Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 114168 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Mekar Yanis Senowatty
"Dukungan dana merupakan salah satu faktor penting (Key Succes Faktor) dalam upaya meningkatkan manajemen rumah sakit untuk mengantisipasi perubahan yang terjadi. Asset rumah sakit baik yang sudah dimiliki maupun yang akan diperoleh perlu diamankan agar dapat meningkatkan kemampuan keuangan rumah sakit dalam rangka meningkatkan manajemen rumah sakit, agar tetap survive dan dapat berkembang.
RSUD Ciamis mempunyai permasalahan dalam aspek pendapatan jasa pelayanan rawat inap. Dalam tiga tahun terakhir terjadi penurunan pendapatan dari pelayanan rawat inap sebagai akibat meningkatnya piutang tidak tertagib pasien rawat inap bayar sendiri sebesar 18,4 % dari total pendapatan tahum 1998.
Secara proposional terjadi peningkatan proporsi piutang tidak tertagih bersumber dari pasien rawat inap bayar sendiri sehingga hal ini sangat memberatkan rumah sakit
Tujuan penelitian adalah untuk mendapatkan gambaran tentang penatalaksanaan manajemen piutang dan kebijakan-kebijakan rumah sakit yang berkaitan dengan terjadinya piutang tidak tertagih.
Untuk mendapatkan gambaran tersebut dilakukan analisis terhadap faktor-faktor internal dan faktor-faktor eksternal yang berhubungan dengan proses terjadinya piutang tidak tertagih pasien rawat inap bayar sendiri.
Metodologi penelitian yang dipakai pada penelitian ini adalah Deskriptif analitik dengan pendekatan kualitatif melalui pengkajian terhadap sistem yang sedang berjalan.
Hasil penelitian menunjukan bahwa peningkatan jumlah piutang tidak tertagih pasien rawat inap bayar sendiri disebabkan oleh lemahnya sistem manajemen piutang pasien rawat inap pada semua tahapan.
Tahapan pra penerimaan yang merupakan tahapan yang penting untuk tertagihnya piutang ternyata belum ada. Kegiatan Informasi dan verifikasi yang seharusnya dilakukan pada tahapan tesebut dan tahapan berikutnya belum dilaksanakan. Keterlambatan Informasi biaya yang disampaikan kepada pasien/keluarga secara berkala mengakibatkan pasien/keluarga tidak dapat membuat estimasi atas jumlah biaya perawatan yang terhutang. Selain itu jam buka loket/kasir hanya berorientasi kepada jam kerja PNS yaitu dari jam 07.00 - 14.00, belum mengacu kepada kebutuhan pasien.
Penyebab kesemuanya adalah belum adanya standar operasional prosedur yang tertulis disamping kurangnya koordinasi, penyediaan tenaga dan alat yang juga kurang memadai sebagai akibat dari lemahnya kondisi RSUD Ciamis.
Upaya penanggulangan yang dapat dilakukan adalah memperbaiki kelemahan di setiap tahapan dan pemberdayaan RSUD Ciamis sendiri. Penerapan upaya ini diharapkan dapat menekan jumlah piutang tidak tertagih pasien rawat inap bayar sendiri dan meningkatkan penerimaan rumah sakit.
Kepustakaan : 28 (1979 -1997)

The result of the study shows that the increasing numbers of uncollectable account of self-paid inpatient is caused by the weakness in the whole system of the inpatient account management. Pre admission stage for account receivable is missing.
Furthermore, information and verification activities have not yet being implemented in pre admission stage and in the following stage. Delay in providing information of cost of care often cause inpatient's relatives or guarantor unable to estimate the total amount of cost of care in relation to the amount of financing the credit they have to pay to the hospital. In addition, the length of the opening hours for cashier from 07.00-14.00 do not give consideration to te patient's need.
The result also shows that overall weaknesses of Ciamis General Hospital are caused by several factors such as the lack of written standard operational procedure, lack of coordination, inappropriate human resources, and the limited equipent available at hospital.
Encountering efforts can be done through elimination of the weaknesses on every stage in the management system and through the empowerment of human resources, financial, and capital resources in Ciamis General Hospital. It is believed that implementation of those effort could reduce the number of uncollectable account of self-paid inpatients and in turn could increase the hospital income."
2000
T7763
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alifah
"Pemda DKI mewujudkan tujuan pembangunan kesehatan dengan menyediakan dana JPK Gakin. Peserta program JPK Gakin adalah keluarga miskin di DKI Jakarta yang terdata oleh BPS, pemegang kartu sehat serta Surat Keterangan Tidak Mampu yang memiliki KTP DKI Jakarta.
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui penerapan manajemen piutang pasien JPK Gakin dan SKTM. Penelitian dilaksanakan di RSUD Koja. Penelitian ini adalah penelitian deskriptif analitik dengan pengamatan langsung disertai wawancara mendalam dengan pegawai RS dan pasien JPK Gakin dan SKTM. Metode penelitian yang digunakan adalah metodologi penelitian kualitatif.
Hasil penelitian ini adalah penerapan manajemen piutang pasien JPK Gakin dan SKTM di RSUD Koja pada tahun 2009 tidak sepenuhnya sesuai dengan kebijakan yang dikeluarkan oleh Dinas Kesehatan DKI Jakarta. Saran yang diberikan adalah memperbaiki sistem manajemen piutang dari unsur masukan dan proses.

