Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 157473 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Caecilia Vitasyana
"Ruang lingkup dan cara penelitian :
Keadaan hipoksia pada berbagai macam organ menyebabkan terjadinya kerusakan pada sel tubuh. Pemberian oksigen kembali (reoksigenasi) pada jaringan menyebabkan kerusakan lebih lanjut dari sel tersebut, yang berat ringannya tergantung dari lamanya terjadi hipoksia. Baik pada kondisi hipoksia maupun reoksigenasi terjadinya kerusakan pada sel diduga disebabkan oleh terbentuknya spesies oksigen reaktif (reactive oxygen species=ROS). Adanya ROS tersebut akan menyebabkan perubahan pada kadar dan aktivitas beberapa antioksidan dalam tubuh seperti glutation (GSH) dan enzim glutation reduktase (GR). Kurkumin yang merupakan zat aktif berwarna kuning yang terdapat pada rimpang suku temu-temuan telah diteliti memiliki efek sebagai antioksidan. Efek antioksidan kurkumin akan dilihat dengan mengukur kadar glutation (GSH) dan aktivitas enzim glutation reduktase pada mitokondria jantung marmut yang mengalami hipoksia dan reoksigenasi.
Hasil dan kesimpulan :
Kemurnian mitokondria yang diisolasi dari jantung marmut cukup baik dengan RSA untuk enzim suksinat dehidrogenase (SDH) berkisar antara 7,89 dan 12,72 pada semua kelompok (6 sampel per kelompok).
Keadaan hipoksia dan reoksigenasi menyebabkan terjadinya penurunan kadar glutation (GSH) dari rata-rata (SD) 4,06 (1,09) nmol/mg protein menjadi 2,89 (1,07) nmol/mg protein (p<0,05) dan 1,43 (0,43) nmol/mg protein (p<0,05). Penurunan aktivitas enzim glutation reduktase (GR) juga terjadi pada keadaan hipoksia dan reoksigenasi yaitu dari 0,0796 (0,0157) µmol/menit/mg protein menjadi 0,0253 (0,0135) µmol/menit/mg protein (p>0,05) dan 0,0065 (0,0030) µmol/menit/mg protein (p<0,05).
Kurkumin 0.25 µM dan 0.5 µM mengubah kadar glutation pada hipoksia dari 2,29 (1,07) nmol/mg protein menjadi 1,95 (0,71) dan 2,32 (0,70) nmollmg protein tetapi perubahan ini tidak bermakna secara statistik (p>0.05). Kurkumin 0.25 µM dan 0.5 µM menurunkan aktivitas glutation reduktase pada hipoksia dari 0.0253 (0.0138) µmol/menit/mg protein menjadi 0,0146 (0,0107) dan 0,0140 (0,0063) µmol/menit/mg protein tetapi penurunan ini tidak bermakna secara statistik (p>0.05). Hasil tersebut menunjukkan bahwa kurkumin baik pada dosis 0,25 maupun 0,5 µM tidak dapat meningkatkan kadar GSH dan aktivitas enzim GR pada keadaan hipoksia.
Pemberian kurkumin dengan dosis 0,25 µM meningkatkan kadar GSH menjadi 2,70 (1,12) nmol/mg protein (p<0,05) dan aktivitas enzim GR menjadi 0,0087 (0,0040) µmol/menit/mg protein (p>0,05) pada keadaan reoksigenasi. Pemberian kurkumin dosis 0,5 µM meningkatkan kadar GSH dan aktivitas enzim GR menjadi 2,83 0,80) nmol/mg protein (p<0,05) dan 0,0193 (0,0092) µmol/menit/mg protein (p<0,05) pada keadaan reoksigenasi. Hasil tersebut menunjukkan bahwa kurkumin memiliki efek proteksi terhadap kerusakan mitokondria pada reoksigenasi yang ditunjukkan dengan peningkatan kadar GSH dan aktivitas GR baik dengan dosis 0.25 µM maupun 0.5 µM.

The state of hypoxia in different organs causes damage to cells. Reoxygenation to the tissues causes further damage to the cells; the degree of damage depends on the duration of hypoxia. In both hypoxia and reoxygenation, the damage is suspected to be caused by the formation of reactive oxygen species (ROS). The presence of ROS will cause changes in the concentration and activity of some antioxidant in the body such as glutathione (GSH) and glutathione reductase enzyme (GR). Curcumin, a yellow active component found in curcuma, has been found to have an antioxidant property. The protective effect of curcumin will be investigated by measuring the cellular parameters such as glutathione (GSH) concentration and the activity of glutathione reductase enzyme (GR) in isolated heart mitochondria of guinea pig undergoing hypoxia and reoxygenation.
