Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 170180 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Asli Yakin
"Tesis ini merupakan hasil penelitian tentang pelaksanaan Strategi Ko-manajemen Pengelolaan Sumberdaya Perikanan pada Proyek Pengembangan Desa Pembenihan Ikan di Desa Kambitin Raya dalam rangka memberdayakan masyarakat petani ikan di wilayah tersebut. Penelitian ini penting mengingat di era otonomi daerah saat ini, dimana daerah dituntut untuk mencari sumber-sumber perekonomian baru bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat maupun bagi upaya penggalian potensi PAD yang akan digunakan bagi pelaksanaan pembangunan daerah, yang salah satunya adalah bersumber dari sektor perikanan. Disamping itu karena objek penelitian ini adalah sebuah bentuk kerjasama antara pemerintah daerah dan masyarakat lokal dalam pengelolaan sumberdaya perikanan yang menekankan pendekatan community based dan diimbangi oleh pendekatan science based dengan mengarah pada terwujudnya kawasan perikanan terpadu (integrated fisheries zone), maka sangat penting artinya untuk melihat apakah paradigma pembangunan sektor perikanan yang baru tersebut telah mampu menyentuh kebutuhan masyarakat baik dari aspek peningkatan kesejahteraan maupun dari aspek perubahan perilaku masyarakat ke arah yang lebih maju.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang menghasilkan data deskriptif yang diperoleh melalui studi pustaka, observasi dan wawancara mendalam (indepth interview) dengan para informan. Sementara itu pemilihan informan dilakukan dengan terlebih dahulu menentukan objek dan jumlah informan yang dianggap paling menguasai masalah penelitian dan mewakili semua pihak yang terlibat dalam pelaksanaan program sebagai subjek penelitian.
Dari hasil penelitian diketahui bahwa ko-manajemen pengelolaan sumberdaya perikanan di Kambitin Raya berawal dari ketidakpuasan petani ikan terhadap sumber pendapatan mereka yang sangat minim. Mereka sadar bahwa untuk keluar dari masalah ini harus ada bantuan dari pihak pemerintah. Dengan dipelopori oleh beberapa orang tokoh masyarakat sekitar tahun 1997-an mereka mengajukan aspirasi tersebut kepada pemerintah daerah melalui dinas perikanan.
Menjawab aspirasi tersebut, pada bulan Agustus 1999 Bupati Tabalong mengeluarkan kebijakan tentang Pengembangan Desa Kambitin Raya sebagai Desa Pembenihan Ikan dalam bentuk ko-manajemen dengan berbasis pada potensi masyarakat lokal. Peran pemerintah daerah yaitu sebagai pihak yang mengarahkan, memotivasi dan menfasilitasi berkembangnya produktifitas masyarakat, selain itu juga sebagai mediator bila terjadi konflik diantara petani. Pemerintah daerah juga menyediakan berbagai sarana dan prasarana yang mendukung pengelolaan sumberdaya perikanan khusus usaha pembenihan ikan.
Pada tatanan ko-manajemen pengembangan desa pembenihan ikan di Kambitin Raya ini, pada awalnya memang menekankan tumbuhnya inisiatif masyarakat dalam mengelola sumberdaya perikanan. Namun, pada pelaksanaannya terjadi dominasi peran pemerintah terhadap peran masyarakat yang dapat dilihat dari mekanisme penentuan program atau proyek yang akan dilaksanakan. Peran pemerintah temyata lebih dari sekedar memberi advokasi, konsultasi, motivasi atau fasilitasi, tetapi berperan dominan dalam implementasi, pengawasan dan pemantauan. Meskipun masyarakat memberikan aspirasi dalam setiap perencanaan kebijakan, tetapi keputusan akhir baik dari aspek finansial maupun manajemen tetap berada di tangan pemerintah.
Uraian singkat diatas memberi kesan bahwa dalam banyak hal pemerintah sangat berperan. Masyarakat petani ikan hanya menerima apa yang direncanakan dan di atur oleh pemerintah. Dengan demikian bentuk ko-manajemen yang berlaku di Kambitin Raya adalah bersifat instruktif.
Ko-manajemen dengan bentuk instruktif bukan merupakan kesalahan. Itu terjadi karena kondisi masyarakat yang memang relatif masih terbatas dalam segala hal. Bahkan manfaat yang dirasakan petani ikan cukup signifikan dalam meningkatkan kesejahteraan mereka setelah ko-manajemen pengembangan desa pembenihan ikan dilaksanakan. Artinya, walaupun terdapat berbagai kendala dan hambatan dalam pelaksanaannya, pelaksanaan ko-manajemen di Kambitin Raya dapat dikatakan cukup berhasil, ditambah dengan adanya pengaruh berbagai faktor internal dan eksternal yang mendorong keberhasilan pelaksanaan ko-manajemen pengembangan desa pembenihan ikan."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T10252
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Kambuaya, Carlos Clief
"Kemiskinan yang dialami penduduk desa Katapang ditandai dengan rendahnya tingkat pendapatan, merosotnya daya beli masyarakat, bangkrutnya usaha kecil dan rumah tangga, rendahnya kualitas sumber daya manusia, buruknya sanitasi lingkungan, rawan gizi dan derajat kesehatan masyarakat yang rendah. Kompleksitas permasalahan tersebut diperparah lagi dengan krisis multidimensi yang menyebabkan angka pengangguran bertambah meningkat, banyak orang hilang pekerjaan karena di PHK, dan bertambahnya penduduk miskin baru.
Solusi untuk mengatasi kompleksitas permasalahan kemiskinan di atas, pemerintah meluncurkan kebijakan P2KP. Tidak seperti kebijakan penanggulangan kemiskinan sebelumnya dimana dominasi pemerintah masih nampak, maka dalam kebijakan P2KP, kegiatan penanggulangan sepenuhnya dilimpahkan kepada keluarga miskin yang tergabung dalam wadah KSM untuk melaksanakan sendiri dengan mendapat pemberdayaan dari LSM dan Perguruan Tinggi.
