Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 135863 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Efendy Agus Yansyah
"Studi ini bertujuan untuk mengetahui sebenarnya dinamika proses penguasaan lahan yang dilakukan oleh pihak perusahaan perkebunan swasta di Kecamatan Kerkap Kabupaten Bengkulu Utara, terutama pada proses perubahan terhadap lahan untuk PT. Kultindo Rezeki dan PT. Paritas Indah. Dimana pada saat ini banyaknya muncul konflik yang melibatkan masyarakat dengan pihak perusahaan perkebunan berkaitan dengan proses penguasaannya yang bermasalah. Sekitar tahun 1980-an keatas intensitas realitas tersebut cukup tinggi dan perlu mendapat perhatian, yang tentu saja membutuhkan pemahaman mendalam dan menyeluruh. Dan untuk mengetahui dinamika proses penguasaan lahan dikedua perusahaan tersebut dilakukan penelitian terhadap sejarah lahan dan proses penguasaannya.
Studi ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode penelitian komparasi (perbandingan) terhadap proses penguasaan lahan yang dilakukan oleh kedua perusahaan perkebunan itu, melalui teknik pengumpulan data yaitu observasi dan wawancara mendalam kemudian data dianalisa secara deskriptif. Sedangkan data skunder diperoleh melalui penelusuran terhadap dokumen-dokumen dan berita-berita koran. Kesimpulan pertama yang diperoleh adalah bahwa sejarah lahan yang diperuntukkan bagi kedua perusahaan ini memiliki perbedaan, dimana lahan yang diperuntukkan bagi PT. Kultindo Rezeki terjadi pertentangan akan status lahan tersebut, masyarakat yang selama ini bertani/ladang diatas lahan tersebut mengklaim lahan tersebut syah milik mereka secara adat dan tidak mengakui milik negara, sedangkan perusahaan datang dengan dasar hukum formal yang ada. Lain halnya dengan lahan yang diperuntukkan bagi PT. Paritas Indah, sebagian besar luas lahan secara adat diakui oleh masyarakat sebagai tanah negara (marga). Dan yang kedua proses penguasaan terhadap lahan tersebut yang dilakukan oleh PT. Kultindo Rezeki, disamping adanya pertentangan akan status lahan, juga cara-cara yang ditempuh pada saat pembebasan lahan dan ganti ruginya dilakukan dengan tidak demokratik dan kekerasan oleh unsur aparat keamanan, sehingga hal tersebut menimbulkan konflik berkepanjangan. Sedangkan untuk PT. Paritas Indah melakukan proses penguasaan lahannya, baik pembebasan lahan dan ganti ruginya yang terkait dengan tanah masyarakat dilakukan dengan asas musyawarah langsung antara pihak perusahaan dan masyarakat pemilik lahan tanpa campur tangan aparat. Sehingga hal tersebut menciptakan situasi yang kondusif terhadap operasional perusahaan perkebunan itu."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T10376
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wahyudi Febriansyah Pratama
"Pabrik pengolahan makanan PT. XYZ merupakan salah satu pabrik swasta yang
menghasillkan produk mie instant yang beralamat di Palembang. Dalam kegiatan
produksinya, perusahaan selalu berupaya agar menghasilkan produk yang baik dan menekan
kerusakan produk yang tinggi dengan menetapkan standar toleransi sebesar 1,10% dari
jumlah produksi.Akan tetapi, kenyataan dilapangan menunjukkan bahwa tingkat kerusakan
produkmasih fluktuatif dan bahkan masih terdapat kerusakan produk yang melebihi standar
toleransi yang ditetapkan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan
pengendalian kualitas menggunakan alat bantu statistik bermanfaat dalam upaya
mengendalikan tingkat kerusakan produk di perusahaan. Analisis operasional produksi
dengan metode SQC dilakukan menggunakan alat bantu statistik berupa check sheet,
histogram, diagram pareto dan diagram sebab akibat. Check sheet dan histogram digunakan
untuk menyajikan data agar memudahkan dalam memahami data untuk keperluan
selanjutnya. Kemudian dilakukan identifikasi terhadap jenis cacat yang dominan dan
menentukan prioritas perbaikan menggunakan diagram pareto. Langkah selanjutnya adalah
mencari faktor-faktor yang menjadi penyebab terjadinya kerusakan produk menggunakan
diagram sebab akibat untuk kemudian dapat disusun sebuah rekomendasi atau usulan
perbaikan kualitas."
Palembang: Fakultas teknik Universitas tridinanti palembang, 2015
691 JDT 3:1 (2015)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Nursiwan Taqim
"ABSTRAK
Inpres Nomor 13 Tahun 1976 tentang Pengembangan Wilayah Jabotabek, menjadikan Kota Tangerang selain melayani kebutuhan penduduknya juga melayani kebutuhan pendudukJakarta. Pesatnya arus migrasi, meningkatnya pembangunan kawasan industri, perumahan, perdagangan telah mendorong Kota Tangerang sebagai ibu kota Kabupaten Tangerang -- dengan Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 1981 -- menjadi Kota Administratif, dan dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1993 menjadi Kotamadya Tangerang. Setahun setelah menjadi Kotamadya Tangerang atau tahun 1994, pertumbuhan penduduknya telah mencapai 8,27 persen yang didominasi oleh migrasi dan pertumbuhan ekonominya mencapai 9,3 persen. Tingginya migrasi yang berasal dari orang-orang yang bekerja dan mencari pekerjaan serta penghuni perumahan sebagai limpahan dari Jakarta karena terbatas dan mahalnya lahan di Jakarta.
