Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 130013 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Denny Lesmana
"Dalam tesis ini, penulis ingin menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi kebijakan Iuar negeri Israel pada masa pemerintahan Perdana Menteri Ehud Barak dalam menandatangani perjanjian damai Sharm el-Sheikh dengan pihak Palestina. Tema ini sangat menarik bagi penulis karena sejarah menunjukkan bahwa pemimpin-pemimpin Israel sebelum Ehud Barak mengalami nasib buruk karena memberikan konsesi yang dianggap 'lebih' bagi pihak Palestina. Yitzhak Rabin dibunuh oleh salah seorang pengikut fanatik aliran keagamaan di Israel karena ia mengadakan negosiasi perdamaian dengan Palestina.
Adapun pengganti sementara Yitzhak Rabin, yaitu Shimon Peres mengalami kekalahan dalam pemilu dari Benjamin Netanyahu yang bersikap keras terhadap proses perjanjian damai Israel-Palestina. Benjamin Netanyahu sendiri pun akhimya terjungkal dari kekuasaan setelah mitra koalisinya meninggalkannya karena Netanyahu dianggap memberikan terlalu banyak konsesi pada Palestina dalam perjanjian Wye River I.
Dengan menggunakan teori Wiliam D. Coplin, Lentner, Frankel, dan David Easton mengenai pengaruh eksternal dalam memberikan output bagi kebijakan Iuar negeri suatu negara teori William D. Coplin mengenai faktor pengambil keputusan, pendapat Snyder mengenai adanya faktor subjektif dari sudut pandang pembuat keputusan, dan teori yang dikemukakan oleh Rosenau mengenai peranan idiosinkretik si pengambil keputusan dalam menentukan arah kebijakan Iuar negeri yang diambilnya serta teori yang diajukan oleh Coplin mengenai peranan politik dalam negeri, teori Graham T. Allison tentang proses organisasi dan birokratik politik, teori Snyder mengenai politik domestik dan opini publik, penulis mencoba membahas masalah tersebut.
Hasil dari penulisan tersebut adalah bahwa faktor internal yaitu faktor Ehud Barak merupakan faktor yang lebih dominan dibandingkan dengan faktor-faktor lainnya."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2000
T3927
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Isaacs, Harold R.
Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1993
327.11 ISA p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Mireille Marcia Karman
"Otoritas adalah sebuah konsep multidisipliner yang menjadi fitur dasar yang membedakan antara negara dan entitas politik lainnya. Perbedaan ini kemudian membuat negara dianggap sebagai aktor utama dalam politik internasional yang dapat melakukan kekerasan secara terlegitimasi sementara entitas politik lainnya tidak boleh melakukan kekerasan tanpa ijin dari negara. Karya ini menunjukkan bahwa konsep otoritas yang berkembang dalam ilmu hubungan internasional cenderung dipengaruhi oleh definisi otoritas Weberian yang bias negara dengan ciri teritorialitas kekerasan dan simbol publik lainnya sehingga kekerasan yang dilakukan oleh aktor non negara hanya dianggap sebagai tindak kriminal atau usaha entitas politik untuk menjadi negara. Karena itu tiap tiap aktor non negara yang ingin meningkatkan signifikansinya dalam relasi antar entitas politik dan memiliki kebebasan untuk menggunakan kekerasan harus berupaya untuk mendefinisikan teritorinya dan berperilaku serupa dengan negara.

Authority is a multi-disciplinary concept that has been the basic feature that differs the state from other political entities. This distinction, further, positions states as main actor in international politics who are able to exercise legitimized violence, while other political entities are forbidden to exercise such measure without the required authorization from states. This paper exhibits that the concept of authority that has been developed in the study of International Relations relatively influenced by Weberian definition of authority which, to some extent, posess state-centric bias with features including territoriality, violence, and other public symbols so that the violent measures the states exercised are deemed as criminal act or struggle for political entitites to pursue statehood. Therefore, each non-state actors wanting to increase significance in its relation with other political entities and to have freedom to exert violence has to define its territory and demonstrate functions similar to those of states.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Indonesia: Gramedia Pustaka Utama, 1992
327.11 TAN
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Risyad Sadzikri
"Salah satu fokus utama Studi Hubungan Internasional adalah perang dan damai yang cenderung ditempatkan secara dikotomis. Namun, pada era pasca-Perang Dingin, terdapat tindakan-tindakan agresi yang umum disebut grey zone karena tidak menunjukkan karakteristik damai, tetapi tidak terkualifikasi sebagai perang sehingga meningkatkan urgensi negara-negara di dunia untuk meresponsnya. Penelitian ini menemukan empat tema inti yang mewarnai perkembangan grey zone di dalam studi Hubungan Internasional, yakni konseptualisasi grey zone, taktik yang ada di dalamnya, aktor yang terlibat di dalam grey zone beserta perilakunya, dan kritik terhadap grey zone itu sendiri. Kajian terhadap 45 literatur dengan metode taksonomi menemukan bahwa grey zone merupakan ruang kompetisi negara di antara perang dan damai dan di bawah ambang batas kekerasan bersenjata langsung; memiliki taktik yang belum mampu meredam eskalasi konflik, tetapi menegaskan karakternya; melihat aktor dan perilakunya sebagai salah satu faktor terpenting dari perkembangan topik grey zone; serta memiliki kritik yang makin relevan jika melihat inkonsistensi, unsur politik, dan bias yang menyelimutinya. Konsep grey zone ini, sayangnya, masih memiliki kekurangan dalam kajian dari sudut pandang revisionis sehingga kajian ini perlu dikembangkan lebih objektif dan efektif ke depannya.