Strategi untuk mempelajari pemberdayaan yang dilakukan, dipakai pendekatan kualitatif yang bertujuan mendeskripsikan proses dan langkah-langkah pemberdayaan yang ditujukan kepada anggota KSM dan bagaimana keterlibatan penduduk miskin didalam rangkaian proses tersebut. Untuk membuat deskripsi tersebut, digunakan teknik wawancara mendalam dan pengamatan langsung untuk melihat proses pemberdayaan yang dilaksanakan. Hasil dari pemberdayaan penduduk miskin di desa Katapang dilakukan Konsultan Manajemen Wilayah (KMW) dari Universitas Winaya Mukti (Unwim), adalah :
- Proses pemberdayaan telah mengikuti langkah-langkah pengembangan masyarakat yaitu dimulai dengan pengorganisasian kelompok dan pemasaran sosial program, kemudian diikuti dengan fasilitasi penyusunan rencana dan usulan kegiatan, bantuan pendampingan dalam pelaksanaan kegiatan, memberikan pengawasan melalui monitoring dan evaluasi serta diakhiri dengan pemutusan hubungan (terminasi).
- Hasil yang dicapai dalam proses pemberdayaan sesungguhnya belum maksimal karena proses pendampingan, luasnya wilayah, pemantauan dan evaluasi,. dan dukungan dari penanggung jawab program yang belum optimal.
- Proses pemberdayaan meskipun belum maksimal, namun beberapa hasil positif yang dicapai adalah : (1) Anggota KSM telah memanfaatkan dana bantuan kredit secara bertanggung jawab untuk membuka usaha-usaha produktif yang dapat memberikan penghasilan dan pemenuhan kebutuhan hidup, (2) Anggota KSM telah berperan sebagai pelaku pasar yang aktif karena sudah tumbuh budaya berusaha, (3) Proses perencanaan dan pelaksanaan pembangunan dari bawah mulai berkembang, (4) Kebiasaan bekerja dan berusaha sendiri berubah menjadi bekerja dan berusaha dalam kelompok.
- Dampak sampingan yang muncul akibat proses pemberdayaan yaitu terjadi perpecahan antara kepala desa dan pengurus BKM, serta munculnya hubungan kerja dalam organisasi KSM yang mengarah pada Patron - Klien.
- Faktor-faktor dari dalam yang menyebabkan perbedaan perkembangan antara KSM Bahrurchoir dan KSM Karya Usaha adalah : faktor permodalan, status usaha, faktor kepemimpinan ketua kelompok. Sedangkan eksternal adalah keterbatasan Faskel dan kurangnya pengawasan dan pembinaan dari penanggung jawab program."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T11464
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Herman Azmar
"PEMBERDAYAAN PETANI GAMBIR (Studi Tentang Upaya Peningkatan
Keberdayaan Petani Gambir Di Desa Muaro Paiti Kecamatan Kapur IX
Kabupaten Lima Puluh Kota Propinsi Sumatera Barat)
Ix+5 BAB, 107 Hal, 41 Kepustakaan, 2 Lampiran
ABSTRAK
Tesis ini meneliti tentang upaya pemberdayaan petani gambir di desa Muaro Paiti Kecamatan kapur IX kabupaten Lima Puluh Kota Propinsi Sumatera Barat. Pemberdayaan petani gambir dirasa penting karena gambir merupakan komoditi ekspor dari propinsi Sumatera Barat khususnya bagi Kabupaten Lima Puluh Kota. Desa.Muaro Paiti mempunyai potensi yang besar untuk pengembangan tanaman ini karena sebagian besar dari penduduk bermata pencaharian sebagai petani ganibir dan masih banyak lahan yang dapat diolah untuk pengembangan usaha.. Tujuan dari penelitian ini adalah pertama, memahami kebijakan-kebijakan yang terkait dengan pemberdayaan petani gambir. Kedua, mempelajari penerapan kebijakan peraberdayaan petani gambir. Dan ketiga, mempelajari kendala-kendala yang ditemui di lapangan dan upaya-upaya untuk menanganinya.
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif, dengan teknik pengumpulan data berupa studi kepustakaan, dan studi lapangan dengan menggunakan wawancara mendalam serta observasi di lapangan.
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam program pemberdayaan ini telah melibatkan warga masyarakat khususnya petani gambir, dengan mengikutsertakan mereka dalam menentukan apa yang dibutuhkan, misalnya dalam menentukan apakah mereka membutuhkan peningkatan kesuburan tanah atau perluasan kebun gambir. Kemudian dalam
proses pemberdayaan terlihat bahwa petugas belum memahami kebijakan serta fungsinya sebagai enabler dengan baik. Frekwensi petugas dalam proses pemberdayaan petani gambir terutama dalam kunjungan lapangan untuk menjelaskan lebih lanjut tentang program peningkatan hasil perkebunan gambir, manfaat dan bagaimana penerapan dana bergulir, mendorong masyarakat untuk memahami dan mengatasi masalah dalam kelompoknya secara bersama, masih kurang. Dia secara berkala hanya mendatangi kebun-kebun gambir yang dekat dengan perkampungan, sedangkan kebun-kebun yang jauh dari perkampungan lepas dari pantauannya, sehingga hanya petani yang mempunyai kebun dekat dengan perkampungan saja yang mendapatkan tambahan pengetahuan dan keterampifan untuk mengelola perkebunan gambir. Pada pelaksanaan program pemberdayaan petani gambir khususnya bantuan dana bergulir kepada petani, untuk rehab.ilitasi kebun gambir melalui Program Pengembangan Wilayah Terpadu (PPWT)'sub sektor perkebunan, belum dapat terlaksana. Pengguliran dana belum terjadi, sehingga petani yang lain belum menikmati bantuan dana bergulir.