Pesatnya pembangunan industri dan perumahan menyebabkan tingginya perubahan fungsi lahan yang dulunya sebagian besar lahan pertanian, berubah menjadi lahan yang terbangun untuk perumahan dan industri. Aktivitas industri dan kegiatan domestik kalau tidak terkendali akan menimbulkan pencemaran terhadap fingkungan. Oleh sebab itu diperlukan upaya untuk melihat keterkaitan antara pembangunan dan lingkungan hidup dalam hal ini keterkaitan antara pertambahan penduduk, aktivitas penduduk, dan perubahan lahan sebagai masukan bagi perencanaan dalam rangka mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan.
Penelitian dilakukan di Kotamadya Tangerang yang bertujuan untuk mempelajari secara kuantitatif pengaruh pertambahan penduduk, kepadatan penduduk, dan jumlah rumah tangga terhadap perubahan fungsi lahan menjadi lahan terbangun untuk perumahan dan industri.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei. Analisis data dilakukan secara diskriptif yang memberikan gambaran keterkaitan pertumbuhan penduduk, kepadatan penduduk, jumlah rumah tangga dengan laju perubahan fungsi lahan. Korelasi antara jumlah penduduk, kepadatan penduduk, jumlah rumah tangga, dengan luas lahan perumahan serta luas lahan perumahan ditambah Iuas lahan industri untuk tahun 1992, tahun 1995 dan signifikansi di antara variabel-varibel yang berkorelasi. Variabel bebas dalam penelitian adalah jumlah penduduk, kepadatan penduduk, dan jumlah rumah tangga di Kotamadya Tangerang tahun 1992 dan tahun 1995. Variabel terikatnya adalah luas lahan perumahan dan luas lahan perumahan ditambah Iuas lahan industri untuk tahun 1992 dan tahun 1995.
Hasil penelitian dapat disimpulkan, bahwa:
1. Pertumbuhan penduduk di Kotamadya Tangerang selama kurun waktu 1992-1995 meningkat dari 1.083.071 jiwa menjadi 1.464.738 jiwa atau naik rata-rata 11,36 persen per tahun yang didominasi oleh migrasi. Keriaikan tertinggi pada Kecamatan Cileduk 14,91 persen per tahun, Kecamatan Cipondoh 12,82 persen per tahun, Kecamatan Jatiuwung 11.86 persen per tahun, dan Kecamatan Tangerang 10,62 persen per tahun; sedangkan Kecamatan Batuceper dan Kecamatan Benda relatif rendah, yaitu masing-masing 7,20 persen per tahun dan 5,32 persen per tahun. Perbedaan kenaikan pertumbuhan penduduk pada masing-masing kecamatan ini disebabkan karena pengaruh peruntukan wilayah dan pengembangan kegiatan yang berlangsung pada masing-masing kecamatan.
2. Antara tahun 1992-1995 rata-rata pertambahan penduduk Kecamatan Cipondoh lebih tinggi (12,82) persen per tahun dibandingkan dengan Kecamatan Jatiuwung (11,86) persen per tahun. Tetapi pertambahan rumah tangganya lebih tinggi Kecamatan Jatiuwung (12,41) persen per tahun dibandingkan dengan Kecamatan Cipondoh (10,89 persen) per tahun. Indikator ini menunjukkan bahwa tingginya migrasi di Kecamatan Cipondoh yang berasal dari para pekerja industri yang masih belum berkeluarga dan indekost pada rumah penduduk setempat, karena letak Kecamatan Cipondoh_yang strategis dan ekonomis.
3. Proporsi tenaga kerja dari jumlah penduduk keseluruhan pada tahun 1990 dan tahun 1993 hampir sama, yaitu 63,48 persen dan 63,60 persen. Pada kelompok umur 15-19 dan 20-24 tahun lebih banyak tenaga kerja perempuan dibandingkan dengan laki-laki, karena pada kelompok umur 15-19 tahun tenaga kerja perempuan 56,44 pada tahun 1990 dan 56,58 persen pada tahun 1993. Begitu juga untuk kelompok umur 20-24 tahun tenaga kerja perempuan pada tahun 1990 sebanyak 51,22 persen dan tahun 1993 sebanyak 51,17 persen. Banyaknya tenaga kerja perempuan ini karena tidak terlepas dari jenis industri yang dikembangkan, seperti garmen dan sepatu yang banyak menarik minat tenaga kerja wanita.
4. Pertumbuhan ekonomi yang digambarkan oleh laju kenaikan PDRB, dilihat dari cara penghitungan atas dasar harga konstan dan harga berlaku, maka pada tahun 1992-1993 terjadi peningkatan yang cukup tajam dari seluruh sektor ekonomi, kecuali pertanian. Sektor listrik, gas, dan air meningkat paling tajam pertumbuhannya yang mencapai 4,96 persen. Indikator ini menunjukkan banyaknya permintaan karena pertumbuhan sektor lainnya, seperti sektor industri, konstruksi, sewa rumah, perbankan, perdagangan, dan restoran.
5. Kalau pengembangan perumahan dikaitkan peruntukan masing-masing kecamatan menurut Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kotamadya Tangerang, maka telah dikembangkan perumahan pada beberapa kecamatan yang tidak diperuntukkan untuk pengembangan perumahan, seperti Kecamatan Benda dan Kecamatan Tangerang. Untuk lahan terbangun untuk industri yang tidak sesuai dengan RTRW Kotamadya Tangerang adalah pada Kecamatan Cipondoh, Kecamatan Tangerang, dan Kecamatan Benda.
