Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 134396 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Mulyadi K.
"Tesis ini menguraikan tentang Saksi Non Polisi yang membantu polisi dalam mengungkap tindak pidana narkotika di Jakarta. Yang dimaksud dengan Saksi Non Polisi disini adalah Informan yang membantu polisi dalam melakukan penyelidikan, proses penangkapan dan berakhir hingga ke proses persidangan.
Maraknya peredaran narkotika saat ini sudah sangat meresahkan masyarakat, sehingga tidak ada satu pun Kabupaten dan Kotamadya di Jakarta yang bebas narkoba. Juga tidak ada kesatuan (TNI/Polri) dan instansi pemerintah lainnya di Jakarta ini menyatakan kantor atau instansi mereka bebas narkoba.
Korban-korban akibat penyalahgunaan narkoba sudah meliputi segmen kehidupan sosial. Mulai dari kalangan pelajar, mahasiswa, eksekutif muda, artis, olah ragawan, oknum aparat, pekerja malam, pengangguran, bahkan mulai merambah pada kalangan elit penyelenggara negara ini.
Untuk menanggulangi bahaya yang sudah mengancam tersebut pemerintah pusat membuat kebijakan melalui keputusan Presiden R.I. Na 116 th 1999, tanggal 29 September 1999, yaitu dengan mengganti instruksi Presiden No. 6 th 1971 tentang koordinasi tindakan dan kegiatan dari Instansi yang bersangkutan dalam usaha mengatasi, mencegah dan memberantas masalah penanggulangan narkotika yang dikoordinasikan oleh Badan Intelejen Negara (BAKIN) dengan membentuk Badan Koordinasi Narkotika Nasional (BKNN).
Melihat pelaksanaan tugasnya yang dinilai hanya bersifat koordinasi dan tidak memiliki kewenangan operasional akhirnya pemerintah mengganti BKNN dengan Badan Narkotika Nasional (BNN), berdasarkan Keppres R.I. No. 17 tahun 2002 tanggal 22 Maret 2002. BNN yang berkedudukan di bawah dan bertanggungjawab langsung kepada Presiden dengan Ketua Umum dijabat oleh Kapolri.
Sedangkan pada tingkat Propinsi, khususnya Pemda DKI Jakarta melakukan suatu penanggulangan dengan cara menyeluruh dan terpadu dalam suatu sistem terhadap penyalahgunaan narkoba berbasis masyarakat yang berada pada tingkat kelurahan. Kegiatan tersebut didukung oleh Lembaga Swadaya Masyarakat dengan menggunakan pola kerja melalui sistem pendekatan, yaitu pendekatan kepada Penegakan Hukum dan pendekatan kesejahteraan.
Sedangkan Kepolisian Polda Metro Jaya yang berada di wilayah kota Jakarta melalui satuan Reserse Narkotika berdasarkan tugas, wewenang, dan tanggungjawabnya dalam memberantas penyalahgunaan narkoba tidak saja memanfaatkan personil yang ada padanya saja. Melainkan dengan melibatkan potensi masyarakat yang ingin ikut serta secara aktif membantu tugas polisi.
Masyarakat yang memberikan informasi tersebut disebut Informan, dalam istilah reserse sehari-hari informan disebut Cepu. Peran serta masyarakat (yang bertindak sebagai informan) dalam rangka memberikan informasi terhadap penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika sangatlah penting. Karena kejahatan narkotika hingga saat ini merupakan masalah nasional bahkan internasional. Peredaran dan perdagangannya merupakan kejahatan yang dilakukan secara terorganisasi. Dengan demikian hanya informasi dari orang dalam saja yang memungkinkan terungkapnya kasus-kasus ini.
Salah satu kendala untuk menanggulangi penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika pada saat ini yaitu tidak adanya perlindungan kepada "orang dalam" (atau keluarganya) yang bertindak sebagai informan. Sehingga bagi masyarakat yang ingin memberikan informasi, timbul rasa ketakutan akan ancaman dari sindikat pengedar.
Walaupun Undang - Undang Republik Indonesia No 22 tahun 1997 Pasal 57 ayat (3) dan pasal 58 sudah mengatur tentang jaminan keamanan dan perlindungan serta penghargaan oleh pemerintah kepada pelapor, namun pada pelaksanaannya belum dapat diwujudkan.
