Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 114610 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Situmorang, Ratna Uly
"Krisis moneter yang melanda perekonomian Indonesia menyebabkan aktivitas perekonomian rakyat mengalami kemunduran termasuk di dalamnya adalah usaha budidaya peternakan ikan. Berdasarkan data yang diperoleh pada akhir tahun 1996, jumlah penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan tercatat 27 juta jiwa, namun pada tahun 1999 meningkat menjadi sekitar 54 juta jiwa.
Luas wilayah Kabupaten Kampar ± 11.707,60 km2. dengan potensi lahan untuk pengembangan budidaya perikanan air-tawar dalam kolam seluas 2.000 ha yang terdiri dari kolam berpengairan irigasi luasnya 826,60 ha dan kolam tadah hujan luasnya 1.137,40 ha. Pemanfaatan lahan untuk kolam di Kabupaten Kampar tahun 2000 baru meliputi lahan seluas 538 ha, jadi untuk usaha pengembangannya masih terbuka peluang lahan yang sangat besar.
Permasalahan dalam penelitian ini adalah:
1. Apakah kegiatan budidaya air-tawar kolam dapat meningkatkan kualitas hidup peternak ikan di Kabupaten Kampar
2. Faktor- faktor apa saja yang menentukan dalam peningkatan hasil produksi dan pendapatan dari kegiatan budidaya perikanan air-tawar tersebut.
Tujuan penelitian ini adalah:
1. Mengukur derajat huhungan meningkatnya hasil produksi budidaya perikanan air-tawar dengan peningkatan kualitas hidup masyarakat
2. Menentukan ukuran kolam budidaya yang layak dan dapat meningkatkan pendapatan.
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah :
1. Variabel-variabel budidaya perikanan mempunyai korelasi terhadap kualitas hidup
2. Tingkat kemampuan sumber daya manusia masyarakat peternak ikan dalam pengembangan kegiatan budidaya perikanan sangat menentukan berhasilnya upaya peningkatan kualitas hidup.
Lokasi penelitian ada tiga kecamatan di Kabupaten Kampar, ditentukan berdasarkan purposed sampling. Masing-masing kecamatan ditentukan tiga desa yang merupakan wilayah yang potensial dalam budidaya perikanan air-tawar dalam kolam. Penentuan banyaknya sampel individu (responden) di tiap-tiap desa digunakan cara simple random sampling, yang keseluruhannya berjumlah 180 responden.
Pengumpulan data primer dilakukan dengan pengamatan lapangan serta wawancara berdasarkan kuesioner, wawancara dengan masyarakat peternak ikan, masyarakat bukan peternak ikan, dengan petugas lapangan. Sumber data sekunder diperoleh dari literatur dan pihak instansi yang berhubungan dengan masalah yang diteliti.
Variabel-variabel kualitas hidup yang digunakan dalam penelitian ini yaitu, 1) Kesehatan masyarakat 2) Pendapatan, 3) Pendidikan, 4) Peran serta, 5) Ketenteraman dan keadilan dan 6) Kualitas lingkungan.
Analisis data dilakukan secara kuantitatif dengan memakai statistik non-parametrik, yaitu menggunakan rumus Chi-kuadrat yang diteruskan dengan uji contingency, disertai pula dengan analisis kualitatif.
Berdasarkan hasil penelitian dapat dikemukakan bahwa peningkatan pendapatan dari usaha budidaya perikanan air-tawar merupakan salah satu faktor penting dalam peningkatan kualitas hidup masyarakat.
Berdasarkan pengukuran analisis kelayakan usaha budidaya perikanan air-tawar bahwa, ukuran kolam 400m2 layak untuk usaha budidaya ikan.
Faktor-faktor yang menentukan dalam usaha pengembangan kegiatan budidaya perikanan air-tawar di Kabupaten Kampar adalah: 1) Faktor pelaku perikanan yaitu masih kurangnya kualitas sumber daya manusia peternak ikan sebagai pelaku langsung usaha perikanan; dan 2) Faktor yang terkait dengan kegiatan perikanan, yaitu: a. Aparatur perikanan yang profesional terbatas jumlahnya , b. Produktivitas Balai Benih ikan (BBI) di Bangkinang kurang mencukupi kebutuhan benih untuk budidaya, hal ini disebabkan masih kurangnya sarana dan prasarana pembenihan dan biaya operasional, c. Kurangnya permodalan untuk pengembangan usaha budidaya d. Koperasi belum berfungsi dengan baik dalam menyalurkan sarana produksi dan memperluas jaringan pemasaran, e. Sarana jalan dan tranportasi di beberapa tempat tertentu kurang memungkinkan untuk pengembangan usaha perikanan, f. Konsumsi ikan per kapita masyarakat per tahun masih rendah dan g. Sarana informasi perikanan masih kurang.

The Improvement of the Community Quality of Life through Fresh Water Fish AquacultureThe monetary crisis which influence economy in Indonesia causes people economy activity is undergoing decline include of the fish culture effort. Based on data in 1996, the population who lives under poverty line recorded 27 million person, but in 1999 increase to be 50 million people.
The wide area of Kabupaten Kampar ± 11.707,60 km2, with the land potency for fresh water fish aquaculture development in the pool wide area 2.000 ha consist of pool has irrigation waters system wide area 862,60 ha and temporary pool with the waters system come from rain wide area 1.137,40 ha. The utilization of land for pool in the Kabupaten Kampar for 2000 period consist of wide land 538 ha, the big opportunity effort to develop the land is open widely.
The problem in this research:
1. Does the fresh water fish aquaculture influence the community of life?
2. What kind of factors determine for the income improvement and fresh water fish aquaculture production.
The research has purpose to:
1. Measure degree of relation the increasing of fresh water fish aquaculture production with the community quality improvement
2. Measure benefits pool measurement in order to improve income and life quality entirely.
The location of research is divided into three location such as Kabupaten Kampar, determine is based on purposed sampling. Each sub-district is selected three villages that have potential area for fresh water fish aquaculture. Furthermore in order to determine individual sample (respondent) in every village is used by simple random sampling, with total amount of 180 respondents.
