Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 194145 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Bambang Yuniarto
"Reformasi bergulir sejak pertengahan bulan Mei 1998 ditandai dengan jatuhnya pemerintah Orde Baru. Reformasi diasumsikan sebagai era baru bagi lahir dan berkembangnya demokratisasi maupun transparansi. Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia memiliki persepsi tentang reformasi sama dengan organisasi kemahasiswaan lainnya. Karena letaknya yang strategis di ibukota negara, gerakan dan sepak terjang organisasi ini dijadikan sebagai barometer bagi organisasi kemahasiswaan lainnya. Oleh sebab itu mengetahui berbagai pandangan yang mungkin berpengaruh pada sikap mereka terhadap jalannya reformasi menjadi signifikan. Bagaimana pandangan dan sikap BEM-UI terhadap jalannya reformasi? Faktor-faktor apa yang melatarbelakangi lahirnya pandangan dan sikap BEM-UI terhadap jalannya reformasi ? Bagaimana bentuk strategi aksi perjuangan mereka dalam mengawal jalannya reformasi di masa mendatang ?
Hasil penelitian terhadap 30 mahasiswa yang dijadikan sampel penelitian menunjukkan bahwa pandangan dan sikap mereka 73,3% dipengaruhi oleh latar belakang asal mereka yang baik sehingga berdampak positif terhadap kualitas kegiatan institusi mereka. Faktor-faktor yang mempengaruhi pandangan mereka terhadap jalannva reformasi ialah karena pemerintah belum menjalankan visi reformasi (53,7%), kasus KKN belum diberantas 62,5%, dan juga belum tampak itikad pemerintah meminta pertanggungjawaban terhadap pelaku-pelaku Orde Baru 12,50%. Juga karena aplikasi ilmu yang digeluti, seperti mahasiswa dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, yang mendominasi kesertaan mereka di BEM-UI mencapai 26,7%, dari Fakultas Teknik menduduki urutan kedua (20%), kesertaan mereka sebagai bentuk solidariras terhadap sesama mahasiswa dan satu almamater. Sedangkan dari Fakultas Kedokteran (0%), hal ini dimungkinkan karena padatnya jadwal perkuliahan, dan secara praktis aktivitas ini kurang menopang profesionalisme mereka. BEM-UI melakukan aksi turun ke jalan menuntut diakomodasikannya 6 visi reformasi yaitu: a) penegakan supremasi hukum, b) otonomi daerah yang seluas-luasnya, c) demokrasi yang rasional dan egaliter, d) pencabutan dwi fungsi TNI, e) amandemen UUD 1945, dan f) pertangggungjawaban Orde Baru dan kroni-kroninya.
Implikasi pandangan dan sikap ini terhadap ketahanan nasional adalah menjadikan ketahanan nasional sebagai metode pemecahan masalah, melihat gerakan reformasi Indonesia sekarang ini belum menunjukkan arah perjuangan yang jelas. Hal ini terlihat dari adanya indikasi sebagai berikut : a) Kondisi kehidupan nasional pada kurun lima tahun mendatang belum dapat diprediksikan secara detail sebab gerakan reformasi ini belum menunjukkan suatu gejala arah gerakan yang jelas dan terukur; b) Malaysia telah mampu menentukan prediksi kondisi negerinya di tahun 2020, sementara Indonesia pada tahun 2020 belum dapat menentukan arah dan wujud kondisi nasionalnya; c) Jika kondisi kehidupan nasional awal Orde Baru relatif terkendali dan terarah gerakannya, maka pada masa reformasi ini menunjukkan ketidakteraturan dalam berbagai aspek, hal ini tercermin dari tuntutan 6 visi reformasi mahasiswa."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2002
T10818
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abdul Ghoffar Nafchuka
"Ketentuan mengenai pemerintahan daerah di Indonesia diatur dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999. Salah satu asas penyelenggaraan pemerintahan daerah di Indonesia adalah desentralisasi, dimana daerah diberi kewenangan untuk mengatur pembangunan daerah, kecuali sejumlah urusan (diplomasi luar negeri, pertahanan keamanan, moneter, peradilan, agama, dan urusan lainnya) yang tetap dipegang oleh pemerintah pusat.
