Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 108997 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Noorman Effendi
"Latar belakang penulisan tesis ini adalah bahwa liberalisasi di bidang pertanian yang merupakan mandated agenda dan dilakukan melalui serangkaian perundingan multilateral serta tertuang dalam Agreement on Agriculture (AoA) menuntut Indonesia sebagai anggota WTO untuk mematuhinya. Permasalahan yang timbul adalah bahwa Indonesia belumlah mempunyai kebijakan yang adaftif dan tepat dengan komitmen Indonesia terhadap AoA tersebut dan juga mampu mengedepankan kepentingan nasional melalui peningkatan ekspor produk pertanian Indonesia di pasar intemasional.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi bentuk kebijakan/strategi yang tepat bagi pemerintah Indonesia dalam perundingan lanjutan WTO bidang pertanian dalam upaya mendukung pemulihan dan peningkatan ekonomi nasional. Kerangka pemikiran yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori kepentingan nasional dari D. Neuchterlein, yang perumusan kebijakan suatu negara haruslah didasarkan pada ide-ide dasar dari kepentingan nasionalnya. Lebih lanjut Morgenthau menunjuk bahwa kepentingan nasional merujuk pada sasaran politik, ekonomi atau sosial yang ingin dicapai oleh suatu negara. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif analitis. Teknik pengumpulan data penelitian adalah melalui studi pustaka dan internet berupa data-data sekunder.
Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah perlu diperjuangkannya prinsip Special and Differential Treatment (S&D) oleh Indonesia sebagai bagian integral dari perundingan WTO di bidang pertanian. Prinsip ini sangat panting diperjuangkan sebagai pembeda dalam tingkat pembangunan ekonomi antar negara berkembang dan negara maju. Bagi Indonesia, S&D harus mencakup akses pasar, dukungan domestik dan tingkat subsidi ekspor. Selain itu juga, dengan prinsip S&D juga, masalah non trade concern yang dapat diangkat oleh Indonesia adalah perlu diberikannya fleksibilitas dalam menetapkan alat kebijaksanaan yang mendukung tercapalnya program ketahanan pangan wilayah pedesaan, pengentasan kemiskinan dan penciptaan lapangan kerja.
Berdasarkan hal-hal tersebut, kiranya secara sederhana dapat disimpulkan bahwa pertanian Indonesia memerlukan kebijakan yang adaptif terhadap peraturan internasional yang ada dan dapat mengedepankan kepentingan Indonesia. Kebijakan agribisnis yang berdaya saing haruslah diupayakan oleh pemerintah guna memperbaiki kondisi pertanian nasional sekaligus merupakan arah pembangunan sistem dan usaha pertanian yang berdaya saing dalam upaya memasuki pasar dunia dan pada akhirnya diharapkan dapat memperbaiki kondisi perekonomian nasional. "
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T1683
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gayuh Kurnia Aji
"Tesis ini menyorot bantuan luar negeri Norwegia yang ditujukan untuk pembangunan lingkungan melalui program REDD di Indonesia. Tujuan tesis ini yaitu untuk melihat motif bantuan Norwegia dengan menggunakan konsep ontological security. Konsep ontological security yang digunakan untuk menganalisis terdiri dari tiga variabel yaitu afirmasi identitas diri, aksi sosial, dan dorongan kehormatan. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif untuk mengelaborasi hingga sejauh apa ontological security berpengaruh terhadap kelanjutan kerjasama antara Norwegia dengan Indonesia dalam program REDD+.
Hasil dalam penelitian ini menunjukan meskipun pelaksanaan program REDD di Indonesia tidak berjalan lancar, Norwegia tetap mendukung Indonesia untuk menyelesaikan pelaksanaan program REDD+. Alasan Norwegia tetap mendukung pelaksanaan REDD di Indonesia, karena Norwegiamenilai REDD merupakan sarana untuk memenuhi kebutuhan ontologisnya. Dengan tetap mendukung upaya pelaksanaan REDD+ di Indonesia, kebutuhan afirmasiidentitas diri dan dorongan kehormatan yang diraih melalui aksi sosial akan dapat terpenuhi. Kesuksesan pelaksanaan program REDD+ akan meningkatkan reputasi dan kehormatan Norwegia di mata negara-negara lain.