Perbaikan yang perlu dilaksanakan untuk program pemberdayaan petani gambir dimasa mendatang adalah dengan meningkatkan iungsi petugas yang diimbangi dengan peningkatan pengetahuan dan keterampilan petugas dalam pemberdayaan masyarakat khususnya kelompok petani gambir, memberikan fasilitas yang memadai kepada petugas agar dapat menjangkau wilayah tugasnya dengan frekwensi sesuai dengan kebutuhan setempat. Selain itu dalam melaksanakan tugas diperlukan supervisi terhadap petugas dan pemantauan penerapan program oleh Dinas Perkebunan. Ke depan perlu dikembangkan teknik-teknik baru yang lebih efektif dalam pemasaran sosial program atau dalam penyampaian informasi dan penguasaan keterampilan kepada kelompok petani gambir.
"
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2001
T233
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aria Chandra Destianto
"Tesis ini merupakan hasil penelitian tentang proses pemberdayaan masyarakat melalui Program Pengembangan Kecamatan (PPK) Fase II termasuk faktor pendukung dan penghambat serta upaya untuk mengatasinya. Program ini merupakan kebijakan Pemerintah Pusat yang bertujuan untuk menanggulangi kemiskinan dengan menitikberatkan pemberdayaan masyarakat sebagai pendekatan operasionalnya. Pemberdayaan masyarakat ini dimaksudkan untuk memperbaiki keadaan masyarakat agar mampu mengatasi permasalahan hidup sehingga mereka bisa keluar dari Iingkaran kemiskinan. Sumber dana pelaksanaan PPK Fase II keseluruhan berasal dari pemerintah pusat (Full Grant). Berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan, Desa Kupu merupakan salah satu desa yang mendapatkan program ini.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif sehingga menghasilkan data deskriptif yang diperoleh melalui wawancara mendalam dengan para informan, observasi dan studi kepustakaan. Pemilihan informan dilakukan secara purposive sampling terhadap aparat pemerintah daerah, FK dan FD bidang pemberdayaan, Camat dan Kepala Desa, tokoh masyarakat dan kelompok sasaran dengan jumtah 14 orang. Hasil penelitian ini dianalisis dengan dilandasi kebijakan PPK dan kerangka pemikiran tentang kemiskinan, pembangunan sosial, pengembangan masyarakat dan peran petugas pendamping.
Dari hasil penelitian dapat dilihat bahwa proses pemberdayaan masyarakat dalam PPK Fase Il Tahun Ketiga dilakukan melalui beberapa tahap mulai dari sosialisasi, perencanaan, pelaksanaan kegiatan, tetapi belum mencakup tahap pelestarian program. Partisipasi masyarakat mulai sejak sosialisasi program, perencanaan kegiatan sampai pelaksanaan. Petugas yang terlibat Iangsung di lapangan adalah FK dan FD yang berperan untuk melakukan pendampingan dan memfasilitasi setiap kegiatan yang dilakukan oleh kelompok sasaran dan warga masyarakat.
Pelaksanaan PPK mencakup kegiatan pembangunan sarana dan prasarana yaitu pembuatan saluran Drainase dan Kegiatan Usaha Ekonomi Produktif, serta Kegiatan Simpan Pinjam Perempuan. Proses pemberdayaan masyarakat terlihat sejak dilakukannya sosialisasi program yang melibatkan masyarakat sebagai kelompok sasaran dengan membentuk kelompok campuran dan kelompok perempuan. Pembentukan kelompok dilakukan untuk mempermudah penggalian gagasan terutama dalam penentuan dan penetapan jenis kegiatan sehingga dapat sesuai dengan keinginan dan kebutuhan mereka. Kegiatan yang ditentukan bersama baru sampai pada pelaksanaan program. Partisipasi kelompok sasaran sejak sosialisasi sampai pelaksanaan program menggambarkan keberhasilan proses pemberdayaan masyarakat dalam pelaksanaan PPK.
Proses pemberdayaan masyarakat sesuai dengan Petunjuk Teknis Operasional PPK Fase II Tahun 2002. Dalam pelaksanaan kegiatan PPK terdapat faktor pendukung yaitu tingginya partisipasi masyarakat melalui swadaya. Sedangkan faktor yang menjadi penghambat adalah rendahnya sumber daya manusia warga Desa Kupu sehingga sang at berpengaruh terhadap pemahaman program, dan pemilihan kegiatan. Namun kendala tersebut dapat diatasi oleh Petugas Pendamping maupun Kepala Desa melalui pendekatan personal maupun diskusi kelompok secara formal maupun informal. Kurangnya koordinasi antar pelaku PPK di tingkat kecamatan dan kurangnya kerjasama antar anggota kelompok terutama setelah pelaksanaan kegiatan menjadi faktor penghambat yang cukup berpengaruh terhadap keberhasilan program.