6. Dari hasil perhitungan di antara variabel yang berkorelasi menunjukkan bahwa pengaruh pertambahan penduduk terhadap perluasan lahan pada tahun 1992 positif dan kuat sekali yang ditunjukkan angka 0,91. Tahun 1995 hanya 0,48 berarti penga.ruh ini tidak sekuat pada tahun 1992, karena lebih kepada pengisian perumahan yang telah terbangun dari memperluas kawasan untuk pembangunan perumahan baru; atau dengan kata lain pertambahan penduduk yang cukpp tinggi sampai tahun 1992 telahmendorong para developer untuk investasi pada pembangunan perumahan.
7. Penghitungan terhadap hubungan kepadatan penduduk dengan luas lahan untuk perumahan, lebih kuat pada tahun 1992 (0,59) dari tahun 1995 yang hanya (0,16). Hal ini terjadi karena pada tahun 1995 kurangnya pembangunan perumahan baru, juga kepadatan pada Kecamatan Tangerang diikuti perluasan pembangunan perumahan lebih ke atas, karena banyaknya terbangun rumah dan toko.
8. Hubungan antara jumlah rumah tangga dengan luas lahan terbangun untuk perumahan menurut penghitungan, pada tahun 1992 adalah (0,94) dan pada tahun 1995 (0,48). Pengaruh ini sangat kuat yang disebabkan karena urutannya per kecamatan sama antara pertambahan jumlah rumah tangga dan luas lahan terbangun untuk perumahan pada tahun 1995, yaitu tertinggi pada Kecamatan Cileduk, Kecamatan Jatiuwung, dan Kecamatan Cipondoh.
9. Hubungan antara pertambahan penduduk dengan perluasan lahan terbangun untuk perumahan dan industri pada tahun 1992 adalah 0,75 dan pada tahun 1995 adalah 0,54. Hubungan antara kepadatan penduduk dengan perluasan lahan terbangun untuk perumahan dan industri pada tahun 1992 adalah 0,45 dan pada tahun 1995 adalah 0,23.
10. Hubungan antara pertambahan rumah tangga dengan luas lahan terbangun untuk perumahan dan industri pada tahun 1992 adalah 0,79 dan pada tahun 1995 adalah 0,62. indikator ini menunjukkan bahwa pada tahun 1992 pertambahan penduduk dan kepadatan penduduk memperluas lahan terbangun untuk perumahan, pada tahun 1995 pertambahan penduduk masih memperluas lahan perumahan dan industri, begitu juga kepadatan penduduk pada tahun yang sama. Kepadatan penduduk pada tahun 1995 pengaruhnya tidak sekuat pada tahun 1992 untuk perumahan dan industri karena kepadatan penduduk tertinggi pada Kecamatan Cileduk, sedangkan pada Kecamatan Cileduk tidak terbangun industri. Kuatnya pengaruh pertambahan rumah tangga terhadap perluasan lahan terbangun untuk perumahan dan industri karena dimungkinkan dengan tingginya pertambahan rumah tangga pada Kecamatan Jatiuwung. Kecamatan Jatiuwung Iahannya terluas terbangun untuk industri dan terbangun untuk perumahan terluas kedua setelah Kecamatan Cipondoh.
11. Menurut Indeks Kendali dari variabel-variabel yang berkorelasi tersebut, signifikansi akan terjadi pada pertambahan penduduk tahun 1992 dengan luas lahan perumahan tahun 1992, pertambahan penduduk tahun 1992 dengan luas lahan perumahan ditambah luas lahan industri tahun 1992, dan pertambahan penduduk 1995 dengan luas lahan perumahan ditambah luas lahan industri.
12. Kalau pertambahan penduduk Kotamadya Tangerang masih tetap sebesar 11,36 persen pertahun dan kenaikan jumlah rumah tangga sebesar 6,38 persen per tahun, maka pada tahun 2000 jumlah penduduk Kotamadya Tangerang sebesar 2.555.649 jiwa dan jumlah rumah tangga sebesar 469.021. Pada tahun 2005 jumlah penduduk Kotamadya Tangerang akan mencapai 4.514.457 jiwa dan jumlah rumah tangga sebesar 782.609.
13. Mengacu kepada Petunjuk Praktis Pembuatan Rumah Sehat dari Departemen Pekerjaan Umum, yaitu setiap jiwa memerlukan luas lantai minimal 9 m2, maka pada tahun 2000 penduduk Kotamadya Tangerang memerlukan minimal 230.008,41 hektar lantai perumahan dan pada tahun 2005 memerlukan 406.301,13 hektar lantai rumah. Ini berarti pada tahun 2000 iahan di Kotamadya Tangerang hanya dapat menampung kebutuhan 67,94 persen dari jumlah kebutuhan penduduknya dan pada tahun 2005 hanya dapat menampung 38,46 persen dari jumlah kebutuhan penduduknya. Oleh sebab itu diperlukan kebijaksanaan secara terpadu untuk mengendalikan pertumbuhan penduduk, terutama yang berasal dari migrasi. Kebijaksanaan pembangunan industri agar lebih selektif terbatas kepada industri tinggi atau asembling yang sedikit tenaga kerja karena hanya memerlukan tenaga kerja yang mempunyai keahlian tertentu. Kebijaksanaan pembangunan perumahan untuk tidak memperluas secara horizontal tetapi juga vertikal atau pembangunan rumah susun.