The primary data collection is carry out by using direct observation and also interview based on questionnaire, interview, with the fisherman community, non-fisherman community, with site survey staff. The secondary data source is taken from literature and institution party has connection with the issue.
The variables quality of life is used in this research as follows, 1) Community health 2) Income, 3) Education, 4) Community role, 5) Tranquility and Justice, and 6) Environment quality.
The data analysis is carrying out quantitative by using non-parameter statistic, such as using Chi-quadrate formulation which followed to the contingency test together with qualitative analysis.
Based on the above relation can take into conclusion that income improvement of fresh water fish aquaculture is one of essential factor in term of community life quality improvement has source of revenue.
The problem is recognized in order to develop fresh water fish culture activity effort to increase fishery production and income as follows: 1) The fisherman executor: there is still low of human resources quality as direct executor in the fishery field; and 2) Related factor with the fishery activity such as:
a. Limitation of human resources of fishery apparatus which is professional, b. There is still low of BBI productivity in Bangkinang due to lack of process of seed and operational cost. It is difficult for BBI to implement its function to produce enough and certain kind of fish seed, c. It is not yet investor which invests the asset to develop this pool aquaculture effort, d. It is no function well of the cooperative society to allocate production facility and expand of marketing network, e. Lack of road and transportation facility on several places which possible to develop fishery effort, f. There is still low of fish consumption by community per capita per year and g. lack of information facility.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2003
T7502
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dede Kuswanda
"Program Inpres Desa Tertinggal (IDT) merupakan program pembangunan untuk mengentaskan kemiskinan melalui pemberdayaan masyarakat yang dilakukan secara nasional dengan biaya yang cukup besar dan merupakan yang pertama kali dilaksanakan di Indonesia, adalah alasan pentingnya diadakan penelitian.
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut maka permasalahan penelitian adalah "apakah praktek pemberdayaan masyarakat melalui program IDT mendorong berkembangnya masyarakat mandiri?".
Secara umum tujuan penelitian adalah untuk mengetahui atau memperoleh gambaran tentang pelaksanaan pemberdayaaan masyarakat oleh pendamping melalui program IDT.
Teori dan konsep yang dijadikan sebagai landasan dalam penelitian adalah teori dan konsep tentang pemberdayaan (empowerment), pengembangan masyarakat (community development), kemiskinan, dan program Inpres Desa Tertinggal (IDT).
Metode yang digunakan dalam penelitian adalah metode penelitian kualitatif dengan teknik pengumpulan data berupa : wawancara, studi kepustakaan, dan studi dokumentasi.
Dari hasil penelitian diperoleh gambaran bahwa pengetahuan yang diberikan berupa pengetahuan tentang program atau proyek IDT, pemberian motivasi, dan pendekatan partisipatif dalam memberdayakan masyarakat.
Berdasarkan hasil analisis dapat disimpulkan secara umum bahwa praktek pemberdayaan masyarakat melalui program IDT belum mendorong ke arah berkembangnya masyarakat mandiri. Untuk itu maka saran yang diaiukan adalah perlunya menumbuhkan kesadaran masyarakat dan memperkuat daya atau potensi yang dimiliki."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Silitonga, Tulus Pangidoan
"Tesis ini mengangkat permasalahan lemahnya koordinasi pelaksanaan kegiatan penyuluhan pertanian secara menyeluruh yang meliputi pertanian tanaman pangan, perikanan dan peternakan. Adapun mengenai pelaksanaan koordinasi penyuluhan pertanian tersebut agar dapat berjalan lancar dan efektif dipengaruhi oleh faktor kepastian hukum terhadap kedudukan dan tanggungjawab pelaksanaan kegiatan serta pedoman penyelenggaraan pelaksanaan penyuluhan pertanian secara umum, keterpaduan perencanaan kegiatan penyuluhan pertanian secara umum, susunan birokrasi penyuluhan pertanian yang proporsional, profesionalisme SDM penyuluh pertanian, sarana dan prasarana transportasi dan komunikasi, serta ketaatan dan loyalitas terhadap pekerjaan.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang menghasilkan data deskriptif yang diperoleh melalui wawancara mendalam dengan para informan, observasi, dan studi kepustakaan. Pemilihan informan dilakukan dengan cara purposive, dengan memilih sumber yang dapat memberi informasi yang relevan. Dengan demikian maka informan yang dipilih dapat memberikan informasi yang diperlukan dalam penelitian ini secara tepat dan mendalam.
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa, dengan adanya perubahan yang dilakukan terhadap penyuluhan pertanian secara menyeluruh, yang meliputi pertanian tanaman pangan, perikanan, dan peternakan, menuntut para penyuluh pertanian dapat menyelaraskan keadaan tersebut terhadap pelaksanaan penyuluhan pertanian. Dan untuk mewujudkan hal tersebut, kegiatan penyuluhan pertanian perlu mengadakan koordinasi agar dapat memenuhi kebutuhan masyarakat terhadap penyuluhan pertanian secara umum. Namun, adanya kendala-kendala yang dihadapi dalam melaksanakan koordinasi berupa belum adanya pengaturan yang jelas terhadap pelaksanaan koordinasi, perencanaan penyuluhan pertanian yang belum terpadu dan terarah, struktur birokrasi yang tidak proporsional, profesionalisme dan jumlah SDM yang belum memadai, sarana dan prasarana transportasi dan komunikasi yang tidak mendukung, serta ketaatan dan loyalitas terhadap pekerjaan, menyebabkan lemahnya pelaksanaan koordinasi tersebut dan belum dapat dilakukan secara efektif. Untuk itu, perlu ada pembenahan dari faktor-faktor tersebut agar kelancaran dan keefekfifan dari pelaksanaan koordinasi dapat berjalan dengan baik.
