Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 173882 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Usman Thalib
"Pro-Kontra RI dalam percaturan politik di Ambon pada era 1946 - 1949 sesungguhnya merupakan puncak dari proses politik yang telah berlangsung sejak 1920-an. Kelompok Pro RI berintikan PIM, sedangkan kelompok kontra RI berintikan GSS dan PTB. Sementara itu terdapat kelompok Federalis yang ingin mempertahankan NIT sebagai negara otonom. Kelompok ini berintikan para intelektual yang tergabung dalam Partai GDMS.
Setidaknya ada dua masalah yang melahirkan politik Pro-Kontra RI di Ambon yakni masalah status konstitusional Maluku-Selatan dan masalah lambang-lambang Nasional. Menyangkut masalah pertama ternyata GSS dan PTB menolak Maluku Selatan menjadi bagian dari NIT, sebaliknya PIM yang Pro RI mendukung NIT bentukan Belanda itu. Hasil penelitian membuktikan, bahwa pilihan PIM mendukung eksistensi NIT, karena hanya dengan cara ini PIM dapat memperjuangkan kepentingan RI di Ambon. Sebaliknya GSS dan PTB menolak eksistensi NIT karena takut didominasi oleh daerah-daerah lain. Menyangkut masalah lambang-lambang nasional terbukti kedua kelompok belum mampu memisahkan masalah konstitusi dari lambang-lambang Nasional. Itulah sebabnya ada ancaman dari kelompok kontra RI bila lagu Indonesia Raya dan bendera merah-putih digunakan di Ambon.
Secara politis dukungan PIM atas eksistensi NIT tidak berarti PIM mendukung Belanda. Sebab pada kenyataannya PIM hanya menjadikan NIT sebagai alat federal menuju cita-cita unitaris yakni Ambon menjadi bagian dari RI. Sebaliknya Belanda menciptakan NIT sebagai alat pemecah-belah RI. Sementara itu GSS yang pro Belanda maupun GDMS yang federalis harus menerima kekalahan politis atas PIM dalam dua kali pemilu (1946 - 1948) yang diselenggarakan oleh Belanda.
Ketika pemerintah NIT tidak mampu mempertahankan prinsip federalisme dan siap bergabung dengan RI, maka tiga hari kemudian tepatnya pada 24 April 1950 kelompok GDMS dan GSS yang kalah dalam pemilu 1948 segera memproklamirkan berdirinya RMS (Republik Maluku Selatan). Dengan proklamasi itu persoalan politik di Ambon berubah konteks dari pro-kontra RI menjadi pergolakan militer antara RMS dengan RIS.

Ambon in Revolution Period : Pro and Contra of Republic of Indonesia's Parties in Political Affairs 1946-1949Pro and contra political affairs in Ambon which is last since 1946 to 1949 actually as the climax of political problems since 1920's. Parties involved in this case are PIM (Pro Indonesia) and GSS and PTB (Pro Dutch). While federalist insist to make NIT as an autonomy country. This party called GDMS which consist of intellectual person.
There are two problems caused Ambon's pro-contra, are: South Mollucass constitutional status and National symbols affairs. In connected with the first problem, GSS and PTB rejected if South Mollucass be a part of NIT while PIM (Pro RI) supported NIT's idea. Survey result proved that, PIM willing to support NIT Existence in Ambon is because that's PIM's only way to fight for RI's in Ambon. In the country as they feel afraid that another area will dominate NIT itself. All those two parties still can not separate the problems between constitutional status and national symbols. That's the reasons why there are threaten RI?s contra parties if pro RI's party wants to sing national song and raised national flag.
Politically, PIM's support for the existence of NIT does not mean they also support the Dutch. They only use MT to make Ambon become a part of Republic of Indonesia. While Dutch create NIT as they political strategy which known as Devide et Impera. GSS (Pro Dutch) and GDMS (Federalist) has to accept that they are loose from PIM in two times campaign (1946 and 1948) which is held by the Dutch.
There days after NIT government could not fight for federalism Principe and ready to join with Republic of Indonesia, in April 24, 1950 GDMS and GSS parties whose lost in 1948 campaign declare the established of RMS (Republic of South Mollucass). From that time the political of Indonesia's pro contra become military fight between RMS and RIS."