ABSTRAK
Population Dynamics Analysis On Land Functional Conversion In Tangerang Municipality, West JavaPresidential Decree (Inpres) Number 13, 1976 on Developing Jabotabek region, to point out the City of Tangerang not only to serve the necessity of its people but also to serve the necessity of the Jakarta's people. Growing migration, enhancing the development of industrial estate, residential are, and trading, have led to the city of Tangerang to be a capital of the Tangerang Regency. After that, the Governmental Regulation (PP) Number 50, 1981 stated Tangerang as Administrative City, and Undang-Undang Nomor 20, 1993 declared .the Tangerang as a Kotamadya (municipality) Tangerang. One year after that, the growth of population was 8,27 percent, dominated by migration and economic growth achieved 9,3 percent. The high rate of migration is caused by working people and job seekers and new resident from Jakarta. The new resident is moving in to Tangerang due to the expensiveness and limited of Jakarta's land.
Increasing industrial development and residential area lead to the land conversion from agriculture activities. The uncontrolled of those activities would cause the environmental pollution. Therefore, to avoid the environmental pollution, the interwined between development and environmental in term of interelated among population growth, population activities, and land conversion are needed as an input for planning in achieving sustainable development and environmentally sound development.
Research was carried out in Tangerang Municipality that intends to develop the quantitative study of the impact of population growth, population density, and household number on the land conversion for residential area and industry.
Survey methods is carried out in this study. Data analysis is done as a descriptive that shows the interrelated of population growth, population density, number of household, with the rate of land conversion. This study also looks at the correlation among the number of population, population density, number of household with the area of residential and the industrial estate area associated with the area of residential in 1992 and 1995. The significancy test is also carried out among the correlation variables. The independent variables are population number, population density, and household number at the Tangerang municipality in the year 1992 and 1995. The dependent variables are residential area and residential area associated with industrial estate area in the year 1992 and 1995.
The conclusions of this research are :
1. The growth of population from 1992 to 1995 increased from 1,083,071 to 1,464,738 or raised by 11.36 percent per year, dominated by migration. The highest rate of population was 14.91 percent per year at Kecamatan Ciledug, 12.82 percent at Kecamatan Cipondoh, 11.86 percent at Kecamatan Jatiwungu, and 10.62 percent at Kecamatan Tangerang; while Kecamatan Batuceper and Benda was relatively lower, respectively 7.20 percent and 5.32 percent per year. The discrepancy of population growth among those kecarnatan is caused by the impact of land use and the kind of development activities.
2. Between 1992-1995 average population growth at Kecamatan Cipondoh was (12.82%) higher than Kecamatan Jatiwung (11.8%) per year. While the growth of household, Kecamatan Jatiwung (12.41°/o) was higher than Kecamatan Cipondoh (10.89%) per year. This indicator points out that the migration is quite high at Kecamatan Cipondoh due to the position of Cipondoh is quite strategic and close to the industrial area.
3. The proportion of labor force in 1990 and 1993 is almost similar that is 63.48 percent and 63.60 percent. Female labor is predominantly compare to male labour for the age group between 15-19 and 20-24. The age group between 15-19, the female labor was 56.44 percent in 1990 and 56.44 percent in 1993. For the age group between 20-24, female labor achieved 51.22 percent in 1990 and 51.17 percent in 1993. This phenomena appears because the kind of industries in Tangerang more need female labor rather than male labor.
4. Based on the constant price and the current price, the economic growth is significantly increasing from 1992-1993, particularly for electricity, gas and water sector that achieved 4,96 percent, except agricultural sector. This phenomena shows that increasing demand due to growing other sectors such as industry, construction, home rental, banking, trade, and restaurant.
5. There are several evidence that residential development at Kecamatan Benda and Kecamatan Tangerang does not fulfill the regional development plan of the municipality of Tangerang. In addition, the industrial development at Kecamatan Cipondoh, Tangerang and Benda are also not suitable with Tangerang's regional development plan.
6. The correlation between population growth and land conversion growth is quite significant (0.91) in 1992. Yet, in 1995 the correlation variable was only 0.48. It pointed out that population growth since 1992 did not cause the extending land conversion anymore, but they only moved in to the provided dwellings.
7. The correlation between population density and increasing land conversion for housing was stronger (0.59) in 1992 compare to 0.16 in 1995. It occurred due to the development of housing that has more than one storey.
8. The similar phenomena occurred on the correlation between the household number and land conversion for housing. The coefficient correlation was 0.94 in 1992 and 0.48 in 1995. This impact is very significant due to the rank per kecamatan is similar to additional the number of household and land conversion are for housing in 1995, that is Kecamatan Cileduk, Kecamatan Jatiwung, and Kecamatan Cipondoh.
9. The correlation between population growth and-increasing land conversion for housing and industry in 1992 was 0.75 and in 1995 was 0.54. The correlation between population density and enhancing and conversion for housing and industry in 1992 was 0.45 and in 1995 was 0.23.
10. The correlation between household growth and increasing land conversion for housing and industry in 1992 was 0.79 and in 1995 was 0.62. This indicator reflects that in 1992 population growth and population density increase land conversion for housing, in 1995 population growth and population density were still to extend land conversion for housing and industry as well as population density in the same year. The impact of population density was not significant in 1995 compare to in 1992 to housing and industry, because at Kecamatan Ciledug was not developed as unindustrial area. The significancy of the impact of additional household number on extending land conversion for housing is caused by the high rate of additional household at Kecamatan Jatiwung. The biggest industrial development and the second biggest industrial development are situated at Kecamatan_Jatiwung.