Sangat diharapkan agar kegiatan penyuluhan pertanian dapat terlaksana dengan baik melalui koordinasi pelaksanaan penyuluhan pertanian. Untuk itu, perlu kiranya Pemerintah Daerah sesegera mungkin membuat suatu pengaturan terhadap kegiatan koordinasi penyuluhan pertanian melalui Dinas Pertanian Tanaman Pangan, Perikanan dan Peternakan agar koordinasi kegiatan penyuluhan pertanian dapat berjalan lancar. Selain itu, perlu adanya pengkajian kembali dari pihak Dinas terhadap keberadaan dan Kantor Cabang Dinas dan Balai Penyuluhan Pertanian yang sama-sama mempunyai kewenangan dalam pengaturan penyuluhan pertanian di tingkat kecamatan. Dan penyuluh sendiri juga harus mempunyai kesadaran dan pengabdian yang tinggi terhadap tugas dan pekerjaannya agar pelaksanaan kegiatan penyuluhan pertanian dapat terlaksana."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T7155
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Diden Rostika
"Tesis ini merupakan hasil penelitian mengenai pemberdayaan masyarakat miskin, melalui Program Pengembangan -Kecamatan, di Kabupaten Sumedang, Kecamatan Tanjungsari tahun 1999-2002.
Dilatarbelakangi oleh ketidakberhasilannya program ini dalam meningkatkan pendapatan ekonomi masyarakat miskin, maka peneliti mencoba melakukan penelusuran terhadap proses sosialisasi ditahap perencanaan kegiatan, proses pelaksanaan kegiatan dan pemeliharaan program.
Pendekatan penelitian yang digunakan adalah pendekatan kualitatif, dengan jenis penelitian deskriptif analitik untuk menghasilkan informasi-informasi tentang proses pelaksanan program, yang diperoleh melalui informan. Pemilihan informan didahului dengan membuat theoretical sampling dan dilanjutkan dengan penarikan sample secara "snowball sampling" yang meliputi petugas, dan penerima program. Untuk mendapatkan informasi dari informan tersebut peneliti menggunakan teknik "in-depth inleruiew ", observasi dan studi dokumentasi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa, pemberdayaan masyarakat miskin di Desa Margaluyu kurang berhasil memberdayakan masyarakat miskin. Penyelenggaraan program tidak mampu meningkatkan pendapatan ekonomi bagi masyarakat miskin, bantuan yang diberikan program terutama untuk UEP dan KSP belum cukup memberikan peluang bagi peningkatan pendapatan, penyediaan lapangan kerja, dan juga belum bisa membangun kelompok masyarakat dalam bentuk UEP atau KSP yang kuat, juga malah membuat keharmonisan sebagian masyarakat dengan aparat desa menjadi terganggu karena kecurigaan-kecurigaan masalah dana proyek.
Kegagalan ini berawal dari sosialisasi program yang kurang memasyarakat. yang berakibat pada persepsi yang berbeda, dan motivasi partisipasi yang berlainan, disini motif ekonomi sangat dominan dalam mendorong masyarakat untuk berpartisipasi dalam program ini. Didukung oleh pendampingan yang tidak berkesinambungan, kompetensi sebagai cotmnunity worker tidak memadai dan pendamping masyarakat yang bekerja lebih berorientasi pada tugas sesuai petunjuk teknis dan petunjuk operasional bukan pada proses sehingga kurang bermanfaat bagi anggota kelompok dan anggota masyarakat pada umumnya. Juga pendekatan yang dilakukan pada proses pemberdayaan untuk mencapai.hasil yang maksimal perlu disesuaikan dengan komunitas yang ada, dalam satu komunitas ada saatnya `didekati' dengan pendekatan yang directive tetapi ada saatnya menggunakan pendekatan yang non-directive.
Pola perguliran yang dikembangkan tidak menyebarluas menjangkau sasaran yang lebih jauh, tapi membentuk kelompok-kelompok kecil yang lebih eksklusif karena hanya orang-orang tertentu dan orang-orang yang sama yang bisa menikmati pelayanan program melalui UEP.
Berbagai upaya perubahan dan perbaikan perlu dilakukan, program pemberdayaan harus dilakukan secara komprehensif dalam seluruh aspek kehidupan dengan memprioritaskan sesuai dengan kondisi dan kebutuhan dengan pendekatan directive atau non-directive. Membangun perekonomian desa dengan potensi yang ada dengan memperluas jaringan kerja, membangun lembaga perekonomian seperti misalnya koperasi, guna menghimpun petani tembakau dan kelompok UEP lainnya kedalam satu wadah yang dapat mempermudah dan daya tawar menjadi transparan, menguatkan kelompok UEP agar mampu bersaing dan menumbuhkan produktifitas yang pada akhirnya dapat mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T10942
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kismartini
"Pertumbuhan penduduk di perkotaan berkembang dengan sangat pesat. Tahun 1989 jumlah seluruh penduduk di Indonesia 176 juta jiwa, dengan angka pertumbuhan rata-rata 2,1 pertahun akan menjadi 216 juta jiwa pada tahun 2000. Dari jumlah tersebut pada saat ini 27 persen adalah penduduk perkotaan, pada tahun 2000 diprediksikan menjadi 38 persen yang tinggal di perkotaan.
Tekanan jumlah penduduk juga dirasakan oleh kota Semarang. Menurut analisis data sekunder hasil sensus penduduk pada tahun 1980 adalah 1.024.940 jiwa, sedangkan pada tahun 1971 masih berjumlah 641.795 jiwa, ini berarti ada peningkatan 59,7 persen selama 9 tahun atau rata-rata 5,3 persen per tahun. Meskipun pada dasawarsa terakhir (1980-1989) pertumbuhan penduduk bisa ditekan, namun kepadatan masih sangat dirasakan untuk daerah-daerah tertentu. Misalnya di wilayah penelitian kepadatan sudah di atas 500 jiwa/ha. Tekanan penduduk yang melebihi daya dukung ini menyebabkan munculnya pemukiman dengan tatanan yang serba tidak teratur. Pemukiman seperti ini tumbuh dengan pesat dan tidak terkendali sehingga menjadi daerah yang kumuh dengan penduduk rendah pendidikan dan penghasilan. Jumlah penduduk miskin itu sendiri di perkotaan pada dasawarsa terakhir ini tidak menunjukkan adanya penurunan yang berarti, bahkan cenderung untuk meningkat.