This thesis highlights Norway rsquo's foreign aid for environmental development through REDD+ program in Indonesia. This research aims to uncover the true motive of Norway rsquo's foreign aid by employing ontological security concept. Ontological security comprises three variables self identity affirmation, social act, and honor driven. This research uses qualitative method to elaborate how far those three variables affect the continuity of bilateral cooperation between Norway and Indonesia.
This research shows that even though REDD implementation does not run properly, Norway is still keeping their support for Indonesia to complete REDD+ program. It is found that the main reason of continuing support is because Norway perceives REDD+ as a vehicle to fulfill its ontological interest. By supporting REDD+ in Indonesia, the self identity needs can be affirmed while the honor driven achieved through social acts can be fulfilled. This research concludes that the success of REDD+ in Indonesia would improve Norway rsquo's reputation and dignity in front of other countries.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aris Triyono
"Kerjasama ekonomi segitiga pertumbuhan Indonesia-Malaysia-Singapura (IMS-GT) merupakan kerjasama yang mencakup sebagian wilayah dari Indonesia dan Malaysia serta negara Singapura seutuhnya, yang secara geografis berdekatan dengan memanfaatkan keunggulan komparatif atau komplementaritas masing-masing di dalam menjalankan proses integrasi ekonomi. Proses integrasi yang dilakukan adalah untuk membentuk suatu kawasan investasi yang hasil-hasilnya dorientasikan keluar (export oriented).
Munculnya kerjasama ekonomi IMS-GT adalah adanya kebutuhan dari masing-masing negara dalam mencapai dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi di wilayah-wilayah yang terlibat dalam kerjasama tersebut.
Suatu evaluasi atas kerjasama ini perlu dilakukan dalam rangka melihat sejauhmana pencapaian dari kerjasama ekonomi IMS-GT dalam kaitannya dengan Memorandum of Understanding yang telah disepakati di antara Indonesia, Malaysia dan Singapura. Dari sudut kepentingan Indonesia, evaluasi ini akan melihat implikasi positif maupun negatif bagi pertumbuhan ekonomi nasional maupun daerah Riau sebagai studi kasusnya.
Secara umum evaluasi ini menunjukkan bahwa walaupun kerjasama ekonomi IMS-GT telah berhasil menarik investasi asing maupun lokal ke dalam wilayah kerjanya, namun implikasi sosial yang ditimbulkannya juga memberikan pengaruh yang cukup besar di dalam perkembangan kerjasama segitiga pertumbuhan tersebut.
Hasil penelitian ini menemukan bahwa Singapura merupakan negara yang paling diuntungkan dengan adanya kerjasama IMS-GT. Sebaliknya kerjasama tersebut tidak akan banyak memberikan hasil tanpa adanya keberadaan Singapura. Bagi Indonesia dan Malaysia nampaknya kerjasama ini belum mencerminkan suatu kerjasama ekonomi yang setara, karena pada kenyataannya kedua negara berlomba-lomba untuk mendapatkan limpahan investasi dari Singapura.
Dalam kaitannya dengan studi kasus daerah Riau, penelitian ini menemukan bahwa manfaat keberadaan kerjasama ekonomi IMS-GT masih jauh dari harapan masyarakat setempat. Kendala yang paling mencolok adalah kurangnya perhatian pemerintah terhadap masalah-masalah sosial yang ditimbulkan oleh keberadaan kerjasama segitiga pertumbuhan tersebut."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sudibyo
"Kerjasama intelijen dalam pandangan negara-negara ASEAN merupakan implementasi dari kerjasama bidang pertahanan.dan keamanan. Kerjasama intelijen antar negara-negara ASEAN bagi Indonesia sangat penting mengingat Indonesia menjadi salah satu negara yang besar dan memiliki populasi yang hampir setengah populasi ASEAN. Kerjasama Intelijen dapat berujung pada dua hal yaitu manfaat dan resiko. Untuk itu Indonesia perlu memahami bagaimana mengoptimalkan keuntungan dan meminimalisasi resiko dari sebuah kerjasama intelijen. Teori yang digunakan dalam menganilisis tesis adalah teori kegagalan intelijen yang diadopsi dari pemahaman Copeland yang kemudian dikombinasikan dengan teori keamanan. Metode yang dipakai adalah penelitian kombinasi antara kualitatif dan kuantitatif (mix methods). Hasil yang diperoleh menunjukan bahwa nilai indeks faktor kepemimpinan-kebijakan (leadershippolicy) adalah 0,708 dan organisasi-birokrasi 0,875. Hal ini mengindikasikan nilai indeks tersebut memberi manfaat positif bagi Indonesia. Secara kesuluruhan nilai indeks kerjasama Intelijen adalah 0,654166, yang menunjukkan dalam kategori kuning atau berpotensi menuju penguatan kerjasama intelijen, yaitu pada wilayah hijau. Akan tetapi dapat juga menuju ke kategori merah, yaitu rawan/merugikan bagi kepentingan Indonesia, apabila tidak dikelola dengan baik. Sedangkan kerjasama dalam hubungan bilateral lebih menonjol dibanding multilateral dengan nilai indeks 0,775, dan kerjasama bidang formal dan informal berada pada nilai indeks 0,66875. Selanjutnya masa depan kerjasama Intelijen antar negar-negara di kawasan ASEAN akan sangat dipengaruhi oleh, isu-isu baru dan sub indikator baru serta adanya penambahan jumlah kerjasama intelijen bidang lainnya.