Results and conclusions
The mitochondria isolated from guinea pig had enough purity, as shown by the relative specific activity (RSA) of succinate dehydrogenize (SDH) for all groups which ranged from 7.89 to 12.72 (6 per group).
Hypoxia and reoxygenation decreased the glutathione content from mean (SD) 4.06 (1.09) nmol/mg protein to 2.89 (1.07) nmol/mg protein (p<0.05) and 1.43 (0.43) nmol/mg protein (p<0.05). The activity of glutathione reductase also decreased during hypoxia and reoxygenation from 0.0796 (0.0157) µmol/min/mg protein to 0.0253 (0.01353) µmol/min/mg protein (p>0.05) and 0.0065 (0.0030) µmol/min/mg protein (p<0.05).
Curcumin 0.25 µM and 0.5 µM changed the glutathione content during hypoxia from 2.29 (1.07) nmol/mg protein to 1.95 (0.71) and 2.32 (0.70) nmol/mg protein, but these changes were not statistically significant (p>0.05). Curcumin 0.25 µM and 0.5 µM decreased the activity of glutathione reductase during hypoxia from 0.0253 (0.0138) µmol/min/mg protein to 0.0146 (0.0107) and 0.0140 (0.0063) µmol/min/mg protein, but these decreases were also not statistically significant (p>0.05). These results showed that curcumin did not have any effect on the glutathione content and the glutathione reductase activity during hypoxia either with 0.25 µM or 0.5 µM dose.
Curcumin 0.25 µM increased the glutathione content to 2.70 (1.12) nmol/mg protein (p<0.05) and glutathione reductase activity to 0.0086 (0.0040) µmol/min/mg protein (p>0.05) during reoxygenation. With curcumin 0.5 µM the glutathione content increased to 2.83 (0.80) nmol/mg protein (p<0.05) and the glutathione reductase activity to 0.0193 (0.0092) µmol/min/mg protein (p<0.05) during reoxygenation. These results showed that curcumin had a protective effect on the mitochondria injury during reoxygenation as it increased on the glutathione content and the activity of glutathione reductase with both 0.25 µM and 0.5 µM doses.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2003
T9592
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ari Estuningtyas
"Keadaan hipoksia pada berbagai macam organ dapat menyebabkan terjadinya kerusakan pada sel tubuh. Pemberian oksigen kembali pada jaringan yang telah mengalami hipoksia ternyata dapat menyebabkan kerusakan lebih lanjut dari sel tersebut, yang berat ringannya tergantung dari lamanya terjadi hipoksia. Baik pada kondisi hipoksia maupun reoksigenasi terjadinya kerusakan pada sel diduga disebabkan oleh terbentuknya radikal bebas. Adanya radikal bebas tersebut akan menyebabkan perubahan pada aktivitas antioksidan dalam tubuh seperti glutation peroksidase dan peningkatan kadar MDA. Kurkumin yang merupakan zat aktif berwarna kuning yang terdapat pada rimpang suku temu-temuan telah diteliti memiliki efek sebagai antioksidan. Efek proteksi kurkumin akan dilihat dengan mengukur aktivitas glutation peroksidase dan kadar MDA dari mitokondria jantung marmut.
Kemurnian mitokondria yang diisolasi dari jantung marmut cukup baik dengan RSA untuk enzim suksinat dehidrogenase (SDH) dari masing-masing kelompok adalah > 2,5. Keadaan hipoksia dan reoksigenasi menyebabkan terjadinya peningkatan aktivitas enzim glutation peroksidase (GPx) dibandingkan dengan kondisi normoksia yaitu dari 0,3235 ± 0,1153 µmol/menit/mg protein menjadi 0,3916 ± 0,1498 µmol/menit/mg protein dan 0,8256 ± 0,2684 µmol/menit/mg protein. Peningkatan kadar MDA juga terjadi pada keadaan hipoksia dan reoksigenasi dibandingkan dengan kondisi normoksia yaitu dari 17,8453 ± 2,7852 nmol/mg protein menjadi 21,2371 ± 3,5319 nmol/mg protein dan 29,5232 ± 9,4673 nmol/mg protein. Pemberian kurkumin dosis 0,25 pM pada keadaan reoksigenasi dapat menurunkan aktivitas GPx dan kadar MDA yang bermakna secara statistik dibandingkan tanpa pemberian kurkumin menjadi 0,4975 ± 0,0441 µmol/menit/mg protein dan 16,4707 ± 1,9896 nmol/mg protein. Penambahan dosis kurkumin menjadi 0,5 µM pada keadaan reoksigenasi dapat menurunkan aktivitas GPx dan kadar MDA menjadi 0,6654 ± 0,2186 µmollmenitlmg protein dan 24,4532 ± 3,2411 nmo1/mg protein dibandingkan tanpa pemberian kurkumin, namun secara statistik tidak bermakna. Pada keadaan hipoksia kurkumin dosis 0,25 µM maupun 0,5 µM justru menyebabkan peningkatan aktivitas GPx menjadi 0,5131 ± 0,0589 µmol/menit/mg protein dan 0,6642 ± 0,2061 µmol/menit/mg protein dibandingkan tanpa pemberian kurkumin, sedangkan kadar MDA turun namun secara statistik tidak bermakna. Analisa statistik yang digunakan untuk uji parametrik adalah Anova satu arah sedangkan untuk uji non parametrik adalah Kruskal Wallis.

