Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 147123 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Wirdanengsih
"Penelitian ini mengunakan metode observasi partisipasi yang didukung oleh studi literatur, wawancara, dan pengamatan. Tesis ini menjelaskan keberadaan perempuan dibidang politik menunjukan bahwa dengan didukung oleh kemampuan individu mulai dari tingkat pendidikan perempuan yang umumnya relatif tinggi, pengalaman organisasi yang dimiliki serta latar belakang pekerjaan dan kondisi sosial ekonomi mereka yang memadai menjadikan mereka dapat bertahan menjadi anggota DPR RI.
Namun ada faktor lain yang lebih mempengaruhi keberadaan perempuan di DPR RI tersebut, seperti hubungan keluarga, hubungan pertemanan dan ikatan primordial yang merupakan suatu jaringan yang dapat digunakan dan dimanfaatkan untuk mencapai tujuan politik perempuan DPR R.I. Dengan demikian hubungan sosial yang terbentuk tidak semata-mata hubungan antar individu tapi melampaui batas garis keturunan dalam rangka memperoleh dan mempertahankan kekuasaan yang ada.
Adanya proses rekrutmen politisi perempuan yang dipengaruhi oleh jaringan yang dimiliki juga akan mempengaruhi peran sebagai anggota parlemen dimana perempuan parlemen tersebut dalam perannya sehari-hari, bias gender masih mempengaruhi mereka karena memang awal rekrutmen mereka tak lepas adanya campur tangan kekuasaan laki-laki . Kemudian jaringan sosial yang mereka miliki tidak semata-mata jaringan yang terbentuk atas kekuatan mereka melainkan juga atas kekuatan yang dimiliki oleh pihak lain namun ada juga sebaliknya bahwa perempuan tersebut itulah yang memiliki pengaruh dalam suatu jaringan sehingga tercapai tujuan yang dimaksud."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T9731
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Riza Imaduddin Abdali
"Penelitian ini membahas mengenai seleksi kandidat perempuan dalam pencalonan anggota DPR RI pada Pemilu 2014 di PPP, PKS, dan PDI Perjuangan. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan instrumen wawancara mendalam, studi literatur, dan dokumen sebagai metode dalam pengumpulan data. Asumsi dari penelitian ini adalah PPP memiliki seleksi kandidat perempuan yang cenderung berorientasi birokratik karena terjadi peningkatan keterwakilan politik perempuan di DPR RI pada Pemilu 2014, PKS memiliki seleksi kandidat perempuan yang berorientasi patronase karena terjadi penurunan keterwakilan politik perempuan di DPR RI pada Pemilu 2014, dan PDI Perjuangan memiliki seleksi kandidat perempuan yang cenderung berorientasi patronase karena terjadi stagnansi keterwakilan politik perempuan di DPR RI pada Pemilu 2014 dengan menggunakan kerangka Matland. Temuan pertama dari penelitian ini adalah seleksi kandidat perempuan dalam pencalonan anggota DPR RI di PPP pada Pemilu 2014 memiliki sistem yang berorientasi patronase. Temuan kedua dari penelitian ini adalah seleksi kandidat perempuan dalam pencalonan anggota DPR RI di PKS pada Pemilu 2014 memiliki sistem yang cenderung berorientasi birokratik. Temuan ketiga adalah seleksi kandidat perempuan dalam pencalonan anggota DPR RI di PDI Perjuangan pada Pemilu 2014 memiliki sistem yang cenderung beorientasi patronase. Dalam penelitian ini, seleksi kandidat perempuan yang berorientase patronase dapat meningkatkan keterwakilan politik perempuan di arena politik formal, khususnya DPR RI.