Depok: Universitas Indonesia, 2000
T9153
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Husen Hasan Basri
"ABSTRAK
Tesis ini membahas pro dan kontra sosialisasi politik pemcrintahan Husni Mubarak di al-Azhar. Penclitian ini adalah pcnclitian kualitatif dengan desain deskriptifi Hasil penelitian menunjukkan bahwa hampir semua sistem pendidikan di Mesir dikontrol oleh Negara dan dijaclikan alat pelanggcngan kekuasaan pemerintahan Husni Mubarak. Sosialisasi politik Husni Mubarak dilakukan melalui kontrol terhadap kurikulum pendidikan, dan lebih khususnya lagi melalui pendidikan kewargaan (civic education) yang diajarkan satu jam dalam scminggu pada sckolah mcnengah. Tcrkait dcngan materi-materi pendidikan agama, pemerintah Husni Mubarak melalui Kementezian Pendidikan Mcsir mengontrol dan mengarahkan supaya dalam pembelajarannya berorientasi pada pcrsatuan nasional, karcna pendidikan dimasukan dalam isu keamanan nasional. Di perguruan tinggi-perguruan tinggi Mesir, pemerintah Husni Mubarak melakukan rcfrcsi akademik-dalam upaya penanaman orientasi politiknya-melalui mangan kelas, lapangan penelitian, dan sensor buku. Sebagai lembaga pendidikan yang tertua di Mesir, bahkan di dunia Islam, al-Azhar memiiiki peran yang signiiikan dalam kehidupan politik dan sosial masyarakat Mcsir, karcnanya ia mcnjadi suluh satu agen sosialisasi politik pemerintahan Husni Mubarak.
Sosialisasi politik pemerintahan Husni Mubarak di al-Azhar mcndapat tantangan dari kelompok oposisi temtama kelompok lkhwanul Muslimn yang khawatir akan terseretnya kuiikulurn dan tekbook al-Azhar yang mcngarah kepada sekuler, dan pada akhimya akun menghilangkan indcpendensi al-Azhar schingga melemahkan otoritas keagamaan al-Azhar. Orientasi politik menjadi faktor pcnycbab pro dan kontra sosialisasi politik. Semakin al-Azhar tidak indcpcndcn akan scmakin mudah pcmerintahan Husni Mubarak untuk melakukan politisasi al- Azhar, sebaliknya semakin al-Azhar indcpcndcn akan semakin sulit pemerintah Husni Mubarak untuk mclakukan politisasi al-Azhar.
Hasil pcnclitian ini mcnyarankan kcpada al-Azhar umuk memperkuat independensi al-Azhar denganmeminta dikembalikannya pengelolaan wakafsecara penuh kepada al-Azhar, scrta pemilihan Syekh al-Azhar dilakukan olch para ulama senior al-Azhar bukan sepeni saat ini yang, dipilih oleh Prcsidcn. Kcpada pemerintahan Mesir supaya mengeluarkan aturan bam yzuig mcncabut aturan launa tentang pendidikan al-Azhar lcrkuil dcngan pcmilihan Syckh al-Azhar.

ABSTRACT
his thesis will be focussed at pro`s and C0l.lI1°S of political socialization of the government of Husni Mubarak in al-Azhar. This research is qualitative rescarch with descriptive design. Research result indicates that most of all education system in Egypt controlled by State and made by appliance of continuity power of the govemment Husni Mubarak. Political socialization of llusni Mubarak govemment is done through control to education curriculum, and more specially again passed education of citizen (civic education) which one taught hour clock within a week at high school. Related to matter education of religions, the government of Husni Mubarak pass Ministry of education of Egypt control and point so that in the study orient at national association, because education is national security issue. In Egyptian universities, the govemment of Husni Mubarak repress in academic freedom-an effort cultivation of his political orientation-using classroom, research, and censorship of course books. As lslam?s most prestigious institute of teaming, al-Azhar have role which significant in life of politics and social of Egypt public, hence he become one of political socialization agent of llusni Mubarak government.