Undang-Undang tersebut di atas cakupannya masih terlalu luas karena bentuk jaminan keamanan dan perlindungan yang wajib diberikan oleh pemerintah kepada pelapor baik itu masyarakat awam atau informan yang langsung membantu petugas dilapangan masih dalam wacana. Tidak jarang dalam praktek di lapangan masalah ini masih menimbulkan silang pendapat antara Penyidik dan Jaksa."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2002
T4473
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bestari Elda Yusra
"Tesis ini membahas permasalahan mengenai penerapan diversi terhadap anak yang melakukan tindak pidana narkotika di wilayah Pengadilan Negeri Klas 1 A Khusus Tangerang kendala mengenai penerapan diversi terhadap tindak pidana narkotika yang dilakukan oleh anak, dan upaya yang dilakukan untuk mengatasi kendala penerapan diversi terhadap tindak pidana yang dilakukan oleh anak pasca diberlakukannya Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak UU SPPA dan Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Perma Nomor 4 Tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan Diversi dalam Sistem Peradilan Pidana Anak. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif, dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan, pendekatan konseptual, pendekatan kasus, dan pendekatan komparatif. Metode pengumpulan data dilakukan dengan penelitian studi kepustakaan dan wawancara mendalam dengan narasumber yang memiliki kompetensi untuk menjawab permasalahan yang diteliti. Lokasi penelitian dilakukan di wilayah Pengadilan Negeri Klas 1 A Khusus Tangerang. Data-data yang diperoleh dari hasil penelitian dianalisa secara kualitatif.
Hasil penelitian di wilayah Pengadilan Negeri Klas 1 A Tangerang Khusus terhadap perkara narkotika anak pada tahun 2016 terdapat satu perkara narkotika yang dilakukan diversi dengan landasan Pasal 3 Perma Nomor 4 Tahun 2014. Kendala yang dihadapi oleh aparat penegak hukum, Petugas Pembimbing Kemasyarakatan Balai Pemasyarakatan PK Bapas Klas II Serang dan Penasihat Hukum yaitu adanya pembatasan kualifikasi tindak pidana yang dapat dilakukan diversi dalam Pasal 7 ayat 1 dan Pasal 9 ayat 1 UU SPPA, singkatnya waktu penanganan perkara anak, luas wilayah kerja Bapas, keterbatasan jumlah personil PK Bapas dan kendala mengenai sarana serta prasarana pendukung dalam proses pelaksanaan diversi terhadap perkara narkotika. Upaya yang dilakukan untuk mengatasi kendala tersebut yaitu meningkatkan koordinsi internal dan eksternal antara penyidik, penuntut umum, hakim daan Petugas PK Bapas, membentuk Tim Assesment Terpadu, melakukan sosialisasi mengenai diversi dan hak anak yang berhadapan dengan hukum, meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan sarana serta prasarana.

This thesis discusses the issue of the application of the diversion of juvenile committing a narcotic crime in the territory of the Tangerang Court Special 1 A, the constraints on the application of the diversion of the narcotic crime committed by children, and the attempts made to overcome the obstacle of the application of the diversion of criminal offenses conducted by children after the enactment of Law Number 11 Year 2012 on Juvenile Justice System UU SPPA and Regulation of the Supreme Court of the Republic of Indonesia Perma Number 4 Year 2014 on Guidelines for Implementation of Diversion in the Juvenile Justice System. The research method used are normative juridical, using the approach of legislation, conceptual approach, case approach, and comparative approach. Methods of data collection are done by research literature study and in depth interviews with resource persons who have competence to answer the problems studied. The location of the study was conducted in the area of Special Court Class A Tangerang. The data obtained from the results of the study were analyzed qualitatively.
The results of this research in Tangerang Court Special Class 1 A on the narcotics cases with juvenile offender in 2016, there is a narcotics case which is done by diversion based on Article 3 Perma Number 4 Year 2014. Obstacles faced by law enforcement officers, Correctional Precaution Officers PK Bapas Class II Serang and Legal Advisor that there is limitation of qualification of criminal acts that diversion can be done in Article 7 paragraph 1 and Article 9 paragraph 1 UU SPPA, short duration on handling juvenile case, the wide of working area of Correctional Hall Bapas, the limited number of personnel of Correctional Precaution Officers PK Bapas, and the obstacles regarding facilities and infrastructure as the supporting system during the process of implementation of the diversion in narcotic cases. Efforts are made to overcome these obstacles improving the internal and external coordination between investigators, prosecutors, judges and Correctional Precaution Officers PK Bapas , forming an Integrated Assessment Team, socialization about diversion and children right on facing conflict with the law, improving the quality of human resources, facilities, and infrastructures.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
T48857
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hardi Chandra
"Wilayah hukum Polres Metro Jakarta Barat memiliki 60% tempat hiburan malam di DKI Jakarta yang sangat potensial akan maraknya peredaran narkoba. Tindak pidana narkoba sendiri sudah dikategorikan sebagai kejahatan luar biasa (extra ordinary crime) yang dilakukan dengan menggunakan modus yang semakin berkembang dalam mengelabuhi petugas kepolisian. Ditambah lagi dengan perkembangan teknologi yang semakin cepat juga menjadi akselerator peredaran narkoba terutama di Jakarta Barat. Hal tersebut tentu menjadi tantangan tersendiri bagi Polres Metro Jakarta Barat untuk menangani dan menanggulangi penyalahgunaan narkoba, terutama dalam menggunakan diskresi bagi pengguna.