The governor of DKI Jakarta implement the goals of healthy development by providing some fund allocation of JPK Gakin. The people who involved JPK Gakin program are the underprivileged family in DKI Jakarta who listed in BPS, had healthy card, SKTM, and DKI Jakarta ID.
The aim of this research is to study the application of account receivable management for JPK Gakin and SKTM patients. This research held in Koja Hospital. The type of this research is descriptive analytic with observation and depth interview with hospital staff and JPK Gakin and SKTM patients. The method of this research is qualitative method.
The result of this research is the application of account receivable management for JPK Gakin and underprivileged patient at Koja Hospital in 2009 not fully based on policy from Health Department of DKI Jakarta. The advice for this research is to fix the system of account receivable management from input and process.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2009
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Laura Mayanda
"Rumah sakit sebagai salah satu bentuk pelayanan kesehatan dituntut untuk memberikan pelayanan kesehatan dengan mum yang baik dan biaya yang dapat dijangkau oleh masyarakat. Untuk dapat memenuhi usaha di atas rumah sakit harus berkembang dan memenuhi kemajuan teknologi kedokteran yang ada.
Mengingat bahwa bidang usaha perumahsakitan yang kompleks, dinamis, padat teknologi, padat modal dan padat karya, multidisiplin serta dipengaruhi oleh lingkungan yang selalu berubah, maka manajemennya juga sangat kompleks. Salah satu komponen manajemennya adalah manajemen keuangan rumah sakit, yang apabila dikelola dengan baik akan menunjang dalam pengembangan rumah sakit, dimana sasaran pokoknya adalah peningkatan pendapatan fungsional rumah sakit agar biaya operasional dan investasi dapat ditutupi (Cost recovery).
Dalam manajemen keuangan rumah sakit yang perlu mendapat perhatian khusus adalah pengelolaan piutang pasien (Patient account receivable). Dengan pengelolaan piutang yang baik diharapkan terjadi pembayaran yang penuh terhadap semua pelayanan yang diberikan rumah sakit. Pos piutang dalam neraca biasanya merupakan bagian yang terpenting dari aktiva lancar dan oleh karenanya perlu mendapat perhatian yang cukup serius agar perkiraan piutang ini dapat dikelola dengan cara yang seefisien mungkin. Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Pasar Rebo dari bulan Mei sampai dengan Juni 2002, bertujuan untuk mendapatkan upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan efektifitas manajemen sistem piutang di RSUD Pasar Rebo. Rancangan penelitian yang digunakan adalah research operasional untuk menganalisis sitem penagihan piutang yang mempengaruhi keberhasilan penagihan piutang. Penelitian ini bersifat kualitatif dengan melakukan pengamatan langsung dan wawancara mendalam.
Dari data keuangan RSUD Pasar Rebo didapat bahwa piutang pasien rawat inap terjadi setiap tahunnya sebesat 0,6 % dari total pendapatan. Piutang ini berasal dari pasien yang bayar sendiri. Pasien jaminan perusahaan dan ASKES tidak mempunyai piutang. Tetapi bila dibandingkan dengan pendapatan rawat inap piutang tersebut telah mencapai 2,5 % pada tahun 2001. Dari piutang ini yang dapat ditagih hanya sebesar 5-10 %, sisanya menjadi piutang yang tak tertagih yang secara terus menerus akan membebani keuangan rumah sakit. Dan juga mengingat perkembangan RSUD Pasar Rebo ke depan yang akan menjadi BUMD, maka perlu dilihat kembali bagaimana sistem manajemen piutang yang berlaku di rumah sakit Pasar Rebo.
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa:
1.Piutang yang terjadi dibandingkan dengan biaya operasional rumah sakit sebesar 0,68 % pada tahun 2000 dan 0,64 % pada tahun 2001.
2.Sistem deposit hanya untuk pasien jaminan perusahaan
3.Sistem pemulangan pasien telah melewati prosedur medis dan administrasi
4.Tidak tegasnya petugas dalam menarik uang muka perawatan.
5.Tidak adanya bagian pra penerimaan dan penerimaan yang khusus menangani pasien rawat inap. Kegiatan ini dipegang oleh bagian informasi (front office).
6.Tidak ditemukannya beberapa standard operating proceduer dari masing-masing tahapan piutang.
7.Pemberitahuan jumlah tagihan pasien telah dilakukan secara periodik setiap 3 hari.
8.Banyaknya tugas rangkap pada petugas yang bersifat pelayanan maupun penerimaan piutang.
9.Kurangnya usaha rumah sakit untuk menagih piutang yang ada pada pasien.
10.Penutupan piutang pasien berdasarkan peraturan Pemerintah Provinsi DKI.
Saran yang diberikan adalah:
1.Perlunya sosialisasi uang muka pada masyarakat
2.Perlunya ketegasan petugas dalam menarik uang muka
3.Melengkapi/membuat semua SOP pada setiap pelaksanaan tahapan piutang sebagai landasan petugas bekerja.
4.Mengoptimalkan fungsi penerimaan pasien
5.Pengadaan tim verifikator alamat.
6.Memisahkan fungsi pelayanan dan penerimaan keuangan
7.Perlunya mekanisme kontrol antara pemberi jasa dan penerima keuangan.
8.Pengadaan kasir 24 jam
9.Peningkatan keaktifan rumah sakit dalam menagih piutang.
10.Membentuk tim khusus untuk menagih piutang dan pemberian reward pada petugas yang berhasil menagih piutang.