Saran yang dapat dikemukakan dalam tesis ini yaitu : Petugas Pendamping, FK dapat dikurangi luas wilayah kerjanya dengan penambahan jumlah FK, atau FD mengikuti pelatihan-pelatihan (dalam bentuk pelatihan berjenjang) yang mencakup pemahaman tentang PPK dalam bentuk sosialisasi termasuk pelaksanaan teknis, proses pemberdayaan dalam pelaksanaan program serta pemantauan dan evaluasi; Pelaku PPK, pelaksanaan kegiatan sarana dan prasarana untuk kepentingan umum, partisipasi pemerintah seyogyanya lebih besar dad pada partisipasi warga masyarakat, proses sosialisasi kebijakan dapat dikurangi agar dapat menambah pemberdayaan pelaksanaan program serta koordinasi antar pelaku program; Aparat qesa, berperan aktif dalam pemantauan pelaksanaan program; Kelompok Sasaran, kerjasama antar anggota kelompok sasaran."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2006
T22062
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakhrurozi
"Pesantren merupakan institusi pendidikan yang berbasis agama, yang umumnya melayani masyarakat golongan menengah ke bawah yang ada di daerah pedesaan. Pesantren secara umum adalah organisasi lokal yang secara fungsional memiliki peran yang sangat berarti dalam pembangunan desa. Pondok pesantren memiliki kemampuan untuk terlibat dalam berbagai bidang pembangunan masyarakat dan pondok pesantren juga memiliki kepedulian terhadap upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat, khususnya masyarakat di sekitar pondok pesantren, melalui kegiatan pemberdayaan masyarakat. Dapat dikatakan bahwa pesantren telah memasuki wilayah sosial secara lebih luas. Selain mengandung kekuatan resistensi terhadap modernisasi sebagaimana pada awal berdirinya dulu, pesantren telah melakukan peran aktif membangun masyarakat pada berbagai bidang pembangunan di pedesaan. Penelitian ini mencoba untuk menggambarkan pelaksanaan program pemberdayaan masyarakat yang dilakukan oleh pondok pesantren. Program tersebut adalah program pemberdayaan pengusaha kerupuk pasir oleh pondok pesantren Maslakul Huda, Desa Kajen, Kecamatan Margoyoso, Kabupaten Pati, Jawa Tengah. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif untuk mendeskripsikan tujuan dari penelitian ini yaitu menggambarkan pelaksanaan kegiatan pemberdayaan masyarakat yang dilakukan oleh pondok pesantren Maslakul Huda dan melihat faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi pelaksanaan kegiatan tersebut. Untuk memperoleh
informasi yang akurat mengenai pelaksanaan kegiatan pemberdayaan masyarakat yang dilakukan oleh pondok pesantren Maslakul Huda tersebut, maka digunakan teknik wawancara mendalam kepada informan. Informan dalam penelitian ini antara lain pimpinan pondok pesantren, pengurus BPPM, Tenaga Pemberdayaan Masyarakat, Camat Kecamatan Margoyoso, serta anggota kelompok pengusaha kerupuk pasir desa Kajen yang menerima bantuan modal usaha dari pondok pesantren. Dari hasil wawancara dan pembahasan diketahui bahwa kegiatan pondok pesantren Maslakul Huda dalam pemberdayaan pengusaha kerupuk pasir desa Kajen dilakukan dalam beberapa tahapan. Tahapan tersebut antara lain tahap persiapan, tahap perencanaan, tahap pelaksanaan, dan tahap evaluasi. Tahap persiapan yang dilakukan antara lain terdiri dari pembentukan BPPM dan TPM dari unsur pondok pesantren, melakukan kegiatan FGD dan survey lapangan. Tahap perencanaan terdiri dari sosialisasi program dan pembentukan kelompok-kelompok. Tahap pelaksanaan terdiri dari penyusunan laporan simpanan pokok kelompok, menghitung besaran bantuan yang akan diberikan kepada masing-masing kelompok, menyalurkan bantuan kepada kelompok, memberikan penyuluhan dan konsultasi kepada kelompok-kelompok, melakukan pelatihan administrasi, serta mengadakan workshop mengenai usaha kelompok. Serta tahap evaluasi yang terdiri dari pengawasan lapangan dan penilaian kelompok yang dilakukan oleh TPM. Selain itu diketahui pula adanya faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan kegiatan pemberdayaan ekonomi masyarakat tersebut yaitu berupa faktor pendukung dan faktor penghambat. Faktor pendukung terdiri dari kedekatan hubungan antara pondok pesantren dan masyarakat yang menciptakan rasa kepercayaan yang tinggi antara pondok pesantren dengan pengusaha kerupuk pasir, pengaruh ketokohan dari Kyai, serta adanya dukungan dari berbagai pihak, baik dukungan yang bersifat moril maupun materiil. Faktor penghambat terdiri dari penolakan dari masyarakat dan pemerintah atas kegiatan sosial yang dilakukan oleh pondok pesantren, penolakan atas kebijakan yang diambil pondok pesantren untuk menerima bantuan dana kegiatan dari pihak asing, serta adanya kendala di dalam kelompok peminjam dalam mengembalikan pinjaman modal kepada pondok pesantren. Hasil akhir dari penelitian ini adalah berupa rekomendasi yang antara lain: 1. Memaksimalkan faktor ketokohan kyai untuk menciptakan kepercayaan dan kepatuhan masyarakat. Di samping itu, perlu ditingkatkan peranan TPM dalam pelaksanaan program pemberdayaan masyarakat, yang bertujuan untuk mengurangi ketergantungan masyarakat terhadap segala kebijakan dan program pemberdayaan yang disampaikan Kyai. 2. Memperketat pengawasan kelompok dengan melibatkan pengawasan internal di dalam kelompok usaha. 3. Meningkatkan pengetahuan kelompok tentang pemasaran dan pengemasan yang lebih menarik sehingga bernilai jual lebih tinggi dan lebih luas, yang dilakukan dengan cara bekerja sama dengan lembaga lain yang bergerak di bidang sosial kemasyarakatan.