In the perspective of ASEAN countries, Intelligence cooperation is one of the implementation of the Defense and Security cooperation. For Indonesia, the Intelligence cooperation is most significant due to the facts that Indonesia is the biggest country in the South East Asia and it has almost half the population of the ASEAN conutries. The intelligence cooperation may results benefit or risk. Hence, Indonesia should understand how to take the advantage and minimalize the risk of the intelligence cooperation. This tesis is analysed by several theories mostly the theory of intelligence failures of Copeland and theory of security. The tesis used a mix methods researches to discuss the substance. The analyses of the intelligence cooperation obtained the index point of 0.708 of the leadership-policy factors and 0.875 of the bureaucratic-organizations factors. This score provides a potential benefits of intelligence cooperation for Indonesia. Furthermore, the total index point of the Intelligence cooperation is 0.654166, or the intelligence cooperation is in the yellow category. It means the intelligence cooperation potentially benefits to Indonesia on the aspects of Leadership-policy and Organisation-Birocrates, and it could be risked if it is not managed perfectly. Meanwhile, the sector of bilateral cooperation with the index point of 0,775, is showing more effective than multilateral sector. It is followed by the fact that the informal cooperation with the index point of 0.66875, is more implemented than formal intelligence cooperation. Finally, the future of the ASEAN Intelligence cooperation depends on new issues, new sub-indicators and the sort of intelligence cooperation arised."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Andrie Priandiri Sudarwanto
"Foodbank menjadi salah satu organisasi berperan dalam pengentasan masalah kelaparan dan kerawanan pangan akibat kemiskinan, serta menjadi organisasi kontroversial dengan kritik ditujukan kepada foodbank karena dianggap sebagian besar pendekatannya hanya dapat dikategorikan sebagai bantuan darurat. Namun hal tersebut berbeda dengan yang ditemukan pada foodbank di Indonesia, khususnya Foodbank of Indonesia (FOI). Dalam konteks kesejahteraan sosial, studi ini merupakan studi pertama terkait bank makanan di Indonesia. Tujuan penelitian ini adalah untuk menggambarkan strategi pembangunan sosial yang digunakan Foodbank of Indonesia dalam membantu mengatasi masalah kelaparan dan gizi buruk akibat kemiskinan melalui program Kampung Anak Sejahtera di Desa Cibatok, Kabupaten Bogor. Selain itu, menggambarkan manfaat yang diterima oleh stakeholder yang terlibat menjadi tujuan yang kedua. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif, lebih menitikberatkan pada deskripsi aktivitas dan fenomena sosial. Pengumpulan data dilakukan melalui studi dokumenter dan studi pustaka, wawancara mendalam, dan observasi. Informan terdiri dari staf FOI, pemerintah daerah dan penerima manfaat dengan teknik pemilihan purposive sampling. Hasil dari penelitian ini adalah FOI memiliki karakteristik pembangunan sosial dan juga memiliki sinergi dari tiga strategi pembangunan sosial, yaitu strategi individu, komunitas dan pemerintah.