Di dalam menjalankan pemerintahan daerah tersebut, Kepala Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) berperan sangat penting dan menentukan. Kepala Daerah dan DPRD berwenang menentukan pengaturan pembangunan daerah, melalui penetapan Peraturan Daerah (Perda) dan kebijakan strategis daerah. Oleh karena itu dapat dipastikan bahwa hubungan yang baik antara pihak eksekutif (Kepala Daerah - Bupati) dan DPRD (Kabupaten) sangat menentukan kinerja pembangunan daerah.
Hubungan Bupati dengan DPRD Kabupaten diwujudkan dalam komunikasi politik. Dalam penelitian akan dilakukan penyelidikan komunikasi politik antara Bupati Sidoarjo dengan DPRD Sidoarjo. Secara khusus, penelitian akan terfokus pada empat hal, yaitu : (1) sikap dan perilaku eksekutif dan legislatif, (2) perkembangan interaksi eksekutif dengan legislatif, (3) perubahan struktur (pola-pola interaksi) eksekutif dengan legislatif, serta (4) deskripsi kendala hubungan tersebut.
Penelitian dilakukan dengan melakukan wawancara langsung terhadap 100 orang responden yang dianggap memiliki pengetahuan dan pemahaman yang memadai tentang komunikasi politik antara pihak eksekutif dan legislatif di Kabupaten Sidoarjo. Responden terdiri dari 60 orang aparatur Pemerintah Kabupaten Sidoarjo dan 40 orang anggota DPRD Sidoarjo. Selain itu dilakukan juga pengumpulan data sekunder termasuk keterangan dari sejumlah tokoh masyarakat, agama dan LSM di Kabupaten Sidoarjo.
Berdasarkan data yang dikumpul, ditemukan bahwa kedua pihak (eksekutif maupun legislatif) melakukan komunikasi politik terhadap publik Sidoarjo. Mengingat bahwa Sidoarjo telah mengarah menjadi daerah industri, terlihat jelas bagaimana masalah-masalah yang terkait dengan kegiatan industri menjadi isu sentral termasuk dalam bidang politik. Tuntutan kenaikan gaji dari kelompok buruh merupakan isu yang popular di kalangan legislatif maupun eksekutif.
Hubungan antara pihak eksekutif dan legislatif sendiri memperlihatkan gejala yang cukup menarik, dimana masing-masing pihak merasa lebih superior. Sadar atau tidak, kecenderungan ini mengakibatkan adanya tarik menarik kepentingan antara kedua institusi. Masing-masing insitusi saling mempengaruhi, karena kebetulan pihak Bupati Sidoarjo berasal dari Partai Kebangkitan Bangsa, dan di DPRD Kabupaten Sidoarjo sendiri, fraksi PKB termasuk fraksi yang signifikan. Ketua DPRD Kabupaten Sidoarjo pun sebenarnya berasal dari fraksi PKB.
Hasil penelitian ini juga memperlihatkan bahwa institusi eksekutif maupun legislatif memiliki kecenderungan untuk membenarkan diri sendiri. Pihak eksekutif lebih memahami kedudukan mereka sebagai pelaksana kebijakan, sehingga dengan sendirinya mereka lebih memiliki akses politik, khususnya terhadap publik. Di sisi lain, pihak legislatif merasa bahwa sesuai dengan kewenangannya, mereka dapat berada di atas pihak eksekutif. Mengingat bahwa DPRD-lah yang memilih Kepala Daerah, maka dengan sendirinya Kepala Daerah harus tunduk kepadanya. Dengan cara berfikir seperti ini, DPRD menjadi sangat kuat ketika berhadapan dengan Kepala Daerah. Hal ini sangat jelas terlihat saat Bupati Sidoarjo menyampaikan Laporan Pertanggungjawaban Tahunan di hadapan Sidang Paripurna DPRD Kabupaten Sidoarjo. Dalam beberapa hal, penilaian terhadap LPJ Bupati tersebut telah dijadikan sebagai alat tawar menawar kepentingan antara DPRD dengan Bupati.