Polisi dalam menjalankan tugasnya di lapangan memiliki aturan-aturan khusus untuk melakukan tindakan hukum. Ketentuan tersebut tertuang dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, di samping itu juga memiliki aturan moral yang menjadi pedoman dan harus ditaati. Pedoman-pedoman kerja polisi tersebut memiliki keluwesan bertindak, kewenangan yang bersifat diskresioner, yakni kewenangan atau otoritas yang dimiliki polisi untuk melakukan tindakan yang menyimpang sesuai dengan situasi dan pertimbangan hati nuraninya. Penggunaan diskresi merupakan kekuatan polisi untuk menyelesaikan persoalan masyarakat secara cepat dalam rangka menciptakan keamanan dan ketertiban umum.
Penggunaan diskresi dalam penyidikan pada tindak pidana narkoba merupakan salah upaya untuk menangani dan menanggulangi penyalahgunaan narkoba. Polres Metro Jakarta Barat menggunakan diskresi untuk mengungkap jaringan peredaran narkoba dan dalam bentuk rehabilitasi. Dalam pengungkapan jaringan peredaran narkoba, teknik controlled delivery dan undercover buy yang digunakan lebih efektif jika didukung oleh penggunaan teknologi informasi. Sedangkan penggunaan diskresi dalam bentuk rehabilitasi diberikan kepada pengguna yang terbukti positif menggunakan narkoba tanpa barang bukti atau terdapat barang bukti namun dibawah ketentuan dalam SE MA Nomor 4 Tahun 2009.

Jurisdiction in Polres Metro Jakarta Barat have a 60% nightclubs in Jakarta potential of the extent of drug trafficking. The criminal act of drug itself has been categorized as an extraordinary crime committed by using a mode that is growing in a fool police officers. Coupled with increasingly rapid technological development has also become an accelerator drug trafficking, especially in West Jakarta. It is certainly a challenge for Polres Metro Jakarta Barat to handle and cope with drug abuse, especially in the use of discretion for the user.
Police in carrying out their duties in the field has specific rules to take legal action. The provisions contained in the Code of Criminal Procedure (KUHAP), in addition, it also has the moral rules that guide and must be obeyed. The guidelines of the police work with the flexibility to act, the authority is discretionary, the authority or the authority of the police to carry out actions that deviate according to the situation and consideration of conscience. The use of discretion is a police force to solve community problems quickly in order to create security and public order.
The use of discretion in the investigation on the crime of drug is one attempt to address and combat drug abuse. West Jakarta Metro Police use discretion to uncover the drug trafficking network and in the form of rehabilitation. In the disclosure of drug distribution network, controlled delivery and undercover techniques buy used more effectively if they are supported by the use of information technology. While the use of discretion in the form of rehabilitation is given to the user who tested positive for using drugs without evidence or there is evidence but under the provisions of the SEMA No. 4 tahun 2009."
Depok: Universitas Indonesia, 2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hardi Chandra
"Wilayah hukum Polres Metro Jakarta Barat memiliki 60% tempat hiburan malam di DKI Jakarta yang sangat potensial akan maraknya peredaran narkoba. Tindak pidana narkoba sendiri sudah dikategorikan sebagai kejahatan luar biasa (extra ordinary crime) yang dilakukan dengan menggunakan modus yang semakin berkembang dalam mengelabuhi petugas kepolisian. Ditambah lagi dengan perkembangan teknologi yang semakin cepat juga menjadi akselerator peredaran narkoba terutama di Jakarta Barat. Hal tersebut tentu menjadi tantangan tersendiri bagi Polres Metro Jakarta Barat untuk menangani dan menanggulangi penyalahgunaan narkoba, terutama dalam menggunakan diskresi bagi pengguna.