The Effects of Curcumin toward Glutathion Peroxidase Activity and MDA Concentration in Hypoxia/Reoxygenation Isolated Working Heart Guinea Pig MitochondriaThe state of hypoxia on different kinds of organ can cause damage to the cell. Giving the oxygen back to the tissues which have experienced hypoxia turns out causing further damage to the cell, whose degree of damage depends on the duration of hypoxia. Both on hypoxia and reoxygenation, the reason for the damage is thought to be caused by the formation of reactive oxygen species. The presence of reactive oxygen species will cause changes activity of some antioxidant in the body such glutathion peroxidase (GPx) and increase in MDA concentration. Curcumin, a yellow active component found in the curcuma, has been found to have antioxidant property. The protective effect of curcumin will be investigated by measuring the cellular parameters such as glutathione peroxidase activity (GPx) and MDA concentration in the heart mitochondria of guinea pig.
The isolation of mitochondria from guinea pig was doing good, indicated with the relative specific activity of sucinate dehydrogenase for all groups greater than 2,5. Hypoxya and reoxygenation conditions increased the activity of glutathione peroxydase from 0,3235 ± 0,1153 µmol/menit/mg protein to 0,3916 ± 0,1498 µmol/menit/mg protein and 0,8256 ± 0,2684 µmol/menit/mg protein compared with normoxia condition. The MDA concentration was also increased during hypoxia and reoxygenation from 17,8453 ± 2,7852 nmol/mg protein to 21,2371 ± 3,5319 nmol/mg protein and 29,5232 ± 9,4673 nmol/mg protein. Curcumin 0,25 µM during reoxygenation decreased the activity of glutathione peroxidase to 0,4975 ± 0,0441 µmol/menit/mg protein and the MDA concentration to 16,4707 ± 1,9896 nmol/mg protein. With curcumin 0,5 p.M the activity of glutathione peroxidase decreased to 0,6654 ± 0,2186 µmol/menit/mg protein and MDA concentration to 24,4532 ± 3,2411 nmol/mg protein during reoxygenation. During hypoxia curcumin 0,25 p.M and 0,5 µM increased the activity of glutathione peroxidase to 0,5131 ± 0,0589 µmol/menit/mg protein and 0,6642 ± 0,2061 µmol/menit/mg protein. Curcumin decreased the 1VIDA concentration during hypoxia with the 0.25 µM and 0,5 µM dose, although the changes are not statistically significant. curcumin, glutathione peroxidase, MDA, hypoxia/reoxygenation, mitochondria."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2002
T10664
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syamsudin
"Ruang lingkup dan cara penelitian:
Kurkumin merupakan zat warna kuning yang terdapat dalam berbagai spesies kurkuma seperti: Curcuma Tonga L, Curcuma xantorrhizae roxb dan digunakan dalam obat tradisional untuk penyakit hati. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa kurkumin dapat mencegah kerusakan hati yang diinduksi oleh CCL4, galaktosamin dan parasetamol dosis tinggi. Dari penelitian ini tampak bahwa efek kurkumin agaknya berdasarkan efek antioksidannya. Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan informasi tentang pengaruh pemberian kurkumin terhadap aktivitas enzim antioksidan yang terdapat di mitokondria seperti glutation peroksidase (GPx dan glutation reduktase (GR) disamping itu untuk mengamati kerusakan oksidatif mitokondria hati tikus yang terisolasi yang diinduksi oleh butil hidroperoksida tersier (t-BHP). Efek proteksi kurkumin dilihat dari peningkatan aktivitas GP, dan GR. Isolasi mitokondria dilakukan dengan cara sentrifugasi bertingkat. Fraksi mitokondria yang diperoleh dilakukan pengukuran aktivitas glutation reduktase (GR) dan glutation peroksidase (GPx). Pengukuran dilakukan secara spektrofotometri pada panjang gelombang 340 ηm.