Kuatnya kedudukan DPRD sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 di satu sisi bermakna sebagai pemberdayaan perwakilan rakyat. Akan tetapi ternyata tidak ada jaminan bahwa kedudukan DPRD yang kuat akan meningkatkan kinerja pembangunan di daerah. Dalam kasus di Sidoarjo terlihat bahwa kuatnya DPRD pada akhirnya hanya menguntungkan anggota DPRD itu sendiri, bukan menguntungkan kepentingan publik.
Ditinjau dari perspektif ketahanan nasional, kedudukan DPRD yang kuat seyogyanya akan sangat positif, karena dengan demikian DPRD dapat memperjuangkan aspirasi rakyat tanpa perlu dibayang-bayangi rasa takut, seperti di-recall. Sebagai lembaga politik yang berfungsi menyalurkan aspirasi rakyat, DPRD sebenarnya dapat menjadi lembaga yang efektif untuk menentukan dan mengontrol jalannya pembangunan daerah. Berlangsungnya pemerintahan daerah yang baik pada gilirannya akan meningkatkan pembangunan di daerah, dan dengan sendirinya akan meningkatkan ketahanan nasional di daerah.
Kenyataannya, kewenangan yang kuat pada DPRD ternyata hanya menguntungkan anggota DPRD itu sendiri. Fakta empirik ini semakin memperkuat pendapat yang menyatakan bahwa untuk terwujudnya ketahanan nasional di daerah, kedudukan DPRD dan Kepala Daerah sebaiknya sejajar (bermitra). Dalam keadaan seperti ini, pihak eksekutif dan legislatif berada pada posisi yang seimbang dalam menentukan kebijakan pembangunan daerah. Di sisi lain, rekrutmen anggota DPRD perlu disempurnakan sehingga mereka yang duduk pada lembaga legislatif adalah mereka yang benar-benar memiliki komitmen terhadap kepentingan rakyat.

Political Communications Development between The Executive and Legislative in Perspective of National Resilience (Case Study in Sidoarjo District)The rule concerning regional government in Indonesia arranged in Act Number 22 of 1999. One of the principles in the running of regional government in Indonesia is decentralization, where a region is given an authority to arrange a regional development. A number of business (overseas diplomacy, security defense, monetary, jurisdiction, religion, and other business) remains to be held by central government.
In running of the regional government, governor / district head and regional legislative assembly (DPRD) play an important role. The Governor / district head and the regional parliament determine the arrangement of the regional development through the stipulating of the regional regulation (Perda) and the regional strategic policy. Therefore, a good relationship between the executive (Governor - District Head) and the district parliament (DPRD Kabupaten) determines the performance of the regional / district development.
The district head and district parliament relationship presented in political communications. There in the research will be conducted an investigation of political communications between the district head and district parliament. Peculiarly, it will be focused on the following (1) attitude and behavior of executive and legislative, (2) interaction development between executive and legislative, (3) structure change (interaction patterns) of executive and legislative, and (4) the description of the relationship constraint.
The research done by conducting a direct interview to 100 people assumed own the adequate understanding and knowledge about political communications between executive and legislative in the district of Sidoarjo. The interviewed consisted of 60 governmental the district people apparatus and 40 people as the members of Sidoarjo parliament. Additionally, there also conducted the collecting of secondary data includes a number of elite figure, religion, and self-supporting institute of society of the Sidoarjo district.