Polisi dalam menjalankan tugasnya di lapangan memiliki aturan-aturan khusus untuk melakukan tindakan hukum. Ketentuan tersebut tertuang dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, di samping itu juga memiliki aturan moral yang menjadi pedoman dan harus ditaati. Pedoman-pedoman kerja polisi tersebut memiliki keluwesan bertindak, kewenangan yang bersifat diskresioner, yakni kewenangan atau otoritas yang dimiliki polisi untuk melakukan tindakan yang menyimpang sesuai dengan situasi dan pertimbangan hati nuraninya. Penggunaan diskresi merupakan kekuatan polisi untuk menyelesaikan persoalan masyarakat secara cepat dalam rangka menciptakan keamanan dan ketertiban umum.
Penggunaan diskresi dalam penyidikan pada tindak pidana narkoba merupakan salah upaya untuk menangani dan menanggulangi penyalahgunaan narkoba. Polres Metro Jakarta Barat menggunakan diskresi untuk mengungkap jaringan peredaran narkoba dan dalam bentuk rehabilitasi. Dalam pengungkapan jaringan peredaran narkoba, teknik controlled delivery dan undercover buy yang digunakan lebih efektif jika didukung oleh penggunaan teknologi informasi. Sedangkan penggunaan diskresi dalam bentuk rehabilitasi diberikan kepada pengguna yang terbukti positif menggunakan narkoba tanpa barang bukti atau terdapat barang bukti namun dibawah ketentuan dalam SE MA Nomor 4 Tahun 2009.

Jurisdiction in Polres Metro Jakarta Barat have a 60% nightclubs in Jakarta potential of the extent of drug trafficking. The criminal act of drug itself has been categorized as an extraordinary crime committed by using a mode that is growing in a fool police officers. Coupled with increasingly rapid technological development has also become an accelerator drug trafficking, especially in West Jakarta. It is certainly a challenge for Polres Metro Jakarta Barat to handle and cope with drug abuse, especially in the use of discretion for the user.
Police in carrying out their duties in the field has specific rules to take legal action. The provisions contained in the Code of Criminal Procedure (KUHAP), in addition, it also has the moral rules that guide and must be obeyed. The guidelines of the police work with the flexibility to act, the authority is discretionary, the authority or the authority of the police to carry out actions that deviate according to the situation and consideration of conscience. The use of discretion is a police force to solve community problems quickly in order to create security and public order.
The use of discretion in the investigation on the crime of drug is one attempt to address and combat drug abuse. West Jakarta Metro Police use discretion to uncover the drug trafficking network and in the form of rehabilitation. In the disclosure of drug distribution network, controlled delivery and undercover techniques buy used more effectively if they are supported by the use of information technology. While the use of discretion in the form of rehabilitation is given to the user who tested positive for using drugs without evidence or there is evidence but under the provisions of the SEMA No. 4 tahun 2009."
Depok: Universitas Indonesia, 2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Achmad Fikri Rasyidi
"Skripsi ini membahas tentang beberapa permasalahan terkait dengan legalitas atau keabsahan penyidik sebagai saksi dalam pemeriksaan persidangan tindak pidana narkotika. Penelitian ini berfokus pada tiga pokok permasalahan, yaitu: tentang legalitas atau keabsahan penyidik sebagai saksi di persidangan berdasarkan KUHAP, kekuatan hukum pembuktian alat buksi saksi yang diberikan oleh penyidik di persidangan, dan keabsahan penyidik sebagai saksi dalam pemeriksaan persidangan tindak pidana narkotika berdasarkan Putusan Mahkamah Agung. Penelitian ini bermetodekan yuridis-normatif yang metode pengambilan data berfokus pada studi literatur hukum dan peraturan perundangundangan terkait. Hasil penelitian berkesimpulan bahwa penyidik tidak boleh bersaksi di persidangan atas perkara yang ia sidik sendiri dan menyarankan untuk dilakukannya fungsi kontrol terhadap penyidik dalam melakukan penyidikan agar kesaksiannya dapat di pertimbangkan hakim di proses pemeriksaan persidangan.

This thesis discusses some problems related to the legality of the investigator as a witness in a criminal trial drug. This study focuses on three main issues, namely: the legality of the investigator as a witness in a drug's criminal trial based on KUHAP, the strength of evidence given by the investigator in a drug?s criminal trial, and the legality of the investigator as a witness in a drug's criminal trial based on the Supreme Court Verdict. This study focus on juridical-normative study. The data retrieval methods focus on the study of literature and Indonesia's legislation. The results concluded that the investigator by some reasons is not allowed to be a witness in a drug's criminal trial and advise to add the controlling system for the investigator in conducting investigations in order to consider his testimony to the judge in the trial examination.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
S46899
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siagian, Victor S.P.