11. According to 10 Kendall index, the significant will happen between population growth variable and housing area in 1992, population growth and the total housing and industrial area in 1992, and also population growth and the total housing and industrial area in 1995.
12. If the population growth of Tangerang municipality is still 11.36 percent per year, household growth is 6.38 percent per year, so in the year 2000, the population will achieve 2,555,649 and the number of household will be 469,021. In the year 2005, the population will achieve 4,514,457 and the household will be 782,609.
13. Based on Petunjuk Praktis Pembuatan Rumah Sehat (the Simple Guidance for Building Health Housing) from Public Work Department, every people needs space minimum 9 m2, so in the year 2000, the people of Tangerang would need minimum 230,008.41 ha housing space and then in 2005 would need 406,301.13 ha. Its mean that in 2000 the provided land in the municipality of Tangerang could only to fulfill 67.94 percent demand and in 2005 could only fulfill 38.36 percent demand. Therefore, the comprehensive policies should be made and developed in order to be able to control and manage the population growth, particularly migration. The industrial development policies should be more selective in choosing and determining the kind of industries that emphasis more on high tech industry or clean industry and only need the skillful labors. in addition, housing development policies should not developed horizontally but should developed cheaper apartment etc.
Number of References : 41 (1981-1996)
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Afifah Maulidya
"Komoditas kelapa sawit merupakan tanaman perkebunan utama di Kabupaten Penajam Paser Utara. Berdasarkan perubahan penggunaan lahan yang terjadi selama tahun 2009–2020, menunjukkan bahwa perkebunan kelapa sawit selalu mengalami peningkatan luas lahan. Besarnya pertumbuhan areal perkebunan kelapa sawit dalam beberapa tahun terakhir, menyebabkan terjadinya alih fungsi lahan. Alih fungsi lahan tersebut terjadi karena kelapa sawit merupakan tanaman perkebunan unggulan yang berperan penting bagi perekonomian di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perubahan penggunaan lahan terutama lahan perkebunan kelapa sawit, dan memprediksi lahan perkebunan kelapa sawit pada tahun 2031, serta mengidentifikasi wilayah kesesuaian lahan perkebunan kelapa sawit. Model Cellular Automata-Markov Chain digunakan untuk melihat perubahan penggunaan lahan yang terjadi dan prediksi penggunaan lahan pada tahun 2031. Metode overlay digunakan untuk mengetahui wilayah kesesuaian lahan perkebunan kelapa sawit, dengan memasukkan variabel karakteristik lahan dan faktor pembatas ke dalam model kesesuaian lahan. Penggunaan lahan dari tahun 2009, 2014, dan 2020 selalu didominasi oleh lahan hutan belukar, kebun campuran, dan perkebunan kelapa sawit. Pada tahun 2031 lahan perkebunan kelapa sawit diprediksi mengalami peningkatan luas lahan yang tersebar secara mengelompok pada wilayah penelitian. Hasil kesesuaian lahan menunjukkan bahwa lahan yang sangat sesuai untuk perkebunan kelapa sawit berada pada wilayah dengan topografi yang relatif landai, memiliki curah hujan yang optimal, serta kadar C-organik tanah yang tergolong sedang sampai tinggi.

Oil palm is the main plantation crop in North Penajam Paser Regency. Based on changes in land use that occurred during 2009-2020, it shows that oil palm plantations always experience an increase in land area. The significant growth of oil palm plantation areas in recent years has led to land conversion. This land conversion occurs because oil palm is a leading plantation crop that plays a vital role in the Indonesian economy. This study aims to analyze land-use changes, especially oil palm plantations, and predict oil palm plantation land in 2031 and identify areas of suitability for oil palm plantations. The Cellular Automata-Markov Chain model is used to see land-use changes that occur and predict land use in 2031. The overlay method determines land suitability for oil palm plantations by entering land characteristics and limiting factors into the land suitability model. Land use from 2009, 2014, and 2020 has always been dominated by forests, mixed gardens, and oil palm plantations. In 2031, oil palm plantations are predicted to experience an increase in land area spread in groups in the research area. Land suitability results show that land suitable for oil palm plantations is in an area with a relatively sloping topography, has optimal rainfall, and has moderate to high soil C-organic content.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yudi Siswantoro
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2002
T39648
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cinthya Salsabila
"Lembaga Keuangan Bukan Bank merupakan lembaga jasa yang membantu masyarakat dalam mempermudah investasi dan pembiayaan jangka panjang. Perusahaan asuransi termasuk salah satu contoh Lembaga Keuangan Bukan Bank. Salah satu produk asuransi adalah asuransi kendaraan. Dalam upaya untuk memasarkan produk asuransi kendaraan, perusahaan asuransi berkerjasama dengan perusahaan pembiayaan konsumen. Dalam kerjasama tersebut, ada diskon premi asuransi yang diberikan oleh perusahaan asuransi kendaraan bermotor kepada perusahaan pembiayaan. Perlakuan Pajak Pertambahan Nilai atas diskon premi asuransi ini menimbulkan berbagai pendapat sehingga terjadi sengketa pajak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui praktik pemungutan Pajak Pertambahan Nilai atas penyerahan diskon premi asuransi di Indonesia dan untuk mengetahui ketentuan yang tepat mengenai pemungutan Pajak Pertambahan Nilai atas penyerahan diskon premi asuransi. Penelitian dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara mendalam dan studi literatur. Teknik analisis data dilakukan