Pursuant to gathered data, found that both sides (executive and legislative) conducting political communications to the public of Sidoarjo. Considering that Sidoarjo has instructed to become the industrial area, standout how related problem with the industrial activity become the central issue included in political area. Increase salary demands from labor group represent the popular issue among legislative and also executive.
Relation between executive and legislative itself show the interesting symptom where each side feels superior. Conscious or not, this tendency result the existence of drawing to draw the importance between both sides. Each side influencing each other, since district head side come from National Awakening Party (PKB), and in Sidoarjo district parliament itself, faction PKB is a significant faction. The Chairman of Sidoarjo district parliament is in fact come from faction PKB.
The research's result also shows that executive institution and also legislative owns the tendency to agree them selves. The executive side is more comprehending to domicile them as policy executor, so that by itself they more owning to access the politics, especially to public. On the other side, legislative party feels that in accordance to its authority, they can reside in for executive party. Considering that the district parliament choosing Regional Leader, hence by itself Regional Leader have to bow to it. By way of thinking like this, the parliament becomes very strong when dealing with Regional Leader. This matter is very clear seen by moment of Sidoarjo district submit the Annual Responsibility Report before Plenary Conference of the District Parliament. In some cases, assessments to the Responsibility Report have been made as a means of drive a bargain the importance between the parliament and the district head.
Its strong position of the parliament as arranged in Act Number 22 of 1999 in one side has a meaning of as empowerment of people delegation. However in the reality there is no guarantee that such strong parliament position will improve the development performance in the region. In case of Sidoarjo district seen that the strong parliament in the end only profit the member of the parliament itself not for the profit of public importance.
Evaluated from national resilience perspective, the strong parliament position should be very positive because thereby the parliament is able to fight for the people aspiration without shadow need have cold feet, like be recalled. As the political institute which distributing the people aspiration, the parliament in fact could become the effective institute to determine and control the district development. Taking place of it good regional government in turn will improve development in the region, and by itself will improve the national resilience in the area.
In reality, the parliament strong authority is in fact only profits the member of the parliament itself. These empirical facts progressively strengthen the opinion expressing that to existing of national resilience in the region, the parliament position and regional leader should be equal in position (partnership). Under the circumstances, .the executive and legislative sides are at the well-balanced position in determining policy of regional development. On the other side, recruitment of the parliament members need to be completed so that those who sit at legislative institute are those who really owning the commitment to people importance.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2003
T11851
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Adelisa Pratiwi
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2009
S5126
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Sutrisno
"Setiap bangsa dan negara selalu berusaha untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Untuk maksud tersebut diselenggarakan sistem pertahanan keamanan negara. Agar pelaksanakan sistem pertahanan keamanan dapat terlaksana dengan baik, maka setiap warga negara harus memiliki kesadaran, hak, kewajiban dan tanggung jawab. Salah satu cara menumbuhkan kesadaran, hak, kewajiban dan tanggung jawab kepada setiap warga negara, yang paling efektif ialah melalui jalur pendidikan, yang disebut sebagai "Pendidikan Pendahuluan Bela Negara".
Pendidikan Pendahuluan Bela Negara diberikan dalam dua tahap. Tahap pertama, diberikan sejak Sekolah Dasar hingga Sekolah Menengah Tingkat Atas. Sedangkan tahap lanjutan diberikan di Perguruan Tinggi dalam bentuk Pendidikan Kewiraan.
Proses penanaman nilai-nilai nasionalisme dan patriotisme dikalangan mahasiswa akan berjalan sesuai dengan yang diharapkan, apabila mereka bersikap "favorable" terhadap Pendidikan Kewiraan. Guna mengetahui apakah mahasiswa bersikap "favorable" atau tidak terhadap Pendidikan Kewiraan, maka diperlukan pengukuran sikap mereka terhadap Pendidikan Kewiraan.