"Tindak pidana narkoba dikategorikan sebagai kejahatan yang luar biasa atau extra ordinary crime karena dilakukan dengan menggunakan modus operandi yang luar biasa. Peredaran gelap narkoba di Indonesia khususnya di DKI Jakarta sudah pada tahap yang sangat mengkhawatirkan, hal ini disebabkan dampak yang ditimbulkan dari peredaran gelap tersebut berupa penyalahgunaan narkoba telah banyak memakan korban di masyarakat. Direktorat Reserse Narkoba Polda Metro Jaya telah melakukan upayaupaya untuk menekan peredaran narkoba di daerah Jakarta.
Dalam penelitian yang dilakukan oleh penulis ditemukan bahwa banyak pelaku tindak pidana narkoba yang masuk kategori pengedar maupun pembuat narkoba adalah orang-orang yang tadinya merupakan pemakai narkoba. Mereka naik status nya menjadi seorang pengedar/bandar ataupun pembuat narkoba berawal dari pengalaman selama didalam tahanan. Ketika sipemakai narkoba ditangkap oleh penyidik, mereka ditempatkan satu sel dirumah tahanan dengan para tersangka pengedar maupun pembuat narkoba dimana penempatan secara bersama-sama dalam ruangan tahanan akan memberi peluang kepada tersangka pengedar/bandar untuk mempengaruhi dan mengajak tersangka pemakai tersebut untuk mau bekerjasama menjalankan bisnis peredaran narkoba tersebut kelak setelah keluar dari lembaga permasyarakatan.
Melihat kenyataan diatas, maka penulis mencoba membuat tulisan ini dimana didalamnya berisi anjuran agar pemakai narkoba dikategorikan sebagai korban penyalahgunaan narkoba dan agar kepada para tersangka pemakai tersebut dapat diberikan rehabilitasi medis atas ketergantungan narkoba. Anjuran untuk memberikan rehabilitasi kepada tersangka pemakai narkoba juga sesuai dengan amanat UU No. 35 tahun 2009 tentang narkoba dan SEMA No. 4 tahun 2010 dan terakhir ditegaskan dalam PP No. 25 tahun 2011.

Criminal drugs categorized as exceptional crimes or extra ordinary crime because it is done by using the modus operandi. Illicit drugs in Indonesia especially in Jakarta already at the stage that is very worrying, this is due to the impact arising from illicit drug abuse form has many take toll on society. Directorate of drug Polda Metro Jaya by has made efforts to suppress the circulation of drugs in the area of Jakarta. Criminal drugs categorized as exceptional crimes or extra ordinary crime because it is done by using the modus operandi. Illicit drugs in Indonesia especially in Jakarta already at the stage that is very worrying, this is due to the impact arising from illicit drug abuse form has many take toll on society. Directorate of drug polda metro jaya by has made efforts to suppress the circulation of drugs in the area of Jakarta.
In research conducted by the authors found that many of the perpetrators of the crime of drugs that enter the category of drug dealers and makers are the ones who used a drug user. They boarded his status of being a hustler or maker of drugs derived from the experience over in custody. When drug users arrested by investigators, they are placed in one cell at a prisoner with the suspected drug dealers and makers where the placement of a prisoner in a room together will give opportunities to suspect dealers to influence and engage users to suspect cooperates running a business that later after the circulation of drugs out of prison.
See the fact above, then the author tried to make this article contains recommendations that specify which user drugs categorized as victims of drug abuse and to keep to the suspect user may be given the medical rehabilitation of drug dependence. The suggestion to provide rehabilitation to drug users are also suspects in accordance with the mandate of UU No. 35 tahun 2009 tentang narkoba and SEMA No.4 tahun 2010 and last reaffirmed in PP No. 25 tahun 2011.
"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2011
T29907
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Agustina Fitrahayati
"Tulisan ini membahas tentang Strategi SWOT Dalam Pencegahan Relapse Melalui Analisis Peran Keluarga Pada Penyalah Guna Narkoba Di UPT Terapi Dan Rehabilitasi BNN. Metode penelitian menggunakan pendekatan kuantitatif. Berdasarkan hasil penelitian ditemukan fakta bahwa tingkat peran keluarga dalam pencegahan relapse pada penyalah guna narkoba di UPT Terapi dan Rehabilitasi BNN tergolong rendah hal ini hal ini dikarenakan peran keluarga dalam memberikan dukungan kepada residen belum optimal.
Berdasarkan dari Analasisi SWOT Strategi yang dapat dilakukan oleh BNN adalah Optimalisasi pemberdayaan edukasi keluarga mengenai akan pentingnya peran keluarga untuk menjaga sistem keluarga dalam mendukung pemulihan residen yang berkesinambungan dan peningkatan fasilitas pendukung system pelayanan dan program sebagai strategi dalam mencegah terjadinya relapse pada penyalah guna narkoba.