One of the main focuses of the study of International Relations is war and peace, which tend to be placed in a dichotomous manner. However, in the post-Cold War era, there were acts of aggression which were commonly called the grey zone because they neither show peaceful characteristics, nor qualify as war. This research finds four core themes that characterize the development of the grey zone in the study of International Relations, namely the conceptualization, the tactics within it, the actors involved and their behavior, and criticism of the grey zone itself. A review of 45 literatures using taxonomic methods found that the grey zone represents the space of state competition between war and peace and below the threshold of direct armed violence; has tactics that still not able to de-escalate the conflict, but affirms its character; see actors and their behavior as one of the most important factors in the development of grey zone  topics; and has criticism that is increasingly relevant due to its inconsistencies, political elements, and biases that surround it. This gray zone concept still has shortcomings so that this study needs to be developed more objectively and effectively in the future."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Hanif Amin
"Selama 1933 – 1938, keamanan nasional serta status superpower yang dimiliki Prancis dan Inggris mengalami ancaman besar akibat serangkaian aksi militer yang dilakukan Nazi Jerman. Aksi Nazi Jerman pun telah melanggar Perjanjian Versailles. Akan tetapi, kedua negara tersebut tidak merespon dengan konfrontatif. Alih-alih sanksi, mereka memberi keleluasaan kepada Nazi Jerman dengan melakukan serangkaian konsesi— sikap yang kemudian dikenal sebagai appeasement. Untuk menjelaskan fenomena ini, digunakan metode kualitatif dengan menganalisa tiga faktor. Pertama, potensi negara dari Inggris dan Prancis. Kedua, stimuli sistemik dalam bentuk operasi militer Jerman. Ketiga, persepsi dan kapasitas agen geopolitik di Inggris dan Prancis terhadap kedua faktor yang telah disebutkan. Ketiga faktor tersebut akan dianalisa menggunakan teori neoclassical geopolitics yang diterapkan dalam empat peristiwa: pengunduran diri Jerman dari International Disarmament Conference (1933), perjanjian militer Inggris-Jerman (1935), okupasi Rhineland (1936), serta aneksasi Sudetenland dan Perjanjian Munich (1938). Temuan penelitian menunjukkan bahwa pada 1933 – 1935 ketiadaan sanksi kepada Jerman disebabkan oleh kekeliruan persepsi ancaman dan fokus yang besar pada urusan domestik. Selanjutnya, sejak 1935 terjadi kecenderungan appeasement oleh Inggris dan Prancis karena tiga faktor: ketidakpastian diplomatik, inferioritas kekuatan beserta kekeliruan persepsi terhadap Nazi Jerman.