Dalam upaya mengentaskan masalah kemiskinan di perkotaan, Pemerintah melaksanakan suatu program yang disebut Program Perbaikan Kampung. Dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat tersebut. Program Perbaikan Kampung mempunyai fasilitas bantuan kepada masyarakat yang terdiri dari penyediaan air bersih, perbaikan jalan, perbaikan selokan dan bantuan jamban keluarga.
Sedangkan kualitas hidup dalam penelitian ini meliputi lima aspek kualitas, yaitu aspek fisik dilihat dari kelayakan rumah, aspek ekonomi dilihat dari kemiskinan dan persen pengeluaran untuk makan, aspek kesehatan, aspek psikologis dilihat dari kebetahan bertempat tinggal, aspek sosial kemasyarakatan.
Yang menjadi pertanyaan dalam penelitian ini adalah faktor-faktor apakah yang mempengaruhi kelima aspek kualitas hidup tersebut di atas dan apakah program perbaikan kampung mempengaruhi kelima aspek kualitas tersebut.
Adapun penelitian ini mempunyai tujuan:
1. Mengetahui pengaruh Perbaikan Kampung terhadap Kualitas Hidup.
2. Mengetahui pengaruh Kondisi Lingkungan Sosial terhadap Kualitas Hidup.
3. Mengetahui keberhasilan Program Perbaikan Kampung dalam meningkatkan Kualitas Hidup.
Lokasi penelitian adalah tiga Kelurahan di Kecamatan Semarang Tengah, ditentukan berdasarkan cara purposive sampling. Masing-masing kelurahan diambil satu RW yang merupakan wilayah paling padat penduduknya. Selanjutnya untuk menentukan banyaknya sampel di tiap-tiap RW digunakan cara proporsional random sampling, yang keseluruhannya berjumlah 105 responden.
Pengumpulan data primer dilakukan dengan cara wawancara berdasarkan kuesioner, wawancara mendalam dengan masyarakat dan petugas KIP serta observasi lapangan. Sedangkan data sekunder diperoleh dari bahan literatur dan dari instansi terkait. Analisis data dilakukan secara kuantitatif dengan memakai statistik non parametrik, yaitu menggunakan rumus Chi-Square yang diteruskan dengan uji Coefficient Contingency, disertai pula dengan analisis kualitatif.
Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa variabel-variabel Perbaikan Kampung mempunyai korelasi yang signifikan terhadap Kualitas Hidup dilihat dari faktor layak rumah dengan derajat hubungan yang cukup kuat, berpengaruh pula terhadap faktor Kesehatan dengan derajat hubungan yang cukup kuat, akan tetapi kurang berpengaruh terhadap Kualitas Hidup dilihat dari faktor Kemiskinan, Peranserta dalam Pembangunan dan faktor Kebetahan Bertempat Tinggal.
Variabel-variabel Lingkungan Sosial mempunyai korelasi yang signifikan terhadap Kualitas Hidup balk dilihat dari layak rumah, kemiskinan, kesehatan maupun peranserta dalam pembangunan, akan tetapi kurang berpengaruh terhadap kebetahan bertempat tinggal.
Jadi dari hasil korelasi tersebut dapat disimpulkan bahwa Program Perbaikan Kampung lebih berhasil dalam meningkatkan kualitas fisik pemukiman akan tetapi kurang berhasil dalam meningkatkan kualitas ekonomi dan kualitas sosial kemasyarakatan.

The population of the city tends to grow very fast. With a 2.1% average annual growth rate, the population of the city, which had been estimated as 176 million in 1989, is predicted to count for 216 millions in the next 2000. At present, 27% of the total city population is found in the urban areas, which means that in the next 2000, the percentage will count for 38%.
Population pressure is one of the Semarang city problems. According to the 1980 census, the number of the city population in the same year is 1 024 940, compared to the city population in 1971, i.e. 641 795. That means that within nine years, the city population has undergone an increment of 57.7% or annual average of 5.3%.
Even though during the last decade various efforts had been conducted to control the population growth, in some parts of the city areas, population density is significantly increasing. This is particularly true with regard to the observed areas, where population density is more than 500/sqm. Such population pressure rendered the areas overpopulated and thus exceeding the physical carrying capacity. Such condition has been made severe with the emergence of various disordered population settlements. The uncontrolled settlements have grown very fast, creating slums areas with low-educated and low-income inhabitants adding to the increasing numbers of the urban poor.
In the frame of urban poverty eradication, the government has launched a program named as the Kampung Improvement Program (KIP), aiming to improve the quality of life of the urban poor. This program has been continuously providing social facilities to the urban poor in the form clean water provisions, street improvements, latrines and wastewater infrastructure/ facilities.
In light of its parameters, the quality of life is viewed from five aspect, i.e. (1) physical aspect, represented by housing condition, (2) economic aspect, represented by rate of poverty and percentage of consumption for food, (3) health aspect, (4) psychological aspect, viewed from residential adjustment, and (5) societal aspect.
The study tried to investigate what kind of factors influencing the five aspects of quality of life and whether the Kampung Improvement Program has significant influences on the said aspects.
The objectives of the study are:
1. To study the influence of KIP on the quality of life of the community studied;
2. To study the influence of the social environment on their quality of life;
3. To study the results of the KIP Program in promoting their quality of life
The areas studied covered three villages in the Sub-district of Central Semarang, base on purposive sampling. One RW community association, the population of which is the densest, represents each village. Samples were proportionally and randomly taken, with 105 inhabitants as respondents.
Primary data were collected through interviews using questionnaires, depth interviews with informal leaders and KIP personnel?s, supported by field observation. Secondary data were obtained through literature studies and some connected agencies.
Results of data analysis indicate that KIP variables proved to be having significant correlation with the quality of life in terms of residential adjustment factor, showing a strong degree of relationship. The same variables have also influence on the health factor, showing a strong degree of relationship, even though their influence on the quality of life viewed from the poverty, participation, and residential adjustment are less significant.