Kendala-kendala pada peran keluarga dalam pencegahan relapse adalah : 1. Persepsi dan pola pikir keluarga terhadap penyalah guna narkoba masih negative; 2. Masih rendahnya nilai-nilai keagaman dalam keluarga; 3. Keluarga sebagai kelompok dukungan masih memiliki jarak terhadap residen; 4. Keluarga sebagai kelompok dukungan belum memberikan perhatian secara maksimal; 5. Interaksi keluarga dimana struktur didalam keluarga tidak memainkan peran dan fungsi masing-masing anggota keluarga; 6. Keseimbangan didalam keluarga tidak normal; 7. Batas-batas didalam keluarga tidak lagi dijalankan; 8. Ketidakjelasan Keluarga menjalankan tugas-tugasnya sesuai dengan perannya; 9. Adanya ketidakjelasan visi dan misi didalam keluarga; 10. Peran aktif keluarga dalam mengikuti FSG masih rendah; 11. Fasilitas ruang kunjung keluarga yang dapat menjaga privasi antara keluarga dengan residen belum optimal; 12. Waktu visit yang ditetapkan oleh lembaga tidak berdasarkan kebutuhan keluarga, sehingga kelompok dukungan kurang maksimal.

This thesis discusses about Strategic SWOT Analysis Through in Relapse Prevention Family Role of Drug Abusers of UPT Therapy and Rehabilitation of National Narcotics Agency. The method used in this research is a quantitative approach. Based on the results of the study found that the level of the role of families in preventing relapse in drug abusers at UPT Therapy and Rehabilitation of National Narcotics Agency is low. Caused the role of the family in providing support to resident is not optimal.
Based on the analysis of SWOT strategies that can be done by National Narcotics Agency (BNN) is the family education regarding optimization of empowerment of the important role of family to keep the family system in support of a sustainable recovery and improvement resident facilities and program support services system as a strategy to prevent relapse in drug abusers.
There are some impacts on the role of families in preventing relapse, they are: 1. Family perception and mindset of the drug abusers still negative; 2. Religious value in the family is still low; 3. Family as a support group still have a distance to the resident; 4. Support the family as a group have not been paying attention to the maximum; 5. Family interaction in families where the structure does not play a role and function of each member of the family; 6. Balance within the family is not optimal; 7. Boundaries no longer run in the family; 8. Family vagueness in carrying out his duties in accordance with the role; 9. Any lack of clarity in the vision and mission of the family; 10. Active role in following Family Support Group activity is still low; 11. Facility of visit’s family that can maintain privacy between families with resident is not optimal;12. Visit’s time defined by the institution is not based on the needs of the family, so the support group less than the maximum.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Armita Eki Indahsari
"Ancaman bahaya narkoba tidak hanya menjadi isu global, tetapi juga menjadi isu strategis di Indonesia. Secara umum, upaya penanggulangan narkoba masih cenderung dipersepsikan sebagai hal yang berkaitan dengan pemberantasan (hard power) dan masih belum cukup diasosiasikan dengan upaya-upaya yang bersifat “lunak” seperti pencegahan, pemberdayaan masyarakat, dan rehabilitasi (soft power). Implementasi kebijakan dengan jenis pendekatan yang berbeda ini harus dilaksanakan secara beriringan dan berimbang sehingga penanggulangan permasalahan narkoba yang kompleks dapat lebih optimal. Penelitian ini akan menganalisis evolusi permasalahan narkoba saat ini dan potensi ancaman mendatang, urgensi strategi pendekatan soft power, serta implementasi dan faktor-faktor yang memengaruhi kebijakan strategi pendekatan soft power BNN dalam upaya penanggulangan penyalahgunaan narkoba di Indonesia. Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif dengan pendekatan eksploratif-deskriptif serta bersifat evaluatif. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara mendalam dan penelusuran literatur, juga dengan menganalisis pengalaman negara lain yang relevan dengan topik penelitian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendekatan soft power memiliki urgensi yang tidak kalah penting dibandingkan dengan pendekatan hard power. Pemerintah Indonesia melalui BNN mengadaptasi strategi kebijakan pendekatan soft power dalam upaya penanggulangan penyalahgunaan narkoba di Indonesia. Namun dalam praktiknya, masih terdapat sejumlah kendala sehingga perlu dilakukan penguatan branding upaya pendekatan soft power, pengembangan sistem publikasi informasi dan edukasi bahaya narkoba, penguatan payung hukum pengelolaan upaya P4GN, pembangunan sistem Satu Data P4GN, serta pengelelolaan sumber daya organisasi BNN yang lebih efektif. Kebijakan P4GN di Indonesia perlu dibuat lebih komprehensif untuk menanggulangi ancaman bahaya narkoba yang berdampak pada ketahanan nasional Indonesia di masa mendatang.