During 1933-1938, France and Britain faced a threat of their national security and superpower status due to a series of military actions taken by Nazi Germany. These actions by Nazi Germany also violated the Treaty of Versailles. However, both countries did not respond confrontationally. Instead of imposing sanctions, they make a series of concessions that later known as appeasement. Using qualitative methods, this research will examine this situation by analyzing series of factors. First, the state potential of Britain and France. Second, systemic stimuli in the form of Germany's military operations. Third, the perceptions and capacities of geopolitical agents in Britain and France regarding the aforementioned factors. These factors will be analyzed using the theory of neoclassical geopolitics that will be applied to four events: Germany's withdrawal from International Disarmament Conference (1933), Anglo-German Naval Agreement (1935), occupation of Rhineland (1936), and annexation of Sudetenland and the Munich Agreement (1938). Research finding shows that in 1933 – 1935, the absence of sanctions against Germany was due to a misperception of the threat and a significant focus on domestic affairs. After that, from 1935 onwards, there was a tendency of appeasement by Britain and France due to three factors: diplomatic uncertainty, power inferiority, and misperception of Nazi Germany.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Andi Bagus Makkawaru
"Hubungan antara agama dan negara merupakan sebuah wacana yang hingga kini masih menarik untuk dibicarakan. Pembicaraan mengenai wacana tersebut sudah terjadi sejak era Santo Augustinus (354-430 M), bahkan mungkin jauh sebelum Augustinus lahir. Augustinus kemudian memperkenalkan istilah City of God atau Negara Tuhan. Lalu kemudian muncul Martin Luther dan John Calvin dengan Reformasi Protestannya, dilanjutkan dengan Hobbes yang juga berbicara mengenai bagaimana mengelola negara agar tercipta sebuali kedamaian. Ajaran Kari Marx yang terkenal sebagai penganut prinsip "Agama adalah Candu Masyarakat" juga diinterpretasikan oleh para pengikutnya, salah seorang di antaranya adalah Lenin, bahwa agama harus benar-benar dipisahkan dari negara, karena agama hanya akan meninabobokkan masyarakat. Perdebatan mengenai wacana tersebut juga berlangsung di Indonesia, dan mencapai saat yang paling menentukan adalah pada waktu dilakukannya perumusan dasar negara Indonesia; apakah berdasarkan agama (Islam) atau tidak. Perdebatan itu berlangsung antara Soekarno dengan Natsir, yang akhirnya dimenangkan oleh kelompok Soekarno dengan konsep Pancasila-nya. Wacana mengenai hubungan agama dan negara itulah yang akan menjadi permasalahan yang dikaji dalam skripsi ini. Dalam skripsi ini, agama yang dimaksud adalah agama Islam, dengan menjadikan Partai Keadilan Sejahtera (PK Sejahtera) sebagai objek penelitian. Skripsi ini akan memaparkan telaah penulis mengenai hubungan Islam dan negara dengan mengkaji konsepsi politik yang dimiliki oleh PK Sejahtera. Intinya, dalam skripsi ini, penulis mengemukakan turunan dari konsepsi politik PK Sejatera mengenai hubungan Islam dan negara dalam konteks politik Indonesia pasca reformasi 1998. Seperti yang dikemukakan oleh Munawir Sjadzali, terdapat tiga bentuk hubungan antara Islam dan negara, yakni bentuk yang tidak memisahkan antara keduanya; kemudian bentuk yang memisahkan keduanya; dan yang terakhir adalah bentuk yang tidak sepenuhnya memisahkan Islam dan negara, tetapi menjadikan Islam sebagai salah satu nilai yang menjiwai pengelolaan sebuah negara. Selanjutnya, dalam skripsi ini penulis juga mengemukakan bagaimana wujud praksis dari hubungan antara Islam dan negara dalam konteks politik Indonesia, yang dipraktikkan oleh salah satu kekuatan politik Islam yang muncul di era liberalisasi politik saat ini, yakni Partai Keadilan (Sejahtera).

The relation between religion and the state is an interesting topic that still discussed until now. The discussion about the topic had been happened since Santo Augustine era (354-430 AD). Even far before the Augustine born. Then, Augustine introduce The City of God concept. Next, Martin Luther and John Calvin came with their Protestant Reform, continued with Hobbes who also talked about how to manage a state to create peace. The Karl Marx teaching knowned as the follower of religion is "the opium of the people principle also been interpreted by the followers, one of them is Lenin, in his statement that religion must be separated with the state, because religion will only spoiling the people. The argument was also happening in Indonesia, and reach the most important moment when the basic concept of Indonesia took place, is based on religion (Islam) or not. That arguing happening between Soekarno and Natsir, that finally be won by Sockarno with his Pancasila concept. Until now, the topic about relation between Islam and State is still exists. The topic of that religion and state relation will become the point of this script. In this script, the religion represents Islam as religion, with Justice and Welfare Party (PK Sejahtera-Partai Keadilan Sejahtera) as the object of preference. This script will describe the writer's studied about religion and state relation by studying the PK Sejahtera political conception. The point is, in this script, writer is telling the derivation from political conception of PK Sejahters about Islam and State relation in Indonesian political context post reformation 1998. Like be explained by Munawir Sjadzali, there are three form of relation between Islam and the state. The first is the form that not separating between Islam and the state. Second is the form that makes separation between both. And the third is the form that not fully separating between both, but making Islam as one of the basic values of a state management. Finally, in this script the writers also explaining how the real implementation from the relation between Islam and the state in Indonesian political context. Practiced by Partai Keadilan Sejahtera, as one of the Islamic political power, which is reveal in the politics liberalization era today."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2005
S10555
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Situmorang, Grace Kara
"Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang mendasari sikap Rusia di dalam DK PBB mengenai konflik Suriah pada tahun 2011 - 2014. Pada bagian awal, penelitian ini akan membahas mengenai latar belakang terjadinya konflik, respon internasional dan langkah kebijakan luar negeri Rusia terutama dalam perannya sebagai anggota dari DK PBB.Dalam proses analisa, penelitian ini menggunakan teori dari William D.Coplin yang menyebutkan bahwa dalam pengambilan keputusan kebijakan luar negeri, terdapat faktor-faktor yaitu konteks internasional, politik domestik, ekonomi dan militer. Pada bagian akhir, penelitian ini akan membahas mengenai kebijakan luar negeri Putin dan bagaimana perannya sebagai pemimpin Rusia dalam tujuannya untuk menjaga kepentingan nasional Rusia dalam konflik Suriah.

The purpose of this research is to identify factors that determined Russia's decision in UNSC regarding Syria conflict from year 2011 to 2014. First, this thesis will explain the conflict background, international response and Russia's foreign policy decision as a permanent member of the UNSC.In analyzing the factors, the thesis used William D. Coplin theory of foreign policy decision making. This theory comprises of several factors in determining foreign policy international context, domestic politics, economy and military. In the last chapter, this thesis will analyse Putin's foreign policy in order for him to secure its national interest in Syria's conflict.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Didik Trimardjono
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1997
T9227
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>