Social environment variables have significant correlation with the quality of life of the community in terms of residential adjustment, poverty, health and participation in the program; even though their influence on the residential adjustment are less significant. From the correlation analysis we can assume that the KIP has succeeded in the improvement of the settlement physical quality, yet less succeeded in improving the social and economic quality of the community.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1993
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Baharis
"Tesis ini meneliti tentang Pemberdayaan Masyarakat melalui Program PDM-DKE di desa Pagar Dewa dan desa Sukarami Kecamatan Selebar Kota Bengkulu di Propinsi Bengkulu. Program PDM-DKE ini muncul seiring dengan terjadinya krisis ekonomi yang melanda Indonesia sejak pertengahan tahun 1997. Program ini berlaku di seluruh wilayah RI termasuk juga desa Pagar Dewa dan desa Sukarami. Akibat dari krisis ekonomi ini masyarakat di kedua desa tersebut menghadapi berbagai permasalahan yang sangat berat yaitu: Pertama, rendahnya tingkat pendapatan masyarakat disebabkan usaha produktif yang mereka kelola kurang mendatangkan hasil yang memadai dan tidak dapat memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, untuk mengembangkan usaha produktifnya mereka membutuhkan modal dari pihak lain. Kedua, terjadinya persaingan yang tidak sehat antar sesama masyarakat, masyarakat saling curiga mencurigai satu dengan yang lainnya oleh karena itu masyarakat selalu tertutup dalam hal menerima gagasan maupun kehadiran orang lain. Ketiga, tidak ada lembaga yang dapat menyatukan pandangan, gerak dan Iangkah mereka secara bersama-sama untuk keluar dari kemelut kemiskinan yang dialami oleh mereka. Keempat, masyarakat belum menyadari rnasalah dan potensi, serta belum mampu memilih alternatif dan merencanakan usaha apa yang harus mereka kembangkan di desanya. Masyarakat dikedua desa ini menjadi tidak berdaya nnenghadapi situasi yang demikian, oleh karena itu pemerintah menggulirkan program PDM-DKE.
Program PDM-DKE merupakan program pemberdayaan masyarakat, pemberdayaan masyarakat ini dimaksudkan untuk memperbaiki keadaan masyarakat agar mereka marnpu mengatasi permasalahan hidupnya sehari-hari dan tidak terjebak dalam kemiskinan. Proses pemberdayaan masyarakat dalam program ini dilaksanakan melalui empat tahap yaitu tahap persiapan, perencanaan, pelaksanaan, dan pelestarian. Adapun tujuan penelitian ini adalah pertama untuk mengetahui proses pemberdayaan masyarakat, kedua mengetahui hasil yang dicapai, dan ketiga untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi proses pemberdayaan masyarakat melalui program PDM-DKE di kedua desa tersebut.
Metode yang digunakan adalah dengan pendekatan kualitatif yang menghasilkan data deskriptif, dengan teknik pengumpulan data berupa: studi kepustakaan, studi dokumentasi dan wawancara tidak terstruktur. Sedangkan yang menjadi informan dalam penelitian ini sebanyak 18 orang. Mereka ini adalah orang-orang yang terlibat secara langsung dalam kegiatan program PDM-DKE di desa Pagar Dewa maupun di desa Sukarami.
Dari hasil penelitian diperoleh gambaran bahwa proses pelaksanaan program PDM-DKE di kedua desa tersebut berjalan dengan baik sesuai dengan prinsip pengelolaan program, dilaksanakan secara transparan di ketahui oleh seluruh lapisan masyarakat dengan mudah dan terbuka dengan melibatkan peran aktif masyarakat mulai dari tahap persiapan, perencanaan, pelaksanaan, hingga pelestarian. Setiap pengambilan keputusan didasarkan atas hasil kesepakatan bersama melalui rapat musyawarah desa. Hasil yang telah dicapai dari proses pemberdayaan ini cukup baik. Baik ditinjau dari faktor peningkatan pendapatan, keterbukaan, musyawarah desa, maupun kemandirian. Sedangkan faktor yang mempengaruhi dalam kegiatan ini adalah kondisi masyarakat dikedua desa tersebut dan kebijakan program itu sendiri. Secara keseluruhan proses pemberdayaan masyarakat melalui program PDM-DKE di desa Pagar Dewa dan desa Sukarami dapat dikatakan cukup berhasil. Namun, dalam prakteknya masih banyak terdapat kesalahan-kesalahan yang dihadapi baik oleh pengurus sebagai pendamping, maupun masyarakat sebagai anggota pokmas penerima manfaat.
Saran yang disampaikan, dalam memberdayakan masyarakat miskin selain dengan memberikan bantuan dana untuk pengembangan usaha produktif, masyarakat juga perlu diberikan pengetahuan yang memadai agar usaha yang akan dikelola tidak bersifat spekulatif. Untuk mencapai hasil yang maksimal perlu lebih ditanamkan kesadaran dan motivasi yang kuat mulai dari tahap persiapan sampai pada tahap pelestarian program. Sedangkan untuk menghindari faktor-faktor yang dapat menghambat pelaksanaan program dapat diadakan pendekatan secara individual atau pendekatan kelompok."
Depok: Universitas Indonesia, 2001
T928
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Raja Syofyan Samad
"Selama dua dasawarsa terakhir ini, telah terjadi perubahan yang mendasar tentang cara pandang Ilmu Politik terhadap negara dimana negara dianggap merupakan struktur yang otonom, suatu struktur dengan logika dan kepentingannya sendiri yang tidak harus sama dan selaras dengan kepentingan kelas dominan dalam masyarakat ataupun negara bukanlah sekedar arena tempat konflik kepentingan sosial ekonomi saling berbenturan satu sama lain. Dalam kenyataannya negara jauh lebih mandiri dan cenderung bersifat ekspansionis atau penetratif terhadap masyarakat.