Hasil dan kesimpulan :
Mitokondria yang diisolasi cukup baik (RSA untuk SDH = 34,24). Pemberian t-BHP 200 µM dan 400 µM dapat menurunkan aktivitas glutation reduktase dan glutation peroksidase dari 15 ± 3 nmol/min/mg protein menjadi 6 ± 1 nmol/min/mg protein dan 0,29 ± 0,03 µmol/min/mg protein menjadi 0,04 ± 0,01 µmol/min/mg protein. Pemberian kurkumin dengan dosis 60 µM dapat meningkatkan aktivitas glutation reduktase dari 6 ± 1 nmol/min/mg protein menjadi 16 ± 3 nmol/min/mg protein dan pemberian kurkumin dengan dosis 1000 µM dapat meningkatkan aktivitas enzim glutation peroksidase dari 0,04 ± 0,01 µmol/min/mg protein menjadi 0,016 ± 0,002 gmol/min/mg protein. Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa kurkumin dapat melindungi kerusakan mitokondria pada rentang dosis 60-1000 µM.

Reductase Enzyme's Activity in Rat Liver Mitochondria Affected By t-BHP OxidantDimension and method study. Curcumin is the yellow substance of various Curcuma sp. Such as Curcuma longa L, Curcuma xantorrhizae roxb which traditionally used to cure liver ailments. Several studies show that curcumin can prevent CCl4, galactosamin and high dose paracetamol induced liver damage and indicted its antioxidant role in that part. This present study was conducted to obtain further information regarding the effect of instilled curcumin toward the antioxidant enzymes present in mitochondria, gluthatione peroxidase and gluthatione reductase and to observe the oxidative damage of the isolated rat liver induced by t-BHP. Curcumin's protective effect is shown by the gluthatione peroxidase and gluthatione reductase increase activity. Mitochondria isolation was done by fractionated centrifugation. Mitochondria fraction obtained was subjected to gluthatione peroxidase and gluthatione reductase activity determination, which was procured spectrophotometrically at wavelength 340 ηm.
The Result and Conclusion:
The isolated mitochondria was good(RSA for SDH =34,24). Instillation of t-BHP 200 µM and 400 µM reduced GPx and GR activity from l5 ± 3 nmol/min/mg protein to 6 ± 1 nmol/min/mg protein and from 0,29 ± 0,03 nmol/min/mg protein to 0,04 ± 0,01 nmol/min/mg protein. Instillation of curcumin at 60 µM dosage increased the GR's activity from 6 ± 1 nmol/min/mg protein to 16 ± 3 nmol/min/mg protein, while a 1000 µM dosage increased the GPx's enzyme activity from 0,04 ± 0,01 nmol/min/mg protein to 0,016 ± 0,002 nmol/min/mg protein. These studies showed that curcumin can prevent mitochondria damage at dose range of 60-1000 µM."
2001
T8339
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nindyasari Laksmita Putri
" ABSTRAK
Pendahuluan: Jantung adalah organ yang metabolisme energinya bersifat aerobik
dan mutlak memerlukan oksigen sebagai akseptor elektron terakhir dalam
pembentukan ATP. Pada keadaan hipoksia, terjadi pembentukan radikal bebas
akibat terganggunya aliran elektron yang kemudian mengakibatkan stres oksidatif
sehingga menyebabkan kerusakan jaringan. Glutation (GSH) merupakan
antioksidan endogen yang dapat menangkal radikal bebas sehingga mencegah
kerusakan jaringan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh hipoksia
sistemik selama 1 3 5 dan 7 hari terhadap kadar GSH jaringan jantung
Metodologi Jaringan jantung berasal dari tikus Sprague-Dawley jantan usia 6
8 minggu yang telah terpapar kondisi normoksik sebagai kontrol dan kondisi
hipoksia sistemik berkelanjutan selama 1 3 5 dan 7 hari. Kadar GSH kemudian
diukur dan dianalisa menggunakan ANOVA. Hasil: Hasil penelitian
menunjukkan bahwa hipoksia sistemik berkelanjutan selama 1 3 5 dan 7 hari
tidak menunjukkan perbedaan bermakna kadar GSH jaringan jantung p 005
Kadar GSH terendah yang ditemukan pada hari 3 1395 ng mg protein
Kesimpulan Hipoksia sistemik berkelanjutan pada penelitian in tidak
berpengaruh terhadap kadar GSH jaringan jantung.