This thesis discussed the political party PPP, PKS, and PDI Perjuangan?s selection of women candidates in the nomination of the prospective members of The House of Representatives of Republic of Indonesia (DPR RI) during the General Elections of 2014. This research used qualitative method with the instruments of in-depth interviews, literature studies, and document studies to gather the data. Using the framework of Matland, the author formulated assumptions as follows: the first assumption of the research was the PPP tended to be a bureaucraticoriented selection system since there was an increasing number of its women?s political representation in the council, the PKS had a patronage-oriented selection system since there was a decreasing number of its representation, and the PDI Perjuangan tended to be patronage-oriented system since there was a stagnation in the representation. The first finding of the research revealed that the selection in PPP had a patronage-oriented system. Another finding showed that the selection in PKS had the tendency to have a bureaucratic-oriented system. The selection system in PDI Perjuangan, on the other hand, tended to be patronage-oriented. The research showed that the selection of women candidates with patronageoriented system could increase the women?s political representation in the formal political arena, in particular DPR RI."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2015
S61993
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Meyrinda Rahmawati Hilipito
"ABSTRAK
Secara yuridis formal partisipasi perempuan di bidang politik telah dijamin konstitusi. Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 dengan tegas menyatakan perlakuan yang sama dihadapan hukum dan pemerintahan. Disamping itu terdapat komitmen resmi pada konvensi-konvensi internasional menyangkut partisipasi politik perempuan yang sudah diratifikasi yakni Konvensi tentang Hak-hak politik perempuan (The Convention on Political Rights for Women) melalui Undang-Undang Nomor 68 tahun 1958 dan Konvensi Penghapusan Segala Bentuk diskriminasi terhadap Perempuan (the Convention on Elimination of all Forms of Discrimination) melalui Undang-Undang Nomor 7 tahun 1984. Dapat dikatakan Indonesia telah mengikatkan diri untuk melaksanakan kebijakan untuk menghapus segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan, antara lain mencantumkan prinsip persamaan hak dan kewajiban, kedudukan, peranan, dan kesempatan bagi perempuan dan laki-Iaki dalam peraturan perundang-undangan, terutama yang berkaitan dengan upaya untuk meningkatkan keterlibatan perempuan dalam politik. Namun, kenyataan politik di Indonesia masih jauh dari idealisme tersebut. Dilihat dari proporsinya, jumlah perempuan sebagai anggota parlemen masih belum signifikan. Rendahnya porsi perempuan tersebut jika dikaitkan dengan keterwakilan sebagai salah satu mekanisme dalam dunia politik, maka hasilnya sangat memprihatinkan. Akibatnya pun, banyak kebijakan dan program pembangunan yang ditujukan kepada perempuan sering tidak peka gender. Realitas demikian tampaknya ikut melatarbelakangi akomodasi kuota 30 persen perempuan di lembaga parlemen melalui kebijakan affirmative action yang diterapkan melalui UU No. 31 tahun 2002 tentang Partai Politik dan UU No. 12 tahun 2003 tentang Pemilu, khususnya dalam Pasat 65 ayat (1). Namun persoalan yang timbul kemudian adalah bagaimana ketentuan-ketentuan yang terkait dengan representasi politik perempuan yang ada dalam undang-undang politik tersebut dilaksanakan. Dalam mengkaji dan menganalisis permasalahan tersebut, metode penelitian yang digunakan adalah penelitian yuridis normatif dan yuridis empiris yang dititiberatkan pada yuridis normatif. Pendekatan yuridis normatif atas permasalahan keterwakilan perempuan di parlemen akan ditinjau dari produk perundang-undangan yang dikhususkan pada undang-undang partai politik dan undang-undang pemilu. Sedangkan pendekatan yuridis empiris akan diarahkan pada implementasi kedua undang-undang politik tersebut. Adapun hasil penelitian yang diperoleh terkait dengan pokok permasalahan itu adalah: ketentuan-ketentuan yang terkait dengan representasi politik perempuan yang ada dalam undang-undang politik tersebut khususnya yang menyangkut kuota 30 persen sebagaimana yang tertuang dalam Pasal 65 ayat (1) UU No. 12 tahun 2003 tentang Pemilu dalam pelaksanaannya belum efektif. Karena ketentuan tersebut tidak mempunyai kekuatan implementatif yang dapat menjamin keterwakilan perempuan sebagai talon jadi. Frasa "dapat" yang ada dalam Pasal 65 ayat (1) UU No. 12 tahun 2003, dinilai merupakan klausul yang menyediakan celah bagi partai politik untuk menegaskan sifat sukarela atau rekomendatif dari undang¬undang tersebut. Ditinjau dari perspektif hukum, frasa "dapat" dikategorikan sebagai frasa yang abu-abu, tidak mencerninkan suatu ketegasan atau keharusan langkah yang harus diambil oleh partai politik dalam mengajukan calon legislatif perempuan. Sehingga ada celah kelemahan yang pada akhirnya memberikan implikasi politik terhadap pencalonan anggota perempuan di DPR. Kondisi diatas, lebih diperparah dengan sistem pemilu dalam UU No. 12 tahun 2003 yang senyatanya mengadopsi sistem prorposional dengan calon terbuka untuk pemilihan anggota DPR dan DPRD sesungguhnya tidak mengadopsi daftar calon terbuka. Hal ini tercermin dari pasal-pasal tentang pencalonan, pemberian suara dan penentuan calon terpilih. Belum lagi, jika ditinjau dari sisi partai partai politik, yang pada kenyataanya dalam organisasi-organisasi mereka sendiri, partai-partai politik belum menunjukkan komitmen yang kuat dan rumusan-rumusan kebijakan mengenai kesempatan yang setara bagi anggota perempuan agar terpilih sebagai fungsionaris partai dan anggota parlemen. Tidak dapat dipungkiri hal itu memang sangat dimungkingkan terjadi karena lemahnya ketentuan dalam UU No. 31 tahun 2002 tentang Partai Politik yang dalam beberapa ketentuannya seperti rekrutmen maupun kepengurusan belum ditindak lanjuti ke dalam bentuk yang lebih melembaga oleh partai politik. Bahkan hal ini didukung dengan dimensi kultural yang masih dipengaruhi oleh budaya patriarki. Berangkat dari hasil penelitian itu pula maka kesimpulan yang dapat dicatat dari penelitian ini ialah walaupun saat ini hak-hak politik bagi perempuan sudah diakui, namun adanya hak-hak politik tersebut belum dapat menjamin adanya pemerintahan atau sistem politik yang demokratis dimana asas partisipasi dan keterwakilan diberi makna sesungguhnya. Ini artinya, adanya keterwakilan perempuan di dalamnya, dan berbagai kebijakan yang muncul memiliki sensivitas gender, tidak serta merta dapat terwujud kendatipun hak-hak politik perempuan tersebut sudah diakui.