Studi ini mempelajari implikasi dari penetrasi negara di Riau Kepulauan, suatu kawasan yang memiliki pengalaman historis bernegara jauh ke masa lampau, tetapi relatif terbatas dalam interaksinya dengan negara dan kepolitikan nasional Indonesia. Keterbatasan interaksi dengan negara nasional ini berlangsung sampai paruh pertama Orde Baru. Sedangkan pada paruh kedua, negara telah melakukan penetrasi secara politik dan ekonomi bersamaan dengan intervensi ekonomi kapitalis dunia. Untuk mempelajari implikasi penetrasi negara ini, dipergunakan teori Bureaucratic Capitalist State dari Richard Robison, Negara Otoriter Birokratik Rente dari Arief Budiman dan Rent Capitalism State dari Olle Tarrnquist. Sedangkan untuk menjelaskan dimensi kapitalisme yang menyertai penetrasi negara tersebut, dipergunakan perspektif Sistem Dunia dari Immanuel Wallerstein.
Dalam kondisi dimana suatu kawasan interaksinya dengan negara dan kepolitikan nasional relatif terbatas, sedangkan pada sisi lain kawasan tersebut memiliki pengalaman bernegara yang jauh berakar ke masa lampau, kuatnya pengaruh negara tetangga dari segi budaya (Malaysia) dan ekonomi (Singapura), serta terdapatnya kepincangan dalam tingkat kesejahteraan dan kepemilikan sumber-sumber ekonomi, maka penetrasi negara yang dilakukan pada masa Orde Baru tersebut seharusnya membuat kawasan ini semakin terintegrasi ke negara nasional. Akan tetapi dalam kenyataannya, penetrasi negara tersebut telah membuat (1) ekonomi kawasan ini semakin terintegrasi ke ekonomi global, (2) status quo kepincangan struktur sosial-ekonomi, (3) sentripetalisasi atau allienasi masyarakat dari negara, (4) sentralisasi pemerintahan dan pembangunan, serta (5) marginalisasi masyarakat lokal.
Hal yang demikian itu terjadi disebabkan penetrasi negara yang dilakukan itu lebih dimotivasi untuk kepentingan kapitalisme internasional dimana sebagai akibat krisis harga minyak, Indonesia terpaksa beralih dari strategi Industri Substitusi Impor (ISI) kepada ekonomi berorientasi ekspor atau pembangunan Industri Berorientasi Ekspor (IBE), menyusul merosotnya kemampuan negara sebagai mesin penggerak pertumbuhan ekonomi. Disamping itu, negara terpaksa membuka pintu lebar-lebar bagi modal asing. Dalam hubungan inilah kapitalisme internasional masuk ke Riau Kepulauan melalui program kerjasama Sijori. Dengan demikian modal negara sentral beralih ke negara semi pinggiran, dalam hal ini Riau Kepulauan, bukan melalui mekanisme surplus ekonomi dalam sistem ekonomi kapitalis dunia sebagaimana dikatakan oleh Wallerstein, melainkan diundang oleh pemerintah atau negara semi pinggiran. Jika Wallerstein berpendapat peralihan arus modal akan terjadi dengan sendirinya, tak terelakkan, sebab sistem ekonomi kapitalis dunia itu merupakan satu jaringan ekonomi yang utuh yang terdiri dari berbagai macam struktur produksi, yang terintegrasi dari berbagai wilayah yang tidak sederajat tahap perkembangannya, untuk Riau Kepulauan hal tersebut tidak terbukti. Dengan demikian teori Wallerstein tentang sistem ekonomi kapitalis dunia mengandung kelemahan pada aspek peranan negara nasional dalam arus perpindahan modal dari negara sentral ke negara semi pinggiran.
Sebagaimana halnya perspektif yang berskaia makro (global) cenderung mengabaikan dimensi mikro (negara nasional), demikian juga teori Wallerstein. Analisis sistem dunia tidak memberikan perhatian yang memadai terhadap perkembangan yang khas dari suatu lokalitas tertentu, atau dengan kata lain lead sistem dunia dalam usahanya untuk mengamati dinamika global, mengabaikan bahkan melupakan analisis sejarah perkembangan lokal yang kongkrit, dalam studi tentang Riau Kepulauan, terbukti kebenarannya. Perhatian Wallerstein yang selalu dicurahkan pada ?totalitas" telah menghalanginya untuk terlibat dalam analisis sejarah yang kongkrit dan spesifikasi dari suatu masyarakat tertentu, studi tentang penetrasi negara di Riau Kepulauan, membuktikan kebenaran kritikan terhadap teori Wallerstein tersebut."
2002
D362
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yoyin Arifianto
"Tesis ini merupakan hasil penelitian tentang pelaksanaan Proyek Belitang Buay Madang oleh Yayasan Budi Asih di Desa Pandan Sari Kecamatan Madang Suku I Kabupaten Ogan Komering Ulu, sebagai upaya yayasan tersebut ikut menunjang program pemerintah daiam bidang Usaha Kesejahteraan Sosiai (UKS). Penelitian ini penting mengingat terpuruknya perekonomian bangsa ini sejak pertengahan tahun 1997 yang dampaknya berkepanjangan hingga saat ini, semakin memperparah kondisi kemiskinan yang memang sudah ada. Ini menunjukkan bahwa upaya penanggulangan kemiskinan bukanlah hanya togas pemerintah semata, namun juga harus melibatkan semua pihak baik itu swasta maupun lembaga lembaga swadaya masyarakat, karena memang pemerintah memiliki keterbatasan. Untuk itu maka pemerintah khususnya Pemerintah Daerah sejalan dengan pelaksanaan Otonomi Daerah saat ini, harus memberikan ruang yang cukup bagi sektor lain untuk membantu masyarakat keluar dad kondisi kemiskinannya.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang menghasilkan data deskriptif yang diperoieh meiaiui wawarlcara mendalam dengan para informan, observasi, dan studi kepustakaan dan dokumentasi. Pemilihan informan dilakukan dengan cara purposive, dengan memilih sumber yang dapat memberi informasi yang relevan. Dengan demikian maka informan yang dipilih dapat memberikan informasi yang diperiukan dalam penelitian ini secara tepat dan mendalam.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam melaksanakan Proyek Belitang Buay Madang Yayasan Budi Asih menerapkan dua strategi pendekatan. Dimulai pada pendekatan sosio-karitatif dengan program yang sifatnya bantuan semata (charity) ke arah pendekatan sosio-ekonomis dengan program yang bersifat pengembangan. Pelaksanaan kedua pendekatan ini dilakukan dengan cara bertahap. Pada pendekatan yang sifatnya bantuan semakin tahun semakin dikurangi, dan sebaliknya pada pendekatan pengembangan kegiatannya semakin beragam. Dilaksanakannya pendekatan sosio-ekonomis (pengembangan) ini sebagai upayaYayasan Budi Asih memandirikan masyarakat, agar apa yang telah mereka bantu dapat tetap dipertahankan jika proyek telah berakhir. Keterlibatan yang penuh dan masyarakat pada pelaksanaan proyek ini memberi pecan kepada masyarakat bukan hanya sebagai subyek dalam pembangunan, melainkan sebagai aktor yang menetapkan tujuan, mengendalikan sumber days, dan mengarahkan proses yang mempengaruhi kehidupannya sebagai mana yang ingin dituju pada paradigma pembangunan yang berpusat pada rakyat (people centered development).
