kuil shinto dipakai sebagai pusat kegiatan para samurai, yang dalam kenyataannya kelas ini merupakan kelas yang paling gigih dalam membela kasiar. Oleh karena itu maka ketika bangsa asing (amerika) mulai memasuki jepang, peristiwa ini hanya merupakan pemicu bangkitnya nasionalisme jepang. Yang terutama tetap saja keyakinan tradisionil shinto.
Tetapi akibat rasa cinta yang mendalam terhadap kaisar melalui ideologi Tennosei tersebut, perkembangan nasionalisme jepang seperti tidak dapat dikendalikan lagi. Akibatnya ketika akum ultra nasionalis melakukan kudeta akibat merasa bahwa jepang telah mengikuti jalan barat dan gagal, maka yang timbul adalah Fasisme, seperti yang diungkapkan oleh Barrington Moore."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1994
LP-Pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Djumadi
"Kenangan suatu bangsa yang mengandalkan kekuatan rakyat dan wilayahnya dalam menghadapi lawan yang unggul persenjataan teknologinya membuka tabir pemikiran bahwa segenap aspek kekuatan dapat dibina untuk membentuk keuletan dan ketangguhan, yang pada gilirannya merupakan kekuatan yang efektif guna mengatasi atau mementahkan efektivitas kekuatan lawan. Di sini juga dapat ditekankan, bahwa bukan kekuatan yang berlebiban yang mampu membawa kemenangan, namun bagaimana strategi menggunakan kekuatan secara tepat yang tepat yang menjadi problem pemecahannya.
Demikianlah, pengerahan kekuatan rakyat dalam upaya bela negara, sebagai wujud tekad, sikap dan tindakan warganegara yang teratur, menyeluruh, terpadu dan berlanjut yang dilandasi oleh kecintaan pada tanah air, kesadaran berbangsa dan bernegara serta keyakinan akan ideologi negara dan kerelaan untuk berkorban guna meniadakan setiap ancaman, yang implementasinya berupa rangkaian kegiatan yang dilakukan oleb setiap warga negara sebagai penunaian hak dan kewajiban dalam rangka penyelenggaraan pertahanan keamanan negara, keberhasilannya sangat ditentukan pertama, oleh kemampuan membangun keuletan dan ketangguhan, sehingga pada akhirnya memperoleh kemampuan dan peluang untuk mengatasi segenap hakikat ancaman, serta kedua, oleh kearifan pemilihan strategi yang tepat, yang memberi peluang memetik kemenangan.
Tesis ini merupakan usaha menerapkan konsepsi Ketahanan Nasional untuk membangun wawasan, pola pikir, pola sikap, dan pola tindak dalam penataan pemecahan problema di bidang pertahanan keamanan negara, dan yang menjurus ke hipotesis bahwa : ?ketangguhan dan keuletan ditentukan oleh pemilihan strategi yang tepat, didukung oleh kemampuan dan kemauan yang kuat, dan kemampuan suasi yang tinggi terhadap lingkungan, masing-masing pada aspek massa kritik demografi, geografi, ekanosi, dan militer?.
Ketangguhan yang mengandalkan kekuatan mesin perang, telah ditandingi oleh keuletan yang mengandalkan kekuatan rakyat [aspek demografi] dan wilayahnya [aspek geografi], yang mereka bina sehingga tidak mudah untuk ditaklukkan; dan mengandalkan kekuatan ekonomi [aspek ekonomi] untuk menaklukkan kekuatan lawan. Maka di samping pertahanan militer, berkembanglah bentuk-bentuk pertahanan teritorial, pertahanan sipil, pertahanan sosial, pertahanan ekonomi, pertahanan psikologi, dan lain-lain yang bercirikan upaya untuk menandingi dan mementahkan pertahanan militer dan pertahanan lain yang dikembangkan lawan.
Problema di bidang pertahanan keamanan negara pada dasarnya berkisar pada antar hubungan dua dasar rangkaian kesatoan sosial : makroskopis-mikroskopis dan subyektif-obyektif. Di tingkatan makro nampak bahwa upaya bela negara senantiasa dalam proses perubahan, yang dimotori dan didorong oleh pertentangan kepentingan. Kondisi ini, di samping mendorong upaya untuk meredakan dan mengakomodasi kepentingan, juga mendorong pembangunan kemampuan dan memperluas pertentangan. Di tingkatan mikro nampak bahwa tindakan manusia dalam upaya bela negara ini merupakan tindakan yang penuh arti, yaitu dari situasi internal yang memunculkan kesadaran diri sebagai subyek dan dari situasi eksternal dalam posisi sebagai obyek. Tindakan manusia dalam bela negara selama dikaitkan dengan tujuannya, tidak dilakukan secara langsung, tetapi didasarkan oleh makna hakikinya. "
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1993
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>