Penelitian dilakukan pada awal Maret hingga akhir Mei 1997 di wilayah DKI Jakarta. Responden utama dalam penelitian ini ialah mahasiswa Jakarta, dengan sampel 100 mahasiswa, yang berasal dari 1 Perguruan Tinggi Negeri, 1 Sekolah Tinggi Kedinasan, dan 3 Perguruan Tinggi Swasta; yang dilakukan secara "non-probability sampling". Pengukuran sikap dilakukan dengan menggunakan skala Likert, dan selanjutnya dianalisis dengan teknik "Chi-Square" dan "Contingency coefficient", dengan taraf signifikan 0,05 atau tingkat kepercayaan 95 %.
Hasil penelitian menunjukkan secara kuantitatif 74 % mahasiswa Jakarta bersikap "favorable" dan yang bersikap "unfavorable" hanya 26% saja. Secara kualitatif sikap mahasiswa Jakarta terhadap Pendidikan Kewiraan tergolong "favorable" dengan "intensitas lemah", dengan nilai sikap rata-rata 85,49 ± 25,39, sedangkan estimasi terhadap populasi jangka panjang 80,02 < µ < 90,47. Tes hipotesis menunjukkan; motivasi dan perasaan sebagai faktor internal--mempunyai korelasi positif dengan sikap mahasiswa terhadap Pendidikan Kewiraan. Sedangkan faktor eksternal yang mempunyai korelasi positif dengan sikap mahasiswa terhadap Pendidikan Kewiraan ialah . Pertama, dosen, mencakup : Penampilan dosen, kemampuan dosen, dan keterbukaan dosen.Kadua, pemahaman (pengetahuan) anggota keluarga tentang Pendidikan Kewiraan.
Mengingat jumlah mahasiswa Jakarta yang bersikap "favorable" terhadap Pendidikan Kewiraan lebih banyak dari pada yang bersikap "unfavorable", maka Pendidikan Kewiraan dapat memberikan dampak positif terhadap ketahanan nasional.
Sekalipun demikian--secara kualitatif sikap mahasiswa Jakarta terhadap Pendidikan Kewiraan intensitasnya masih tergolong lemah, sehingga perlu ditingkatkan. Karena sikap mahasiswa terhadap Pendidikan Kewiraan sangat berkaitan dengan faktor dosen Kewiraan dan materi Pendidikan Kewiraan, maka perlu adanya peningkatan dalam kualitas maupun kuantitas dosen Kewiraan serta perlu adanya kaji ulang terhadap materi Pendidikan Kewiraan secara terus menerus."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Minto Rahayu
"Perjalanan kehidupan suatu bangsa tidak pernah lepas dari pergerakan kaum terpelajar atau mahasiswa. Pergerakan mahasiswa lahir dari nasionalisme dan perubahan sosial. Demikian juga dengan Indonesia; diawali dengan pergerakan nasional Budi Utomo dan Sumpah Pemuda yang berhasil membawa bangsa Indonesia merdeka. Pergerakan mahasiswa juga berperan dalam melahirkan orde baru yang menggantikan orde lama, demikian juga orde reformasi yang menggantikan orde baru. Penelitian ini bertujuan mengetahui bagaimana pengaruh nasionalisme dan perubahan sosial pada pergerakan mahasiswa di era reformasi, dengan pendekatan studi pustaka dan angket. Pergerakan mahasiswa di era reformasi dipicu oleh nasionalisme, yaitu krisis ekonomi dan kebijakan pemerintah, serta menghantarkan pada perubahan sosial pergantian pimpinan nasional dan kehidupan berbangsa dan bernegara yang demokratis.