Pesantren is an education institution based on religion; it is serving middle groups in rural community. Functionally, this local organization plays an important role in the rural development. It is capable of taking some role in community development program and be aware of increasing the local community welfare through the empowerment activities. Pesantren expanded their role to the wider social sphere. Beside containing the resistant power of modernization formerly, pesantren also has contribution in rural development level. This research tries to describe the implementation of community empowerment program by pesantren, that is Small Entrepreneur Empowerment Program by Pondok Pesantren Maslakul Huda at Kajen Village, Margoyoso District, The regency of Pati, Central Java. This research uses the qualitative methods to describe the research goals that are to describe the implementation of community empowerment program by pesantren Maslakul Huda and to find the significant factors that affect the implementation. The need of accurate information were fully filled with depth interview technique to the informants. These informants are head of pondok pesantren, BPPM?s activist, TPM?s activist, the district head of Margoyoso, and member of small entrepreneur group at Kajen village. By result of depth interview and analysis, it?s found that there are some stages in the implementation. The stages are preparation stage, planning stage, implementation stage, and evaluation stage. The preparation stage includes establishing the BPPM institution and TPM, FGD activities, and field surveys. The planning stage includes the socialization of the program and creating groups in community. The implementation stage includes formatting group?s assets, planning the donation for each group, distributing the donation for each groups, supervising and consultation, administration training, and conduct a workshop. The evaluation stage consists of field control and field analyses. Then the significant factors are mentioned in supporting factors and the obstacles. Supporting factors include the relationship between pondok pesantren and community, Kyai?s determination, and external support. The obstacles include the community and local government resistances to pesantren?s social activities, and groups? financial factors. The final results of this research defined some recommendations, which are: 1. To maximize the Kyai?s determination to establish good relationship with the community. Then, concerning TPM?s role in community to back up Kyai?s determination. 2. To tighten the group control by involving group internal supervisor. 3. To increase group?s capacity in marketing issues and packaging technique for highest and wider market, through the collaboration with other institutions."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2007
T19541
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakhrurozi
"Pesantren merupakan institusi pendidikan yang berbasis agama, yang umumnya melayani masyarakat golongan menengah ke bawah yang ada di daerah pedesaan. Pesantren secara umum adalah organisasi lokal yang secara fungsional memiliki peran yang sangat berarti dalam pembangunan desa. Pondok pesantren memiliki kemampuan untuk terlibat dalam berbagai bidang pembangunan masyarakat dan pondok pesantren juga memiliki kepedulian terhadap upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat, khususnya masyarakat di sekitar pondok pesantren, melalui kegiatan pemberdayaan masyarakat. Dapat dikatakan bahwa pesantren telah memasuki wilayah sosial secara lebih luas. Selain mengandung kekuatan resistensi terhadap modernisasi sebagaimana pada awal berdirinya dulu, pesantren telah melakukan peran aktif membangun masyarakat pada berbagai bidang pembangunan di pedesaan. Penelitian ini mencoba untuk menggambarkan pelaksanaan program pemberdayaan masyarakat yang dilakukan oleh pondok pesantren. Program tersebut adalah program pemberdayaan pengusaha kerupuk pasir oleh pondok pesantren Maslakul Huda, Desa Kajen, Kecamatan Margoyoso, Kabupaten Pati, Jawa Tengah. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif untuk mendeskripsikan tujuan dari penelitian ini yaitu menggambarkan pelaksanaan kegiatan pemberdayaan masyarakat yang dilakukan oleh pondok pesantren Maslakul Huda dan melihat faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi pelaksanaan kegiatan tersebut. Untuk memperoleh informasi yang akurat mengenai pelaksanaan kegiatan pemberdayaan masyarakat yang dilakukan oleh pondok pesantren Maslakul Huda tersebut, maka digunakan teknik wawancara mendalam kepada informan. Informan dalam penelitian ini antara lain pimpinan pondok pesantren, pengurus BPPM, Tenaga Pemberdayaan Masyarakat, Camat Kecamatan Margoyoso, serta anggota kelompok pengusaha kerupuk pasir desa Kajen yang menerima bantuan modal usaha dari pondok pesantren. Dari hasil wawancara dan pembahasan diketahui bahwa kegiatan pondok pesantren Maslakul Huda dalam pemberdayaan pengusaha kerupuk pasir desa Kajen dilakukan dalam beberapa tahapan. Tahapan tersebut antara lain tahap persiapan, tahap perencanaan, tahap pelaksanaan, dan tahap evaluasi. Tahap persiapan yang dilakukan antara lain terdiri dari pembentukan BPPM dan TPM dari unsur pondok pesantren, melakukan kegiatan FGD dan survey lapangan. Tahap perencanaan terdiri dari sosialisasi program dan pembentukan kelompok-kelompok. Tahap pelaksanaan terdiri dari penyusunan laporan simpanan pokok kelompok, menghitung besaran bantuan yang akan diberikan kepada masing-masing kelompok, menyalurkan bantuan kepada kelompok, memberikan penyuluhan dan konsultasi kepada kelompok-kelompok, melakukan pelatihan administrasi, serta mengadakan workshop mengenai usaha kelompok. Serta tahap evaluasi yang terdiri dari pengawasan lapangan dan penilaian kelompok yang dilakukan oleh TPM. Selain itu diketahui pula adanya faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan kegiatan pemberdayaan ekonomi masyarakat tersebut yaitu berupa faktor pendukung dan faktor penghambat. Faktor pendukung terdiri dari kedekatan hubungan antara pondok pesantren dan masyarakat yang menciptakan rasa kepercayaan yang tinggi antara pondok pesantren dengan pengusaha kerupuk pasir, pengaruh ketokohan dari Kyai, serta adanya dukungan dari berbagai pihak, baik dukungan yang bersifat moril maupun materiil. Faktor penghambat terdiri dari penolakan dari masyarakat dan pemerintah atas kegiatan sosial yang dilakukan oleh pondok pesantren, penolakan atas kebijakan yang diambil pondok pesantren untuk menerima bantuan dana kegiatan dari pihak asing, serta adanya kendala di dalam kelompok peminjam dalam mengembalikan pinjaman modal kepada pondok pesantren. Hasil akhir dari penelitian ini adalah berupa rekomendasi yang antara lain: 1. Memaksimalkan faktor ketokohan kyai untuk menciptakan kepercayaan dan kepatuhan masyarakat. Di samping itu, perlu ditingkatkan peranan TPM dalam pelaksanaan program pemberdayaan masyarakat, yang bertujuan untuk mengurangi ketergantungan masyarakat terhadap segala kebijakan dan program pemberdayaan yang disampaikan Kyai. 2. Memperketat pengawasan kelompok dengan melibatkan pengawasan internal di dalam kelompok usaha. 3. Meningkatkan pengetahuan kelompok tentang pemasaran dan pengemasan yang lebih menarik sehingga bernilai jual lebih tinggi dan lebih luas, yang dilakukan dengan cara bekerja sama dengan lembaga lain yang bergerak di bidang sosial kemasyarakatan.