ABSTRAK
Introduction: Heart is an organ which the aerobic energy metabolism of it needs
oxygen as a final electron for the needs of ATP production. In hypoxic condition
the electron flow is interrupted; causing free radicals formation leading to
oxidative stress and potentially causes tissue damage. Glutathione (GSH) works
as an endogenous antioxidant to counteract free radicals thus preventing tissue
damage. This study aimed to analyze the correlation between hypoxia within 1 3
5 and 7 days with GSH levels in the heart tissue. Method The heart sample of
was obtained from male SpragueDawley 6 8 weeks old) that has been exposed
to normoxic condition as the control and continuous systemic hypoxia within 1
3 5 and 7 days The GSH level was then measured and analyzed using ANOVA.
Results The result of this study depicted that continuous systemic hypoxia
exposure of 1 3 5 and 7 days showed no significant differences to the GSH level
of the heart tissue p 0.05 The lowest GSH level was found on day 3 1 395
ng mg protein Conclusion Continuous systemic hypoxia in this study showed
no influence in GSH level in the heart tissue."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
S70446
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bryant Lewi Santoso
"Latar Belakang: Sindrom Metabolik (MetS) merupakan salah satu isu kesehatan terbesar di seluruh dunia dikarenakan merupakan faktor risiko untuk terjadinya masalah kardiovaskular. Hingga saat ini, pengobatan untuk MetS memerlukan beberapa obat yang digunakan secara simultan. Salah satu ciri khas dari penyakit sindrom metabolik adalah stres oksidatif. Stres oksidatif diketahui dapat merusak dan merupakan prekusor dari penyakit kardiovaskular. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah 6-Gingerol memiliki efek terhadap stres oksidatif pada jantung. Metode: Tikus jantan Sprague-Dawley yang dikelompokan menjadi 5 kelompok, yakni normal, sindrom metabolik (MetS), MetS dengan dosis 50, 100, dan 200 mg/kgBB 6-Gingerol. Tikus diinduksi sindrom metabolik menggunakan diet tinggi fruktosa/lemak dan diberikan 1 Dosis streptozotocin (22mg/kg) pada minggu Ke-8. Kemudian diberikan 6-Gingerol secara oral selama 8 minggu. Stres oksidatif diukur dari kadar Malondialdehida (MDA) dan Glutation Peroksidase (GPx) pada jaringan jantung tikus. Pengukuran MDA menggunakan spektrofotrometri dan GPx dengan kit Enzyme-linked Immunosorbent Assay ELISA. Hasil: Hasil menunjukan perbedaan yang signifikan pada pengukuran GPx kelompok MetS + 200 mg/kgBB dibandingkan dengan kelompok MetS (p = 0,01). Sedangkan pengukuran MDA tidak dapat perbedaan yang bermakna antar kelompok. Kesimpulan: 6-Gingerol dapat meningkatkan ekspresi GPx pada jantung tikus model sindrom metabolik, tetapi tidak berpengaruh terhadap ekspresi MDA.

Introduction: Metabolic syndrome (MetS) is a major health issue worldwide, as it is a risk factor for cardiovascular diseases. As of now, the treatment for metabolic syndrome requires several medications used simultaneously. One of the common characteristics of metabolic syndrome is oxidative stress. Oxidative stress is known to cause damage to various organs and systems, so this research aims to determine whether 6-Gingerol has an effect on oxidative stress in the heart. Method: This research involved male Sprague- Dawley rats that were divided into 5 groups: normal, metabolic syndrome (MetS), MetS + 6-Gingerol 50 mg/kgBB, MetS + 6-Gingerol 100 mg/kgBB, and MetS + 6-Gingerol 200 mg/kgBB. Metabolic syndrome was induced by a high-fructose fat diet for 8 weeks and a single dose of streptozotocin (22mg/kg) in the 8th week. 6-Gingerol was given orally for the next 8 weeks. Malondialdehyde (MDA) and Glutathione Peroxide (GPx) levels are used to measure oxidative stress. MDA levels were measured using spectrophotometry and GPX with an Enzyme-linked Immunosorbent Assay ELISA kit. Results: The results showed a significant difference in GPx levels in the MetS + 200 mg/kgBB group compared to the MetS group (p = 0.01). However, there was no significant difference in MDA levels between the groups. Conclusion: The results indicate that 6-Gingerol can increase the expression of GPx in the heart of a metabolic syndrome model, but it does not affect the expression of MDA."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
William Nathaniel
"Prediabetes adalah kondisi dimana kadar gula darah seseorang diatas batas normal tetapi belum mencapai kriteria diagnosis diabetes melitus. Hiperglikemia pada penderita prediabetes dapat meningkatkan penanda inflamasi kronik dan pembentukan spesies oksigen reaktif, yang akan meningkatkan stres oksidatif. Kadar GSH (glutation tereduksi), GSSG (glutation teroksidasi), dan rasio GSH/GSSG dapat diukur untuk melihat tingkat stres oksidatif. Dilakukan pengukuran GSH dan GSSG pada ginjal tikus Wistar dengan metode kolorimetri. Tikus dibedakan menjadi tikus sehat sebagai kontrol negatif dan prediabetes. Induksi prediabetes dilakukan dengan diet tinggi lemak dan glukosa ditambah injeksi streptozotocin. Tikus prediabetes terbagi menjadi tiga kelompok intervensi, yaitu tanpa suplementasi vitamin D3 dan suplementasi vitamin D3 dengan dosis 100 dan 1000 IU/kgBB/hari. Pemberian vitamin D3 pada tikus model prediabetes tidak memberikan efek yang signifikan secara statistik pada kadar GSH (p=0,077) dan GSSG (p=0,509) ginjal tikus. Pemberian vitamin D3 dosis rendah (100 IU/kgBB/hari) meningkatkan rasio GSH/GSSG ginjal tikus model prediabetes (2,59 ± 0,32) dibandingkan dengan ginjal tikus model prediabetes tanpa pemberian vitamin D3 (1,68 ± 0,80) dan signifikan secara statistik (p = 0,026). Suplementasi vitamin D 100 IU/kgBB/hari pada ginjal tikus prediabetes dapat meningkatkan rasio GSH/GSSG secara signifikan.