ABSTRACT
In formal jurisdiction, women participation in politics is secured by Constitution. Article 27 paragraph (1) of the 1945 Constitution (UUD 1945) clearly specifies the equality before law and government. Furthermore, there is a formal commitment in International Conventions on women political participations, that is, by the Convention on Political Rights for Women ratified through "Undang-Undang Nomor 7 Tahun 198- (The 1984 Act No. 7). It is said that Indonesia has bound herself for the implementation of policy in order to eliminate any form of discrimination against women such as specifying the principles of equal rights and duties, position, roles and opportunities for women and men in the rules of law, especially those related o the efforts of increasing women involvement in politics. However, the political reality in Indonesia is still far from idealism. In proportion, number of women as members of the parliament is not significant. Lower proportion of women, if related to their representation as a mechanism in the political world, is still disheartening. As a consequence, many development policies and programs for women are not sensitive to gender. Also such reality seems forms the accommodation background of 30 % female quota in the Parliament through affirmative action applied through the 2002 Act No.21 (Undang-Undang No. 31 Tahun 2002) re Political Party and the 2003 Act No. 21 (Undang-Undang No. 12 Tahun 2003) re General Election, especially Article 65 paragraph (1). However, the likely major problem arising out later is how to implement clauses about: existing women political representation in the political laws. Reviewing and analyzing the problem, the method used is normative and empirical judicial research which emphasizes on normative judicial method. Normative judicial approach to the problem of women representation shall be viewed from the product of legislation especially centered on the laws of political party and general election. Well, research findings drawn from the topic reveal that clauses are not effective yet related to the women political representation according to the political law especially concerned with the 30% quota as specified in the Article 65 paragraph (1) of the 2003 Act No. 12 (Undang-Undang No. 12 Tabun 2003) re General Election and its implementation. As the clauses have no power of implementation which secures the women representation as the clearly-won contestant. A phrase "dupal". ('may, be able to') as set forth in the Article 65 (1) of the 2003 Act No. 12 is deemed to be a clause which gives a chance for any political party to confirm the recommendation of the law. In judicial perspective, the phrase "dapaP (may, be able to') is categorized into an ambivalent phrase, reflecting no determination or obligation for the political party to take steps in order to nominate women for legislative contestants. Therefore, there is a chance which will by itself imply politics to the nomination of women contestants to the Parliament. The conditions mentioned above get worse with the general election system in the 2003 Act No.12 which clearly adopts proportional system with open nominee for electing Central Parliament ("Legislative Assembly") and DPRD (Regional Parliament) with still do otherwise. Unfortunately, if it is viewed from the point of political party as in their own organizations, the political parties are not strongly committed and have no formulation of policies on the equality for women members to be elected as party's functionary and members of the parliament. It is likely to happen because the weak clauses in the 2002 Act No. 31 re Political Party concerning requirements of recruitment and administration are not yet taken in action plan in more institutional form by the Political Party. This is even backed up with cultural dimensions which are under the influence of patriarchal culture. According to these findings, a conclusion likely drawn up from the research is even if political rights for women are now accepted; the political rights could not secure the existence of democratic government and political system in which the principles of participation and representation are given real significance. It means that women representation in the democratic government and political systems and any policy with gender sensitivity can not come to reality given if the Political rights for women are accepted.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2007
T19536
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Endang Sulastri
"Dilihat dari jumlahnya, perempuan merupakan warga negara terbesar di Republik Indonesia. Data menunjukkan bahwa lebih dari separuh warga negara ini berjenis kelamin perempuan. Jumlah yang sedemikian besar menunjukkan bahwa suara perempuan sangat signifikan dalam menentukan hasil Pemilihan Umum. Dan kelompok perempuan pulalah yang merupakan konsumen terbesar dari kebijakan politik yang dikeluarkan oleh negara. Meskipun perempuan merupakan obyek kebijakan politik yang terbesar, namun keikut sertaan perempuan dalam pengambilan kebijakan tersebut justru sangat terpinggirkan, hal ini terlihat dari kecilnya jumlah perempuan yang duduk dalam lembaga-lembaga politik pengambil kebijakan publik, termasuk didalamnya lembaga legislatif. Dalam lembaga legislatif hasil Pemilihan Umum tahun 1999 jumlah perempuan hanya mencapai 9 persen. Sedikitnya jumlah perempuan ini tidak lepas dari peranan partai politik sebagai lembaga yang menjalankan fungsi rekrutmen politik. Oleh karena itu dalam penelitian ini ingin meneliti tentang bagaimana proses rekruitmen partai politik pada pemilu 1999. Dan sebagai studi kasus diambil Partai Persatuan Pembangunan, dengan pertimbangan partai ini merupakan partai lama, namun ternyata dalam rekruitmen perempuannya justru yang terendah, dibandingkan partai lain termasuk partai-partai baru.