Foodbank is one of the organizations playing a role in alleviating the problem of hunger and food insecurity due to poverty, as well as being a controversial organization with criticism aimed at foodbank because its approached is considered be categorized as emergency assistance. However, different thing found in food banks in Indonesia, especially the Foodbank of Indonesia (FOI). In the context of social welfare, this study is pioneer research related to food banks in Indonesia. The purpose of this study is to describe social development strategies used by Foodbank of Indonesia helping to overcome the problem of hunger and malnutrition due to poverty through the Kampung Anak Sejahtera program in Cibatok Village, Bogor Regency. In addition, describing the benefits received by the stakeholders involved becomes the second objective. This study uses qualitative methods with descriptive research, with more emphasis on the description of social phenomena and activities. The data was collected through documentary and literature studies, in-depth interviews, and observations. The purposive sampling technique uses as sampling method. The result is that FOI has the characteristics of a social development and also has a synergy of three social development strategies, individual, community and government strategies."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nisrina Nur Aathif
"Tesis ini membahas mengenai preferensi kerja sama maritim terhadap isu kekerasan maritim di perairan Sulu-Sulawesi antara Indonesia dan Filipina pada tahun 2016-2020. Sebagai dua negara yang sama-sama berada di kawasan Asia Tenggara, berbentuk kepulauan-maritim, memiliki kepentingan di Laut Sulu-Sulawesi, dan memiliki identitas independen dalam politik luar negerinya, Indonesia dan Filipina faktanya memiliki preferensi kerja sama yang berbeda dalam menangani isu kekerasan maritim tersebut. Di satu sisi, Indonesia lebih memilih kerangka kerja sama maritim yang berdasarkan pada diplomasi maritim guna menghindari adanya dominasi, sedangkan Filipina di sisi lain lebih cenderung pragmatis dalam menginisiasi kerja sama dengan siapapun yang memang berpotensi memberikan kontribusi bagi pencapaian kepentingan nasional Filipina. Perbedaan preferensi kerja sama maritim kedua negara ini dianalisis dengan menggunakan Teori Peran milik Breuning, yang memiliki asumsi bahwa perilaku kebijakan luar negeri dilatarbelakangi oleh konsepsi peran nasional oleh para pembuat kebijakan yang mana dipengaruhi oleh faktor ideasional dan material. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan studi kasus komparatif. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dokumentasi, dokumen arsip, dan wawancara. Tesis ini menemukan bahwa konsepsi peran nasional mempengaruhi perbedaan preferensi kerjasama maritim di antara kedua negara yang faktanya memiliki karakteristik yang hampir sama. Dengan mengkaji seluruh faktor pembentuk konsepsi peran nasional, ditemukan bahwa Indonesia memiliki peran nasional sebagai negara independen-aktif, negara maritim, dan pemimpin kawasan, sedangkan Filipina memiliki peran nasional independen-pragmatis, negara maritim, dan kolaborator.

This thesis discusses the preferences for maritime cooperation on the issue of maritime violence in Sulu-Sulawesi waters between Indonesia and the Philippines in 2016-2020. As two countries that are both located in the Southeast Asia region, having archipelagic-maritime nature, having interests in the Sulu-Sulawesi Sea, and having independent identities in their foreign policy, Indonesia and the Philippines, in fact, possess different preferences for maritime cooperation in dealing with the issues of maritime violence. On the one hand, Indonesia prefers a maritime cooperation framework based on maritime diplomacy to avoid domination, while the Philippines, on the other hand, tends to be pragmatic in initiating cooperation with anyone who has potential to contribute to the achievement of the Philippine‟s national interest. Differences in maritime cooperation preferences between the two countries are analyzed using Breuning's Role Theory, which assumes that foreign policy behavior of a country is driven by particular national role conceptualized by its policy makers which is influenced by both the ideational and material factors. This thesis used a qualitative method with a comparative case study. Sources of data used in this thesis are documentation, archival documents, and interview. This thesis finds that the conception of the national role affects the differences in preferences for maritime cooperation between the two countries, although both have almost the same characteristics. By examining all the factors influencing the national role conception, it is found that national role conception of Indonesia are independent-active, maritime country, and regional leader, while the national role conception of Philippines are independent-pragmatic, maritime country, and collaborator."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dessy Rismawanharsih
"Penelitian ini membahas kebijakan-kebijakan kriminal di negara anggota ASEAN yaitu Brunei Darussalam, Filipina, Indonesia, Kamboja, Laos, Malaysia, Myanmar, Thailand, Singapura, dan Vietnam tentang perdagangan manusia dan perdagangan narkoba. Bermula dari fakta yang menggambarkan bahwa kawasan Asia Tenggara merupakan kawasan yang rentan terhadap ancaman transnational organized crimes atau yang selanjutnya disebut sebagai TOCs, terutama dalam bentuk perdagangan manusia dan perdagangan narkoba. Dalam lalu lintas perdagangan manusia, negara-negara di kawasan Asia Tenggara yang tergabung dalam ASEAN ini tak hanya sebagai negara transit sebagaimana yang umum diketahui selama ini, namun juga sudah mengarah ke negara asal dan negara tujuan. Begitu pula dengan perdagangan narkoba dunia yang sudah mengidentifikasi keberadaan Segitiga Emas Asia Tenggara yaitu Laos, Myanmar, dan Thailand sebagai salah satu kawasan penghasil narkoba khususnya yang berjenis opium terbesar di dunia.