Hyperglycemia in prediabetic patients can increase the formation of reactive oxygen species, which will increase oxidative stress. GSH (reduced glutathione), GSSG (oxidized glutathione), and the GSH/GSSG ratio can be measured to see the level of oxidative stress. GSH and GSSG were measured in the kidneys of Wistar rats using the colorimetric method. Mice were differentiated into healthy mice as negative controls and prediabetes. Prediabetes was induced with a diet high in fat and glucose plus injection of streptozotocin. Prediabetic rats were divided into three intervention groups, namely without vitamin D3 supplementation and vitamin D3 supplementation at doses of 100 and 1000 IU/kgBW/day. Administration of vitamin D3 to prediabetic rats did not have a statistically significant effect on rat kidney GSH (p=0.077) and GSSG (p=0.509) levels. Administration of low-dose vitamin D3 (100 IU/kgBW/day) increased the ratio of GSH/GSSG in the kidneys of prediabetic rat models (2.59 ± 0.32) compared to the kidneys of prediabetic rats without administration of vitamin D3 (1.68 ± 0.80) and statistically significant (p = 0.026). Supplementation of vitamin D 100 IU/kgBB/day in the kidneys of prediabetic rats can significantly increase the ratio of GSH/GSSG."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Donna Novina Kahanjak
"Sindroma overtraining dapat disebabkan oleh stres oksidatif akibat peningkatan produksi ROS. Penelitian ini bertujuan mengetahui pemberian H. sabdariffa L. dapat mencegah sindroma overtraining berdasarkan penurunan kadar MDA dan peningkatan aktivitas GPx plasma. Penanda sindroma overtraining adalah parameter fisiologis berat badan dan penanda biologis kadar IL-6 plasma. Metode penelitian eksperimental pada 20 ekor tikus jantan galur Wistar usia 8-10 minggu, berat badan 200-250 gram. Hewan coba secara acak terbagi atas kelompok kontrol (K), ekstrak air H. sabdariffa L. 400 mg/kgBB/hari (KH), overtraining (O), dan overtraining diberi ekstrak air H. sabdariffa L. 400 mg/kgBB/hari (OH). Hasil penelitian ditemukan berat badan pada kelompok O menurun dibanding K, namun tidak signifikan secara statistik. Kadar IL-6 pada kelompok O meningkat secara signifikan dibanding K. Kadar MDA pada kelompok OH menurun secara signifikan dibanding O. Aktivitas GPx pada kelompok OH meningkat dibanding O, namun tidak signifikan secara statistik. Hasil mengindikasikan bahwa ekstrak air H. sabdariffa L. dapat mencegah sindroma overtraining berdasarkan penurunan kadar MDA dan peningkatan aktivitas GPx.