The threat of drug dangers is not only a global issue but also a strategic issue in Indonesia. In general, drug control efforts still tend to be perceived as related to eradication (hard power). They are still not sufficiently associated with "soft" efforts such as prevention, community empowerment, and rehabilitation (soft power). The implementation of policies with different types of approaches must be carried out simultaneously and in a balanced manner so that the handling of complex drug problems can be more optimal. This study will analyze the evolution of the current drug problems and potential future threats, the urgency of a soft power approach strategy, and the implementation and factors that influence the BNN's soft power approach policy in efforts to overcome drug abuse in Indonesia. The research method used is qualitative, with an exploratory-descriptive and evaluative approach. Data collection was carried out through in-depth interviews and literature searches, as well as by analyzing the experiences of other countries relevant to the research topic. The results of the study show that the soft power approach has an urgency that is no less important than the hard power approach. The Indonesian government, through the BNN, has adapted a soft power approach policy strategy in efforts to reduce drug abuse in Indonesia. However, in practice, there are still several obstacles, so it is necessary to strengthen the branding of soft power approach efforts, develop a system for publishing information and education on the dangers of drugs, strengthen the legal umbrella for managing P4GN efforts, build a One Data P4GN system, and manage BNN organizational resources more effectively. The P4GN policy in Indonesia needs to be made more comprehensive to overcome the threat of drug dangers that will impact Indonesia's national resilience in the future.

"
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wirman Burhan
"Ketahanan Nasional seperti yang dirumuskan dalam Garis-garis Besar Haluan Negara, pada hakekatnya adalah kemampuan dan ketangguhan suatu bangsa untuk menjamin kelangsungan hidupnya menuju kejayaan bangsa dan negara. Ketahanan yang demikian itu perlu pemeliharaan dan pengembangan terus menerus. Upaya ini dapat dilakukan melalui pembangunan nasional, dengan demikian pembangunan nasional itu pada hakekatnya merupakan upaya untuk mewujudkan ketahanan nasional. Ketahanan Nasional yang tanguh akan makin mendorong pembangunan nasional dan sebaliknya berhasilnya pembangunan nasional berarti meningkatnya kualitas ketahanan nasional.
Pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan suatu masyarakat adil dan makmur yang merata materil dan spirituil berdasarkan Pancasila, didalam wadah negara kesatuan Republik Indonesia yang merdeka, berdaulat, bersatu dan berkedaulatan rakyat, dalam suasana perikehidupan bangsa yang aman, tentram, tertib dan dinamis dalam lingkungan pergaulan dunia yang merdeka, bersahabat, tertib dan damai. Pembangunan tersebut tidak mungkin terwujud dalam beberapa tahun, atau beberapa pelita atau satu dua generasi. Yang penting bahwa semua upaya pembangu nan harus di arahkan sedemikian rupa hingga setiap tahap makin mendekati kearah tujuan tersebut dan akhirnya mencapai tujuan nasional yang sesuai dengan apa yang digariskan dalam pembukaan UUD 1945.
Sumber daya manusia merupakan salah satu faktor yang menentukan dalam keberhasilan pembangunan. Sumber daya manusia Indonesia cukup besar, jumlah penduduk Indonesia sampai saat ini menduduki urutan kelima di dunia setelah RRC, India, Uni Soviet dan Amerika Serikat. Menurut sensus penduduk tahun 1961 penduduk Indonesia berjumlah 97.085.348 jiwa dan pada sensus penduduk tahun 1971 berjumlah 119.208.229, sensus penduduk tahun 1980 berjumlah 147.490.298 dan sensus 1985 berjumlah 163.875.899. Laju pertumbuhan penduduk Indonesia tergolong cukup tinggi. Dalam kurun waktu 1964-1971 laju pertumbuhan penduduk rata-rata 2,1 persen pertahun, tahun 1971-1980 meningkat menjadi 2,3 persen , tahun 1981-1983 menjadi 2,2 persen dan tahun 1984-1987 menjadi 2,17 persen, sedangkan tahun 1988-1990 diperkirakan menjadi 2 persen pertahun. Dari laju pertumbuhan penduduk ini terlihat angka pertambuhan yang sangat menyolok pada penduduk yang berusia 0-20 tahun, dimana pada tahun 1985 berjumlah 82 juta (50%) , tahun 1987 berjumlah 85 juta (50%), tahun 1986 berjumlah 84 juta (50%), sedangkan pada tahun 1988 berjumlah 86 juta (49%).