Menanggapi segala permasalahan itu, setiap negara anggota ASEAN merumuskan kebijakan kriminal pada taraf nasionalnya. Pembuatan kebijakan kriminal tak lepas dari lingkungan kebijakan itu sendiri seperti tingkat ekonomi dan demokrasi di samping juga ancaman TOCs terkait. Setelah kebijakan kriminal dibentuk, substansinya diimpelementasikan oleh stakeholders (pemangku kepentingan) yang termasuk di dalamnya adalah polisi sebagai agen penegak hukum.

This research is about criminal policy on human trafficking and drug trafficking in Brunei Darussalam, Cambodia, Indonesia, Laos, Malaysia, Myanmar, Philippine, Singapore, Thailand, and Vietnam as the country members of ASEAN. It starts with the fact that the South-East Asia is the vulnerable region to transnational organized crimes threat, particularly human trafficking and drugs trafficking. In human trafficking cases, country members of ASEAN not only happen to be the transit countries but also as the origin and destination countries. Furthermore, countries in South-East Asia are also identified as the significant drugs producers. As we know, South-East Asia possed the infamous Golden Triangle which consists of Laos, Myanmar, and Thailand as the world major opium producers.
Regarding the situation, each of ASEAN country members has their own criminal policy. The national criminal policy making is influenced by many factors such as economic and democracy rate within a country. Whenever the criminal policy is completely formed, there are stakeholders who implement it and police officers are one of the criminal policy stakeholders.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Yosa Bayu Kuswara
"Spionase adalah metode pengumpulan informasi yang dilakukan oleh badan intelijen baik dalam kegiatan mauupun operasi rahasia intelijen dengan taktik terbuka ataupun tertutup. Indonesia, tidak dapat, dipungkiri menarik perhatian negara-negara besar, negara-negara yang memiliki sumber yang tidak terbatas, teknologi yang canggih, dan badan intelijen yang mumpuni. Hal tersebut menimbulkan ancaman tersendiri bagi ketahanan nasional Indonesia. Ancaman ini, terlebih ancaman spionase yang dilaksanakan intelijen asing, harus ditanggani secara serius oleh pemerintah Indonesia. Dari berbagai pendadakan strategis yang dialami oleh Indonesia, sebagian besar menunjukkan adanya keterlibatan intelijen asing. Akan tetapi, badan maupun lembaga intelijen di Indonesia, meskipun memiliki kemampuan kontra intelijen, tidak satupun yang melakukan fungsi kontra spionase secara utuh dan profesional, tidak seperti BNPT dengan kontra terorisnya ataupun BSSN dengan kontra sabotasenya. Tesis ini mengevaluasi fungsi kontra intelijen Indonesia dalam menghadapi ancaman spionase. Tesis ini menggunakan metode scenario building untuk melakukan evaluasi fungsi kontra intelijen yang dilakukan oleh badan dan lembaga intelijen Indonesia. Selain itu, Tesis ini juga melakukan analisis ancaman (threat analysis) untuk memperlihatkan tren ancaman spionase terhadap keamanan nasional Indonesia. Data-data primer dari wawancara dan data-data sekunder dari berbagai sumber digunakan untuk menilai urgensi pembentukan badan kontra intelijen Indonesia. Dari data-data yang terkumpul, Tesis ini menemukan bahwa untuk melindungi kekuatan, kemampuan, kerawanan, dan niat (K3N) Indonesia dari spionase musuh, maka Indonesia harus memiliki badan kontra spionase sebagai wadah kontra intelijen dalam melindungi ketahanan nasional dari ancaman spionase intelijen asing. Analisis ancaman menunjukkan bahwa ancaman spionase asing terhadap keamanan nasional Indonesia ada dalam level menengah-tinggi sedangkan analisis dengan scenario building memperlihatkan bahwa fungsi kontra intelijen yang selama ini dilaksanakan oleh badan dan lembaga intelijen Indonesia kurang ideal.