Analysis of Accounts Payable Management System of Pasar Rebo District Hospital's In-Patient Department in the Year 2001Hospital is one of health services that are required to provide good quality of services within affordable price for the society. A hospital is an enterprise with characteristics of dynamic, technological based, large capital investment and requires a considerable amount of personnel, and multidiscipline. In addition, the enterprise is also highly interactive with its environment, which in result requires a highly complex management. Financial management is an essential component of hospital management and if it is properly managed will significantly contribute to the development of the hospital, with the specific focus on the effort to increase the functional income of the hospital. This increase will in turn recovers the operational and investment cost (cost recovery).
In the hospital financial management, the attention should be given to patient account receivable with specific target to fulfill all charged cost of health care services received by the patient. Account receivable is the most important factor in the balance sheet; therefore it should be granted the most attention of all in terms of the efficiency of projected.
This qualitative study used direct observation and in-depth interview on the success rate of the collection of account-receivable, in Pasar Reba Hospital during May - June 2002, with the design of the study is operational research in account collection's system analysis.
From RSUD Pasar Rebo's financial data, it recorded that account receivable frin in-patient patients is 0.6 % from total income or if calculated from the total in-patient income is 2.5 % in the year 2001. This account receivable are source from out of pocket patient, and then is no problem from in patient from coorporate company and ASKES, because all of the service give by hospital will pay after that. From this percentage, the success ratio of collection is around 5-10%, and the rest would become un-collected account receivable. With the intention on becoming State Enterprise, these issues should get more attention.
From the research's results:
1. Account receivable is compare with operational budget is more than 0,68 % at 2000 and 0,64 % at 2001.
2. Deposit system for corporate company patients
3. Discharge system patients has done medical and administrative procedure
4. Weak firmness of employee to receive down-payment for in-patient services
5. There no standard operating procedure (SOP) in each steps of account collection and no pre admission and admission department
6. Joint appointment in service area and financial area
7. Regularly informs account receivable patient
8. Little effort was conducted by the hospital to collect the account receivable.
As suggestion are:
1. There is a need to socialize down payment to all hospital customers and community.
2. Develop necessary SOP at each step of collection.
3. Optimalization admission department function.
4. Separate service functions and payment receiving to simplify control.
5. Develop a verificator patients address
6. Establish 24 hours cashier
7. Improve the hospital?s effort to collect account receivables.
8. Make a special team for collect account receivable and give reward to the team by hospital if they successfully collate the account receivable.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2001
T4452
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Surahman
"Pembangunan kesehatan di negara sedang berkembang pada umumnya menghadapi masalah rendahnya alokasi anggaran untuk sektor kesehatan. Hal ini diperberat dengan tingginya laju inflasi di bidang kesehatan. Faktor lain yang mengakibatkan meningkatnya biaya kesehatan adalah transisi epidemiologi, semakin tingginya proporsi usia lanjut, meningkatnya teknologi kedokteran, serta sistem pembiayaan dan pembayaran yang tidak efisien.
Ketika pasien tidak menanggung biaya karena dibayar oleh perusahaan tempat bekerja atau oleh perusahaan asuransi komersial dan pembayaran dilakukan secara fee .for service maka dengan mudah provider menciptakan permintaan baru. Situasi ini mendorong permintaan yang lebih tinggi oleh konsumen dan memberi insentif kepada provider untuk memberikan pelayanan kesehatan secara berlebihan.
Untuk memotret perbedaan biaya dari ke tiga jenis pembayar dalam penanganan pasien penyakit demam tifoid yang dirawat inap di kelas satu rumah sakit MMC Jakarta tahun 2001. Dilakukan studi perbandingan penanganan pasien antara ke tiga jenis pembayar tersebut.
Desain penelitian ini menggunakan desain non eksperimental dengan pendekatan deskriptif kuantitatif. Penelitian dilakukan terhadap pasien demam tifoid yang dirawat inap di kelas satu rumah sakit MMC Jakarta pada tahun 2001. Jumlah pasien 65 orang karena adanya kriteria inklusi penelitian maka jumlah populasinya tinggal 56 orang. Oleh karena populasinya yang relatif kecil maka dilakukan pengambilan sampel secara total sampling.
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa: Tidak ada perbedaan pemberian pemeriksaan penunjang medis dan biaya pemeriksaan penunjang medis antara ke tiga jenis pembayar, di antara subvariabel pengobatan dan jenis pembayar ditemukan satu perbedaan bermakna dalam pemberiaan obat antitusive dan ekspektoran namun secara keseluruhan tidak ada perbedaan dalam pemberiaan obat dan biaya obat antara ke tiga jenis pembayar tersebut, tidak ada perbedaan rata-rata lama hari rawat dan biaya sewa kamar antara ke tiga jenis pembayar. Tidak ada perbedaan total biaya perawatan pada ketiga jenis pembayar.
Saran yang diberikan adalah bagi rumah sakit sebaiknya perlu kehati-hatian dalam menulis resume kelas perawatan dan kode ICD pasien yang di rawat, bagi pihak asuransi perlu melakukan kesepakatan dengan rumah sakit dalam hal penentuan biaya administrasi dan penetapan jenis obat yang diberikan pada pasien, sedangkan bagi rumah sakit perlu mengadakan resume medis bila rata-rata biaya perawatan demam tifoid melebihi rata-rata total biaya perawatan demam tifoid di kelas satu.