dengan cara mengembangkan data yang didapatkan sebelum penelitian, kemudian dielaborasikan dengan fakta yang terjadi di lapangan dan teori yang relevan. Informan dari penelitian ini adalah dari pihak Badan Kebijakan Fiskal, Direktorat Jenderal Pajak, Perusahaan Pembiayaan, praktisi, dan akademisi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari kerjasama perusahaan asuransi dengan perusahaan pembiayaan konsumen kendaraan bermotor di Regional X, perusahaan pembiayaan konsumen mendapatkan penghasilan berupa diskon premi asuransi yang diperoleh saat penutupan asuransi. Praktik pemberian diskon ini sama dengan imbalan yang dapat dipersamakan dengan imbalan yang didapatkan oleh pialang asuransi. Dengan mempertimbangkan asas equality dalam hal equal treatment for the equals, maka diskon premi asuransi dapat dilakukan pemungutan Pajak Pertambahan Nilai. Kemudian, perusahaan pembiayaan selama ini tidak ada melakukan pemungutan Pajak Pertambahan Nilai atas penyerahan diskon premi asuransi. Hal ini berlanjut dengan timbulnya sengketa pajak. Hal ini menggambarkan tidak berjalannya asa certainty. Oleh karena itu, dibutuhkan penentuan ketentuan yang tepat terkait pemungutan Pajak Pertambahan Nilai atas diskon premi asuransi yang dapat dilihat konsep Pajak Pertambahan Nilai, yakni konsep legal character Pajak Pertambahan Nilai dan konsep syarat kumulatif penggolongan Jasa Kena Pajak. Berdasarkan kedua konsep tersebut, penyerahan diskon premi asuransi memenuhi hal yang diatur dalam konsep tersebut. Dengan demikian, bahwa penyerahan diskon asuransi terutang Pajak Pertambahan Nilai. Pajak Pertambahan Nilai atas diskon premi asuransi terutang atas penyerahan Jasa Kena Pajak yang dilakukan oleh pengusaha dalam hal ini perusahaan pembiyaan di dalam daerah pabean. Pajak Pertambahan Nilai atas diskon premi asuransi terutang saat pembayaran. Dalam pemungutan Pajak Pertambahan Nilai atas diskon premi asuransi, perusahaan pembiayaan hendak memperhatikan faktur pajak dalam melakukan kredit pajak, pengukuhan Pengusaha Kena Pajak sesuai threshold dan waktu setor dan lapor Pajak Pertambahan Nilai.

Non Bank Financial Intitusions is a sevice institution that helps the community in facilitating investment and long-term financing. Insurance companies are one of example of Non Bank Finacial Institutions. One of the insurance products is vehicle insurance. Effort to promote the vehicle insurance products, insurance companies cooperate with consumer finance companies. In this collaboration, there is a discount on insurance premiums given by vehicle insurance companies to financing institutions. The treatment of Value Added Tax on the discount on insurance premiums raises various opinions, resulting in a tax dispute. This study aims to determine the practice of Value Added Tax collection on insurance premium discounts in Indonesia and to find out the exact provisions regarding Value Added Tax collection on insurance premium discounts. The research was conducted using a qualitative approach. Data was collected by in-depth interviews and literature studies. The data analysis technique was carried out by developing the data obtained before the research, then elaborated on the facts that occured and relevant theory. Informants from this study were from the Fiscal Policy Agency, the Directorate General of Taxes, Financing Companies, practitioners, and academics. The result showed that from the cooperation of insurance companies with consumer financing in Regional X, the finance companies get income in the form of insurance premium discounts obtained at insurance closing. The practice of discount insurance premium is same as rewards that can be equated with the rewards obtained with the rewards obtained by insurance brokers. By considering the principle of equality in terms of equal treatment fotr the equal, the discount on insurance premiums can be collected for Value Added Tax. So far, finance companies have not collected Value Added Tax on insurance premium discounts.This continues with the tax disputes. This illustrates the non-operation of the certainty principle. Therefore, appropriate provisions are needed regarding the collection of Value Added Tax on insurance premium discounts which can be seen from the Value Added Tax concepts, the legal character and cumulative requirements for the classification of taxable services. Based on these two concepts, the insurance premium discounts fullfills the things stipulated in the concepts. Thus, the submission of the insurance discount is payable for Value Added Tax. Value Added Tax on discount insurance premiums payable for taxable services performed by enterpreneurs in this case, finance companies in the customs area. Value Added Tax on discount insurance premium, payable at the time of payment. In collecting Value Added Tax on insurance premiun discounts, finance companies premi asuransi terutang atas penyerahan Jasa Kena Pajak yang dilakukan oleh pengusaha dalam hal ini perusahaan pembiyaan di dalam daerah pabean. Pajak Pertambahan Nilai atas diskon premi asuransi terutang saat pembayaran. Dalam pemungutan Pajak Pertambahan Nilai atas diskon premi asuransi, perusahaan pembiayaan hendak memperhatikan faktur pajak dalam melakukan kredit pajak, pengukuhan Pengusaha Kena Pajak sesuai threshold dan waktu setor dan lapor Pajak Pertambahan Nilai."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fahrudin
"Skripsi ini menguraikan pranata penguasaan tanah pada kelompok petani tambak di Kelurahan Marunda Kecamatan Cilincing Jakarta Utara. Fokus perhatian dalam skripsi ini pada pembentukan dan pemeliharaan pranata penguasaan tanah pada kelompok petani tambak. Pranata penguasaan ini mengatur bagaimana suatu tanah dimanfaatkan dan dikuasai oleh petani tambak. Pranata penguasaan ini terwujud dalam suatu mekanisme di antara aktor-aktor yang terlibat dalam penguasaan tanah.