Espionage is an information gathering methode conducted by intelligence services both in intelligence acivities or closed/clandestine operations using open or closed tactics. Indonesia, undeniably attracted the attention of major countries, countrie sthat have unlimited resources, sophisticated technology and capable intelligence services. This posed a threat to Indonesia's national security, especially the espionage threats carried out by foreign intelligence, and this condition must be taken seriously by the Indonesian Government. The various strategic surprises experienced by Indonesia, mostly indicates the foreign intelliegnce activities. However, intelligence agencies and institutions in Indonesia, despite their counterintelligence capabilities, have not carried out a whole and professional counterespionage function, unlike the counter-terrorist of BNPT or the BSSN with its counter-sabotage function. This thesis evaluates Indonesia's counterintelligence function in teh face of espionage threats. Using scenario building method to evaluate the CI function carried out by Indonesian intelligence agencies and institutions, and also conduct threat analysis to show the trend of espionage threat to Indonesia's national security. Primary data from interviews and secondary data from various sources are used to assess the urgency of the establishment of an Indonesian counterintelligence body. From the collected data, this thesis found that in order to protect Indonesia's strenght, ability, vulnerability and intention (K3N) from enemy espionage, Indonesia must have a counter-espionage institution as a counterintelligence services in protecting national security from the threat of foreign intelligence espionage. The threat analysis shows that foreign espionage threats to Indonesias national security are in the middle-high level, while analysis with building scenario shows that the coounterintelligence function carried out by Indonesia's inteliigence services is less ideal."
Depok: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2019
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizkywidiasa
"ABSTRAK
Penolakan Indonesia dalam meratifikasi Konvensi UNESCO tahun 2001 tentang Perlindungan Cagar Budaya Bawah Air menunjukkan bahwa kesamaan visi bukanlah jaminan bagi negara untuk secara sukarela tunduk pada rezim internasional. Penelitian ini mengkaji alasan suatu negara dalam menolak berpartisipasi dalam sebuah kerja sama. Dalam kerangka teori partisipasi negara, Sitarman 2016 membuktikan bahwa faktor domestik dan mekanisme sanksi yang dibentuk dalam konvergensi norma sebuah institusi supra-nasional dapat mempengaruhi keputusan negara untuk menolak perjanjian internasional. Partisipasi negara dalam sebuah konvensi menuntut adanya komitmen dari pihak-pihak yang terlibat untuk menyelesaikan permasalahan global. Sebuah negara mengikat hukum yang disepakati perjanjian internasional untuk diterapkan dalam skala domestik melalui instrumen ratifikasi. Dengan menggunakan metode analisis kualitatif-deduktif, tesis ini berargumen bahwa penolakan ratifikasi oleh pemerintah disebabkan karena adanya tumpang tindih regulasi dalam faktor domestik disertai perbedaan prinsip dalam mengatasi klaim atas peninggalan bawah laut. Pada akhirnya, jika suatu negara memutuskan untuk meratifikasi atau menolak suatu perjanjian internasional, negara tersebut harus dapat menerima konsekuensinya. Dengan menempatkan isu ini sebagai kepentingan nasional, penolakan Indonesia dalam meratifikasi Konvensi UNESCO tahun 2001 tentang Perlindungan Cagar Budaya Bawah Air merupakan langkah strategis untuk menjaga aset milik negara dari kepentingan pihak asing.

ABSTRACT
Indonesia refusal to ratify UNESCO 2001 Convention on the Protection of Underwater Cultural Heritage showed that vision parity is not an assurance for states to voluntarily participate in international regimes. This research analyze the reason of the state to refuse such cooperation. State participation theory claimed that domestic factor and sanction mechanism in norm convergence within supra national institution play significant role to influence state to reject international treaties. State participation in a convention requires commitment from parties involved to solve international problems. A state binds its law with international treaties through instrument of ratification. By using qualitative deductive analysis method, this thesis argues that the refusal to ratify the 2001 convention by the government were caused of the disparity in the scope of domestic law and principal difference to handle claims at underwater heritage. A conclusion, If a state has decided to refuse or accept a treaty, one should bear the consequences of the decision. By placing this issue as a national interest, Indonesia refusal to ratify UNESCO 2001 Convention could be interpreted as a strategic step to protect its assets from foreign intervention."
2018
T51634
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>