Pesantren is an education institution based on religion; it is serving middle groups in rural community. Functionally, this local organization plays an important role in the rural development. It is capable of taking some role in community development program and be aware of increasing the local community welfare through the empowerment activities. Pesantren expanded their role to the wider social sphere. Beside containing the resistant power of modernization formerly, pesantren also has contribution in rural development level. This research tries to describe the implementation of community empowerment program by pesantren, that is Small Entrepreneur Empowerment Program by Pondok Pesantren Maslakul Huda at Kajen Village, Margoyoso District, The regency of Pati, Central Java. This research uses the qualitative methods to describe the research goals that are to describe the implementation of community empowerment program by pesantren Maslakul Huda and to find the significant factors that affect the implementation. The need of accurate information were fully filled with depth interview technique to the informants. These informants are head of pondok pesantren, BPPM?s activist, TPM?s activist, the district head of Margoyoso, and member of small entrepreneur group at Kajen village. By result of depth interview and analysis, it?s found that there are some stages in the implementation. The stages are preparation stage, planning stage, implementation stage, and evaluation stage. The preparation stage includes establishing the BPPM institution and TPM, FGD activities, and field surveys. The planning stage includes the socialization of the program and creating groups in community. The implementation stage includes formatting group?s assets, planning the donation for each group, distributing the donation for each groups, supervising and consultation, administration training, and conduct a workshop. The evaluation stage consists of field control and field analyses. Then the significant factors are mentioned in supporting factors and the obstacles. Supporting factors include the relationship between pondok pesantren and community, Kyai?s determination, and external support. The obstacles include the community and local government resistances to pesantren?s social activities, and groups? financial factors. The final results of this research defined some recommendations, which are: 1. To maximize the Kyai?s determination to establish good relationship with the community. Then, concerning TPM?s role in community to back up Kyai?s determination. 2. To tighten the group control by involving group internal supervisor. 3. To increase group?s capacity in marketing issues and packaging technique for highest and wider market, through the collaboration with other institution."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2007
T19541
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andrinaldi
"Program Pembangunan Sarana Air Bersih dan Penyehatan Lingkungan Pemukiman (PAB-PLP) yang dilaksanakan di Desa Pandam Gadang Timur Kecamatan Gunung Mas Kabupaten Lima Puluh Kota, merupakan salah satu upaya yang dilakukan oleh pemerintah dalam rangka meningkatkan kesehatan masyarakal melalui perubahan perilaku hidup bersih dan sehat. Program PAB-PLP dilaksanakan dengan pendekatan pembangunan yang bertumpu pada peran aktif masyarakat (community based management) yang bertujuan untuk menyiapkan masyarakat, melalui institusi pengelola program, agar mereka mampu mengeiola dan memelihara sarana yang telah dibangun sehingga tercapainya kelestarian dan pengembangan program PAB-PLP. Hal ini tidak akan terjadi dengan sendirinya tanpa adanya upaya pemberdayaan yang intensif dalam mempersiapkan masyarakat untuk menerima dan melestarikan program.
Pencrapan model pengembangan masyarakat merupakan salah satu intervensi pemerintah sebagai upaya untuk memberdayakan masyarakat agar dapat meningkatkan intsiatif (prakarsa) dan kemampuan (swadaya) masyarakat. Olch karena itu ruang lingkup tesis ini meliputi kebijakan program PAB-PLP yang diterapkan dengan model pengembangan masyarakat, proses penerapan program PAB-PLP, falctor-faktor yang menjadi penghambat dalam pemeliharaan dan pengembangan program PAB-PLP.
Untuk mengetahui hal tersebut, dilakukan penelitian yang bersifat kualitatif terhadap pelaksanaan program PAB-PLP. Pengumpulan data dilakukan melalui studi kepustakaan, wawancara secara mendalam dan observasi terhadap pihak-pihak yang terkait dalam proses pelaksanaan program PAB-PLP.
Dari hasil penelitian, diperoleh gambaran bahwa upaya pemberdayaan yang dilaksanakan dalam rangka mempersiapkan masyarakat untuk menerima program PAB-PLP mulai tahap persiapan sampai pasca proyek, belum mencapai hasil yang menggembirakan. Ketidakpahaman institusi dan warga masyarakat sejak awal mengakibatkan mereka kesulitan memasuki tahap selanjutnya sehingga partisipasi masyarakat hanya sampai tahap bekerja ke arah pcruhahan, belum pada tahap generalisasi dan stabilisasi perubahan serta terminasi relasi perubahan. Hal ini antara lain disebabkan : penjabaran kebijakan dari Pemerintah Kabupaten yang kurang tepat, kurangnya pemahaman petugas terhadap program sehingga penerapan strategi pemberdayaan lebih diarahkan pada masyarakat dari pada institusi pengelola program di tingkat desa, rendahnya kemampuan pengurus UPS untuk melanjutkan peran pemberdayaan kepada masyarakat setelah peran pendampingan petugas berakhir. dan nilai-nilai budaya masyarakat yang kurang mendukung.
Walaupun demikian, upaya-upaya yang telah dilakukan tersebut sangat berarti dalam merubah pandangan tentang pola pembangunan selama ini. Pembangunan yang dilaksanakan lebih ditekankan pada pendekatan yang melibatkan partisipasi aktif masyarakat. Sehingga memandang masyarakat sebagai pelaku utama (subyek) pembangunan ketimbang hanya sebagai sasaran (obyek) dari pembangunan."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2001
T196
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
M. Anshar Mujahid
"Populasi masyarakat terasing di seluruh Indonesia sebesar 1,1 juta jiwa atau 214.488 kk (Depsos : 96/97). Masyarakat terasing sendiri, oleh Departemen Sosial R.I (1999: 2) diartikan sebagai "kelompok sosial budaya yang bersifat lokal dan terpencar serta kurang atau belum mampu terlibat dalam jaringan pelayanan, baik sosial, ekonomi maupun politik". Kondisi kehidupan mereka sangat tertinggal dibandingkan masyarakat lain di sekitarnya, dalam seluruh aspek kehidupan. Upaya pemberadayaan masyarakat terasing bertujuan agar mereka menjadi setara dengan masyarakat di sekitarnya.