Overtraining syndrome can be caused by oxidative stress due to increased production of ROS. The aim of the study was to determine the administration of H. sabdariffa L. can prevent overtraining syndrome by decreased levels of MDA and increase in GPx activity of plasma. The marker of overtraining syndrome are physiological parameters weight and biological marker levels of IL-6 plasma. Experimental research methods in 20 of male Wistar strain rat aged 8-10 weeks, weight 200-250 g. Experimental animals were radomly divided into groups of a control (K), aqueous extract of H. sabdariffa L. (KH), overtraining (O), and overtraining with aqueous extract of H. sabdariffa L. (OH). Research found weight decreased in group O than K, but not statistically significant. Levels of IL-6 increased significantly compared to the group O than K. MDA levels in the OH group decreased significantly compared to O. Activity of GPx increased compared to the OH group than O, but not statistically significant. Results indicates that aqueous extract of H. sabdariffa L. can prevent overtraining syndrome by decreasing levels of MDA and increasing in GPx activity.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Marissa
"Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa pada pasien akne terjadi stres oksidasi yang ditandai dengan penurunan aktivitas glutation peroksidase (GPx) dalam eritrosit. Aktivitas GPx dalam plasma belum pernah diteliti pada pasien akne dan diharapkan dengan pemberian ekstrak kulit buah manggis (Garcinia mangostana L.) sebagai sumber antioksidan dapat meningkatkan aktivitas GPx dalam plasma.
Penelitian ini merupakan penelitian analitik komparatif dengan desain paralel, merupakan uji klinis yang memakai rancangan pretest-posttest dengan kelompok kontrol. Penelitian ini dilakukan untuk membandingkan aktivitas GPx dan rasio glutation tereduksi/teroksidasi (GSH/GSSG) sebelum dan sesudah mengkonsumsi ekstrak kulit buah manggis dengan dosis 3x1 kapsul selama 21 hari.
Metode pemeriksaan menggunakan metode enzimatik Ransel kit RS.505 untuk mengukur aktivitas GPx dan microplate assay for GSH/GSSG GT.40 untuk mengukur rasio GSH/GSSG terhadap 20 subyek penelitian dan 18 subyek kontrol.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam kelompok Manggis, setelah terapi dengan ekstrak kulit buah manggis, aktivitas plasma GPx secara signifikan lebih tinggi dibandingkan sebelum terapi (p<0,05), namun bila dibandingkan dengan kelompok Plasebo peningkatan ini tidak bermakna (p>0,05). Penelitian ini juga menemukan bahwa pemberian ekstrak kulit buah manggis pada pasien akne dapat menurunkan rasio GSH / GSSG secara signifikan (p<0,05) dibandingkan dengan kelompok Plasebo.

Previous studies have shown impaired antioxidant defense system in patients with acne, including alterations in glutathione peroxidase (GPx) activity in erythrocytes. GPx activity in plasma has not been studied in patients with acne and is expected that administration of mangosteen pericarp extract as a source of antioxidants can increase the activity of GPx in plasma.
This study is a comparative analytical study with parallel design, a clinical trial using a pretest-posttest control group. The study was conducted by comparing the activity of GPx and the ratio of GSH/GSSG before and after consumes mangosteen pericarp extract with doses 3x1 capsules for 21 days.
An enzymatic methods using Ransel kit RS.505 to measure GPx and microplate assay kit for GSH / GSSG GT.40 to measure the ratio of GSH/GSSG against 20 study subjects and 18 control subjects.
The results showed that after therapy with mangosteen pericarp extract, the activity of plasma GPx was significantly higher than before therapy (p<0.05), but when compared to the Placebo group the increase was not significant (p>0.05). This research also found that administration of mangosteen pericarp extract to patients with acne may decrease the ratio of GSH / GSSG significantly (p<0.05) compared to the Placebo group.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2013
T32793
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indah Rohmawati
"Stres oksidatif dihasilkan sebagai akibat dari jumlah ROS (reactive oxygen spesies) yang berlebih di dalam tubuh yang dapat merusak jaringan. Hal ini disebabkan oleh ketidakseimbangan antara oksidan (ROS) dan antioksidan sebagai penangkalnya. Kadar antioksidan di dalam tubuh dapat ditingkatkan dengan cara mengonsumsi makanan yang mengandung zat antioksidan, misalnya bekatul. Oleh karena itu, tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui potensi bekatul sebagai antioksidan dengan mengukur kadar GSH pada ginjal tikus diintoksikasi dengan karbon tetraklorida (CCl4).
Pada penelitian ini menggunakan 24 tikus jantan galur Sparague Dawley yang dibagi menjadi 6 kelompok. Kelompok kontrol normal (K1) tidak mendapat perlakuan, kelompok kontrol negatif (K2) diberikan CCl4 0,55 mg/kg BB. Perlakuan 1 (P1) dan P2 diberikan bekatul 200 mg/kg BB. P3 dan P4 diberikan bekatul 400 mg/kg BB. Kemudian, kelompok P2 dan P4 diberikan CCl4 dengan dosis 0,55 mg/kg BB. Masing-masing kelompok tersebut dilakukan pengukuran kadar GSH. Setelah itu, dilakukan analisis data dengan menggunakan One Way Anova.