Penelitian ini menggunakan tipe penelitian kualitatif dengan analisa deskriptif. Adapun pengambilan data ditempuh melalui wawancara dan dokumentasi. Narasumber yang diwawancara adalah pengurus partai politik PPP dan kader PPP dimana penentuan respondennya dipakai sistem purposive. Dari hasil penelitian, didapatkan data bahwa selama ini perempuan dalam lembaga legislatif Indonesia sepanjang kesejarahannya selalu menempati posisi minoritas, baik di lembaga-lembaga legislatif pusat maupun daerah. Dan perempuan-perempuan yang ada dalam lembaga legislatif tersebut -meskipun secara kuantitas masih rendah- memiliki kualitas yang tinggi. Ini terlihat dari tingkat pendidikan anggota legislatif perempuan yang semakin meningkat.
Pada Pemilihan Umum tahun 1999, jumlah perempuan yang direkrut oleh PPP hanya mencapai 9,41 % dari keseluruhan caleg DPR RI. Rendahnya jumlah caleg perempuan ini disebabkan karena PPP dalam rekrutmen caleg perempuan, sering menggunakan standar ganda. Dan penentuan akhir untuk pilihan caleg diserahkan kepada Lembaga Penetapan Caleg dimasing-masing tingkatan pengurus. Anggota Lantap ini terdiri dari Ketua Pimpinan Partai dan beberapa orang anggota lain dari pengurus. Sedangkan dari hasil penelitian juga didapat bahwa jumlah perempuan dalam kepengurusan ini sangat terbatas.
Struktur Organisasi yang sangat elitis, dimana penentu kebijakan adalah sebagian kecil elit tersebut, dan elit yang dimaksud didominasi oleh laki-laki menjadikan perempuan semakin terpinggirkan termasuk untuk memperoleh kesempatan direkrut menjadi caleg. Kondisi ini diperparah dengan adanya perspektif gender elit politik partai PPP yang ternyata dan hasil penelitian ini menunjukkan belum sensitif jender. Artinya banyak elit politik PPP yang belum menyadari tentang kesetaraan gender bahkan beberapa elit rnasih tidak menyetujui perempuan duduk dalam lembaga politik. Perspektif elit yang demikian ini disebabkan karena digunakannya ideologi Islam konservatif yang memberikan tafsiran Al Qur'an maupun Hadist, dengan perspektif maskulin. Perspektif gender elit PPP dan penafsiran atas ideologi Islam yang digunakan merupakan faktor perpektif teologis yang amat berpengaruh dalam rekruitmen caleg perempuan termasuk faktor lain yaitu belum melembaganya organisasi PPP dalam bentuk aturan-aturan yang belum jelas dan terlembaga."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T12262
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Welya Safitri
"Penelitian dalam Tesis ini bertujuan untuk mengetahui peran perempuan dalam politik di Timur Tengah pada umumnya dan secara khusus di Mesir, karena Mesir sebagai yang terdepan terhadap adanya pemberian peran politik perempuan di kawasan negara Timur Tengah, hal ini disebabkan adanya undang-udang yang mensupport kegiatan politik perempuan. Penulis berusaha menganalisa mengapa peran politik perempuan khususnya di Mesir dan di wilayah Timur Tengah umumnya masih menjadi kontroversi dan faktor apa saja yang menyebabkan terjadinya kontroversi mengenai peran politik perempuan tersebut, serta bagaimana prospek dan permasalahannya pada masa mendatang.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan memakai metode studi Kasus. Temuan penelitian ini antara lain berdasarkan fakta historis, keikutsertaan perempuan dalam lapangan politik di kawasan Timur Tengah merupakan suatu realita bahwa peran politik mengalami indikasi peningkatan. Selain ditemukan juga bahwa gerakan Feminis di Timur Tengah diwakili oleh Mesir.
Penelitian ini menjelaskan juga tentang peran politik perempuan, walaupun masih ada sebagian kelompok yang tidak menyetujui terhadap peran politik perempuan. Akan tetapi, Gerakan kelompok/iindividu yang memperjuangkan hak-hak politik perempuan semakin mengalami peningkatan, beberapa nama yang patut disebut adalah diantaranya: Nawal el-Shadawi, Huda Sya'rawi, dan yang saat ini sedang mengemuka adalah Lady First Mesir, yakni :Suzan Mubarak. Pada intinya, kehadiran peran politik perempuan dalam Parlemen Mesir masih sangat minim sekali, hal ini terbukti belum terpenuhinya kuota yang diberikan oleh pemerintah Mesir bagi perempuan. Tentu saja minimnya peran tersebut dikarenakan ada sejumlah kendala yang menghadang bagi keberhasilan peran politik perempuan tersebut. Sehingga untuk mengatasinya diperlukan mekanisme-mekanisme tertentu.