Treatment Cost Analyses for Typhoid Fever Patient at Inpatient Hospitalized at MMC Jakarta Based on type of Payment Determined for Year 2001Health development in developing country in general is facing the problem of low budget allocation for health sector. It also burdened by the high rate of inflation on the field of health. Which also affect the risk of epidemiological transition, the proportion of elderly, and medical technology, also inefficiency on the fee and payment system.
When the patient is not paying for the fee since it is paid by the company where they work or the health insurance company and the payment is conducted by fee of service, so the provider easily create new request. This situation in encourages to the high of request by consumer and gives the provider incentive in providing unnecessary health services.
To describe the different cost form three kinds of payment in handling the patient of typhoid fever that hospitalized at I-class of MMC Hospital in 2001, it has been conducted comparison study in handling the patient among the three kinds.
The study design used non-experimental with quantitative approach. This study is conducted on the patient of typhoid fever that hospitalized at I-class of MMC Hospital in 2001. The number of patient is 65 people, since there were criteria in inclusion study, so the population is only 56 peoples. Because the sample is relatively small, so the study is conducted on the sample total sampling.
Based on this study, it can be concluded that there is not many different in giving medical support examination and the fee of medical supporting examination among the three kinds of payment system. Between sub-variable of treatment and the kind of payment, it was found one significant different in giving antitusive medicine and expectorant, however in the entire perspective there is no different in giving medicine and medicine fee among the three kinds of payment system. There is no different on the average between the day of hospitalized and fee of room rental among the three payment system. So it can be concluded that there are no significant different in on the total fees of treatment on the three kinds of payment system.
It is recommended to the Hospital that it code ICD patient must be written with care. For insurance party should conduct agreement with the hospital in stating the administration fee and kind of medicine that should be given to the patient. While for hospital, should conduct medical summary if the average cost of treatment of typhoid fever went over the average total cost of treatment of typhoid fever at I-class.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2001
T11481
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Kusmiyati
"Masalah yang diteliti dalam penclitian ini adalah biaya pelayanan kcschatan rawat inap di rumah sakit dalam program Jaminan Pelayanan Kesehatan bagi Keluarga Miskin (JPK Gakin), oleh karcna biaya rawat inap di rumah sakit mcncapai 66 % dari seluruh biaya pelayanan kesehatan program JPK Gakin sehingga dalam pelaksanaammya hams ada keseragaman dalam biaya pelayanan kesehatan rumah sakit pemerintah, rumah sakit pemerintah daerah maupun rumah sakit swasta yang melayani peserta JPK Gakin.Untuk ilu melalui Paket Pelayanan Esensial (PPE) dengan tarif kcsepakatan, dapat digunakan untuk memantau dan mengevaluasi program JPK Gakin sehingga kebijakan yang dibuat dapat lebih efektif dan efisien. Jenis penelitian ini adalah kuantitatifi Data diambil dari laporan bulanan klaim biaya rawat inap pasien JPK Gakin dari rumah sakit yang telah disetujui pembayarannya oleh Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan gambaran tentang biaya pelayanan kesehatan rawat inap dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari dua kelompok rumah sakit, yang terbanyak memanfaatkan biaya pelayanan kesehatan rawat inap adalah rumah sakit vertikal terdapat 4 variabel yang mempengaruhi biaya pelayanan kesehatan rawat inap, variabcl jender perempuan lebih banyak memanfaatkan biaya pelayanan kesehatan rawat inap meskipun kasusnya lebih sedikit dari pada laki-laki,demikian pula dengan Iama rawat inap dan umur, sementara variabel diagnosis hanya di kelompok rumah sakit umum daemh saja yang mempunyai hubungan yang bermakna dengan biaya rawat inap Dari 4 variabel yang diperkirakan ada hubungan dengan biaya pelayanan kesehatan rawat inap hanya 3 variabel yang mempunyai hubungan, yaitu variabel umur, jender dan Iama rawat inap, namun variabel yang paling dominan mempengaruhi biaya pelayanan kesehatan rawat inap adalah variabel umur yang berlaku baik di rumah sakit vertikal maupun rumah sakit umum daerah.
Kesimpulan dari penelitian ini : Karakteristik dari pasien JPK Gakin yang mcmbuat biaya pelayanan kesehatan rawat inap menjadi tinggi adalah :Rata-rata biaya rawat inap yang terbanyak dimanfaatkan oleh rumah sakit vertikal, distribusi diagnosis penyakit terlinggi biaya rawat inapnya adalah penyakit TB Paru, rata-rata biaya rawat inap tertinggi untuk 5 diagnosis penyakit terbanyak adalah CHF.Dari 4 variabel yang diuji, yang mcmberikan pcngaruh terhadap tingginya biaya rawat inap di rumah sakit adalah variabei umur, Iama rawat dan jender namun Variabel yang paling dominan mempengaruhi biaya rawat inap di rumah sakit adalah variabel umur.
Penulis menyarankan untuk : (1) Penerapan pedoman tarif PPE diberlakukan sama pada semua provider sebagai dasar pembayaran peiayanan kesehatan di rumah sakit, (2) Pcrlu diinjau kembali kesepakatan ikatan keujasama antara Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta dengan rumah sakit yang selama ini berjalan. Sudah saatnya provider dibatasi pada rumah sakit yang banyak dimanfaatkan oleh peserta Gakin saja rerutama RSUD diselaraskan dengan tujuan pengembangan sena optimalisasi peningkatan rumah sakit umum daerah, (3) Pelayanan kesehatan sebaiknya diberikan kepada peserta yang telah memiliki kartu .IPK Gakin, hal itu selain dapat mengantisipasi adanya percaloaan dalam pengurusan SKTM dapatjuga mengendalikan biaya pelayanan kesehatan pada program JPK Gakin dan (4) Perlu promosi melalui berbagai mcdia yang Iebih intensif kepada masyarakat tentang bagaimana prosedur untuk mendapatkan pelayanan keschatan pada program JPK Gakin.