Namun, sebagaimana juga diakui oleh Departemen Sosial, bahwa hasilnya banyak yang mengalami kekurang berhasilan. Dengan kata lain program yang telah menghabiskan banyak sumber daya berupa biaya, waktu dan tenaga tidak banyak memberikan perubahan pada kehidupan warga masyarakat terasing. Untuk mengurangi tingkat kekurang berhasilan, pemberian pelayanan kepada masyarakat terasing diubah. Melalui Sistem Pemukiman Sosial, pemberdayaan masyarakat dilakukan dengan menggunakan Metoda Community Development. Dengan metoda ini, warga masyarakat terasing tidak lagi sebagai obyek, namun sebagai subyek dan mitra dalam pelaksanaan kegiatan.
Karena merupakan metoda yang tepat dalam upaya pemberdayaan masyarakat terasing, maka perlu dilakukan penelitian mengenai efektivitas penerapan metoda tersebut. Untuk tujuan tersebut penulis melakukan beberapa langkah-langkah sebagai berikut :
  1. Melakukan studi literatur yang berhubungan dengan konsep masyarakat, masyarakat terasing, Pembangunan, Community Development.dan pemberdayaan.
  2. Membuat research design untuk menentukan metode penelitian yang akan digunakan Melakukan pengumpulan data dengan tehnik wawancara dan pengamatan langsung di lapangan.
  3. Responden yang dijadikan sumber data primer adalah kepala keluarga warga masyarakat terasing sebanyak 35 orang yang masing-masing mewakili keluarganya, dua orang petugas lapangan, satu orang pejabat Departemen Sosial tingkat propinsi dan satu orang pejabat Departemen Sosial tingkat pusat.
Setelah mengkaji semua informasi, baik yang diperoleh dari hasil kajian dokumentasi maupun wawancara dan pengamatan langsung di lapangan, diperoleh berbagai kesimpulan, di antaranya :
  1. Dilihat dari segi kuantitas, kapasitas pemberdayaan masyarakat terasing sangat kecil. Jumlah yang telah mendapatkan pelayanan selama 20 tahun, sejak tahun 1978 sampai dengan tahun 1998 adalah sebanyak 34.185 kepala keluarga dari populasi sebanyak 214.488 kepala keluarga, atau sebesar 16,41% atau 0,82% setiap tahun. Rendahnya kapasitas pemberdayaan masyarakat terasing tersebut terkait dengan visi pembangunan yang selama ini mengutamakan pertumbuhan dan memberikan perhatian yang kecil kepada pembangunan sosial. Pembangunan masyarakat terasing merupakan bagian dari pembangunan sektor kesejahteraan sosial yang merupakan bagian pembangunan sosial. Kecilnya perhatian terhadap pembangunan sektor sosial, menyebabkan alokasi anggaran untuk sektor inipun kecil.
  2. Dilihat dari segi kualitas, pelayanan yang telah diberikan selama ini juga belum mampu memberikan perubahan yang berarti, dalam pengertian kemajuan dan peningkatan mutu kehidupan warga masyarakat terasing.
  3. Dari informasi yang diperoleh melalui wawancara dan pengamatan langsung di lapangan menunjukkan bahwa upaya pemberdayaan masyarakat terasing ToBentong di Desa Bulo-Bulo, setelah memasuki tahun ke lima, juga belum memberikan perubahan yang berarti. Bahkan tingkat hunian rumah yang disediakan di pemukiman sangat rendah dan sebanyak 33 kepala keluarga menyatakan mengundurkan diri dari program setelah masa pemberian jaminan hidup selesai. Masa jaminan hidup lamanya 15 bulan di awal pelaksanaan program. Selain ke 33 kepala keluarga tersebut, 18 kepala keluarga lainnya tidak menetap di lokasi pemukiman karena rumahnya telah rusak total akibat terkena musibah angin kencang. Pada sisi lain, pengadaan sarana dengan biaya yang relatif besar tidak dapat dimanfaatkan oleh warga penghuni pemukiman, seperti jamban keluarga dan bak penampungan air bersih. Lokasi pemukiman yang ada di puncak-puncak perbukitan menyebabkan kesulitan memperoleh air bersih. Karena sumbersumber mata air adanya di sela-sela perbukitan. Dengan demikian terjadi "inefficiency dalam pembiayaan program disamping cermin bahwa dalam proses pelaksanaan program belum sepenuhnya mengakomodasi aspirasi dan kepentingan masyarakat setempat.
  4. Perubahan yang terlihat adalah makin tingginya frekuensi dan intensitas interaksi masyarakat terasing dengan masyarakat dari desa-desa sekitarnya. Minat orang luar untuk datang ke desa Bulo-Bulo meningkat sejak tahap-tahap pelaksanaan program, karena melihat adanya kegiatan besar, yaitu pembukaan lahan dan pembangunan rumah pemukiman. Kunjungan orang luar semakin meningkat ketika mulai dibangun pasar tradisional dan pasar desa masuk ke dalam jaringan pasar antar desa yang bergiliran setiap lima hari sekali.
Bedasarkan beberapa kesimpulan tersebut, dalam tulisan ini juga diajukan beberapa saran, yakni :
  1. Masih besarnya populasi masyarakat terasing secara nasional dan kaitannya dengan hak mereka untuk mendapatkan pelayanan, mereka sebagai salah satu potensi pembangunan, maka upaya pemberdayaan masyarakat tetap perlu dilanjutkan.
  2. Agar penyelenggaraan pemberdayaan masyarakat terasing selanjutnya menerapkan prinsip-prinsip Community Development secara lebih efektif, sehingga pencapaian tujuan dan perolehan hasil semaksimal mungkin.