Political socialization ofthe govemment of Husni Mubarak in al-Azhar get challenge from group of opposition especially group of Ikhwanul Muslimin partying to the curriculum drag of and textbook al-Azhar instructing to secular, and in the end will eliminate iudependency al-Azhar causing weaken religious authority al-Azhar. Political orientation become the cause of pro?s and coun?s of political socialization. During system govemment of authority Egypt hence al- Azhar will continuously become agent of government of political socialization. Progressively al-Azhar is not be independent would progressively easy the government of Husni Mubarak to do politicking of al-Azhar, on the contrary progressively al-Azhar is independent would progressively difficult the government of Husni Mubarak for doing politicking al-Azhar.
This research result suggest to al-Azhar for strengthening independency al-Azhar by asking for to retum it the management waqf fully to al-Azhar, and also election of Syckh al-Azhar done by of seniors inoslem scholars (ultima) al-Azhar are not like in this time selected by President. The Egypt govemment so that spend new order abstracting old order conceming education. of al-Azhar related to election of Syckh al-Azhar."
Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2009
T34000
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Winda Fitrianingsih
"ABSTRAK
Skripsi ini membahas sikap pro-kontra terhadap wajib militer di Australia pada masa perang Dunia I. Sikap pro-kontra ini kelak akan mewarnai perdebatan dalam parlemen dan masyarakat seiring dengan berjalannya perang. Penelitian ini adalah penelitian sejarah secara deskriptif-analisis.
Metode yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah metode sejarah, yakni proses menguji dan menganalisa secara kritis diantaranya peninggalan masa lampau (arsip-arsip) dan rekaman film dokumenter. Pengumpulan data ini diperoleh melalui kepustakaan yang terdapat di Perpustakaan Fakultas Ilmu Pengetahuan
Budaya Universitas Indonesia, Perpustakaan Pusat Universitas Indonesia, dan Perpustakaan Nasional serta arsip-arsip yang diunduh dari situs yang beralamat www.naa.gov.au dan www.youtube.com.
Hasil penulisan menunjukkan bahwa kebijakan wajib militer di Australia telah mengakibatkan terpecah-belahnya masyarakat Australia dalam sikap pro dan kontra sepanjang Perang Dunia I. Walaupun hasil referendum wajib militer telah kalah melalaui dua kali referendum, namun pengiriman tentara Australia ke medan Perang Dunia I terus dilakukan oleh Pemerintah Australia karena loyalitas yang tinggi dari
Perdana Menteri Hughes yang tinggi terhadap mother country-nya (Kerajaan Inggris)

ABSTRACT
This paper discuss pro and con?s attitude towards conscription in
Australia during the First World War. Pro and con will be colorfull the
debates in parliament and public a long the First Wold War. The research is a historical research with descriptif-analysis. The method that used in the writing of this paper is a historical method, the historical method is process of testing and critically analyze example the relics (archives) and documentary film. The data collection was
obtained from literature in the Library of the Faculty of Humanities
University of Indonesia, Central Library University of Indonesia, National Library and archives that are downloaded from website www.naa.gov.au andwww.youtube.com. The results show that military act in Australia has resulted infragmented Australian society in pro and con?s attitude during the First World War. Although the results of the referendum was defeated through twice conscription referendum, but the Australian Government continuously still to sending Australian Army to the location of World War I because of high loyalty from Prime Minister Hughes to his mother country (English Kingdom).
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2012
S1425
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1994
S5638
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pan Mohammad Faiz
"Debates, ideas and thought in Indonesian parliament regarding choices and advance towards nations ideology has persistenced since independence era. The study is also complex, extensive and wholly political enclosed. In this article, the author scrutinizes on the four main focuses to launch explanations many problems' in the topic offered here. The first is the parliament ways to anticipate through any diverse, debate on the nation's ideology; secondly, is to dig out and explains through re-take place discuss on Piagam Jakarta (Jakarta Charter) in newly parliament sessions; thirdly, is to inform the recent progress on debate concerning proposal to attach "sevent words of Piagam Jakarta", and finally, explains the prospect towards demand to parliament debates regarding the some issue in the future."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005
HUPE-35-2-(Apr-Jun)2005-217
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Lynda Kurnia Wardhani
"Penulisan tesis ini akan memfokuskan perhatian pada Konferensi Internasional tentang Kependudukan dan Pembangunan yang diselenggarakan oleh Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) di Kairo pada tahun 1994. Dalam konferensi ini, ada kombinasi dua hal penting yang mewarnai jalannya konferensi yaitu runtuhnya persaingan ideologi pada awal 1990-an (pasca Perang Dingin) digantikan dengan perbenturan antar budaya serta diangkatnya isu-isu kehidupan sehari-hari sebagai isu-isu kontemporer.