Pasca 1998, pergerakan mahasiswa banyak mengusung kepentingan subyektif mahasiswa. Persepsi mahasiswa terhadap nasionalisme mahasiswa, perubahan sosial, dan pergerakan mahasiswa mempunyai derajat yang seimbang dengan angka prosentase yang sama-sama tinggi. Namun persepsi mahasiswa terhadap nasionalisme dan perubahan sosial rendah. Berdasarkan analisis korelasi semakin tinggi nasionalisme mahasiswa akan semakin tinggi pula pergerakan mahasiswa; semakin tinggi perubahan sosial akan semakin tinggi pergerakan mahasiswa; dan semakin tinggi nasionalisme mahasiswa dan perubahan sosial akan semakin tinggi pergerakan mahasiswa. Peran pergerakan mahasiswa dalam ketahanan nasional ditinjau dari aspek politik, ekonomi, sosial budaya, dan pertahanan keamanan, dengan tujuan mempertahankan NKRI.

Life journey of a nation is inseparable from the movement of educated group of people, or then refers to as students. This students? movement bears from what so called nationalism and social changes. So does in Indonesia; Budi Utomo and Sumpah Pemuda initiated the national movements in this nation, which led to Indonesia?s independence. In the past, the students movement also played a significant role in delivery of the new order replacing the old order, as well as of the reform order substituting the new order. This research was conducted to find out the effects of nationalism and social changes on the students movement through literature study approach and questionnaire circulation.
Students movement in the reform era was triggered with nationalism upon economic crisis and government policy which then brought about social changes, replacement of national leaders, and more democratic national life. Soon after1998, the students movement carried a lot of subjective interest of students. The students perception on the students nationalism, social changes, and , students movement had an equivalent degree with the same high percentage. However, the students perception on nationalism and social changes was low. Based on the correlation analysis, the greater the students? nationalism the greater the student? movement; the greater the social changes the greater the students movement; and the greater the students nationalism and social changes the greater the students? movement. The role of students movement in the national resilience was viewed from the aspects of politics, economics, socio-culture, and security defence, and was intended to strongly maintain the unitary state of Indonesia.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2009
T-Pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Delvina Estheria
"

Indonesia dan Afganistan telah menjalin hubungan bilateral selama puluhan tahun, termasuk dalam bidang pendidikan. Salah satu bentuk kerja sama tersebut adalah pemberian beasiswa kepada mahasiswa Afganistan, yang dimulai sejak tahun 2017 hingga tahun 2023. Namun, program ini tidak selalu berjalan dengan baik. Tindakan pelanggaran keimigrasian menyebabkan terjadinya tindakan administrasi keimigrasian, yang akhirnya mengakibatkan deportasi para mahasiswa tersebut. Penelitian ini dilakukan untuk mengkaji maladministrasi dan ketahanan nasional terkait deportasi yang terjadi di Universitas Islam Syarif Hidayatullah. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi upaya yang dapat dilakukan oleh para pemangku kebijakan guna mencegah terjadinya deportasi terhadap mahasiswa Afganistan penerima beasiswa. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif, yang mencakup tinjauan literatur, wawancara, dan observasi. Peneliti menggunakan teori dan konsep ketahanan nasional, teori soft power, serta collaborative governance untuk meneliti permasalahan ini. Hasil penelitian menunjukkan adanya pengaruh terhadap ketahanan nasional, khususnya dalam aspek pertahanan keamanan dan sosial budaya. Oleh karena itu, diperlukan kebijakan untuk mencegah terjadinya maladministrasi tersebut demi terwujudnya ketahanan nasional di Indonesia.


Indonesia and Afghanistan have maintained bilateral relations for decades, including in the field of education. One form of this cooperation is the provision of scholarships to Afghan students, which began in 2017 and continued until 2023. However, this program has not always run smoothly. Immigration violations have led to administrative immigration actions, ultimately resulting in the deportation of these students. This study examines maladministration and national resilience related to the deportations at Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. The purpose of this research is to identify measures that policymakers can take to prevent the deportation of Afghan scholarship recipients. The research method used is qualitative, involving literature reviews, interviews, and observations. The researcher employs theories and concepts of national resilience, soft power theory, and collaborative governance to investigate this issue. The findings indicate an impact on national resilience, particularly in the aspects of security and socio-cultural defense. Therefore, policies are needed to prevent such maladministration to ensure national resilience in Indonesia. "
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Simanjuntak, Ramses D.