The subject of the study is the cost of the in-patient health services payment at the hospital of the program of health service assurance for the poor family (I-ISA-PF). As the cost for in-patient payment at the hospital has reach 66% from all fees on health services of the HSA-PF program, there is a need for govemment and public hospital that work for patient of HSA-PF program, to make an agreement on the cost for in-patient services. Therefore, trough the Essential Service Package (ESP/PPE) with the agreement cost, it can be use for a program monitoring and evaluation the HSA-PF that expected will lead to a more effective and efficient policy for the issue.
The study is a quantitative study which data are collected from a monthly report of the expense claim of the in-patient of HSA-PF program at the hospital and 'thc study found that fiom two groups ot' hospital, the vertical hospital is mostly utilizing the cost of payment of' in-patient health services. There are four variables that influence the cost of payment of in-patient health services, which are: women are mostly utilizing the facility even the cases are lower than those in men, the length of stay in hospital, and age. The diagnosis variable is only found in the group of the district general hospital (RSUD) which has significant relationship with the cost of in-patient services. From those variables above, only three variables are assume to have relationship, i.e. age, gender and length of stay, and the most dominant factor that influence the cost of payment for in-patient services, whether at vertical hospital or RSUD, is age.
To conclude, the characteristic of the I-ISA-PF patient that make up a high Cost of in-patient payment are: the average cost for in-patient payment services is mostly utilized by the vertical hospital, the cost for in-patient payment is mostly used for lung-TB treatments, and the average cost for in-patient payment services for 5 highest diseases is Cl-LF.
Suggestions from the study: l) Implementation for ESP tariff should be applied to all providers as a base for payment of health services at the hospital; 2) The memorandum of agreement between the DHA ot`DKI Jakarta province and hospitals should be reviewed. Providers should be limited to the hospital that mostly chosen and utilized bythe patient of HSA-PF program, particularly the RSUD which should be adjusted with the purpose of the hospital development; 3) The health service suppose to be delivered towards patient who have the HSA~PF card only, this can anticipate the scalper practice on SKTM arrangement, as well as to control the cost of health services on HSA-PF program; and 4) There is a need to promote intensively trough any kind of media towards community for the procedure on how to obtain.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2007
T34452
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Heri Kurnianto
"Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi tingkat kompetensi kepala ruangan dalam area personil keperawatan, lingkungan dan peralatan, asuhan keperawatan serta pendidikan dan pengembangan staf.
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitik dengan pendekatan kualitatif dan kuantitatif dan bersifat cross sectional. Data primer diambil dengan mengadakan wawancara yang mendalam dan data sekunder didapatkan dari pengumpulan dokumen yang terkait. Sampel dalam penelitian ini sebanyak 132 orang yang terdiri dari 9 orang kepala ruangan, 122 pelaksana perawatan serta satu orang ketua komite keperawatan.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa uraian tugas kepala ruangan di ruang rawat inap sudah ada, tetapi belum sesuai dengan standar yang ada dalam literatur. Hal ini mungkin disebabkan karena pada waktu membuat uraian tugas tidak memakai acuan yang ada dan sebagian besar kepala ruangan belum pernah mendapat kursus manajemen perawatan. Skor kompetensi supervisi kepala ruangan rawat inap dalam area personil keperawatan : kurang sampai dengan sedang, di area lingkungan dan peralatan : sedang sampai dengan cukup, area asuhan keperawatan : sedang sampai dengan cukup, serta area pendidikan dan pengembangan staf : kurang sampai dengan cukup.
Dari sini dapat diambil kesimpulan bahwa kompetensi supervisi kepala ruangan rawat inap RSPP masih perlu ditingkatkan. Saran dari penelitian ini adalah segera dilakukan penambahan pengetahuan manajemen keperawatan bagi kepala ruangan, melengkapi uraian tugas serta kaderisasi kepala ruangan rawat inap.