Hasil penelitian saya menunjukkan bahwa masalah tanah di kota bukan hanya menyangkut hubungan penduduk dengan tanah, melainkan adanya hubungan atau relasi kekuasaan dalam memanfaatkan tanah di kota. Hubungan yang terjalin berlandaskan pada hubungan patron-klien. Hubungan patron-klien ini mampu memperlihatkan corak hubungan vertikal maupun hubungan horisontal. Hubungan vertikal terjadi di antara pemilik tanah, perantara, dan petani tambak. Sementara itu, hubungan horisontal terjadi di antara sesama petani tambak dan warga sekitar.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif dengan teknik wawancara mendalam dan pengamatan terlibat. Analisa yang diterapkan dalam skripsi ini adalah lebih berlandaskan pada hasil-hasil kerja lapangan (field work) yang kemudian dapat disebut sebagai analisa terhadap data primer. Namun demikian, pada bagian-bagian tertentu, kajian ini dilengkapi pula dengan analisa terhadap data sekunder.

This thesis described about the institution of land tenure in a group of fish farmer in Marunda, sub-district Cilincing, North Jakarta. The main focus of this thesis is the creation process and the value-preserved for land tenure in that group. This institution of land tenure maintained how the land has its value in use and its authority for the fish farmer. This institution is showed in a mechanism which involved many actors / subjects.
The result of my research shows that problems of the land not only invoke the relation between society and land, but also the power relation for landmaintaining in the city. This relation grows based on the relation ?patron-client?. This kind of relation can really show the variety of vertical and horizontal relationship. Vertical relationship happens between the owner of land, mediator, and the fish famer. Mean while, horizontal relationship is the relation between the fish farmer and society.
Method used in the research is quality method with deeper observation and interview. The analysis applied in this thesis is based on the field works called by primer data analysis. But in certain part, the description also completed by the secondary data analysis.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2011
S1406
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Maria Yuly Indarto
"Dalam prinsip bisnis asuransi dikenal adanya istilah "hukum bilangan besar", dimana jika perusahaan asuransi telah berhasil mencapainya maka telah dicapai pula skala ekonomis dalam pengoperasian perusahaan yang merupakan syarat mutlak untuk dapat bertahan (survive) dalam persaingan di industri yang makin ketat.
Dalam tugas karya akhir ini, penulis berusaha memetakan evolusi persaingan lengkap dengan tekanan dan kekuatan persaingan yang dihadapi perusahaan-perusahaan pemimpin pasar (lop ten firms) di industri asuransi kerugian di Indonesia selama kurun waktu periode 2000-2004, serta dampaknya terhadap profitabilitas perusahaan yang sating bersaing memperebutkan `kue' premi, dengan mengambil dua pairs competitor sebagai unit analisis.
Untuk kepentingan analisis, terlebih dahulu akan dikemukakan secara teoritis pengertian dan konsep lingkungan usaha dan persaingan, serta profil perkembangan industri dan bisnis asuransi di Indonesia. Selanjutnya penulis melakukan analisis terhadap evolusi persaingan (competitive pressure), dan dampaknya terhadap profitabilitas, dengan menggunakan alat analisis "pressure map" dan rasio-rasio keuangan sebagai alat pengukuran profitabilitas.
Berdasarkan analisis atas evolusi persaingan ditemukan bahwa ekskalasi persaingan di antara para pemimpin pasar (top ten firms) di industri asuransi kerugian mulai meningkat sejak tahun 2003, dimana di pasar yang terkonsentrasi (concentrated market) ini persaingan memperebutkan `kue' premi telah menjadi issue yang critical di tier 1 (top ten firms) ini. Sementara economies of scale dan likuiditas adalah critical issue di industri asuransi kerugian pada umumnya, khususnya di asuransi kerugian menengah dan kecil, dimana pasarnya terfragmentasi (fragmented market), dengan masing-masing perusahaan mengisi ceruk pasar (niche) yang mostly captive market di sektor korporasi.
Berdasarkan analisis spesifik atas persaingan dengan mengambil dua pairs competitor sebagai unit analisis, dapat disimpulkan bahwa persaingan (baik direct maupun indirect competition) memperebutkan "kue" premi telah berdampak secara langsung terhadap revenue growth (pertumbuhan premi bruto) dan profitabilitas perusahaan dari kegiatan operasi (underwriting margin) masing-masing perusahaan yang bersaing. Adapun dampak persaingan terhadap profitabilitas ini tidaklah bijaksana untuk digeneralisasi, namun demikian cukup relevan untuk disimpulkan baliwa perusahaan dengan kekutan pressure yang tinggi di pasar cenderung mempunyai tingkat pertumbuhan premi dan profitabilitas yang tinggi dengan trend meningkat, walaupun tidak menutup kemungkinan untuk terjadinya lag time, dan demikian pula sebaliknya.