Keberhasilan peran politik perempuan di Mesir dan kawasan Timur Tengah diantaranya ditandai dengan turut berpartisipasinya para perempuan untuk ikut ambil bagian dalam pemilu di Mesir, serta ditandai pula adanya keterwakilan peran perempuan dalam memainkan politiknya tidak hanya sebatas di parlemen saja, akan tetapi juga di lembaga eksekutif dan bidang lainnya. Sementara, masa depan peran politik perempuan sangat tergantung kepada kaum perempuan itu sendiri, mengingat masih banyaknya agenda permasalahan yang terkait erat dengan peran dan partisipasi politik perempuan, oleh karenanya perlu ada peningkatan secara simultan terhadap sumber daya kaum perempuan dalam segala bidang, tanpa terkecuali pemberdayaan di bidang politik.

The study in this thesis is aiming at knowing women roles in politics in Middle East in general and in particular in Egypt, as Egypt as is the frontline in giving woman political roles in the Middle East countries, it is because there legislations supporting the woman political activities. The writer tries to analyze why woman political roles especially in Egypt and in Middle East region generally have been in controversies and what factors causing the controversies concerning the woman political roles, and how the prospect and the problems in the future.
This study uses the qualitative approach by using case study method. The findings of this study among them is that based on the historical facts, the woman participation in political filed in the Middle East region represents a reality that the political roles are experiencing an improved indication. In addition, the finding also that the feminist movement in Middle East represented by Egypt.
This study also explains concerning political roles of woman. though still there is a part of groups who disagree to woman political roles. However, the group/individual movement in struggle for the woman political rights is increasingly improved, some name worth to mention among them such as Nawal el-Shadawi, Huda Sya'rawi, and at present the outstanding one is Egypt Lady First, Suzan Mubarak. The point is, the presence of woman political roles in Egypt Parliament is still very minimum, it is proven by the unmeet quota given by Egypt administration for woman. Certainly the minimum roles caused by several constraints deter for the success of woman political roles. So in order to solve it requires certain mechanism.
The success of woman politics in Egypt and Middle East region among them is indicated by the participation of women to take part in the election in Egypt, and also indicated by the representation of woman roles in playing their political roles not limited only in parliament, but also in executives and other areas. Whereas, the future of political roles of woman is highly depend on the women themselves, considering many agenda of issues closely related to the roles and participation of woman politics, therefore it demands the simultaneous improvement to the woman resources in all respects, without exception to the empowerment in politics.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2006
T16846
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Evida Kartini
"Penulisan tesis ini dilandasi dengan rasa ketertarikan penulis terhadap permasalahan perempuan di Indonesia yang selama ini termarjinalkan dalam ruang publik. Pemilu 2004 dianggap sebagai suatu titik tolak dalam upaya merubah kondisi perempuan ke arah yang lebih baik apalagi dengan dimasukkannya sistem kuota untuk keterwakilan perempuan di DPR. Oleh karena itu, permasalahan utama dalam penelitian tesis ini adalah untuk melihat bagaimana pelaksanaan sistem kuota 30% terhadap perempuan di DPR pada pemilu legislatif 2004 di Indonesia. Selain itu penulis juga melihat faktor-faktor apa sajakah yang mempengaruhi hasil pelaksanaan sistem kuota tersebut.
Tulisan ini menggunakan teori-teori yang relevan digunakan untuk menganalisis permasalahan yang ada, seperti Teori Demokrasi Irish Marion Young, Sistem Pemilu yang dikemukakan oleh Arend Lijphart, Rekruitmen politik oleh Pipa Norris, serta teori-teori lainnya yang berkaitan erat dengan penulisan ini seperti Sistem Kuota, Representasi Perempuan, Gerakan Perempuan, dan Budaya Politik.
Dengan menggunakan studi pustaka dan metode kualitatif serta analisa deskriptif, penulis menemukan bahwa pelaksanaan sistem kuota di Indonesia menuai hasil tidak seperti yang diharapkan. Faktor tidak adanya political will dari pemerintah, kurangnya komitmen partai politik terhadap isu kuota, masih kuatnya budaya patriarki di Indonesia serta gerakan perempuan yang tidak terkoordinasi dengan baik dalam mengedepankan isu kuota menjadi penyebab utama mengapa sistem kuota 30% tidak terpenuhi di DPR pada Pemilu 2004 kali ini dan teori-teori yang berperspektif gender ini seperti Iris Marion Young, Pippa Norris, Anne Philips, Sonia Alvarez, dan Guida West dan Blumberg relevan dalam menjawab permasalahan tentang pelaksanaan kuota perempuan di Indonesia, meskipun Arend Lijphart sendiri tidak memberikan alternatif varian sistem pemilu lain yang mendukung upaya pemenuhan kuota ini.

The process of writing this thesis based on interest about women's problems in Indonesia which often delimited in public area. The legislative election in 2004 was deemed as a point to change women's condition for better life moreover with quota system inside for women representation in parliament. So, the main problem in this thesis is to see and analyze the implementation of 30% quota system for women representation in parliament at 2004 legislative election in Indonesia. This thesis also discerns about factors which had influence the output.