Analysis on the Supervisory Competency of Ward Head Nurse in Pertamina Central HospitalThis study aimed to identify the effects of job descriptions and profile of the ward Head Nurse on the levels of supervision in the area of nursing personnel, environment & facility and nursing care as well as training & developing of staff.
The methodology was cross sectional, using qualitative and quantitative approach. Data collection was done by in-depth interview and secondary data was obtained through analyzing relevant documents.
The study interviewed 132 staff consisted of 9 ward head nurse, 122 nurse and the chief of nursing committee. The study found that job description of ward head nurse is available, yet not according to the Department of Health Standards. The Supervisory Competency of Ward Head Nurse in the area of nursing personnel is ranged: from very low to excellent, in the area of environment & facility: from low to moderate, in the area of nursing care: from low to moderate and the area of staff development & training : from very low to moderate.
This concludes that supervisory competency of Ward Head Nurse at the Pertamina Center Hospital needs to be improved.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2003
T10918
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurlaili Maya Ramadhanty
"Kualitas pelayanan yang baik merupakan hal krusial bagi Rumah Sakit Umum Daerah Prabumulih. Selain melalui aspek pengobatan, aspek lain yang dapat  memengaruhi persepsi kualitas layanan adalah lingkungan fisik. Pasien akan menilai kualitas jasa rumah sakit yang tidak berwujud melalui lingkungan fisik yang konkret. Maka dari itu perhatian pada dimensi lingkungan fisik terbilang penting, mengingat pengaruhnya pada pembentukan persepsi kualitas layanan.

Tujuan penelitian: Penelitian ini bertujuan untuk menguji hubungan lingkungan fisik dan dimensi-dimensinya terhadap persepsi kualitas layanan di rawat inap Rumah Sakit Umum Daerah Prabumulih.

Metodologi penelitian: Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan desain cross sectional (potong lintang). Data primer diperoleh dari pengisian kuisoner sebanyak 200 orang. Lingkungan fisik dinilai dengan aspek kondisi lingkungan, tata letak fungsionalitas, tanda symbol, desain dan kebersihan, dan persepsi kualitas layanan dinilai dengan kualitas fungsional dan teknikal

Hasil penelitian : Hasil analisis menunjukan terdapat korelasi sedang antara lingkungan fisik dengan persepsi kualitas layanan, dimana aspek lingkungan fisik yang paling berhubungan dengan persepsi kualitas layanan adalah kondisi lingkungan. Sedangkan desain dan tanda symbol tidak terdapat hubungan.

Kesimpulan : Peningkatan lingkungan fisik melalui peningkatan kondisi lingkungan, tata letak ruang dan fungsionalitas dan kebersihan dapat membantu membangun hubungan yang kuat terhadap persepsi kualitas layanan, oleh karena itu perlu untuk meningkatkan lingkungan fisik melalui peningkatan pengelolaan fasilitas yang telah.


Background: Achieving good service quality is crucial for the Prabumulih General Hospital. Apart from the treatment, another aspect that can influence the perception of service quality is the servicescape. Patients will assess the quality of intangible hospital services through the concrete physical environment. Therefore, attention to the dimensions of the servicescape is important, considering its influence on the formation of perceived service quality.

Objective: This study aims to examine the relationship between the servicescape and its dimensions on the perceived service quality in inpatient unit at the Prabumulih General Hospital.

Methods: This study uses a quantitative approach with a cross-sectional design. Primary data was collected from a questionnaire filled out by 200 individuals. The physical environment was assessed based on environmental conditions, functional layout, symbols, design and cleanliness, and the perception of service quality was evaluated in terms of functional and technical quality.

Results: Based on statistical tests, it was found that the servicescape had a significant correlation between the physical environment and the perception of service quality, with environmental conditions being the physical aspect most associated with the perception of service quality. Meanwhile, there is no correlation found between design and symbols and the perception of service quality.

Conclusion : Improving the physical environment through the enhancement of environmental conditions, spatial layout, functionality, and cleanliness can help build a strong relationship with the perception of service quality. Therefore, it is necessary to improve the physical environment by enhancing the management of existing facilities"

Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sutomo
"Program JPKMM (Askeskin) yang dimulai awal tahun 2005 belum ada yang mengevaluasi, padahal program sebelumrrya banyak menimbulkan masalah. Semcntara itu banyak isu ncgatif terhadap peran serta rumah sakit swasta dalam hal pelayanan' masyarakat miskin. Salah satu cara untuk mengevaluasi adalah dengan meiakukan review utilisasi.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran umum pemanfaatan perawatan kelas Ill oleh masyarakat miskin di RSUD dan RS. Krakatau medika. Review juga untuk mengetahui komponen kegiatan pelayanan serta biaya perawatan yang timbul sehubungan dcngan perawatan masyarakat miskin di kelas lil. Komponen tersebut adalah Iama hari rawat, pemeriksaan radiologi, iaboratorium, tindakan operasi, pemberian resep.
Penelitian ini bersifat deskriptif , dan didukung oleh wawancara dengan pejabat terkait di dua rumah sakit dengan tujuan untuk memperjclas dalam pembahasan.Waktu penelitian adalah bulan Februari sampai April 2006, data yang digunakan adalah data sekunder dan data primer dari hasil wawancara. Populasi dan sampel adalah semua pasien rawat inap kelas I Il di kedua rumah sakit.
HasiI penelitian yang didapat adalah pemanfaatan pelayanan rawat inap kelas lil di dua rumah sakit masih rendah untuk masyarakat miskin , rata -rata kurang dari 30% dibandingkan dengan total rumah sakit. Biaya perawatan pasien .IPKMM 55% dari total biaya perawatan kelaa Ill, sedangkan pasien umum 44%. Alcan tetapi jumlah pasien JPKMM 40,7% sedangkan pasien umum 58,6% dari total pasien kelas lIl.Hal ini membuktikan bahwa pclayanan RSUD Cilegon tidak efisien. Hari rawat pasien JPKMM 6 hari per pasien sedangkan untuk pasien umum 3 hari per pasien. Di RS. Krakatau Medika untuk pasien umum 5 hari per pasien, sedangkan untuk pasien miskin 7 hari pcr pasien. Biaya obat non DPI-[O dua kali lebih besar dibandingkan dengan biaya obat DPHO. Terdapat perbedaan penyakit terhanyak di kedua rumah sakit, RSUD terbanyak adalah TBC Paru sedangkan di RS. Krakatau medika adalah Demam Tifeid.
Disarankan kepada rumah sakit agar mampu mengevaluasi pelaksanaan program JPKMM ini sehingga lebih efektif dan efisien, untuk PT- Askes agar lebih fleksibel dalam dalam penghitungan biaya rawat inap dan pembenahan dalam sistem infbnnasi untuk mempercepat proses klaim.