Pembahasan isu-isu sensitif dalam kancah internasional ini menjadikan konferensi tersebut sangat istimewa dan menarik untuk dikaji lebih lanjut. Masalah kesehatan reproduksi yang dianggap belum menjadi persoalan publik dan pemberdayaan perempuan yang secara konvensional dianggap hanya bisa berkiprah di ruang lingkup privat ternyata dalam konferensi ini menjadi isu-isu yang demikian rumit dan penting.
Sehubungan dengan masalah-masalah yang diperdebatkan seperti aborsi, sexual health's right , reproductive health, konsep "family" dan juga genital mutilation; terlihat adanya persoalan dalam penafsiran isu-isu yang dibahas oleh negara-negara peserta. Selain persoalan penafsiran tersebut, juga pembahasan isu-isu yang ada menimbulkan pro dan kontra sehingga perbedaan yang lebar terlihat jelas.
Penulisan tesis ini berupaya untuk memberikan gambaran yang jelas tentang sejauhmana perbedaan sikap politik antara negara-negara pro, yaitu negara-negara yang menyetujui dan tidak sering mengajukan keberatan; dan negara-negara kontra yang tidak sepenuhnya menyetujui dan kerap mengajukan keberatan dalam memandang isu-isu sensitif yang dibahas dalam Konferensi Internasional tentang Kependudukan dan Pembangunan di Kairo tersebut. Selain itu akan ditelaah pula bagaimana sikap politik negara-negara pro dan negara-negara kontra menghadapi masalah tersebut dan mengapa mereka bersikap demikian. Juga akan dilihat solusi apa yang dihasilkan untuk mengatasi perbedaan tersebut.
Dalam konferensi ini, ada gerakan yang mengangkat the personal is political yang terlihat diantara negara-negara yang menghadiri konferensi tersebut. Gerakan ini tercermin dalam upaya mengangkat isu-isu yang pada awalnya dibahas dalam lingkup privat, ke dalam lingkup yang lebih luas. Dalam pertemuan akbar itu, isu-isu personal diangkat menjadi isu-isu politik.Melalui konferensi ini maka pemerintah sebagai agen dalam wilayah 'publik' ditugaskan untuk secara aktif menangani urusan-urusan 'privat'.
Metode Penelitian yang digunakan dalam penulisan tesis ini adalah metode pengumpulan data di perpustakaan (Library Research Method). Penulisan tesis ini bersifat kualitatif dan bertujuan untuk membangun tesis yang menjelaskan hubungan antar gejala sesuai permasalahan yang dipilih. Berdasarkan tingkat analisisnya, penelitian ini termasuk penelitian eksplanasi karena penulis tidak sekedar membuat deskripsi (gambaran) mengenai suatu gejala tetapi bertujuan untuk menjelaskan hubungan antar gejala.
Terlihat bahwa dalam konferensi internasional ini terjadi pengelompokkan negara. Negara-negara berkembang bersama-sama dengan negara-negara berpenduduk Islam serta Vatikan berada di satu kubu dan banyak menentang isu-isu kontroversial yang mengemuka serta sekaligus inemberi jalan keluar terbaik yang sesuai dengan ajaran agama. Di sisi lain, negara-negara liberal Barat dengan Amerika serta beberapa negara lainnya bersatu untuk mempengaruhi dunia dengan gagasan-gagasan mereka tentang kependudukan dan kemanusiaan.