Jumlah penduduk yang besar dengan pertumbuhan yang cukup tinggi ini dapat merupakan modal dasar dalam pembangunan, tetapi dapat juga merupakan penghambat jalannya pembangunan itu sendiri. Jumlah penduduk dan laju pertumbuhan penduduk yang tidak seimbang dengan laju pertumbuhan dari seluruh aspek-aspek kehidupan nasional dapat menimbulkan berbagai kerawanan dan dapat mempengaruhi ketahanan nasional Indonesia. Sumber daya manusia yang tidak dapat dimanfaatkan menimbulkan pengaruh terhadap aspek-aspek sosial, ekonomi, politik dan pertahanan keamanan ke arah yang negatif.
Dalam pembangunan nasional, wawasan nusantara mencakup perwujudan kepulauan nusantara sebagai satu kesatuan politik, satu kesatuan sosial kebudayaan, satu kesatuan ekonomi dan satu kesatuan pertahanan keamanan dengan Pancasila sebagai landasan Idealnya dan UUD 1945 sebagai landasan konstitusionalnya. Selanjutnya wawasan nusantara sebagai wawasan nasional yang melandasi konsepsi ketahanan nasional Indonesia.
Ketahanan Nasional pada hakekatnya adalah konsepsi pengaturan dan penyelenggaraan kesejahteraan dan keamanan dalam kehidupan nasional yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 atau dengan kata lain, konsep ketahahan nasional Indonesia adalah pengejawantahan Pancasila dan UUD 1945 dalam segala aspek kehidupan?"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1990
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nasution, Yusran
"Penyalahgunaan obat terlarang di kalangan remaja/pelajar dewasa ini merupakan masalah yang sangat kompleks. Karena tidak hanya menyangkut pada remaja atau pelajar itu sendiri akan tetapi juga melibatkan banyak pihak baik keluarga, lingkungan tempat tinggal, lingkungan sekolah, serta aparat hukum, baik sebagai faktor penyebab, pencetus maupun yang menanggulangi. Agar keluarga/orang tua dapat mencegah tindakan penyalahgunaan NAZA yang kemungkinan dilakukan oleh putra-putri mereka, maka orang tua/keluarga perlu dibekali pengetahuan tentang NAZA. Tujuan survei ini untuk mengetahui pengetahuan orang tua murid SLTP tentang jenis, bentuk, cara penggunaan serta ciri-ciri fisik pengguna NAZA.
Survey ini menggunakan rancangan deskriptif analitik yang bersifat cross-sectional untuk mengukur tingkat pengetahuan orang tua murid SLTP tentang NAZA pada sekolah terpilih di Kotamadya Depok. Pengetahuan orang tua murid terhadap jenis, bentuk, cara penggunaan dan ciri fisik anak pengguna NAZA seperti Minuman Keras, Kelompok Sedatin (Pil BK/Magadon/Rohipnol), Ganja/mariyuana, Opium (Heroin/putaw), Amphetamin (Ekstasi/sabu-sabu) serta Kokain masih sangat rendah. Hal ini terlihat dari sekitar 33.3% diantara orangtua murid hanya mengetahui paling banyak 2 dari 6 jenis NAZA tersebut. Ada 26.5% orangtua murid yang tidak tahu bentuk minuman keras, 49.6% tidak tahu bentuk Pil BK/magadon/rohipnol, 44.4% tidak tahu bentuk Ganja, 62.4% tidak tahu bentuk Heroin, 57,3% tidak tahu bentuk Ekstasi dan 75.2% orang tua murid tidak tahu bentuk Kokain.
Pengetahuan terhadap cara penggunaan NAZA, 13.1% orang tua murid tidak tahu cara penggunaan Minuman Keras, 57.6% Pi1 BK/Magadon/Rohipnol, 44.4% Ganja, 62.6% Heroin, 68,7% Ekstasi dan 78.8% tidak tahu cara penggunaan Kokain. Sedangkan pengetahuan orang tua murid terhadap ciri-ciri fisik anak pengguna NAZA sebagian besar responden tidak dapat mengetahuinya dengan baik. Sebagian besar orangtua murid memperoleh informasi tentang NAZA melalui media majalah/koran atau televisi dibandingkan dengan penyuluhan maupun seminar."
Depok: Lembaga Penelitian Universitas Indonesia, 2002
LP-Pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>