"Tesis ini berupaya menjelaskan didalam era globalisasi ini bahwa Teknologi informasi yang telah merambah hampir seluruh dunia via satelit dengan implikasi pada system penyiaran global, secara tidak langsung dengan melihat acara-acara yang ada di media teleivisi, membaca media cetak serta mendengar radio, telah membuat perpindahan suatu budaya, politik. Disamping isu-issu lingkungan hidup, hak asasi manusia dan demokrasi membuat kita dituntut untuk melakukan adaptasi ataupun reformasi secara besar-besaran.
Menguatnya suatu aktor non-pemerintah yaitu Para Kapitalis yang bernaung didalam Korporasi usaha berskala internasional yang memainkan perannya didalam politik, ekonomi, lingkungan, humaniter dan bahkan tidak jarang aktor non-pemerintah tersebut dapat mengacaukan perekonomian suatu negara. Peran tersebut mereka lakukan lewat transaksi di pasar mata uang & stock exchange secara internasional yang dilakukan secara bebas, serta ketidak mampuan Bank Sentral suatu negara untuk mengontrol nilai tukar mata uangnya sehingga krisis multi dimensi terjadi seperti yang dihadapi Indonesia saat ini.
Adanya beberapa negara maju yang berbahasa sama yang memainkan perannya, bagaimana memastikan perusahaan mereka dapat memperoleh irisan kue ekonomi global dengan menggunakan teknologi satelit sebagai mata-mata mereka untuk kepentingan politik dan ekonominya demi kepentingan negaranya yang lebih luas, dan dengan dasar itu juga negara-negara maju tersebut memainkan perannya untuk menguasai negara-negara yang dianggapnya bertentangan dengan kepentingan negara mereka.
Demikian juga suatu Lembaga Keuangan Intenational Monitory Funds (IMF) yang dimotori oleh Amerika Serikat memainkan perannya dengan membuat scenario, dengan dalih memberikan bantuan pinjaman uang kepada negara yang ditujunya, namun dibalik itu ada maksud dan tujuan yang lebih mendalam yaitu untuk menguasai sumberdaya alam dan ekonominya, yang ahirnya negara penerima pinjaman tersebut akan selalu tergantung kepada lembaga keuangan pemberi pinjaman.
Untuk itu kita (pemerintah dan masyarakatnya) dituntut lebih akomodatif serta peka terhadap situasi dan kondisi perubahan yang terjadi setiap saat, agar kita dapat terhindar dari arus ombak globalisasi yang melanda dunia sekarang ini. Disamping itu negara/pemerintah dituntut agar berpihak kepada rakyatnya, serta adaya kerjasama dalam menghadapi situasi yang dihadapinya agar terhindar dari penguasaan negara lain didalam perdagangan pasar bebas dan politik bisnis yang dilakukan oleh negara-negara maju dan negara lainnya.

This thesis is attempting to explain that in this globalization era in which information technology has spread out all over the world through satellite with implication on the global broadcasting system, indirectly through television programs, printed media and radio has made transformation both on cultural and political aspects. In addition to the environmental issues, human right and democracy which demand us to adjust ourselves with these changes and to make total reformation.
Non government actors, in this case the capitalists under international-scale corporations? which are growing stronger and play their important role in political, economic, environmental, and humanity aspects, often destruct local economic pattern. They do their roles through international money market and stock exchange in which they can do it freely, and the inability of Central Bank of a country to control its currency so that multi dimensional crisis occurs in a country like Indonesia.
Some of the advanced countries speaking the same language are trying to win or to take part, "how to ensure their firm get decent slice of the "global economic pie" of information technology benefits. Using satellite technology as their means of intelligence for the sake of the political, economic and general purpose of their countries, and based on that, the advanced countries also play their role to dominate other countries which they consider as their opposing countries.