Konferensi ini dipandang sangat unik karena merupakan pertemuan semua kultur dan peradaban yang sukses memadukan agama, nilai dan tradisi. Deklarasi Kependudukan yang dikeluarkan di Kairo mencerminkan kemenangan yang adil bagi semua pihak. Perbenturan antar budaya sebenarnya bisa dihindari dan dalam konferensi internasional ini yang rnelibatkan begitu banyak ragam negara ternyata perbedaan-perbedaan yang ada bisa dihindari."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Umar Basalim
Jakarta: Pustaka Indonesia Satu, 2002
342.029 UMA p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Universitas Indonesia, 1983
S21622
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Fatma Press, 1999
320.959 8 SUA
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Marcellino Sebastian
"Sejak kekalahan Jepang dalam Perang Dunia II, Jepang berada di bawah kependudukan Sekutu selama 7 tahun, yaitu 1945-1952. Dalam Konstitusi Jepang yang diberlakukan sejak pada tahun 1947, terdapat pasal (pasal 9) yang memuat larangan bagi Jepang untuk memiliki militer. Namun, kondisi Jepang yang rentan terhadap ancaman negara lain, seperti RRC, Rusia dan Korea Utara membuat Jepang membutuhkan perlindungan dari Amerika. Di sisi lain Amerika melihat Jepang sebagai garis depan dalam menghadapi pengaruh komunisme di Asia pada masa Perang Dingin. Oleh karena itu Amerika merasa perlu membangun pangkalan militer di Jepang. Setengah beberapa dekade ketergantungan dan kehadiran Militer Amerika Serikat di Jepang menjadi perdebatan dalam masyarakat Jepang. Penelitian ini mengeksplorasi bagaimana pro kontra terkait keberadaan militer AS di Jepang dan factor penyebabnya. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif melalui wawancara terstruktur terhadap berbagai narasumber yang berdomisili di wilayah Jepang dengan kerangka teori dari Foucault tentang kekuasaan dan Barry Buzan tentang pertahanan negara.
Hasil dari penelitian ini menemukan bahwa di satu sisi, Jepang masih membutuhkan militer Amerika Serikat, namun di sisi lain keberadaan militer Amerika Serikat menimbulkan beberapa masalah bagi Jepang. Keberadaan militer Amerika di Jepang diperlukan terutama dikaitkan dengan perkembangan kondisi geopolitik di kawasan Asia Timur pada tahun 2022. Antara lain memanasnya hubungan RRC-Taiwan pada bulan Juli 2022, kembalinya uji coba rudal balistik Korea Utara diatas wilayah Jepang pada Oktober 2022, dan tegangnya hubungan Jepang-Rusia sebagai imbas dari invasi Ukraina pada Februari 2022. Di sisi lain, masalah yang timbul di daerah sekitar markas AS (terutama kepulauan Okinawa) seperti tindakan kriminal para personil militer AS dan polusi yang ditimbulkan membuat keberadaan militer Amerika Serikat menimbulkan permasalahan bagi Jepang. Apalagi pemerintah Jepang juga harus membayar ‘Anggaran Simpati’ untuk memelihara pasukan AS di wilayahnya. Hal itu merupakan beban bagi pemerintah Jepang.

Since Japan's defeat in World War II, Japan was under Allied occupation. Within the Japanese Constitution that was published in 1947, lies an article (Article 9) which prohibits Japan from possessing a military. This however left Japan's vulnerable to threats from neighboring countries such as the PRC, the Soviet Union and North Korea and thus required Japan to ask America for military protection. On the other hand, America saw Japan as the front line in preventing the spread of communism in Asia during the Cold War. Because of that America felt the need to build military bases in Japan. After more than half a century later, Japans dependency of the United States Military presence Japan is still prevalent and has becoming a debate within the Japanese Society. This study investigates the pros and cons regarding the presence of the US military in Japan and the multiple factors behind it. The method used in this research is a qualitative method through structured interviews with various sources (in this case, Japanese Nationals) who reside in Japan with the theoretical framework of Foucault on strength and Barry Buzan on national defense.

The results of this study found that on the one hand, Japan still needs the United States military, but on the other hand the presence of the United States military creates several problems for Japan. America's presence in Japan is needed, especially in relation to geopolitical developments in the East Asia region in 2022. This include the rising tension of PRC-Taiwan relations in July 2022, the return of North Korea's ballistic missile tests over Japanese territory in October 2022, and the worsening of Russo-Japan relations as a result of the invasion of Ukraine in February 2022. On the other hand, problems within in the area around US bases (especially the islands of Okinawa) such as criminal acts of US military personnel and various pollutions caused by military activities. Moreover, the Japanese government also has to pay the 'Sympathy Budget' to maintain US troops on its territory which is becoming a huge burden for the Japanese government to bear."
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>