Meski pelaksanaan proyek ini mampu berjalan dengan baik, ada beberapa catatan kiranya dapat dijadikan pemikiran untuk memperoleh hash yang lebih balk iagi. Sehingga pendekatan pengembangan yang dilaksanakan akan menjadi pendekatan yang strategis. Dengan pendekatan yang strategis masyarakat memiliki kemampuan dasar untuk mengakses fasilitas pelayanan sosial dan pemenuhan hakhak individu, kelompok dan masyarakat dalam mencapai kualitas hidup dan kesejahteraan sosial. Penambahan wawasan dan pengetahuan masyarakat desa, merupakan sesuatu yang panting agar apa yang mereka usahakan dapat memperoleh hash yang maksimal. Demikian juga menyiapkan petugas Yayasan Budi Asih sendiri, agar lebih beragam budaya yang mereka miliki. Serta yang juga panting adalah bagaimana memanfaatkan potensi laical yang ada di Desa Pandan Sari. Tentunya potensi iokal ini adalah potensi yang memang bisa dikembangkan.
Sangat disayangkan adalah kurangnya keterlibatan dan dukungan Pemeritah Daerah terhadap pelaksanaan proyek ini. Padahal apa yang telah dikerjakan oieh yayasan Budi Asih nyata sebagai upaya untuk membantu mengurangi tanggungan pemerintah dalam memerangi kemiskinan yang memang merupakan tanggung jawabnya. Bahkan sebenamya Pemerintah Daerah dapat belajar bagaimana pendekatan dan strategi yang digunakan Yayasan Budi Asih dalam melaksanakan proyek ini, untuk dapat dicontoh dan ditularkan pada proyek serupa yang dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah pada desa-desa lain."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T197
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Riki Junaidi
"Tesis ini merupakan basil penelitian tentang pelaksanaan Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Melalui Program Petani Terpadu Binaan PT. Gulf Resources (Grissik) Ltd di Kecamatan Bayung Lencir, Kabupaten Musi Banyuasin.
Program yang dilaksanakan oleh Gulf ini merupakan wujud dari tanggung jawab sosial perusahaan dari Gulf terhadap masyarakat petani yang berada di sekitar wilayah operasi perusahaan. Perhatian yang diberikan kepada masyarakat petani dilakukan Gulf karena melihat masih banyak petani yang hidup miskin, sementara itu lahan mereka banyak yang tidak tergarap disebabkan ketiadaan modal. Untuk itu Gulf berusaha membantu dengan Cara menyiapkan sumber Jaya berupa modal, memberikan pengetahuan dan keahlian kepada para petani sehingga nantinya dapat mereka pergunakan untuk meningkatkan taraf hidup mereka sendiri. Sasaran dari program ini sasaran bidang ekonomi, yaitu tumbuhnya usaha ekonomi produktif di pedesaan seperti usaha peternakan, perikanan dan pertanian yang dapat membantu meningkatkan pendapatan masyarakat petani.
Tujuan utama dari penelitian ini sendiri adalah untuk memperoleh gambaran mengenai pemberdayaan ekonomi masyarakat melalui program petani terpadu binaan PT. Gulf Resources (Grissik) Ltd. Sedangkan tujuan khususnya adalah : untuk memberikan gambaran mengenai proses pemberdayaan ekonomi masyarakat di sekitar lokasi perusahaan dengan adanya program petani terpadu, untuk mendeskripsikan perubahan tingkat pendapatan masyarakat di sekitar lokasi perusahaan setelah dilaksanakannya pemberdayaan ekonomi masyarakat melalui program petani terpadu binaan PT. Gulf Resources (Grissik) Ltd, dan untuk mendeskripsikan kendala-kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan program.
Dari hasil penelitian diketahui bahwa proses yang dilalui dalam program petani terpadu ini meliputi langkah persiapan dan proses pelaksanaan. Dalam proses pelaksanaan terdiri dari beberapa tahap, yaitu : sosialisasi program, penentuan petani peserta program, pelatihan di Bogor, pengajuan proposal dan penyiapan lahan, pencairan dana bantuan, pelaksanaan kegiatan dan monitoring, evaluasi serta pelaporan.
Mekanisme dari program ini sendiri menunjukkan adanya perubahan paradigma pelaksanaan program, dimana pada program-program yang telah ada sebelumnya ternyata mengedepankan kepentingan penguasa dibandingkan kepentingan masyarakat termasuk petani, dengan pengalaman itulah maka Gulf berusaha membantu para petani untuk memberdayakan diri dengan potensi dan peluang yang dimilikinya. Namun sangat disayangkan, temyata dalam pelaksanaannya masih dijumpai adanya penyirnpangan-penyimpangan, baik yang dilakukan oleh petani binaan peserta program, anggota tim pendamping, maupun oleh aparat pemerintahan desa yang juga merupakan pengurus kelompok tani. Di samping itu juga dijumpai kendala-kendala, baik kendala intern maupun kendala ekstern yang ikut berpengaruh terhadap pencapaian tujuan pelaksanaan program.