This thesis used relevant theories to analyze the problem such as theory of democracy by Irish Marion Young, election system theory which proposed by Arend Lijphart, political recruitment by Pipa Norris, and others which interrelated between such as theory of quota system, women representation, women's movement, and political culture.
By using literature study, qualitative method, and descriptive analyzed, I found that the implementation of 30% quota system reaps unexpected output like what we actually wanted. So many factors play a role such there is no political will from Indonesian government like wish less commitment from almost all political party to make this system succeed. Patriarchal culture which mixed up with bias religion interpretation made men in super ordinate so the uncoordinated women's movement is the causal factors why the implementation quota system unfulfilled in parliament. The important thing is many theories which has gender perspectives are relevant to analyze and to answer the question of the problem nevertheless Lijphart does not add more alternative variant of election system to gain women representation in parliament."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2006
T21482
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shelly Adelina
"Banyaknya calon legislatif (caleg) perempuan gagal masuk ke lembaga legislatif (DPR RI) merupakan kenyataan yang memrihatinkan tentang perempuan di tampuk kekuasaan dan pengambilan keputusan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji perjuangan caleg perempuan Indonesia menghadapi hambatan dalam partai dan sistem politik yang berlaku di negeri ini untuk menjadi anggota lembaga legislatif. Penelitian ini juga bertujuan mengungkap implikasi negatif dari UU No.31 tahun 2002 tentang parpol dan UU No.12 tahun 2003 tentang pemilu terhadap perjuangan caleg perempuan, serta memaparkan sikap para caleg perempuan gagal dalam memaknai hambatan dan kegagalan yang mereka hadapi. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif berperspektif perempuan dengan menerapkan teknik pengumpulan data melaiui wawancara mendalam (in-depth interview).
Temuan penelitian ini adalah: (1) parpol yang seharusnya menjadi wadah pendukung ternyata tidak berperan efektif dan cenderung menghambat para caleg perempuan dalam perjalanan dan perjuangan menuju ke lembaga legislatif; (2) UU No.31 tahun 2002 tentang parpol dan UU No.12 tahun 2003 tentang pemilu telah berimplikasi negatif terhadap caleg perempuan dalam upaya mereka meraih posisi di lembaga legislatif; (3) kegagalan menjadi anggota lembaga legislatif akibat hambatan dalam parpol dan sistem politik yang diberlakukan, ternyata masih bisa dimaknai secara positif oleh para caleg perempuan subjek penelitian ini. Kegagalan pada pemilu 2004 lalu tidak menyurutkan semangat mereka untuk berjuang lagi meraih posisi kekuasaan di dalam struktur kepengurusan parpol dan di lembaga legislatif pada pemilu mendatang.

There were many Indonesian woman candidates failed to legislative (parliament) was a fact that showed unlucky condition about woman in the hierarchy of power or the public policy.
This research aimed to examine the struggle or the fight of Indonesian woman for legislative candidates who faced many obstacles in the politic party and the political system which was obtained in this country to become a member of parliament. This research aimed not only uncover negative implication of constitution No.31/2002 about the politic party and constitution No.12/2003 about the general election concerning the fight of woman candidates, but also to explain about the attitude of the failed woman candidates to explain their barriers and failures. This research was based on qualitative approach with woman's perspective and applied data collecting technique by means of in-depth interview.
Finding of the research were: (1) the politic party which had to become a supporting institution exactly had not an effective role and was dispose restricting the efforts of woman candidates to gain their goal to parliament; (2) constitution No.31 /2002 about the politic party and constitution No.12/2003 about the general election had a negative implication to woman candidates; (3) the failure to become a member of parliament caused by politic party and political system apparently still could be positive meaning by woman informants of this research. The failure at the general election in 2004 had not sent down the spirit of the woman candidates to fight again and to obtain the leader position at the structure of politic party and the parliament in the next general election.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2006
T16848
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Irene Erlyska Octaviany
"Meningkatkan jumlah perempuan di panggung politik merupakan isu yang banyak diperdebatkan sepanjang masa Pemilu tahun 2004 ini terutama menjelang Pemilu 5 April 2004 yang lalu untuk memilih calon legislatif. Inti perdebatan terfokus pada masalah kemampuan perempuan dalam berpolitik dan tidak terpenuhinya kuota 30 %.
Partisipasi perempuan dalam dunia politik masih kurang terwakili. Hal ini disebabkan bukan karena kecilnya represcntasi kaum wanita tetapi karena lambatnya proses perubahan. Hal ini dikarenakan adanya pendapat bahwa keikutsertakan kaum perempuan di kancah dunia politik akan membahwa dampak buruk yaitu ketidakstabilan dalam keluarga sehingga kaum pria enggan untuk memberikan tempat bagi wanita di dunia politik
Sebagai penelitian kualitatif dengan perspektif kritis, dalam tesis ini digunakan metode analisis wacana dengan paradigma kritis. Yaitu, model wacana critical discourse analysis (CDA) dari Norman Fairclough. Teori ini menggabungkan tiga dimensi dalam communicative events, yaitu teks, praktik wacana (discourse practice) dan praktik sosial budaya (sociocultural practise). Selanjutnya analisis teks yang digunakan berdasar teori Pan dan Konsicki.