  3. Mengingat bahwa salah satu faktor yang dapat mempercepat kemajuan suatu masyarakat adalah pendidikan, maka sebaiknya dalam setiap penyelenggaraan pemberdayaan masyarakat terasing, kegiatan pendidikan formal setingkat SD dan SMP untuk anak usia sekolah dan non formal, seperti Kelompok Belajar dan pemberantasan buta huruf untuk orang dewasa, juga lebih diperhatikan.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2001
T4260
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhtar
"Tesis ini merupakan hasil penelitian tentang Program Raksa Desa di Desa Jayamukti Kecamatan Cikarang Pusat Kabupaten Bekasi, yang bertujuan memahami upaya pemberdayaan masyarakat melalui program, manfaat program, dan kendala dalam implementasi program. Penelitian ini mempunyai arti penting, karena program dimaksud merupakan program baru yang digagas dan diluncurkan oleh pemerintah Propinsi Jawa Barat di era Otonomi Daerah secara luas berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tabun 1999, yang mulai dilaksanakan tahun 2003 dan direncanakan diberlakukan bagi seluruh desa dan kota di Propinsi Jawa Barat hingga tahun 2007. Sebagai program baru, dimungkinkan terjadi kekeliruan khususnya dalam implementasi yang merupakan tahap esensial dalam upaya pemberdayaan.
Untuk itu, hasil penelitan ini dapat berfungsi sebagai input bagi policy maker guna melakukan perbaikan implementasi program berikutnya. Pendekatan dan Janis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif deskriptif, yaitu informasi tentang pemahaman, pandangan, dan tanggapan para informan dilapangan yang menghasilkan data deskriptif, yakni gambaran nyata pelaksanaan program secara sistematis dan faktuaI. Data tersebut diperoleh melalui teknik wawancara mendalam dengan para informan, disamping studi dokumentasi, dan observasi. Penentuan informan di lakukan secara purposive sampling (non probability), yakni atas dasar penilaian bahwa para informan mengetahui secara balk pemasalahan yang sedang diteliti. Untuk itu, informan dalam penelitian ini adalah Ketua dan Anggota Pokmas; Ketua Satuan Pelaksana (Satlak) Desa, Sarjana Pendamping, unsur Pemuka Masyarakat, dari unsur 13adu.i Perwakilan Desa (BPD).
Sebagai alat analisis hasil penelitian lapangan, digunakan kerangka teori pemberdayaan untuk memahami program dalam meningkatkan kemampuan dan kemandirian komunitas sasaran, baik secara individu maupun kelompok dalam upaya memenuhi kebutuhan dan mengatasi masalah yang dihadapi. Konsep pemberdayaan juga digunakan untuk melihat bagaimana kelompok mampu memfasilitasi para anggota untuk bekerjasama dalam mencapai tujuan, dan bagaimana masyarakat mengorganisir diri melalui kelembagaan Satlak Desa yang dikembangkan. Perhatian juga diarahkan pada keterlibatan masyarakat dalam pembentukan dan kegiatan kelompok serta dalam kelembagaan Satlak Desa untuk mengetahui proses pemberdayaan melalui implementasi program.
Hasil penelitian lapangan menunjukkan tidak terjadinya upaya pemberdayaan melalui Program Raksa Desa, karena tidak ada partisipasi dan kemandirian dari masyarakat khususnya komunitas sasaran yang rnerupakan prasyarat bagi upaya pemberdayaan. Hal itu terlihat dari sejak awal kegiatan (persiapan dan perencanaan), yang antara lain adalah kegiatan sosialisasi program melalui forum musyawarah desa, dimana komunitas sasaran tidak dilibatkan. Forum dimaksud hanya dihadiri oleh alit desa, yaitu unsur pemuka masyarakat, perangkat desa, dan unsur BPD, disamping tentunya pengurus lembaga Satlak Desa. Demikian halnya pada implementasi program, yaitu pelaksanaan pembangunan prasarana desa dan penyaluran modal bergulir kepada komunitas sasaran, serta pemantauan, pengawasan, dan evaluasi, masyarakat khususnya komunitas sasaran tidak terlibat secara aktif, dimana dalam konteks pemberdayaan, keterlibatan masyarakatlkomunitas sasaran merupakan elemen penting.
Hasil program memang telah dirasakan oleh masyarakat khususnya komunitas sasaran, baik pembangunan prasarana yang antara lain menambah kelancaran transportasi dan komunikasi antar warga, serta penyediaan air bersih bagi warga, maupun bantuan pinjaman modal bergulir yang antara lain untuk menambah modal usaha dan juga sebagai Modal awal usaha. Akan tetapi, unsur penting dalam upaya pemberdayaan, yaitu proses belajar sosial dalam rangka memenuhi kebutuhan baik kebutuhan diri, keluarga, kelompok, dan masyarakat, maupun proses belajar memecahkan masalah tidak berlangsung. Kendala dalam implementasi program antara lain adalah kctidaktahuan di kalangan masyarakat sendiri dan kecenderungan prilaku aparat pemerintah yang masih bersifat paternalistik feodalistik (birokrasi tradisional).
Rekomendasi yang diajukan adalah: (a) perlu dilakukan kegiatan pelatihan dan pemantapan secara intensif bagi para pelaksana program mulai tingkat propinsi hingga tingkat lapangan (desa), dalam upaya peningkatan pemanaman mereka balk mengenai teknis operasional dan manajemen penyelenggaraan program maupun perspektif pembangunan berpusat pada manusia; (b) perlu dilakukan kegiatan pengawasan, pemantauan, dan evaluasi oleh para pelaksana program mulai tingkat propinsi sampai tingkat lapangan secara profesional, dan yang tidak kalah penting adalah perlunya melibatkan komunitas sasaran dalam rangkaian kegiatan dimaksud sejak assesment hingga evaluasi; (c) perlu kecermatan penanggungjawab program dalam merancang program pemberdayaan secara profesional, dengan mempertimbangkan berbagai aspeknya, antara lain adalah ketersediaan dana dan kesiapan sumber daya manusia yang cakap, terampil, dan berdedikasi."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2005
T14102
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>