Sungguh pun demikian, ternyata program ini boleh dikatakan telah dapat meningkatkan pendapatan masyarakat petani, khususnya petani binaan peserta program, walaupun peningkatan pendapatan tersebut tidak merata antara petani yang satu dengan petani lainnya."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T3324
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tenouye, Elly
"Proses perencanaan pembangunan melalui Lembaga Masyarakat Adat Suku Mee (Lemasme) di kampung Kebo wilayah adat Pantai Utara, distrik Pantai Timur, kabupaten Pantai pasca otonomi daerah merupakan langkah awal dari pemerintah yang responsif dan bertanggung jawab. Hal ini dirasakan bagi mereka/orang-orang yang seakan-akan telah lama dipaksa tunduk/takluk dan baru merasa/menikmati alam demokrasi karena mereka diberikan kebebasan bersuara menurut keinginan mereka tanpa intervensi dari pihak lain. Sebelum dikeluarkan UU Otonomi Daerah No. 25 Tahun 1999 sistim perencanaan yang partisipatif, aspiratif yang ditetapkan melalui permendagri No 09 Tahun 1982 rupanya telah dimanipulasi oleh pusat untuk kepentingan tertentu yang kemudian telah menempatkan masyarakat hanya sebagai objek yang diam dan bisu dimana mereka jarang diajak untuk menunjukkan/menyampaikan keinginan, aspirasinya dalam setiap usulan program pembangunan sebagai hak warga negara untuk memperoleh manfaat dari pembangunan bahkan pemerintah di daerahpun menerima dan menjalankan keinginan dari atas. Bentuk partisipasi umumnya dimobilisasi dalam melaksanakan dan menerima kehendak luar tanpa diikutkan dalam perencanaan oleh sebab itu sifat partisipasi hanya mendukung keinginan pusat dengan falsafahnya masyarakat yang baik adalah masyarakat yang mendukung dan mengikuti apa yang dirancang oleh Pusat melalui Bappenas. Meskipun telah dikeluarkan UU Otonomi Daerah No. 25 Tahun 1999 dimana sistim perencanaan yang partisipatif, aspiratif dipandang perlu dibangun sesuai dengan keberadaan sosial budaya lokal dengan melibatkan stakeholder dan grassroot namun dalam belum dapat diwujudkan pemerintahan yang bersih (good governance).
Tesis ini bertujuan untuk memperoleh gambaran mengenai bentuk, tingkat dan faktor pendorong, penghambat partisipasi suku Mee dalam proses perencanaan pembangunan melalui lembaga masyarakat adat dengan mengacu pada teori serta upaya atau mengetahui dan memahami cara apa yang telah dilakukan dan dapat dilakukan agar kesempatan masyarakat berpartisipasi dalam perencanaan pembangunan di kampung Kebo dan wilayah adat Pantai Utara dapat lebih terwujud.
Metode penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Sumber datanya ialah informan yang didukung oleh dokumen serta pustaka. Informan-informan penting yang menjadi sampel penelitian ini adalah mereka yang terlibat dalam musyawarah adat (MA), teknik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara, observasi dan studi kepustakaan.
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa bentuk partisipasi suku Mee dimobilisasi oleh pemerintah dan Lemasme (Lembaga Masyarakat Adat Suku Mee), dan dalam pelaksanaan musyawarah dan pengambilan keputusan masih didominasi oleh personil Lemasme (Lemasme Masyarakat Adat Suku Mee) yang disebut "Tonawi" yang merangkap beberapa jabatan. Sementara itu posisi masyarakat adat meskipun telah diberikan kesempatan untuk terlibat dalam mengusulkan aspirasi program pembangunan, mereka belum sepenuhnya memahami bahwa merekalah yang berhak mengambil berbagai keputusan.
Berangkat dari pemahaman diatas dan kondisi umum partisipasi suku Mee dalam perencanaan pembangunan di kampung Kebo dan wilayah adat Pantai Utara jika dinilai berdasarkan DELAPAN TANGGA PARTISIPASI MASYARAKAT menurut Arnstein menunjukkan bahwa tingkat partisipasi suku Mee dalam perencanaan pembangunan berada pada tangga pertama NON PARTICIPATION dan tangga ke dua TOKENISME. Dengan pengertian bahwa dua tangga pada Non Partisipasi adalah bentuk-bentuk peran serta yang dinamakan terapi dan manipulasi. Sedangkan di tingkat Tokenisme yaitu tingkat dimana peran serta masyarakat didengar dan berpendapat, tetapi mereka tidak memiliki kemampuan untuk mendapatkan jaminan bahwa pandangan mereka akan dipertimbangkan oleh pemegang keputusan. Peran serta pada tingkat ini memiliki kemungkinan yang sangat kecil untuk menghasilkan perubahan pada masyarakat. Pemahaman diatas dapat dirumuskan bahwa suku Mee telah menghadiri, mendengar dan mengusulkan program pembangunan tetapi mereka tidak memiliki jaminan bahwa apa yang diusulkan dapat diterima oleh pengambil keputusan.
Penyampaian aspirasi masyarakat melalui Lemasme (Lembaga Masyarakat Adat Suku Mee) wilayah adat dan kampung dapat berjalan karena masyarakat yang diundang telah hadir dan menyampaikan usulan program pembangunan. Usulan yang disampaikan lebih mengarah pada kepentingan umum wilayah khususnya pembangunan sektor sosial. Hambatan yang dihadapi selain didominasi oleh tokoh lokal, diantara masyarakat yang terlambat mengetahui informasi perencanaan pembangunan mudah merasakan dipasifkan dan cenderung mencurigai bahwa hasil musyawarah dapat merugikan dan hanya mementingkan kelompok tertentu (kerabat saja), namun demikian personality tokoh lokal dapat menetralisir. Oleh sebab itu yang terpenting disini adalah membangun komunikasi dan konsultasi terlebih dahulu dengan tetap melibatkan tokoh lokal yang merepresentasi tiap dusun dan marga di kampung Kebo dan wilayah adat dalam proses perencanaan pembangunan."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T13907
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>