Hasilnya dari frame yang ditemukan bahwa Metro TV, stasiun televisi yang mengukuhkan diri sebagai Election Channel menonjolkan bahwa keterwakilan perempuan dalam politik perlu mendapatkan perhatian lebih. Sanyak caleg perempuan yang berkualitas dengan visi dan misi yang jelas harus terhadang dengan kendala-kendala yang disebabkan oleh budaya patriaki.
Penelitian ini juga memakai paradigma kritis. Dalam ilmu komunikasi dan kajian media, paradigma kritis sering dipakai dalam penelitian terutama dalam mengungkapkan bagaimana suatu teks muncul di masyarakat. Di dalam paradigma kritis terdapat cultural study, the critical theory. feminism, reception theory dan semiotic. Data ideologi sendiri merupakan kata yang penting dalam teori kritis. Definisi ideologi adalah sekelompok ide yang menjadi struktur dasar sebuah grup, sebuah sistim representasi bagaiman suatu grup atau individual melihat keadaan di sekelilingnya. Produksi teks yang diteliti mencerminkan bagaimana ideologi pengelola Metro TV yang berfungsi sebagai perpanjagnan tangan dari sekelompok pemegang kckuasaan. Maka isi media itu tentu tidak bertentangan dengan kepentingan mereka.

The main issue in 2004 election, especially in the upcoming of the last . July 5th, 2004 legislative candidate election was how to increase the number of women in politics. The debates were focused on the women's performance in politics and unfulfilled quota of 30%.
Women's participation in political world is still not well represented, not because of the small number of representation, but merely in view of the fact that changing the opinion that women's participation in politics will bring instability in their family's life. That is the reason why men are not eager to give place to women in political world.
As a qualitative research with crisis perspective, this thesis will use critical discourse analysis (CDA) from Norman Fairclough. This theory combines three dimensions in communicative events which are text, discourse practice and sociocultural practice. Next, the text analysis that will be use is based on Pan and Konsicki theory.
The result from the frame the has been discovered by Metro TV, TV station that proclaimed as the Election Channel, was women's representation in politics needs more attention, since many women candidates the have a quality vision and a clear mission stumbled by patriarchal culture.
This research was also using a critical paradigm, in communication science and media presenting is use to discover how a text emerge in society. Inside critical' paradigm there are cultural study, the critical theory, feminism, reception theory and semiotic. The word ideology it self is an important word in critical theory. Definition of ideology is a group of ideas that become a base of a group, a representing system or how a group or individual see their surrounding. The researched on the text production reflects on how Metro TV ideology functions as the helping hand from the people in power, so they would not go against their interest."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T 13909
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Haryati
"PKS memiliki dua (karakter) yang sangat menonjolkan aspek keagamaannya. Dua tersebut ialah (1) paradigma hubungan agama dan negara yang dianut adalah hubungan yang tidak terpisahkan. PKS menganggap bahwa antara agama dan negara tidak boleh ada pemisahan. Keduanya saling terintegrasi (integrated) dan (2) idealisme politik sangat terasa keberadaannya. Idealisme politik ini merupakan implementasi dari nilai-nilai agama Islam yang menjadi landasan filosofis mereka.
Teori konstruksi sosial Berger yang melihat agama sebagai realitas sosial ini dijadikan pijakan teoritik dalam penelitian. Melalui sosialisasi yang berjalan menurut tiga momentum maka agama sebagai realitas sosial dikonstruksikan. Tiga momentum atau langkah tersebut ialah: eksternalisasi, obyektifikasi, dan internalisasi. Eksternalisasi ialah suatu pencurahan kedirian manusia secara terus menerus ke dalam dunia, baik dalam aktivitas fisik maupun mental. Setelah mengalami proses eksternalisasi berikutnya terjadi obyektivikasi yaitu disandangnya produk-produk aktivitas itu (baik fisik maupun mental), suatu realitas yang berhadapan dengan para produsennya semula, dalam bentuk suatu kefaktaan (faktisitas) yang eksternal terhadap, dan lain dari para produsen itu sendiri. Pada akhirnya seorang manusia akan mengalami proses berikutnya yaitu internalisasi di mana terjadi perasaan kembali atas realitas yang telah dialami oleh manusia tersebut. Realitas yang telah diserap selanjutnya ditransformasikan sekali lagi dari struktur-struktur dunia obyektif ke dalam struktur-struktur kesadaran subyektif. Dalam proses internalisasi inilah maka manusia menjadi produk masyarakat.