Hasil penelitian didapatkan kadar GSH pada K2, P1 dan P2 lebih tinggi dibandingkan kontrol normal dan kadar GSH P3, P4 lebih tinggi dibandingkan kontrol negatif. Peningkatan kadar GSH yang bermakna terdapat pada kontrol negatif serta kelompok bekatul 400 dengan bekatul 200 + CCl4 dengan nilai p< 0,05. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa bekatul berpotensi sebagai antioksidan apabila dilihat secara grafik, karena kadar GSH pada rata-rata kelompok perlakuan cenderung mengalami peningkatan dibandingkan dengan kontrol normal dan kontrol negatif.

Oxidative stress produced as a result of the amount of ROS (reactive oxygen species) are excessive in the body that can damaged tissue. This is caused by an imbalance between oxidants (ROS) and antioxidant as an antidote. Levels of antioxidants in the body can be increased by eating foods that contain antioxidants, such as bran. Therefore, the aim of this study was to determine the potential of rice bran as an antioxidant by measuring the levels of GSH in kidney diintoksikasi rats with carbon tetrachloride (CCl4).
In this study using 24 male rats Sparague Dawley strain were divided into 6 groups. Normal control group (K1) untreated, negative control group (K2) is given CCl4 0.55 mg / kg. Treatment 1 (P1) and P2 given bran 200 mg / kg. P3 and P4 are given bran 400 mg / kg. Then, the group P2 and P4 are given CCl4 with a dose of 0.55 mg / kg. Each group measured levels of GSH. After that, data analysis using One Way Anova.
The result showed the levels of GSH on K2, P1 and P2 higher than normal control and GSH levels P3, P4 higher than the negative control. A significant increase in GSH levels found in the negative controls as well as groups with bran bran 400 200 + CCl4 with a value of p <0.05. Thus, it can be concluded that the bran potential as an antioxidant when seen in the chart, because the levels of GSH in the average treatment groups tends to increase as compared with normal controls and negative controls.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Friaini Zahra Murti
"Pada penelitian ini glutation akan diformulasikan dalam krim transfersom dan krim nontransfersom, lalu akan diteliti stabilitas kimia dan stabilitas fisik dari kedua krim tersebut. Stabilitas fisik diuji dengan uji stabilitas cycling test dan centrifugal test, berdasarkan hasil uji krim transfersom relatif lebih stabil. Stabilitas kimia dinilai dengan menggunakan Kromatograsfi Cair Kinerja Tinggi dengan kondisi analisis yang digunakan adalah laju alir 0,8 mL/menit, panjang gelombang maksimum 200 nm dan fase gerak dapar fosfat pH 3,0. Waktu retensi glutation 5,747 menit, faktor ikutan 1,219, regresi linear y = 14050x + 68846, r = 0,9992, LOD 6,78 µg/mL dan LOQ 22,63 µg/mL.
Uji stabilitas kimia dengan uji stabilitas dipercepat dengan kondisi 40°C/70% RH menunjukkan hasil kadar tersisa pada krim transfersom 83,44% dan krim non-transfersom 47,92%. Uji aktivitas antioksidan dengan metode DPPH menunjukkan hasil bahwa glutation pada krim transfersom mempunyai nilai IC50 11,89 µg/mL dan pada krim non-transfersom mempunyai nilai IC50 15,57 µg/mL. Uji penetrasi dengan sel difusi Franz menunjukkan hasil Fluks krim transfersom 510,38 µg.cm-2.jam-1 lebih tinggi dibandingkan krim non-transfersom yaitu 340,12 µg.cm-2.jam-1.

In this study glutathione will be formulated in transferome cream and non-transferome cream, then chemical stability and physical stability will be examined. Physical stability was tested by cycling test and centrifugal test stability tests, where the results of transferome cream were relatively more stable. Chemical stability was assessed by using High Performance Liquid Chromatography with the flow rate 0.8 mL/minute, maximum wavelength 200 nm and mobile phase phosphate buffer pH 3.0. Retention time 5.747 minutes, tailing factor 1.219, linear regression y = 14050x + 68846, r = 0.9992, LOD 6.78 µg/mL and LOQ 22.63 µg/mL.
Chemical stability tested by accelerated stability test with conditions of 40°C/70% RH during 3 months, the results of the remaining levels of transferome cream were 83,44% and non-transfersom cream were 47,92%. The antioxidant activity test using DPPH methode showed that glutathione in transferome cream had an IC50 value 11.89 µg/mL and in non-transferome cream had an IC50 value 15.57 µg/mL. Penetration test using Franz cell diffusion shows that Flux of transfersome cream were  510.38 µg.cm-2.hour-1, higher than non-transferome creams which are 340.12 µg.cm-2.hour-1.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>