Sebagai penutup, untuk dapat bertahan dan bahkan memenangkan persaingan di tengah kancah persaingan yang ketat di industri asuransi kerugian dewasa ini, hat utama dan krusial yang hares diperhatikan dalam pengelolaan bisnis asuransi adalah pengelolaan risiko yang baik, prudent underwriting, pemilihan portofolio bisnis yang tepat, serta pelayanan terhadap pengajuan klaim yang responsif dan profesional, dengan tidak henti-hentinya melakukan continuous improvement untuk menyediakan produk dan service yang inovatif dan bernilai tambah bagi tertanggung.

Principles in insurance business recognized the word `law of large numbers' as the main prerequisite to survive in this highly competitive industry.
In this writing, we are trying to draw the competitive evolution using mapping technique, completed with competitive forces and pressures faced by top ten firms in the general insurance industry in Indonesia during the analysis period of 2000-2004. We are also trying to find the relationship between the competitive pressure and the impact to the financial performance, in terms of profitability and revenue growth of those competing firms, using two-pair competitors as the unit analysis.
For the analysis purposes, first of all we begin with theoretical understanding of market and competition concept, and gain some understanding about the progress of the business. Further, we do some analysis of competitive pressure and the impact to profitability of the competing firms, using "pressure maps" and financial ratios as the measurement tools.
Based on the analysis of competitive evolution for the top ten firms in general insurance industry in Indonesia during 2000-2004, we have found that the competitive escalation has been increased significantly since 2003, where the concentrated market among the top ten firms of the industry has driven the competitive pressure into the most critical issue for these first tier. Meanwhile, the economies of scale and liquidity have become the most critical issues among the second and third tier of the industry, whereas the market was fragmented.
Based on the specific analysis of competition using two-pair competitors as our unit analysis, we have come to the conclusion that the competition (either direct or indirect) have been resulted in direct impact to revenue growth and operating profitability (underwriting margin) of the competing firms. While the impact cannot be clearly generalized, however it is still quite relevant to conclude that firm with high forces to pressure tend to have high degree of revenue growth and profitability, with an upward trend, even though lag time sometimes occur, and vice versa.
As an ending of this writing, we recommend all firms in the industry to remain competitive in the marketplace, thus the good management of the business, including prudent underwriting, proper selection of the company's business portfolio in the multi market competition, and professional claim service is really a must, while maintaining a continuous improvement of innovative product and service to enhance the added value to customers.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2006
T18585
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bangun Muljo Sukojo
"Penelitian analisis perubahan penggunaan lahan telah dilakukan menggunakan metode penginderaan jauh (inderaja) dan sistem informasi geografis (SIG). Identifikasi peta perubahan penggunaan lahan dilakukan dengan menggunakan proses tumpang susun peta penggunaan lahan tahun 1990 (hasil digitasi skala 1:50.000) dan peta penggunaan lahan tahun 1997 hasil interpretasi citra Landsat TM (Thematic Mapper) tahun 1997 dengan koordinat UTM (Universal Transverse Mercator). Perbaikan kontras citra melalui perataan histogram dilakukan dengan teknik klasifikasi terawasi yang terbagi menjadi 7 (tujuh) klas (sawah, perkampungan, tegalan, industri, tambak, lapangan olah raga dan semak). Analisis perubahan penggunaan lahan dan tingkat pencemaran air sungai BOD (Biological Oxygen Demand), COD (Chemical Oxygen Demand) dan TSS (Total Suspended Solid) dilakukan dalam sistim informasi geografis hingga diperoleh database dengan format link spasial dan tabular. Perubahan penggunaan lahan dianalisis berdasarkan pembagian segmen mengacu arah kontur sepanjang Kali Surabaya. Hasil analisis memperlihatkan perubahan penggunaan lahan pada tahun 1990-1997 yakni sawah berkurang 5,72 %, perkampungan bertambah 15,16 %, tegalan bertambah 0,54 %, tambak berkurang 9,67 %, industri bertambah 36,67 % dan semak berkurang 26,67 %. Hasil analisis tingkat pencemaran air dengan regresi linier berganda menunjukkan BOD (koefisien determinan 56 %) dan TSS (koefisien determinan 65 %) masih dipengaruhi oleh perubahan penggunaan lahan, tidak demikian halnya dengan COD (koefisien determinan 24 %).

Application of Remote Sensing and Geographic Information System Methods for Land Using Difference. Land using difference analysis has been done using remote sensing and Geographic Information System (GIS) methods. Identification of land using difference was conducted using map overlaying process of 1990s (digitized scalling 1:50.000) and 1997s land using map (interpreted from Landsat TM (Thematic Mapper) Image 1997) with UTM (Universal Transverse Mercator) coordinate. Image enhancement was done through histogram equalization with supervised classification devided into 7 classes: rice field, settlement, dry field, industry, pond, sport field and bush. Land using difference and river pollution BOD (Biological Oxygen Demand), COD (Chemical Oxygen Demand) and TSS (Total Suspended Solid) analysis were done through GIS to get database in spasial link and tabular format. Land using difference was done based on division segment of Kali Surabaya contour as reference. The result shows that there were changes on land using from 1990 until 1997 that rice field reduced by 5.72 %; settlement increased by 15,16 %; dry field increased by 0.54 %; industry increased by 36.67 % and bush reduced by 26.67 %. Water pollution analysis results which was done using multiple linier regression show both BOD (determinant coefficient 56 %) and TSS (determinant coefficient 65 %) are affected by difference in land using, but COD (determinant coefficient 24 %) is not affected."
Depok: Lembaga Penelitian Universitas Indonesia, 2003
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>