Proses internalisasi nilai-nilai agama ini merupakan konstruk Islam yang dibangun oleh PKS. Konstruksi Islam yang demikian membuat para simpatisan PKS mengalami obyektivikasi yang ditandai dengan adanya karakteristik pribadi Islam, yang dalam teori Berger disebut memiliki struktur sosial baru yang berbeda dengan karakteristik pribadi mereka sebelum mengikuti kegiatan Pos Keluarga KeadiIan. Setelah melewati proses internalisasi dan obyektifikasi, sosialisasi nilai-nilai agama akan memasuki tahap baru yaitu eksternalisasi. Sebagai manifestasi dari proses eksternalisasi adalah upaya membangun konstruksi sosial yang sesuai dengan nilai-nilai agama yang telah terinternalisasi dalam diri. Di dalam PKS perubahan karakteristik individu menjadi karakteristik pribadi Islam diharapkan akan membawa perubahan dan perbaikan pada masyarakat di mana individu tersebut tinggal.
Pertanyaan tentang apakah terjadi hubungan di antara pemahaman nilai-nilai agama -yang merupakan hasil dari sosialisasi nilai-nilai agama- dengan tingkat partisipasi politik perempuan seperti yang banyak terjadi di negara-negara Timur Tengah dapat juga terjadi di Kecamatan Kebayoran Lama yang dipilih sebagai lokasi penelitian. Bagaimana signifikansi sosialisasi nilai-nilai agama yang dimiliki oleh para politisi perempuan yang terlibat dalam partai politik (dalam hal ini PKS DPC Kecamatan Kebayoran Lama) berperan penting dalam menentukan tingkat partisipasi politik mereka. Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan inilah maka penelitian sosial berbasis pada metodologi ilmiah perlu dilakukan.
Studi ini berhasil memperlihatkan dua temuan utarna menyangkut perilaku politik perempuan. Pertama, studi ini memperlihatkan bahwa sosialisasi nilai-nilai agama yang dilakukan oleh partai politik temyata tidak terlalu efektif untuk mendongkrak perilaku partisipasi politik. Dalam studi ini model sosialisasi nilai-nilai agama yang sudah lama tidak dilakukan oleh institusi politik formal seperti partai politik membuat masyarakat enggan untuk melakukan partisipasi politik di luar kegiatan pemilihan umum. Kalangan perempuan yang terpinggirkan dari aktivitas politik sejak masa Orde Baru tidak dapat meningkatkan partisipasi politiknya walaupun diberikan stimuli politik."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T22197
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nauval Baharmus
"Penelitian ini akan membahas mengenai peran perempuan dalam berpolitik di Kuwait. Keterlibatan perempuan dalam berpolitik sudah banyak menjadi perbincangan hangat di masa kini. Saat ini banyak perempuan yang berlomba-lomba untuk menduduki pemerintahan. Walaupun, perempuan di Kuwait telah mendapatkan hak politik mereka pada 2005, tetapi terdapat ketidakstabilan dalam keterlibatan mereka di dalam berpolitik dan menduduki jabatan parlemen. Tujuan penelitian ini adalah menjelaskan bagaimana keterlibatan perempuan dalam politik di Kuwait serta mengetahui orientasi masyarakat terhadap kandidat politik. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif dengan metode studi kepustakaan dengan sumber data penelitian adalah berbagai literatur seperti buku, artikel, dan jurnal. Landasan teori dalam penelitian ini adalah peran perempuan dalam politik. Dalam penelitian ini ditemukan bahwa pemerintahan Kuwait telah melibatkan kaum perempuan dalam bidang politik, tetapi keadaannya mereka masih kurang mewakili di parlemen. meskipun demikian perempuan Kuwait diberikan kebebasan untuk bersuara dan menyampaikan pendapatnya yang artinya mereka dapat memilih anggota perlemen. mereka juga diperbolehkan untuk mengambil alih posisi militer tertentu karena undang-undang kesetaraan gender yang menegaskan perlindungan hak-hak perempuan dalam berbagai situasi. Karena hal tersebut pandangan masyarakat Kuwait terhadap perempuan meningkat dengan baik. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi secara teoritis terhadap perkembangan ilmu pengetahuan budaya dan politik.

This research will discuss the role of women in politics in Kuwait. The involvement of women in politics has become a subject of debate, even today. Nowadays, many women are vying for government positions. Although women in Kuwait obtained their political rights in 2005, there is still instability in their involvement in politics and occupying parliamentary positions. The purpose of this study is to explain how women are involved in politics in Kuwait and to find out the orientation of society toward political candidates. The approach used in this research is a qualitative approach with the method being literature study and with the research data sources being various literature such as books, articles, and journals. The theoretical basis of this research is the role of women in politics. In this study, it was found that the government of Kuwait has involved women in politics, but their situation is unfortunately still underrepresented in parliament. Nevertheless, Kuwaiti women are given the freedom to speak and express their opinions, which means they can elect members of parliament. They are also allowed to take over certain military positions due to gender equality laws which affirm the protection of women's rights in various situations. Because of this, the views of the people of Kuwait towards women have improved greatly. This research is expected to contribute theoretically to the development of cultural and political science."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>