So is International Monetary Fund (IMF) led by United States of America who plays its role by making scenario, using loan to the target countries, but in fact there is a disguising purpose to exploit natural resource and economy, which in turn the doctor country will be permanently dependent to the creditor or the monetary institution.
Considering the above description, we, the government and the people, must be accommodative and sensitive toward the situations and conditions that change every time, so that we can anticipate the globalization backwash happening on the world. Apart from that, the government must be concerned with public interest in general, and the government must work together with the people to encounter the problems so that they can prevented from other country's domination in the free market political business by advanced countries.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2003
T7098
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Wartiyati
"Di dalam tesis ini dibahas peranan Politeknik dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia khususnya kualitas lulusannya ditinjau dari perspektif ketahanan nasional. Penelitian dilakukan dengan mengambil sampel lulusan Politeknik Universitas Indonesia / Politeknik Negeri Jakarta sebanyak 50 orang lulusan dari angkatan pertama tahun 1985 sampai dengan tahun 1998 dari semua jurusan dan program studi terwakili serta bekerja di kawasan Jabotabek. Penelitian dilakukan dengan memberikan pertanyaan kepada responden lulusan Politeknik UI dan wawancara dengan para pimpinan Politeknik UI serta para pengguna lulusan.
Sistem pendidikan merupakan sistem yang bersifat terbuka. Proses pendidikan dengan pendekatan sistem terdiri atas masukan (input) yaitu peserta didik (mahasiswa) dan masukan instrumental (instrumental input) yaitu sumber-sumber daya pendidikan, masukan lingkungan (enviromental input) meliputi aspek-aspek kehidupan bangsa, dan proses yang merupakan kegiatan mengubah masukan (peserta didik) menjadi keluaran (output).
Profil Politeknik dilihat dan masukan instrumental yang berupa kurikulum, dosen, administrasi, laboratorium dan bengkel/workshop, perpustakaan serta sarana/perlengkapan sebagai komponen pemroses pendidikan yang akan mempengaruhi secara langsung kualitas lulusannya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara keseluruhan profil Politeknik memperoleh rata-rata kategori baik yaitu kurikulum, dosen, administrasi dan sarana/perlengkapan pendidikan, sedangkan laboratorium dan bengkel/workshop serta perpustakaan dalam kategori cukup sehingga perlu peningkatan. Sedangkan kemampuan profesional lulusan Politeknik UI memperoleh nilai rata-rata dengan kategori baik. Hal ini tidak terlepas dari instrumental input pada proses pendidikan Politeknik UI. Kemampuan profesional lulusan dapat dilihat dari pengetahuan yang dimiliki (aspek cognitif), keterampilan/skill (aspek psychomotor) dan sikap & kepribadian/attitude yang baik (aspek afektif} sehingga mudah mendapatkan pekerjaan yang menjembatani antara tenaga kerja lulusan SMTA (STM & SMEA) dengan sarjana S1. Lulusan Politeknik dalam usaha meningkatkan kemampuannya dan meningkatkan kariernya selain dengan pengalaman kerja, juga mengikuti kursus-kursus, pelatihan-pelatihan dan melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi (SI dan S2).
Didalam menganalisis kondisi ketahanan nasional dilakukan pendekatan kesejahteraan dan keamanan dari lulusan Politeknik dalam bekerja yang memperoleh pendapatan, fasilitas kerja, jaminan kesehatan, fasilitas keselamatan kerja, fasilitas transportasi yang baik sehingga kondisi secara keseluruhan baik akan meningkatkan ketahanan pribadi dan ketahanan keluarga. Selain itu produk barang dan jasa dimana lulusan Politeknik bekerja yang dikonsumsi oleh perorangan maupun rumah tangga dapat memberi manfaat dan dapat meningkatkan ketahanan pribadi, ketahanan keluarga dan selanjutnya ketahanan lingkungan yang lebih luas yaitu ketahanan wilayah/daerah kemudian ketahanan nasional."
2001
T9750
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>