JPKMM program which started on 2005 has not been evaluated yet, eventhough it has caused a lot of problems. At the same time, there are a lot of negative responds to private hospital involvement in services to the poor. One way to evaluate it is by reviewing it?s utilization.
This research is aimed to capture general picture of class Ill serivice utilization by the poor at RS. Krakatau Medika and RSUD. lt also reviews service activity and cost components of class Ill sen/iees for the poor. These components are hospital stay, radiology observation, laboratorium, surgeries and recipes.
This research is descriptive and supported by interviews with related officers on two hospitals for clarification. This research is conducted on February through April 2006, and data being used are secondary and primary data from interviews. Population and sampling are from all patients staying at class III ofboth hospitals.
The result of this research is that utilization of class III for the poor in both hospitals is still very low, less than 30% on average compare to all patient. Cost of the JPKMM patient service is 55% of total cost for Class lll, while for general patient is 44%. On the other hand total quantity of' .IPKMM patient is 40.7% and for general patient is 58% from all class Ill patient. These prove that RSUD Cilegon services is not efficent. Staying period for JPKMM patient is 6 day per patient and for general patient is 3 day per patient. ln RS Krakatau Medika it is 5 day per person, and for the poor it is 7 day per patient. Non-DPHO Medication cost twice as much as DPI-IO medication. There is also difference: in the most disease being treated in both hospitals. In RSUD it is Lung TBC while in RS Krakatau Media it is Typhoid fever.
It is advisable that hospitals have to be able to evaluate their JPKMM programs so that it could be more effective and efhcient. lt is also advisable for P'I` Askes to be more flexible in calculating the cost of medical stay and to improve their infomration system for claim system.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2006
T34489
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ade Erni Kurniati
"Tesis ini membahas analisis Pelaksanaan Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit Pada Instalasi Rawat Inap Di RSUD Kabupaten Ciamis Sebelum Dan sesudah Menjadi Badan Layanan Umum Daerah di Tahun 2013. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan melakukan wawancara mendalam dari informan terpilih.
Hasil penelitian menunjukkan dari aspek SPO, SDM, sarana prasarana pada instalasi rawat inap sesudah menjadi BLUD lebih lengkap dari segi kuantitas maupun kualitas meskipun dari aspek SPO masih ada tindakan yang tidak sesuai dengan SPO, sedangkan dari aspek SDM masih kekurangan dokter spesialis, dan dari aspek sarana dan prasarana masih kurang dalam sistem pemeliharaannya. Kesimpulannya, pelaksanaan Standar Pelayanan Minimal di instalasi rawat inap belum dilaksanakan secara maksimal, karena keadaan rumah sakit yang masih mempunyai kelemahan dan kekurangan.
Saran peneliti bagi RSUD Kabupaten Ciamis diharapkan dapat lebih bekerja sama dan melakukan koordinasi yang baik dengan pihak Pemerintah Daerah agar dapat dicarikan solusi yang terbaik, dan diperlukan evaluasi berkala SPM agar pelaksanaannya lebih baik.

This thesis studied an analysis of the implementation of Hospital Minimum Service Standards of Ciamis District General Hospital at Inpatient Care Unit which was held before and after becoming Local Public Service Institution in 2013. This research used a qualitative approach by conducting detailed interview to selected interviewees.
The result of the research showed that aspects of SPO, Human Resources, infrastructures at Inpatient Care Unit, viewed after the hospital's becoming Local Public Service Institution are more quantitatively and qualitatively complete although if viewed from SPO there are still acts which are not appropriate with SPO, meanwhile viewed from Human Resources, it is still lack of specialists, and from its infrastructures, it’s maintenance system is regarded still inadequate. The Minimum Service Standards implementation at Inpatient Care Unit has not been maximally implemented because of the hospital's weaknesses and lack.
The researcher suggestion for Ciamis District General Hospital is that hopefuly there will be more cooperative good coordination with the local government in order to find the best solution, and the Minimum Service Standards periodic evaluations is required so that the implementation will be better conducted.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
T33733
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
E.A. Sani
"Dunia usaha perumah sakitan nasional dewasa ini tidak terpisahkan dari situasi pasar global dan kondisi krisis ekonomi dimana tingkat persaingan yang ketat dan tingginya biaya pelayanan kesehatan. Hal tersebut berpengaruh terhadap kelangsungan operasionalnya rumah sakit.
Pengaruh tersebut perlu diantisipasi dengan pengelolaan sumber daya yang dimiliki secara efsien dan efektif. Salah satu sumber pendapatan yang cukup besar berasal dari pelayanan pasien rawat inap. Namun transaksi pelayanan pasien rawat inap ini tidak seluruhnya dibayar tunai/kas, melainkan sebagian pembayarannya ditagih kemudian yang tercermin dalam saldo kumulatif piutang pelayanan.
Data keuangan yang diolah dari Neraca dan Rugi Laba Rumah Sakit Haji Jakarta tahun 1999 dan 2000 menunjukkan bahwa pendapatan rumah sakit meningkat secara bermakna sebesar 149,71 % pada tahun 2000. Sekitar 40 % dari pendapatan rumah sakit berasal dari pendapatan rawat inap. Sedang pendapatan rawat inap meningkat sebesar 156,46 % tetapi piutang pelayanan meningkatnya jauh lebih besar mencapai 245,98 %. Proporsi piutang pasien rawat inap terhadap pendapatan rawat inap ternyata meningkat secara drastis dari hanya 9,64 % pada tahun 1999 menjadi 15,16 % pada tahun 2000.
Sehubungan dengan meningkatnya saldo piutang pelayanan pasien rawat inap tersebut, maka perlu mendapat perhatian khusus dan ditangani secara profesional. Hal ini mengingat bahwa piutang pelayanan adalah sumber dana likuid untuk mendukung operasional rumah sakit dan apabila tidak dikelola dengan baik, tentu akan mempengaruhi modal kerja yang dibutuhkan.
Penelitian ini bertujuan untuk mendapat gambaran penyebab dari besarnya jumlah piutang pelayanan pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta dengan pendekatan sistem yaitu input, proses dan output. Penelitian ini bersifat deskriptif analitik dengan melakukan pengamatan langsung dan wawancara secara mendalam.
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa penyebab besarnya saldo piutang pelayanan pasien rawat inap karena lamanya waktu dalam proses penyampaian surat tagihan kepada para debitur. Akibatnya tingkat pembayaran yang diterima rendah yaitu rata-rata 23;30% dan masih cukup tingginya jumlah saldo piutang yang tidak terbayar yang terakumulasi pada total piutang pelayanan bulan berikutnya rata-rata sebesar 76,70%. Disamping itu pula terdapat piutang yang berumur lebih dari 90 hari mencapai sebesar 39,75% dan total piutang pelayanan pasien rawat inap per 31 Maret 2000.
Saran yang dapat diberikan adalah perlunya diingatkan para dokter dalam melakukan pemeriksaan wajib untuk mengisi hasil pemeriksaannya pada resume medik, dan dilakukannya evaluasi terhadap tingkat kepatuhannya. Dengan demikian penataan rekening harian dan invoice tagihan pasien rawat inap dapat dikerjakan secara cepat dan akurat. Petugas penagihan dapat lebih cepat menyampaikan surat tagihan kepada para debitur yang jumlahnya mencapai 178 perusahaan. Selanjutnya perlu dipertimbangkan adanya batasan waktu dalam penyampaian surat tagihan, penambahan petugas dan kendaraan operasional roda dua agar dapat menjangkau lebih banyak debitur yang lokasinya tersebar di wilayah Jabotabek.

Analysis on Management of Collection Account Receivables of Third Party Inpatient Care at RS Haji Jakarta for the Year of 2000Nowadays, the business word of national hospitality can not he separated from global market situation and the economic crisis condition, in the full competition and the high prices of health services. It is fluencies to the sustainability hospital operations.
We need to anticipate the influence in order to process the resources that we have efficiently and effectively. One of the biggest resources of incoming is from in patient services. Unfortunately, not all of the transactions of patient are paid in cash, but a half of the payment is collected latter, which could be shown up in cumulative service debt balance.
The financial data was derived from the balance sheet and income statement of Haji Hospital Jakarta for the period of 1999 and 2000, It showed that hospital revenue has substantially increased for 149,71 % in the year 2000. Approximately 40 % of the revenues generated from inpatient care. Although revenue increased by 156, 46 %, however the balance of account receivable also increase by 245, 98 %. The proportion of account receivable as compared to patient?s revenue.
Because of the increase of the debt balance of the patient services, it is necessary to handle it professionally. It reminds that the debt service is a liquid resource to back the operationally of the hospital up, because if it didn't be proceed well, it would influence the work capital that we need.
This observation aims to get a description of the causal of the high total debt of the patient at Haji Hospital Jakarta with several approach systems are input, process and output. This observation is analytic descriptive which doing direct observation and making several interviews deeply.
From the result of the observation could be concluding that the causal of the high debt balance of patient was because of a very long process time giving the letter for the payment of the debt to the debtor. So, the total received payment from the debtor was still low, and the arrange or it was around 23,30 % and because the unpaid debt balance was still in high number which accumulated in total debt service for the next month would be around 76,70 %. Beside there were debts which had been more than 90 days, about 39,75 % of the total debt service of in patient per march, 31, 2000
The suggestions could be given are the extent necessary to remind the doctors when they do the obligation examine, the have to fill the result of the examination in to a medical status recorded card and to evaluate the level of the obedience. By doing that, the arrangement of daily payment and invoice debt of patient could be done fast and correctly. As well as, the debt collector could send the letter of the debt payment to a debtor faster, which the number of the debtor is 178 companies. For the next step, it is necessary to consider for giving a time limitation in sending the letter of the debt collector and the operational vehicles especially motorcycle, in order to reach more debtors in all of Jabotabek area.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2001
T7819
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>